Selasa, 15 September 2020

HUKUM-HUKUM TERKAIT JENAZAH



OLeH  : Ibu Irnawati Syamsuir Koto

💎M a T e R i💎

Assalamu'alaikum warrohmatullahi wa barrokatuh


Segala puji bagi Yang Maha Kuasa yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman islam. Salawat dan doa keselamatanku terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung Muhammad ﷺ beserta keluarga dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Sahabat sahabatku…

Setiap makhluk yang diberi nyawa, suatu saat akan kembali pada Rabb-Nya. Umur manusia pun tidak ada yang mengetahui. Kematian merupakan sebuah misteri dan bisa datang sewaktu-waktu.

Ketika meninggal, dalam Islam dituliskan aturan, syarat, serta cara dalam mengurus jenazah.

Adapun soal-soal yang bersangkutan dengan jenazah ada empat. Jenazah tersebut hendaklah dimandikan, dikafankan, disolatkan dan dikuburkan.

Keempat- empat perkara ini ‘ Fardu Kifayah’ hukumnya bagi umat Islam, apabila yang mati itu orang yang beragama Islam. Bila pekerjaan itu ditinggalkan berdosalah semua orang Islam di negeri itu tetapi bila ada di antara mereka yang mengerjakannya, maka sekalian umat Islam di negara itu lepaslah dari dosa.

🔷1. MEMANDIKAN MAYAT

Syarat sah-nya mandi :

a) Mayat itu orang Islam (muslim).

b) Belum dimandikan.

c) Didapati tubuhnya walaupun sedikit.

d) Mayat itu bukan mati syahid atau syuhada (mati dalam peperangan untuk membela agama Allah).

"Rukunnya adalah menyeluruhkan air suci kepada segenap tubuhnya. Tata caranya secara sunnah adalah memulai dengan mewudhukannya, lalu memulai dengan bagian kanan dari tubuhnya, dan kemudian kiri tubuhnya, air untuk memandikan dicampur dengan daun sidir (bidara), setelah selesai maka diulang demikian hingga 3X, atau 5X atau 7X, dan pada kali yg terakhir dicampur dengan kafur." (shahih Bukhari hadits no.1196)

Para fuqaha menambahkan, adalah mengurut dada dan perutnya kebawah, untuk berusaha perlahan-lahan mengeluarkan kotoran yang masih tersimpan di perutnya, lalu membersihkan tubuhnya, Qubul dan Dubur dengan kain basah, lalu membersihkan giginya, menyiwakinya, lalu membersihkan hidungnya dan telinganya, lalu baru mewudhukannya, lalu memandikannya. Sunnah menggunakan wewangian pada mayyit bila selesai dimandikan sebelum dikafani.

Bagi yang memandikan, tak ada syarat tertentu, boleh bahkan dimandikan oleh anak anak dibawah umur dewasa, namun disunnahkan adalah keluarga terdekat, dan hukum memandikan jenazah muslim adalah fardhu kifayah.

Sekurang-kurangnya mandi untuk melepaskan kewajiban itu adalah sekali, merata ke seluruh badannya, setelah dihilangkan najis yang ada pada badannya. Sebaiknya mayat itu diletakkan di tempat yang tinggi, seperti balai, di tempat yang sunyi, serta tidak ada orang yang masuk ke tempat itu melainkan orang yang memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu.

Pakaiannya diganti dengan kain basahan (kain mandi), untuk kain mandi itu sebaiknya kain sarung, supaya auratnya tidak mudah terbuka. Sesudah diletakkan di atas tempatnya, kemudian didudukkan dan disandarkan punggungnya kepada sesuatu, lantas disapu perutnya dengan tangan dan ditekankan sedikit, supaya keluar kotorannya.

Perbuatan itu hendaklah diikuti dengan air dan harum-haruman agar menghilangkan bau kotoran yang keluar. Sesudah itu, mayat dilentangkan lantas dicebokkan dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan sesudah cebok, sarung tangan hendaklah diganti dengan yang bersih, lantas dimasukkan anak jari kiri ke mulutnya, digosok giginya dan dibersihkan mulutnya, dan diwu’dhukan.

Kemudian dibasuhkan kepala, janggut dan disisir rambut dan janggutnya perlahan-lahan. Rambut yang tercabut hendaklah dicampur kembali ketika mengkafankannya. Lantas dibasuh sebelah kanannya, kemudian dibaringkan ke sebelah kirinya dan dibasuh badannya sebelah kanannya kemudian dibaringkan lagi sebelah kanannya dan dibasuh sebelah kiri. Peraturan sekalian yang tersebut dihitung satu kali. Disunatkan tiga atau lima kali.

Air pemandian mayat ini sebaliknya air dingin, terkecuali jika berhajat kepada air panas karena sangat dingin atau karena susah menghilangkan kotoran. Baik juga pakai sabun atau sebagainya, dan membasuhnya. Adapun air pembasuh penghabisan (pembilasan) itu, baik dicampur dengan kapur barus sedikit atau harum-haruman yang lain.

Dari Ummi Athiyah : Nabi  ﷺ telah masuk kepada kami sewaktu kami memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata: "Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih kalau kamu pandang baik lebih dari itu dengan air serta daun bidara, dan basuh yang penghabisan hendaklah dicampur dengan kapur barus, mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudhu-nya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

◼️Yang Berhak Memandikan Mayat

Kalau mayat itu lelaki hendaklah yang memandikannya lelaki, tidak boleh perempuan memandikan mayat lelaki, terkecuali isteri dan mahramnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan hendaklah dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh lelaki memandikan mayat perempuan terkecuali suami atau mahramnya. Jika suami dan mahramnya sama-sama ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya. Begitu juga jika istri dan mahramnya sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.

Bila meninggal seorang perempuan, dan tempat itu tidak ada perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah ditayammumkan saja, tidak dimandikan oleh lelaki lain. Begitu juga sebaliknya jika lelaki yang meninggal. Kalau mayat anak-anak lelaki atau perempuan maka boleh dimandikan oleh lelaki dan perempuan.

Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat kepada mayat. Kalau ia mengetahui akan kewajiban mandi serta dipercayai, kalau tidak berpindahlah hak tersebut kepada yang lebih jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipercayai).

Dari Aisyah berkata Rasulullah ﷺ “Barang siapa memandikan mayat dan dijaga kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, bersihlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya. Kata beliau lagi, hendaklah yang mengimami nya adalah keluarga yang terdekat dari mayat jika pandai memandikan mayat, jika ia tidak pandai maka siapa saja yang dipandang berhak karena amanahnya.” (Riwayat Ahmad)

🌸🌷🌸
🔷2. MENGKAFANKAN MAYAT

Hukum mengkafankan (membungkus) mayat itu adalah “Fardu Kifayah” atas orang yang hidup. Kafan itu diambil dari harta si mayat sendiri, jika ia meninggalkan harta, kalau ia tidak meninggalkan harta, maka kafan atas orang yang wajib memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberikan belanja itu tidak pula mampu, hendaklah diambil dari Baitul Mal, bila ada Baitul Mal dan diatur menurut hukum agama Islam. Jika Baitul Mal tidak ada atau tidak teratur, maka wajib atas orang Muslim yang mampu. Demikian pula belanja yang lain-lain yang bersangkutan dengan keperluan mayat.

◼️Untuk Lelaki

Kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi sekalian badan mayat, baik mayat lelaki maupun perempuan. Sebaiknya untuk lelaki tiga lapis kain, tiap-tiap lapis daripadanya menutupi seluruh badannya. Sebagian ulama berpendapat , satu daripada tiga lapis itu, hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekalian badannya.

√ Cara Memakainya:

Dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan di atas tiap-tiap lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya. Kedua tangannya diletakkan di atas dadanya. Tangan kanan di atas tangan kiri, dan boleh juga kedua tangan itu diluruskan menurut lambungnya (rusuknya).

Dari Aisyah : ”Rasulullah ﷺ dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang dibuat dari kapas tidak ada dalamnya baju dan tiada pula serban.” (Muttafaqun alaih)

◼️Untuk Perempuan

Adapun mayat perempuan maka sebaiknya dikafani dengan lima lembar, yaitu basahan (kain basah), baju, kepala, mukena dan kain yang menutupi seluruh badannya.

√ Cara Memakainya:

Dipakai kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung, kemudian dimasukkan dalam kain yang menutupi seluruh badannya. Diantara beberapa lapisan kain tadi sebaiknya diberi harum-haruman seperti kapur barus.

Dari Laila binti Qanif, katanya: ”Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi Kalsum binti Rasulullah ﷺ ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan olah Rasulullah ﷺ kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju. Kemudian tutup kepala, lalu kekudung dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian badannya).”

Kata Laila, ”Sedang Nabi berdiri di tengah pintu membawa kepadanya dan memberikannya kepada kami sehelai demi sehelai.” (Riwayat Ahmad dan Abu Daud).

Terkecuali dari itu, orang yang mati sedang dalam ihram haji atau umrah, tidak boleh diberi harum-haruman dan jangan pula ditutupkan kepalanya.

Dari Ibnu Abbas, katanya “Ketika seorang lelaki sedang wukuf mengerjakan haji bersama-sama Rasulullah ﷺ di padang Arafah tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari kendaraannya lalu meninggal. Maka dikabarkan orang kejadian itu kepada Nabi  ﷺ. Beliau berkata: _Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara dan kafankanlah ia dengan dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia harum-haruman dan jangan ditutup kepalanya, maka sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia nanti pada akhirat seperti keadaannya sewaktu berihram.”

Rasulullah ﷺ bersabda: “Pakailah olehmu kain kamu yang putih, karena sesungguhnya kain putih itu adalah sebaik-baiknya kain, dan kafanlah mayat kamu dengan kain putih itu.” (Riwayat Tirmidzi).

◼️Membaikkan Pemakaian Kafan

Dari jabir berkata Rasulullah ﷺ, ”Apabila salah seorang kamu mengkafankan saudaranya, hendaklah dibaikkan kafannya itu.” (Riwayat Muslim)

Kafan yang baik, maksudnya,baik sifatnya dan baik cara memakainya, serta terjadi dari bahan yang baik. Sifat-sifatnya telah diterangkan yaitu kain yang putih. Begitu pula cara memakainya yang baik. Adapun baik yang bersangkut dengan dasar kain, ialah jangan sampai berlebih-lebihan memiliki dasar kain yang mahal-mahal harganya.

Dari Ali Abi Talib berkata Rasulullah ﷺ, "janganlah kamu berlebih-lebihan memilih kain yang mahal-mahal untuk kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan segera.” (Riwayat Abu Daud).

🔷3. SHOLAT JENAZAH

Sholat Jenazah merupakan salah satu diantara perkara yang wajib yang dilakukan atas orang-orang yang hidup sebagai fardu kifayah dan disunatkan sholat berjamaah sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ : “Tidaklah ada diantara seorang muslim yang mati kemudian sholat ke atasnya 40 orang lelaki yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun melainkan disyafaatkan Allah padanya.” (HR. Muslim)

Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam, sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. (Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma’mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam).

◼️Yang Tidak Wajib Hukumnya Dishalati (tapi boleh):

a) Anak yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia tidak dishalati].

b. Orang yang mati syahid.

◼️Disyariatkan Menshalati:

1. Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Alloh ﷻ.

2. Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu.

3. Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi hutang-hutangnya, maka orang yang seperti ini dishalati.

4. Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.

5. Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]

🌸🌷🌸
🔷ADAB-ADAB SHOLAT JENAZAH:

√ Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

√ Jika kebetulan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat atau boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya.

√ Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan atau hafalan Qur’an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

√ Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat wanita.

√ Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma’mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam].

√ Disukai membuat shaf atau baris di belakang imam tiga shaf ke atas dan Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang dan juga lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayyit.

√ Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir [pelan].

√ Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi hutang-hutangnya, maka orang yang seperti ini dishalati.

√ Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.

√ Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib].

√ Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena darurat. [waktu-waktu terlarang; saat terbitnya matahari, tatkala matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam].

√ Shalat jenazah tidak dilakukan dengan ruku’, sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:

◼️1. Berniat

Niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat.

◼️2. Takbiratul Ihram Pertama Kemudian Membaca Surat Al Fatihah

◼️3. Takbiratul Ihram Kedua Kemudian Membaca Shalawat Atas Rasulullah ﷺ

Minimal : “Allahumma Shalli ‘alaa Muhammadin”

Artinya : “Yaa Allah berilah shalawat atas nabi Muhammad.”

◼️4. Takbiratul Ihram Ketiga Kemudian Membaca Do’a Untuk Jenazah

Minimal: “Allahhummaghfir lahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu”

Artinya : “Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma’afkanlah dia.”

Apabila jenazah yang dishalati itu perempuan, maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahaa. Jika mayatnya banyak maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahum.

◼️5. Takbir Keempat Kemudian Membaca Do’a

Minimal: “Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinna ba’dahu waghfirlanaa walahu.”

Artinya : “Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia.”

Atau berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti : “Alahumma ‘abduka wabna amatika ahyaaja ilaa rahmatika wa anta ghaniyyi an ‘adzabihi in kana muhsinan farid fii hasanaatihi, saayyian fatajawaja ‘an sayyiatihi”

Artinya : “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka maafkanlah kejahatannya.”

◼️6. Mengucapkan Salam

Bila terdapat keluarga atau muslim lain yang meninggal di tempat yang jauh sehingga jenazahnya tidak bisa dihadirkan maka dapat dilakukan shalat ghaib atas jenazah tersebut. Pelaksanaannya serupa dengan sholat jenazah, perbedaan hanya pada niat sholatnya.

Niat shalat ghaib : “Ushalli ‘alaa mayyiti (Fulanin) al ghaaibi arba’a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta’alaa.”

Artinya : “Aku niat shalat gaib atas mayat (fulanin) empat takbir fardu kifayah sebagai (makmum/imam) karena Allah.”

Kata fulanin diganti dengan nama mayat yang di shalati.

🔷4. MENGUBURKAN MAYAT

Adab-adab menguburkan mayat:

√ Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.

√ Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.

√ Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau dimakam khusus atau ditempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala]

√ Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang [Lihat Bagian XII No 27] atau pada waktu malam, kecuali karena dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.

√ Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.

√ Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan:

a) Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).

b) Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.

√ Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal diantara mereka.

√ Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun mayatnya perempuan).

√ Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.

√ Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.

√ Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi istrinya.

√ Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.

√ Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melintang ke kanan dan ke kiri kiblat.

√ Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : “bismillahi wa’alaa sunnati rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama”

Artinya : ‘(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau : “bismillahi wa ‘alaa millati rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” – Artinya : “(Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.

√ Setelah menimbun kubur disunahkan hal-hal sebagai berikut:

a) Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tidak diratakan, supaya dapat dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.

b) Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.

c) Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.

d) Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam sunnah).

√ Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin ‘Aazib]

√ Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syari’at, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui dimana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang. [Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul Janaaiz wa Bid’auha, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]

🌸🌷🌸
Dan untuk tambahan keterangan teman-teman:

Sebagian ulama berpendapat bahwa mengebumikan mayat pada waktu malam itu sama saja dengan menguburkan mayat pada waktu siang.

Rasulullah ﷺ pernah menguburkan seorang lelaki yang selalu berzikir dengannya pada waktu malam. Syaidina Ali juga menguburkan Syaidatina Fatimah pada malam hari. Saidina Abu Bakar, Usman, Syaidatina Aishah dan Ibn Masud juga dikebumikan pada waktu malam.

Walaupun demikian menguburkan mayat pada waktu malam itu dibolehkan sekiranya hak-hak yang berkaitan dengan mayat itu telah sempurna dilakukan. Sekiranya hal seperti ini tidak dipenuhi maka perbuatan itu dilarang.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan bahwa Nabi pada satu hari telah memberi penerangan kepada orang ramai dan menyebut tentang seorang lelaki sahabatnya yang meninggal lalu dikafankan dengan kain kafan yang tidak mencukupi dan dikebumikan pada waktu malam. Nabi telah mencela amalan menguburkan mayat pada waktu malam kecuali seseorang itu terpaksa melakukannya. Begitu juga keterangan daripada sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh ibnu Majah daripada Jabir.

Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan as-sahibus Sunan daripada Uqbah katanya, ada tiga waktu dimana Nabi mencegah kami mensholatkan mayat, yaitu ketika tepat waktu terbitnya matahari, ketika tepat tengah hari dan ketika hampir terbenam matahari hingga terbenam.

Meskipun begitu, sekiranya keadaan memaksa, seperti dikhawatirkan mayat menjadi busuk, maka mengebumikan mayat pada waktu itu boleh dilakukan dengan sengaja tanpa sebab darurat seperti yang dijelaskan, hukumnya adalah makruh.

Perlu dijelaskan bahwa dalam pengebumian ini, setiap orang perlu memastikan bahwa mayat yang dikubur itu tidak dapat digali oleh binatang buas. Karena itu kubur perlu digali dalam sekira-kira bau mayat itu tidak dapat dicium oleh manusia juga binatang termasuk burung-burung.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Nasai daripada Hisyam bin Amir, juga oleh Tirmidzi katanya: Kami telah mengadu kepada Rasulullah ﷺ ketika perang Uhud. “Ya Rasulullah ﷺ, adalah sukar bagi kami untuk menggali kubur untuk setiap mayat.’’

Mendengar kata itu, Rasulullah ﷺ bersabda: "Galilah kamu semua, dalamkan dan perelokkan, kuburlah dua atau tiga mayat dalam satu kubur."

Mereka bertanya: Siapakah yang kami hendak dahulukan ya Rasulullah ﷺ? Baginda menjawab: Dulukan yang banyak hafal al-Quran. Bapakku adalah termasuk dalam salah seorang yang dikuburkan dalam sebuah kubur yang memuat tiga jenazah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Munzir daripada Umar ra bahwa ia berpesan: Galilah kubur itu setinggi ketika mayat tegak dan selebar badan.

Satu perkara lain yang perlu juga kita fahami adalah tentang bentuk lubang kubur itu sendiri. Ada kubur yang digali yang diberi liang di sisi kubur pada arah kiblat. Di atasnya diletakkan papan-papan menjadikan bentuknya seakan-akan rumah yang beratap. Satu bentuk lain dinamakan syaq, yaitu liang yang dibuat di tengah-tengah kubur.

Mengenai cara memasukkan mayat dalam kubur, hendaklah dilakukan pada bagian belakangnya, yaitu sekiranya ia tidak mengalami masalah. Sekiranya menghadapi masalah untuk berbuat demikian, maka ia boleh dimasukkan bagian mana saja.

Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Abi Syaibah dan Bayhaqi daripada keterangan Abdullah bin Aid, bahwa ia memasukkan mayat dalam kubur dari arah kedua-dua kakinya, katanya: Ini adalah sunnah.

Menurut Ibnu Hazim, memasukkan mayat dalam kubur itu boleh dilakukan dari bagian mana saja, sama dengan bagian arah kiblat atau sebaliknya atau dari arah kepala, ataupun dari arah kaki, karena tidak ada satu keterangan yang tegas mengenainya.

Menurut sunnah, mayat hendaklah dibaringkan dalam kuburnya pada sisinya yang kanan dengan mukanya ke arah kiblat. Orang yang berbuat demikian hendaklah membaca Bismillah wa’ala millati rasulillah (dengan nama Allah dan menurut agama (sunnah) Rasulullah ﷺ. Tali yang mengikat mayat hendaklah diuraikan.

Menurut sebuah hadis yang diterima daripada Ibnu Umar ia berkata: Bahwa nabi apabila meletakkan mayat dalam kubur, baginda mengucapkan: Bismillah wa’ala millati rasulullah atau wa’ala sunnati rasulillah.

Sebagian periwayat menganggap makruh meletakkan kain, selimut dan sebagainya untuk mayat dalam kubur. Manurut Ibnu Hazim tidak salah meletakkan kain hamparan di bawah mayat, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, daripada Ibnu Abbas, katanya: "Pada makam Rasulullah ﷺ telah dihamparkan permadani merah". Ia berkata: "Dan Alloh ﷻ telah membiarkan perbuatan ini dalam upacara pengebumian Rasulullah ﷺ seorang manusia yang maksum dan tidak mencegahnya. Dilakukan oleh manusia pilihan di muka bumi secara ijmak, tanpa seorang pun yang menentangnya."

Ada ulama menganggap sunah meletakkan kepala mayat di atas bantal yang diperbuat daripada tanah liat, batu atau tanah biasa dalam keadaan pipi kanannya dicecahkan pada bantal tanah dan sebagainya setelah kain kapan dibuka daripada pipinya. Syaidina Umar ra pernah berkata: "Andainya kamu menurunkan mayat ku ke liang lahad nanti, tempelkan pipiku ke tanah."

Memang benar bahwa amalan akan mengendalikan mayat dan akan memberi kemudahan, yaitu bagi mereka yang dapat mengambil ikhtibarnya.

Wallahu ‘alam bishowab.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Ruri ~ Lumajang
Bagaimana perlakuan terhadap bagian tubuh hasil tindakan medis misalnya amputasi dan lain-lain?

🌸Jawab:
Para ulama telah menjelaskan dalam kitab-kitab mereka tentang cara merawat bagian tubuh yang telah diamputasi. Setidaknya, untuk mengurus bagian tubuh yang telah diamputasi ada dua cara, sebagaimana berikut;

√ PERTAMA, jika ada bagian tubuh seseorang diamputasi dan sesaat kemudian dia meninggal, maka bagian tubuh yang telah diamputasi tersebut harus dirawat sebagaimana jenazah, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan.

√ KEDUA, jika setelah diamputasi dia masih hidup, maka bagian tubuh yang diamputasi tersebut hanya cukup dimandikan, dikafani dan dikuburkan, tidak perlu dishalati karena bagian tubuh tersebut tidak disebut jenazah. Sebagian ulama mengatakan, bagian tubuh yang diamputasi tersebut cukup dibungkus dan dikuburkan.

Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Hasyiyatul Jamal berikut;

وَيُشْتَرَطُ انْفِصَالُهُ مِنْ مَيِّتٍ لِيَخْرُجَ الْمُنْفَصِلُ مِنْ حَيٍّ إذَا وُجِدَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَتُسَنُّ مُوَارَاتُهُ بِخِرْقَةٍ وَدَفْنُهُ نَعَمْ لَوْ أُبِينَ مِنْهُ فَمَاتَ حَالًا كَانَ حُكْمُ الْكُلِّ وَاحِدًا يَجِبُ غَسْلُهُ وَتَكْفِينُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ

“Dan disyaratkan bagian tubuh yang terpotong harus dari mayat agar bisa dikecualikan bagian tubuh yang terpotong dari orang hidup jika ditemukan setelah matinya, maka bagian tubuh tersebut tidak perlu dishalati. Disunahkan membungkusnya dengan kain dan menguburnya. Iya, jika dipotong darinya dan kemudian dia mati seketika, maka semuanya dihukumi satu, yaitu wajib dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan.”

Juga disebutkan dalam kitab Hasyiyatul Bujairimi berikut;

فَخَرَجَ الْمُنْفَصِلُ مِنْ حَيٍّ وَلَمْ يَمُتْ عَقِبَهُ إذَا وُجِدَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَيُسَنُّ مُوَارَاتُهُ بِخِرْقَةٍ وَدَفْنُهُ

“Maka dikecualikan bagian tubuh yang terpotong dari orang hidup dan tidak mati setelahnya, ketika ditemukan setelah matinya, maka bagian tubuh tersebut tidak dishalatkan. Dan disunnahkan membungkusnya dengan kain dan menguburnya.”

Karena itu, bagian tubuh yang telah diamputasi tidak boleh dibuang atau dibiarkan tanpa dirawat dengan baik. Ia wajib diurus dengan cara disucikan, dibungkus kemudian dikuburkan.

Wallahu a’lam

0️⃣2️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Bu, bagaimana dengan janazah yang doubel dalam satu tubuh. Ibu hamil dan bayi yang di kandungnya juga sama-sama meninggal. Apakah dikeluarkan bayinya atau dibiarkan saja tetap dalam tubuh ibunya?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

Langsung dikubur kedua duanya, tidak perlu dikeluarkan, karena jika itu dikeluarkan maka sama dengan kita menyakiti mayat, dan hal itu terlarang dalam Islam.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Serra ~ Malang
Assalamualaikum,

Ketika di Masa pandemi, bisa jadi banyak orang meninggal tiba-tiba. Bagaimana caranya agar kita tetap membantu jenazah tersebut tanpa takut atau was-was?

Terima kasih.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam

Dalam kondisi pandemi, kita wajib waspada, serahkan saja kepada pihak terkait, kita tidak perlu ikut didalam penyelenggaraan. Menjaga keselamatan lebih utama bagi kita, selama masih ada orang yang berkompeten.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Afni ~ Garut
Bagaimana hukum mengantar jenazah ke pemakaman bagi wanita?

Karena saat itu kami wanita tidak diperbolehkan ikut mengantar ke pemakaman?

🌸Jawab:
Kebanyakan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa mengantar jenazah hingga ke kuburan bagi perempuan hanya makruh, tidak haram. Artinya, sebaiknya bagi perempuan untuk tidak ikut mengantar ke kuburan. Meski demikian, jika ikut mengantar hingga ke kuburan tidak haram, hanya makruh saja.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu berikut;

واما النساء فيكره لهن اتباعها ولا يحرم هذا هو الصواب وهو الذى قاله اصحابنا

“Adapun perempuan, maka dimakruhkan bagi mereka untuk ikut mengantar jenazah (ke kuburan), dan tidak haram. Pendapat ini yang benar, sebagaimana telah ditegaskan oleh ulama Syafiiyah.”

Pendapat ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Ummu ‘Athiyah, dia berkata;

نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا

“Kami (para perempuan) dilarang mengiringi jenazah. Namun larangannya tidak terlalu keras bagi kami.”

Namun kemakruhan ini barlaku bagi perempuan yang tidak bisa menahan ratapan kesedihan untuk mayat. Jika sekiranya perempuan tersebut bisa menahan ratapan kesedihan dan bisa menjaga diri dari fitnah dengan menutup aurat dan sebagainya, maka boleh mengantar jenazah hingga ke kuburan. Apalagi yang meninggal adalah keluarga dekatnya, misalnya anak, suami, orang tua, saudara.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Alfiqhul Islami bahwa ulama Malikiyah membolehkan perempuan untuk mengantar jenazah, terutama jika yang meninggal adalah keluarga dekatnya dan selamat dari fitnah.

أجاز المالكية خروج امرأة متجالَّة: عجوز لا أرب للرجل فيها، أو شابة لم يخش فتنتها في جنازة من عظُمت مصيبته عليها كأب وأم وزوج وابن وبنت وأخ وأخت

“Ulama Malikiyah membolehkan perempuan tua yang tidak membuat laki-laki tertarik atau perempuan muda yang tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah untuk mengantar jenazah seseorang yang kematiannnya merupakan musibah besar baginya, seperti ayah, ibu, suami, anak laki-laki atau perempuan, saudara laki-laki atau perempuan.”

Namun Mayoritas ulama berpandangan bahwa wanita dimakruhkan keluar mengiringi jenazah. Demikian dinukil oleh Imam Nawawi dari pendapat mayoritas ulama dan mayoritas sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, dan ‘Aisyah. Lihat Al Majmu’, 5: 278.

Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa keluarnya wanita untuk maksud tersebut dihukumi makruh tahrim (artinya: haram).

Mengenai dalil tentang masalah ini,

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا

Dari Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Kami (para wanita) dilarang mengiringi jenazah. Namun larangannya tidak terlalu keras bagi kami.” (HR. Bukhari no. 1278 dan Muslim no. 938).

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa maksud hadits di atas, “Tidak ditegaskan jika hal tersebut terlarang keras sebagaimana dalam larangan-larangan lainnya. Seakan-akan Ummu ‘Athiyah berkata: kami dilarang mengiringi jenazah dan bukan larangan haram (tetapi makruh).”

Al Qurthubi menjelaskan, “Secara tekstual, hadits Ummu ‘Athiyah menunjukkan bahwa larangan yang dimaksud adalah larangan makruh tanzih. Demikian pendapat mayoritas ulama. Imam Malik berpendapat bolehnya. Demikian pula pendapat ulama Madinah.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Makna hadits adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita untuk mengiringi jenazah dan larangannya adalah makruh tanzih, bukan makruh yang menunjukkan keharaman. Madzhab kami -Syafi’iyah- berpendapat hal itu makruh dan bukanlah haram berdasarkan pemahaman dari hadits ini. Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa mayoritas ulama melarang para wanita mengiringi jenazah. Sedangkan ulama Madinah membolehkannya. Begitu pula dengan Imam Malik, namun beliau memakruhkan untuk para gadis.” (Syarh Muslim, 1: 46)

Wallahu a’lam

0️⃣5️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualikum ustadzah,

Kan kalau menguburkan jenazah pada malam hari dibolehkan kan jika dalam keadaan darurat tapi pada saat ini penguburan jenazah itu malam hari karena sudah lanjut saja tanggung jadi penguburannya malam hari karena alasannya nanggung kalau seperti itu bagaimana ustadzah?

🌸Jawab:
Wa’alaikumussalam,

Dipoint terakhir dalam materi sudah dijelaskan sebagian ulama berpendapat bahwa mengubur mayat pada malam hari sama saja dengan mengubur mayat pada siang hari, dengan dalil yang telah disebutkan di atas.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Rina ~ Bandung
Assalamualaikum,

Bagaimana kalau penguburan mayatnya di tangguhkan sehari karena menunggu keluarga kumpul dulu, apa diperbolehkan?

🌸Jawab:
Wa’alaikumussalam,

Sesuai sunnah adalah menyegerakan pemakaman kecuali jika ada penghalang. Para ulama mengatakan bahwa yang sunnah adalah menyegerakannya.

Dalam hadits dikatakan,

لا يَنبَغي لجِيفَةِ مؤمِنٍ أنْ تُحبَسَ بينَ ظَهرانَي أهلِه

“Tidak semestinya jenazah seorang Mukmin tertahan di kedua pundak keluarganya.”

Para ulama mengatakan, kecuali jika si mayit meninggal secara tiba-tiba. Maka boleh menundanya hingga bisa dipastikan bahwa ia telah wafat.

Sebagian juga membolehkan menunggu salah satu wali si mayat, selama itu tidak memberi mudharat.

Wallahu a’lam

0️⃣7️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Bu, bagaimana dengan jenazah korban ledakan yang hancur tubuhnya. Dan juga dengan korban jenazah korban bencana tsunami atau gempa yang terkubur atau hilang?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

Kalau sudah hilang, mau diapakan?

Kebumikan jasad yang ditemukan, jika hancur maka tidak perlu dimandikan, cukup dikumpulkan, jika memungkinkan dikafani yaa dikafani, jika tidak, diselenggarakan sebagaimana bisanya.

Wallahu a'lam

0️⃣8️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Assalamu'alaikum...

Apa yang harus kami lakukan kepada paman yang telah lama hilang dan tidak pernah kembali. Apakah sholat ghaib atau bagaimana ustazah? Karena hilangnya paman kami sudah lebih 10 tahun dan beliau sudah berumur 60 tahunan waktu hilang.

Syukron

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam

Untuk kondisi yang tidak pasti, sebaiknya, cukup doakan saja.

Untuk sholat ghaib sendiri, sebagian ulama tidak mensyari'atkan, sebagian mensyari'atkan, bahkan ada yang mensyari'atkan dengan syarat.

Wallahu a'lam

0️⃣9️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum

1. Bagaimana dengan jenazah terduga teroris yang ditolak keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya. Masyarakat tidak mau jenazah yang melukai banyak orang tersebut berada disekitarnya?

2. Bagaimana juga dengan jenazah tetangga kita yang non muslim yang sudah tidak ada keluarga lainnya lagi? Bagaimana dan apa yang harus dilakukan?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

1. Serahkan kepada negara, pihak berwenang bisa menguburkan jenazah ditanah negara. yang penting semua kewajiban dilakukan.

2. Untuk jenazah non muslim, maka silakan dilaporkan kepihak berwenang, seperti RT, RW agar dilaporkan kebadan yang menanggani sesuai agama mereka, seperti gereja atau wihara dan sejenisya.

Jika tidak ada, maka kuburkan jazadnya dengan baik, jangan diselenggarakan dengan cara Islam, karena dia bukan muslim.

Wallahu a'lam

1️⃣0️⃣ Sofie ~ Depok
Bismillah,
1. Untuk jenazah yang meninggal karena wabah, seperti yang sedang berlangsung sekarang ini (covid), itu bagaimana ibu hukum-hukumnya?

2. Apa syarat-syarat dalam mengurusi jenazah akan digugurkan?

Jazakillah Khair

🌸Jawab:
1. Hukum dan kewajiban tetap dilaksanakan, sesuai dengan arahan MUI, memandikan, mengkafani, menguburkan, semua sudah diatur.

2. Tidak gugur bund, kecuali pada kasus-kasus tertentu yang memang tidak bisa dilakukan semua hukum dan kewajiban tersebut.

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

 Sahabat-sahabatku...

Bahasan malam ini semoga membawa kita kepada mengingat mati, dan kita bisa menjadi penyelenggara jenazah bagi keluarga masing-masing.

Semoga kita semua Husnul Khatimah.

Demikian saja dari saya malam ini.

Mohon maaf atas segala kekurangan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar