Kamis, 31 Maret 2022

4 WAKTU PENTING BAGI ORANG BERAKAL DAN BIJAK (BEKAL DALAM RAMADHAN)

 


OLeH: Ustadz H. Tri Satya Hadi

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎4 WAKTU PENTING BAGI ORANG BERAKAL DAN BIJAK (BEKAL DALAM RAMADAN)

Allah ﷻ berfirman dalam Kitab-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr:1-3)

Arti kata waktu ada yang bersifat umum dan ada juga waktu yang dibatasi. Berikut merupakan Istilah-istilah tentang waktu dalam al-Quran, yaitu:

1. Ad-Dahr
Terdapat dalam surat surat al-Insan atau ad-Dahr surat ke-76. Digunakan untuk menjelaskan masa yang panjang dan lama yang dilalui oleh alam raya dalam kehidupan, yakni sejak diciptakan sampai punah. Istilah ini memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu itu pernah tiada dan akan tiada kembali. Artinya, keberadaannya menjadi terikat oleh waktu. Contohnya, keberadaan manusia dan semesta alam raya ini;

2. Al-Ajal
Yaitu nama yang digunakan untuk menjelaskan masa tertentu yang ditetapkan bagi sesuatu. Kata ini bisa digunakan untuk menunjuk waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia dan masyarakat. Istilah ini ada dalam QS. Al-Jasiah ayat 24, dan QS. Al-Insan ayat 1. Dengan demikian kata ‘ajal’ menjelaskan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya sehingga tidak ada yang abadi, kecuali Dzat Allah ﷻ;

3. Al-Ashr
Kata ini digunakan untuk menjelaskan waktu menjelang terbenamnya matahari. Namun, kata ini juga digunakan untuk menjelaskan masa secara mutlak. Kata ini terdapat dalam QS. Al-Ashr ayat 1; dan

4. Al-Waktu
Kata ini biasa digunakan untuk memberi arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu kegiatan, karena itu Al-Quran seringkali menggunakan kata Al-Waktu ini untuk menjelaskan kontek kadar tertentu dari suatu massa. Kata ini menghendaki adanya keharusan untuk pembagian teknis mengenai massa yang dialami seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahunan. Kata ini terdapat dalam: QS. Al-Hajr ayat 38, QS Al-A ‘raf ayat 187, QS. An-Nisa ayat 103, QS. Al-Baqarah ayat 189.

Terkait dengan berbagai makna Al-Waktu di atas, ada satu nash yang tersebut dalam kitab Nashaihul ibad yang ditulis oleh Syekh Nawawi Al-Bantani, dijelaskan bahwa ada 4 waktu penting bagi orang berakal dan bijak adalah, bahwa Allah ﷻ pernah mewahyukan kepada Nabi Daud Alaihisalam:
“Sesungguhnya orang yang berakal dan bijak tidak akan melewatkan 4 waktu penting baginya yaitu, waktu untuk bermunajat kepada Tuhan-Mu (dengan berdzikir, membaca Al Quran dan mendekatkan diri kepada-Nya), waktu untuk berintrospeksi diri (dengan mengingat-ingat amal-amal yang telah dilakukan, baik siang maupun malam, lalu mengakhirinya dengan syukur dan istighfar), waktu untuk silaturahmi kepada saudara-saudaranya yang berani, jujur dan mau menunjukkan aib-aibnya, dan waktu untuk melepaskan diri dari kesenangan duniawi, sekalipun itu halal.”

Tidak berapa lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadan bulan yang mulia, bulan diturunkan alquran, bulan dikabulkan doa, bulan penuh ampunan, bulan keberkahan dilipatgandakan seluruh amalan, bulan dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka, serta bulan di dalamnya terdapat malam seribu bulan. Kesemuanya itu bisa kita peroleh apabila dipersiapkan dengan baik ruhiyah (hati), fikriyah (ilmu), jasadiyah (fisik), dan maliyah (harta).

1. Persiapan Ruhiyah

Rasulllah ﷺ mengajarkan kepada kita tentang sebuah doa menjelang Ramadan:

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً 

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Persiapan secara ruhiyah adalah menjaga keimanan dengan cara hati agar ikhlas, perbanyak istighfar (taubat), bersihkan dari penyakit hati seperti iri, dengki, riya, dendam dan juga permusuhan. Bahwa ada sebuah tradisi menjelang Ramadhan meminta maaf kepada kaum kerabat boleh-boleh saja sepanjang dilakukan untuk sarana silaturahmi dengan keikhlasan dan bukan karena ikut-ikutan. Meminta maaf sejatinya tidak dilakukan menjelang Ramadan tapi saat manusia tersebut melakukan kesalahan apalagi berkaitan dengan hak orang lain.
Hadis Rasulullah ﷺ:
“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi.” (HR. Bukhari no.2449)

2. Persiapan Jasadiyah (Fisik)

Ramadhan merupakan bulan yang ketika kita melakukan kebaikan maka kita akan mendapatkan pahala yang berlipat, ibadah sunnah akan mendapatkan pahala wajib, dan pahala ibadah wajib berlipat-lipat. Untuk bisa maksimal tentunya perlu disiapkan untuk mendukung fisik yang optimal untuk beribadah seperti, berolah raga teratur, makanan yang sehat, banyak minum air putih dan makan vitamin atau suplemen lainnya.

3. Persiapan Fikriyah (Keilmuan)

Rasulullah ﷺ, bersabda:
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Memahami tata cara ibadah yang benar akan membawa kita untuk meraih pahala, karena apabila suatu aktifitas kita tidak ditunjang dengan pengetahuan yang baik maka kita juga tidak akan mendapat hasil yang baik. Persiapan ilmu seperti fiqh shiyam (fikih puasa), mempelajari sunnah Nabi Muhammad dalam berpuasa, mencari dan mengikuti majelis ilmu serta ibadah lain terkait di Bulan Ramadan menjadi keharusan bagi setiap muslim.

4. Persiapan Maaliyah (Harta)

Persiapan harta yang dimaksud seperti persiapan untuk bisa menambah pundi pahala di akhirat dengan bersedekah, infaq, zakat, ataupun wakaf.

Kembali keempat waktu yang penting bagi orang berakal dan bijak, bahwa Ramadhan menjadi sarana waktu-waktu tersebut untuk dimaksimalkan di dalamnya.

◼️Pertama, waktu memaksimalkan untuk bermunajat kepada Tuhan-Mu (dengan berdzikir, membaca Al Quran dan mendekatkan diri kepada-Nya). Zikir yang utama adalah membaca Al-Quran, sebagai mana hadis Rasulullah ﷺ:
Dari Aisyah RA, Rasulullah ﷺ bersabda: "Membaca Al-Qur'an di dalam salat lebih utama daripada membaca Al-Qur'an di luar salat. Membaca Al-Qur'an di luar salat lebih utama daripada tasbih dan takbir. Tasbih lebih utama daripada sedekah, sedekah lebih utama daripada shaum (puasa), dan shaum adalah perisai dari api neraka." (HR. Al-Baihaqi)

Karena Ramadan disebut bulan Al-Quran, berdasarkan contoh Rasulullah, kebiasaan para sahabat, salafusalih, dan para ulama yang sangat akrab dengan Al-Quran seperti, rajin membacanya, mengkhatamkan, merenungkan dan (berusaha) mengamalkan kandungan di dalamnya.
Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Nabiullah ﷺ adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul ﷺ adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari-Muslim)

◼️Kedua, waktu untuk berintrospeksi diri (dengan mengingat-ingat amal-amal yang telah dilakukan, baik siang maupun malam, lalu mengakhirinya dengan syukur dan istighfar). Instropeksi atau muhasabah diri untuk membersihkan hati, bertaubat merupakan bagian dari bekal Ramadhan. Saat memasuki bulan Ramadhan pun, meminta ampun harus menjadi rutinitas harian, karena sebagai hamba yang tak luput dari khilaf dan salah.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap anak adam bersalah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.”

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh ﷻ, hai orang-orang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

Ramadan bulan ampunan menjadi momentum memanfaatkan di waktu tersebut untuk bisa meraih ampunan-Nya. Sungguh sangatlah merugi bagi kita yang mendapati Ramadan tapi tidak mendapatkan keberkahan ampunan Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena keimanan dan hanya mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari).

“Siapa yang mendapati Ramadhan dan tidak mendapatkan keberkahannya, di antaranya ampunan maka sungguh ia orang merugi. Rasulullah ﷺ bersabda, "Sangat merugi, sangat merugi, sangat merugi orang yang mendapati Ramadhan dan dosanya tidak terampuni." (HR. Al-Hakim)

Sayyidul Istighfar sejatinya menjadi zikir yang sering kita panjatkan dalam setiap aktifitas pagi dan petang selama Ramadhan.
Allahumma anta robbi la illa ha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mas tatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu u laka bini’matika ‘alayya wa wa abu u dibdzanbi fahgfirli fa innahu la yaghfirudz dzunaba illa anta.

"Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Dan aku atas tanggungan dan janji-Mu selama aku masih mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat yang Kau berikan kepadaku. Aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau."

◼️Ketiga, waktu untuk silaturahmi kepada saudara-saudaranya yang berani, jujur dan mau menunjukkan aib-aibnya. Maksudnya adalah kita mencari waktu diluar atau di dalam bulan Ramadan untuk bergaul dengan teman, saudara, atau kaum kerabat yang baik dan salih. Mereka bisa mengingatkan atas salah dan aib-aib kita yang tujuannya untuk rida Alloh ﷻ. Harapannya agar kita bisa segera menghentikan dan bertaubat atas hal itu, tanpa bermaksud mencela ataupun menyebarkannya kepada khalayak ramai, seiring memang menjalin silaturahmi itu sangat dianjurkan, karena merupakan amalan yang sangat disukai Allah ﷻ.

“Barang siapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan hari akhir Maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari & Muslim).

Bahwa kita yakin tidak ada seorang pun di dunia yang luput dari aib. Namun terkadang, kita tidak jujur terhadap diri kita. Kita tidak siap mental menerima ketika ada aib yang jatuh ke diri kita, bahkan sering terkesan membela-bela diri dan dengan berbagai alasan tidak mau menerima aib kita yang terungkap. Seandainya energi yang kita pergunakan untuk membela diri itu kita alihkan untuk melaksanakan ketaatan, maka perlahan namun pasti, aib-aib kita itu akan terlihat oleh kita dan segera bisa instropeksi dan memperbaikinya.

Seorang Ulama Salaf menyatakan, "Saudaramu yang selalu mengingatkanmu kepada Alloh ﷻ, membertahukan aib-aibmu itu lebih baik bagimu daripada yang menaruh beberapa uang dinar di tanganmu".

◼️Keempat, waktu untuk melepaskan diri dari kesenangan duniawi, sekalipun itu halal. Dalam literatur islam yang umum, melepaskan diri dari kesenangan, kecintaan, atau kecondongan duniawi disebut Zuhud.
Menurut Imam Ahmad, terdapat 3 tingkatan zuhud yang dapat kita pahami:

1) Orang awam menganggap zuhud adalah meninggalkan keharaman.

2) Orang istimewa (khawash) menganggap zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang halal sekalipun melebihi kebutuhannya.

3) Orang sangat istimewa (al-arifin) mengganggap zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang mengganggunya untuk mengingat Alloh ﷻ.

Kembali kepada waktu Ramadan yang menjadi madrasah (penggemblengan) diri untuk bisa lepas (menahan syahwat nafsu) dari kesenangan duniawi sekalipun itu halal dan berpahala dikerjakan, namun di waktu sejak terbit fajar hingga terbenam matahari itu menjadi haram. Seperti, makan dan minum atau berhubungan suami istri.

Hikmah yang bisa kita rasakan setelah lulus menahan (mengendalikan) nafsu menurut Imam Al-Gazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin adalah:

1) Memutuskan keterikatan. Kita terikat kepada benda yang menguatkan nafsu syahwat. Maka, tidak boleh tidak, kita harus belajar memutuskan keterikatan itu. Misalnya, keterikatan kepada makanan diputus dengan berpuasa, keterikatan untuk berbuat zina diputus dengan berpuasa atau menikah, dan banyak contoh lainnya.

2) Memadamkan api. Sesungguhnya nafsu syahwat itu dapat berkobar dengan pandangan kepada hal-hal yang dapat memancing nafsu syahwat. Rasulullah ﷺ bersabda, "Pandangan itu adalah salah satu panah beracun dari panah-panah iblis." Menjaga pandangan dari hal-hal tercela, menjaga telinga dari ucapan-ucapan kotor, menjaga langkah kaki dari tempat-tempat yang tidak pantas, menjaga pikiran dari bacaan-bacaan yang tidak bermanfaat, merupakan langkah-langkah memadamkan api nafsu syahwat.

3) Mencari jalan yang halal. Setiap manusia tentu memiliki kebutuhan jasmaniah yang harus dipenuhi, baik makanan, pakaian, maupun pasangan. Maka semua itu dapat dipenuhi dengan menjaga diri dengan syari’at yang kuat, yakni mencari jalan yang halal atas setiap kebutuhan hidup.

Demikian 4 waktu penting bagi orang berakal dan bijak yang harus kita manfaatkan dan maksimalkan sebagai bekal dan saat Ramadan. Semoga kita tersampaikan di bulan Ramadan dan berhasil menjadi orang yang bertakwa yang dengan rahmat-Nya kita semua bisa berkumpul di surga-Nya kelak. Aamiin.

Wallahu a’lam.

Pekanbaru, 24 Maret 2022

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, jika semuanya sudah berlalu, kita sudah wafat apakah hadiah al-fatihah dan istighfar dari anak-anak kita atau keturunan kita yang menyayangi kita akan sampai dan mampu mengikis dosa kita, Ustadz?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Untuk ini Ulama berbeda pendapat hadiahnya ada yang sampai ke mayit, ada yang tidak sampai, tapi yang membacanya tetap mendapat pahala dan karenanya rahmat Alloh ﷻ bisa sampai ke mayit, ada yang bahkan melarangnya. Ini masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.  Namun yang pasti untuk doa anak yang shalih, amal jariahnya yang dulu-dulu, sedekah yang diwasilahkan untuk mayit, in syaa Allah sampai. 

Wallahu a'lam. 

🌷Afwan, Ustadz. 
Kalau menurut mazhab Syafi'i bisa sampai seperti kata Imam an-Nawawi dalam kitab al-adzkar.

Dan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i adalah pahala bacaan al-Quran bisa sampai kepada mayit.

Tapi ada yang beranggapan imam Al_ Nawawi kebalikannya, tidak sampai.

Wallahu'alam. 

Jadi tergantung dari mahdzab juga ya, Ustadz.

🔷Ya ulama itu berbeda-beda karena berpedoman pada mazhab-mahzab tersebut.

🌷Note, Ustadz. 
Terima kasih banyak. 
Jazakallahu khair.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan bisa maksimal mengisinya. Aamiin

Wallahu a'lam

RAMADHAN TERAKHIR

 


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸RAMADHAN TERAKHIR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

Sahabat PS yang dicintai Alloh ﷻ...

Ada ayat favorit dan populer selalu dibacakan ke khalayak ramai di bulan Ramadhan, sehingga seolah hanya setahun sekali rame-rame membaca ayat ini di semua mimbar Islam yaitu ayat 183 dari surat Al Baqarah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ayat ini menjadi ayat satu-satunya yang mewajibkan puasa Ramadhan. Dan yang namanya kewajiban sudah tentu dipersiapkan dan disambut (tarhib). Jangankan yang wajib sedangkan yang sunnah saja biasanya di-tarhib sedemikian rupa, seperti kedatangan tamu. Apalagi kalau tamu istimewa dan agung serta membawa oleh-oleh yang banyak, sudah pasti disambut dengan penuh kegembiraan.

"Seandainya umatku mengetahui keutamaan di bulan Ramadhan, maka sungguh mereka akan berharap setahun penuh Ramadhan.” (Terjemah hadis riwayat Ibnu Khuzaimah).

Berkaitan dengan tarhib Ramadhan yang maksimal ada hal yang menarik yang bisa dipahami motivasi dan spiritnya dari ujung ayat 33 surat Lukman di bawah ini.

Sesungguhnya Alloh ﷻ, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Alloh ﷻ Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramal lah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.

Makna ungkapan itu, hendaklah kita semangat dalam menggapai akhirat tanpa menunda dan tak perlu tergesa-gesa dalam mengejar dunia, karena masih ada hari esok.

Ungkapan “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya” maksudnya adalah apa yang tidak selesai hari ini dari urusan dunia, selesaikanlah besok. Yang tidak bisa selesai besok, selesaikanlah besoknya lagi. Jika luput hari ini, masih ada harapan untuk besok.

Namun untuk urusan akhirat, tidak bisa ditunda esok, karena kematian tidak menunggu esok hari.

Syekh Al Hasan Al Bashri pernah mengungkapkan tentang pembagian hari menjadi tiga;

Dunia ada tiga hari:

🔸Kemarin, maka sudah berlalu apa yang ada padanya.

🔸Besok, bisa jadi engkau tidak menjumpainya.

🔸Hari ini, maka beramal lah untuk kebaikanmu.

(Al Hasan Al Basri, Az Zuhd karya Al Baihaqi 1/196)

Demikian pula dengan Ramadhan. Kalau hari ini kita diberi kesempatan hidup maka jangan sia-siakan. Dan tanamkan seolah ini Ramadhan terakhir bagi kita. Maka semangat lah menyambutnya, mengisinya dan menggapai maghfirah-Nya.

Di antara cara agar tarhib nya menjadi sungguh-sungguh, maka seringlah dan tanamkan di hati  ‘andai ini Ramadhan terakhirku’, karena memang seperti itu yang dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ.

Dari Abu Ayyub ia berkata: ‘Seorang laki-laki mendatangi Nabi, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah ﷺ ajarkan aku dengan sesuatu yang ringkas? Maka Nabi bersabda: “Jika Engkau mengerjakan shalat, maka shalat lah seperti shalatnya orang yang akan berpisah (dengan dunia), janganlah engkau berkata dengan suatu perkataan yang nanti akan engkau sesali dan kuatkan lah untuk tidak berharap dengan sesuatu yang ada di tangan manusia.” (Ibnu Majah, Ahmad).

Bukankah ketika seorang mahasiswa yang merasa bahwa ini kesempatan terakhir untuk ujian akan lebih semangat lagi untuk mempersiapkannya?

Apalagi Ramadhan, bulan yang luar biasa obral maghfirah nya pasti harus lebih semangat lagi untuk mempersiapkannya karena seolah ini adalah terakhir.

Ditambah lagi ada hadis Nabi yang menceritakan bagaimana luar biasanya maghfirah Alloh ﷻ di bulan suci itu.

Dari ‘Ammar bin Yasir, ia berkata, “Nabi naik ke atas mimbar kemudian berkata, “Aamiin, aamiin, aamiin.” Maka ketika beliau turun dari mimbar, ditanya oleh para sahabat (Kenapa engkau berkata: Aamiin, aamiin, aamiin)

Maka Nabi bersabda, “Telah datang malaikat Jibril kepadaku, lalu ia berkata: ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Alloh ﷻ, maka Alloh ﷻ menjauhkannya. Katakanlah: Aamiin!’ Maka aku berkata: ‘Aamiin.’

Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga maka Alloh ﷻ menjauhkannya. Katakanlah: aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’

Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu maka Alloh ﷻ menjauhkannya. Katakanlah: ‘Aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’

Andai ini Ramadhan terakhirku… Sudah tentu… Bukan hanya setetes maghfirah yang aku harus dapatkan namun banjir maghfirah dalam hidupku yang harus didapat. Seolah ini kesempatan yang terakhir bagiku!!!

 Bagaimana caranya?

✔️Berpuasa dengan ilmu.

“Ilmu itu pemimpin bagi amal, dan amal adalah pengikutnya.” (Ibnu Al Jauzi).

Berkata sebagian ulama salaf; “Barang siapa beribadah kepada Alloh ﷻ tanpa ilmu maka keburukannya lebih banyak dari kebaikannya.”

✔️Banyak doa, berharap ibadah puasa diterima.

Diriwayatkan bahwa pada saat Ramadhan tiba, Nabi berdoa, “Ya Allah, selamatkan aku untuk Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan dia sebagai amal yang diterima untukku.” (Ath-Thabrani dan Ad-Dailami).

✔️Merencanakan dan ber’azzam untuk memperbanyak sedekah.

Nabi Muhammad, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas.

“Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (Al-Bukhari).

✔️Planning dan ‘azzam untuk lebih banyak menyapa Al-Qur’an.

Ada dalil bahwa di bulan Ramadhan kita mesti perhatian pada Al-Qur’an. Lihatlah Nabi kita berusaha untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di hadapan Jibril ‘alaihis salam sebanyak sekali setiap tahunnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia, dua kali khatam. Nabi biasa pula beriktikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau beriktikaf selama dua puluh hari.” (Al-Bukhari).

Karena itu para ulama berlomba-lomba dalam mengkhatamkan Al-Qur’an, di antaranya adalah yang bernama Al-Aswad bin Yazid, ulama besar tabi’in yang meninggal dunia 74 atau 75 Hijriyah di Kufah, bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Waktu istirahat beliau untuk tidur hanya antara Maghrib dan Isya. (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51).

Dan juga Qotadah bin Da’aamah (wafat 60 H). Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkan nya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya. (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276).

Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, kita kenal dengan sebutan Imam Syafi’i yang terkenal sebagai salah satu ulama madzhab sebagaimana disebutkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman, biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali. Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36).

Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali. Maa syaa Allah…

Ibnu ‘Asakir adalah seorang ulama hadis dari negeri Syam, dengan nama kunyah Abul Qasim, beliau penulis kitab yang terkenal yaitu Tarikh Dimasyq. Anaknya yang bernama Al-Qasim mengatakan mengenai bapaknya.

“Ibnu ‘Asakir adalah orang yang biasa merutinkan shalat jama’ah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau khatam kan Al-Qur’an setiap hari. Beliau biasa beriktikaf di Al-Manarah Asy-Syaqiyyah. Beliau adalah orang yang sangat gemar melakukan amalan sunnah dan rajin berdzikir.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562).

So… Bagaimana dengan kita???

Syekh Hasan Al Bashri berkata, “Barang siapa yang ingin Alloh ﷻ berkomunikasi dengannya, maka bacalah Al-Qur’an. Dan Barang siapa yang ingin bicara kepada Alloh ﷻ, tegakkan shalat dengan benar.”

✔️Berencana meraih lailatur qadar dengan banyak iktikaf.

Sebagian ulama berkata; Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna, dan berjumpa dengan malam lailatul qadar, sungguh ia telah menggapai hadiah dari Alloh ﷻ.

✔️Berencana dan ber’azzam melakukan yang sunnah dan menghindari mubah (hiburan yang tidak pada tempatnya) selama Ramadhan.

Jangan sering nonton tv, ke mall, namun sebaliknya hidupkan Ramadhan dengan memandang Al-Qur’an, mendatangi masjid, iktikaf, dan sebagainya.

Cobalah sebelum tidur shalat, sehabis shalat muhasabah terkait hal yang dilakukan seharian, tambahkan semangat untuk lebih baik lagi di esok hari. Karena, kita tidak tahu apakah esok hari masih ada untuk jiwa ini menikmati indahnya Ramadhan.

Ya Allah, selamatkan kami untuk dapat menikmati Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untuk dapat kami peluk ampunan dan kasih sayang-Mu di dalamnya dan terimalah ia sebagai amal saleh untuk kami. Aamiin yaa mujiibas saailin.

Demikian dari saya, semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Sari ~ Jambi
Disini Syekh Hasan menjelaskan tentang banyak fadhilah membaca Al-Qur'an. Tetapi ada yang mengatakan bahwa membaca Al-Qur'an saja tanpa mengamalkan isinya serta tidak memahaminya secara benar tidak ada artinya. Sehingga ada teman-teman yang akhir malas membaca Al-Qur'an dengan alasan, takut tidak dapat mengamalkan apa yang dibacanya serta tidak memahami artinya dengan benar. 

Apakah benar membaca Al-Qur'an harus benar-benar paham artinya dan harus diamalkan secara langsung?

🌸Jawab:
Untuk Al Quran, tidak disyarat wajib mengerti artinya kok, bacalah Al Quran meski tidak mengerti, dan setiap hurufnya akan diberi 10 kebaikkan. Orang yang mengerti artinya tentu lebih baik, tapi tidak ada larangan harus mengerti artinya. 

Jangan mengadakan pemahaman sendiri. Yang memberatkan diri sendiri. Andai memang harus seperti itu, saya yakin hanya segelintir orang yang akan membaca Al Quran. Dan hati-hati propaganda agar umat Islam jauh dari Al Quran.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Dari bahasan ini Bunda menggaris bawahi tentang ungkapan Syeikh Al-Hasan Al-Bashri yaitu tentang pembagian hari menjadi tiga. Dunia ada tiga hari. 

Pertanyaannya: 
1. Apa yang harus kita lakukan bila Kemarin Alhamdulillah telah melakukan kebaikan dengan hanya berharap pada Maha Pemberi atau Ya Wahhab.
Dan sebaliknya bila kemarin kita telah melakukan kesalahan yang hanya Alloh Subhanahu Wata'ala sajalah yang mengetahui?

2. Bagaimana caranya supaya punya hati yang Istiqomah untuk melakukan Tomorrow's daily aktivity?

3. Adakah trik-trik yang Syar'iah supaya hari ini is the best?

🌸Jawab:
1. Kalau ibadah hanya karena Alloh ﷻ yaa lanjutkan hal seperti itu. Jika telah melakukan dosa, maka bertaubat, apalagi yang bisa membersihkan kita dari dosa kalau bukan taubat?

2. Istiqomah itu dipaksakan, di saat malas. Dan tumbuhkan rasa cinta terhadap amalan tersebut, kenali ibadah tersebut, pelajari ibadah-ibadah itu, apa hikmahnya, apa Fadillah nya. 

3. Utamakan Alloh ﷻ, maka hari kita akan penuh berkah, waktu yang berkah itulah waktu yang paling the best dari seluruh waktu yang ada.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadzah,

Berkaitan dengan target tilawah selama Ramadhan. Ada keraguan dalam diri, memilih banyak atau kualitas. 
Pingin banyak khatam tapi ternyata bacaan kurang teliti. Kalau memperhatikan kualitas kok target tidak tercapai. 

Bila menargetkan juga khatam tarjamah, apakah nilainya sama dengan tilawah?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bacaan Al Quran itu diperintahkan tartil, oleh karena itu kehati-hatian juga diperlukan, perlahan lahan, teliti. Targetkan sesuai kekuatan kita dan kemampuan. 

Disaat ramadhan, tilawah lebih diutamakan, meski juga tetap tidak lupa memperhatikan terjemahannya. 

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Anita ~ Bogor
Biasanya awal-awal ramadhan seringnya semangat 45 untuk melaksanakan ibadah-ibadah, tapi setelah datang tamu bulanan shaum selanjutnya jadi futur. Apa ada tips-tipsnya untuk menyemangati diri lagi?

🌸Jawab:
Iyaa kebiasaannya seperti itu, tapi kita tidak boleh membiarkan begitu saja, jangan biarkan futur menguasai hati kita. Paksakan diri, jangan sibukkan dengan urusan duniawi. Karena jika kita mulai sibuk dengan urusan dunia, maka kita akan semakin sulit untuk bangkit. 

Hadiri majelis-majelis ilmu yang membahas tentang puasa ramadhan. 

Beristigfar sebanyak banyaknya tiap hari.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabat Perindu Surga...

Selamat men-deadline Ramadhan kita. Ramadhan adalah bulan tempat rahmat, maghfirah, serta kasih sayang Alloh ﷻ berlimpah. Alangkah rugi manusia yang tidak mampu memanfaatkannya. Mari mengisi Ramadhan ini dengan amalan terbaik kita. Semoga Ramadhan kita tahun ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Karena mungkin inilah Ramadhan terakhir dalam hidup kita.

Mohon maaf lahir batin.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN

 


OLeH: Ustadzah Tribuwhana Kusuma Wardhani

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN

Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan...

Wa innahuu ladzikrul laka wa liqoumika wa saufa tus-aluun.

"Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab." (QS. 43: 44)

Ketika Alloh ﷻ menjadikan Islam sebagai rahmat buat alam semesta; ketika Alloh ﷻ menghendaki dari umat Islam menjadi umat terbaik; ketika Alloh ﷻ menghendaki agar umat Islam mampu memikul amanah untuk memimpin dunia ini; ketika Alloh ﷻ menghendaki agar umat Islam menjadi saksi bagi seluruh umat manusia, maka ketika itulah Alloh ﷻ mempersiapkan umat Islam sedemikian rupa, agar umat Islam ini layak menjadi umat yang terbaik. Di antara sarananya adalah dengan pembentukan manusia yang bertakwa. Pembentukan manusia yang bertakwa inilah yang banyak dilupakan manusia, sehingga ukuran kemajuan atau ukuran kesejahteraan hidup diukur dengan paradigma materi. Lupa bahwa manusia itu bukan hanya dari unsur materi saja, tetapi manusia punya nurani yang harus diperhatikan, yang harus dibina sehingga pantas untuk menjadi manusia yang terbaik. Oleh karena itu Ramadhan hadir di tengah-tengah kita dalam rangka untuk menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang layak memimpin dunia ini.

Di dalam bulan Ramadhan banyak sekali kebajikan ilahi yang harus kita dapatkan, sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan ini benar-benar menjadi manusia terbaik, manusia yang berkualitas, manusia yang berprestasi. Oleh karena itu marilah kita berupaya benar-benar memahami puasa itu sebagaimana yang diharapkan Alloh ﷻ.

◼️Pertama, puasa membentuk manusia yang mengoptimalkan kontrol diri (self control). Mengapa? Karena puasa sangat terkait dengan keimanan seseorang. Seseorang bisa saja mengatakan dirinya sedang berpuasa, sekalipun sebenarnya tidak. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Alloh ﷻ mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya).” Pertanyaannya adalah apakah amal selain puasa tidak dibalas Alloh ﷻ? Dibalas. Tetapi kenapa dalam masalah puasa Alloh ﷻ menegaskan bahwa Dia yang akan membalasnya sehingga seolah-olah amal yang lain itu bukan Alloh ﷻ yang membalasnya? Ini merupakan isyarat Rabbaniyah bahwa amal manusia yang bernama ash-shiyam benar-benar insyaAllah akan dijamin diterima oleh Alloh ﷻ. Apakah yang lain tidak di jamin? Ini karena puasa itu adalah ibadah sirriiyyah, dimana orang tidak mengetahui dan tidak melihat ketika dia berpuasa. karean ketika kita berpuasa, tidak ada orang lain yang tahu. Maka ibadah yang sirriyyah itu adaah sangat dekat dengan keikhlasan. Dan syarat agar suatu amal itu diterima oleh Alloh ﷻ, selain harus benar sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ, harus ikhlas. Makanya kalau ingin menjadi orang yang populer, tidak bisa melewati pintu puasa. Kalau terkenal sebagai seorang mubaligh, bisa. Terkenal menjadi qori’ dan qori’ah, bisa. Terkenal menjadi politikus, bisa. Dan itu semuanya sangat rawan dengan riya’, dan riya’ itu menjadikan amal tidak diterima oleh Alloh ﷻ. Itulah sebabnya mengapa dalam kaitannya dengan puasa ini Alloh ﷻ menegaskan bahwa Dia sendiri yang akan membalasnya. Inilah yang dikatakan bahwa puasa akan melatih kita untuk mempunyai tingkat kontrol yang tinggi, baik ketika kita menjadi seorang pemimpin, atau karyawan, Ulama’ atau yang lainnya. Kita tidak merasa dikontrol oleh yang lainnya, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa kita sadar bahwa kita dikontrol oleh Alloh ﷻ.

◼️Yang kedua, lembaga shiyam ini mendorong kita agar kita agar obsesi kita tentang kehidupan akhirat itu lebih dominan daripada obsesi dunia. Jadi obsesi ukhrowi kita, agar kita menjadi hamba Alloh ﷻ yang akan mendapatkan kenikmatan abadi, itu harus lebih dominan daripada kesenangan yang sifatnya sementara. Karena seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini, nikmat apa pun namanya, harta, pangkat, dan sebagainya itu semuanya bersifat sementara. Makanya dalam bahasa Al-Qur’an kenikmatan dunia itu tidak disebut nikmat, akan tetapi disebut mata’. Mata’ itu arti adalah maa yatamatta’u bihil insan tsumma yazulu qoliilan-qoliilan (mata’ adalah sesuatu yang disukai oleh manusia, akan tetapi sedikit demi sedikit akan hilang).” Kalau kita ditakdirkan Alloh ﷻ mempunyai istri yang sangat cantik, ketika sudah berusai 60 tahun, maka kecantikannya pasti akan luntur, sehingga mungkin kita berpikir mencari yang masih muda lagi. Kenapa? Karena kenikmatan dunia itu pasti ada batasnya. Ini adalah halyang manusiawi. Puasa itu melatih kita agar obsesi yang ada dalam diri kita itu obsesi yang tentang kehidupan yang abadi di akhirat. Makanya makanan, minuman, istri, dan semua yang halal itu kita gapai dalam rangka untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.

Di negara kita yang sedang terkena krisis multi dimensional ini dan dipenuhi dengan kerusuhan, disebabkan karena banyak manusia di negara ini yang obsesinya bukan obsesi ukhrowi. Ada orang yang ingin menjatuhkan orang lain, ada orang yang khawatir kalau-kalau dijatuhkan. Kalau obsesi duniawi ini dominan, bisa-bisa kita akan kehilangan kehidupan ukhrowi kita. Ketika kita memasuki bilan Ramadhan, maka kita akan ditarbiyah oleh Alloh ﷻ agar obsesi kit adalah obsesi ukhrowi. Namun ini bukan berarti kehidupan duniawi dilarang. Akan tetapi duniawi itu bukan yang dominan dalam kehidupan kita. Makanya kita diajarkan untuk berdo’a “Walaa taj’al mushiibatana fii diinina, walaa taj’aliddun-yaa akbaro hammina (jangan jadikan dunia sebagai obsesi terbesar dalam kehidupan kami), walaa mablagho ‘ilmina, walaa ilannaari mashiirona. Do’a ini sering dibaca, akan tetapi dalam perbuatannya warnanya lain.

◼️Yang ketiga, dari lembaga shiyam ini akan melahirkan manusia-manusia yang benar-benanr mempunyai al-hasasiyyah al-ijtima’iyyah (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi). Dari mana bisa kita ketahui? Ketika kita berpuasa sunnah, baik Senin-Kamis atau puasa ayyamul bidh, kita merasakan berpuasa sendirian. Dibandingkan dengan puasa di bulan Ramadhan, puasa sunnah ini perasaan kita lebih berat, karena dilaksanakan sendirian. Ini yang harus kita perhatikan, sekarang ini bangsa kita (sebagian besar) sudah kehilangan kepekaan sosial. Kalau ada tindak kejahatan di tempat keramaian, sangat langka kita temukan orang yang peduli dengan membantu melawan penjahat. Kalau ada wanita yang sangat cantik lewat dan hampir semua mata melihat, apakah ada orang yang memprotes hal itu? Padahal, bukankah wanita itu istrinya orang yang haram untuk dipelototi? Bahkan perbuatan seperti ini kadangkala diberikan pembenaran dengan dalih ‘mubadzir’ kalau tidak dilihat. Ini menunjukkan rendahnya sensitifitas keimanan (hasasiyah imaniyah). Yang ada adalah kerawanan dalam kehidupan sosial, karena kemaksiatan sudah melembaga dan orang diam saja ketika melihatnya. Padahal di masa Rasulullah ﷺ, orang tidak akan tinggal diam ketika melihta suatu kemungkaran. Bahkan ketika jauh setelah kehidupan Rasulullah ﷺ, baik di jaman tabi’in maupun tabi’it tabi’in, tetapi mereka masih komitmen dengan ajaran Alloh ﷻ, maka sensitifitas sosial itu sangat tinggi. Misalnya, di jaman dahulu kalau kita shalat jama’ah di masjid, kemudian kita melihat ada tetangga atau saudara kita tidak datang, maka setelah selesai shalat, semua jama’ah langsung mendatangi orang yang tidak shalat berjama’ah tadi untuk menziarahinya, seolah-olah orang yang tidak shalat jama’ah itu adalah orang yang mati sehingga perlu dita’ziyahi. Kalau seandainya kita tidak shalat jama’ah dan kemudian kita di ta’ziyahi, maka kita akan termotivasi untuk selalu shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah adalah ibadah yang sangat terkait dengan sensitifitas sosial. Ironisnya di negara ini ketika ada orang diganggu, dicopet, atau digoda, yang lainnya diam saja, dan bisikan yang ada dalam dirinya adalah ‘yang penting saya selamat’. Orang seperti ini adalah orang yang mati dalam kehidupannya, karena bahasa masing-masing itu bahasa akhirat, bahasa ketika kiamat tiba, sehingga orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Suami lari dari istri dan anaknya, anak lari dari orang tuanya. Alloh ﷻ berfirman:
"Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), (QS. 80: 33) pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, (QS. 80: 34) dari ibu dan bapaknya, (QS. 80: 35) dari isteri dan anak-anaknya, (QS. 80: 36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. 80: 37).

Jadi kehidupan masing-masing itu adalah kehidupan akherat. Akan tetapi sekarang ini sudah ada di dunia., Berarti seolah-olah sebagian masyarakat sudah merindukan kematian, padahal masih hidup. Makanya banyak kebajikan yang tidak jalan, keadilan tidak tegak. Dalam kondisi demikian, puasa hadir di tengah-tengah kita untuk memperlihatkan bagaimana Islam itu benar-benar mempunyai kepedulian terhadap kehiduapan bermasyarakat.

Pada masa Rasulullah ﷺ, ada juga kemaksiatan. Ada juga shahabat yang berbuat maksiat, karena mereka bukan malaikat. Sekalipun sebaik-baik generasi adalah genarasi Rasulullah ﷺ, akan tetapi ada saja yang berbuat maksiat. Ada yang pernah mencuri, ada yang pernah berbuat zina dan yang lainnya. Akan tetapi kriminalitas itu masih sangat kecil sekali, sehingga jarang ditemui. Itu pun bersifat pribadi dan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Ironisnya, sekarang maksiat itu dilakukan ramai-ramai dan secara terang-terangan tanpa malu-malu. Sehingga yang benar itu tertutup, keamanan tidak nampak. Yang nampak adalah sesuatu yang menakutkan. Bahkan kadang-kadang sampai di tempat yang suci seperti masjid, kadang-kadang orang tidak bisa khusyu’ shalatnya karena takut sepatu atau sandalnya hilang. Kalau di masjid saja orang masih tidak khusyu’ beribadah karena khawatir menjadi korban kejahatan, bagaimana di tempat yang lain? Ini semua karena bayak orang yang telah kehilangan kepedulian sosialnya. Inilah bedanya antara jaman kita dengan zaman Rasulullah ﷺ. Bahkan di masa Rasulullah ﷺ, ketika ada seorang berbuat zina dan kemudian dia hamil, dia sendiri kemudian bertaubat dan malah dia sendirilah yang melakukan perbuatannya itu kepada Rasulullah ﷺ, karena ketika dia berzina, itu terjadi karena kelemahan imannya. Dalam hadits dijelaskan “Laa yadri azzani ila yazni wahuwa mu’min (tidaklah seseorang berani berbuat zina ketika zina, sementara dia dalam keadaan beriman).” Ketika seorang perempuan tadi berzina, dan setelah itu ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa, langsung dia datang kepada Rasulullah ﷺ minta agar dia dihukum sesuai dengan ajaran Islam. mari kita merenung. Memang benar bahwa pada masa Rasulullah ﷺ pun ada orang yang berbuat salah. Akan tetapi ketika ada diantara mereka yang berbuat salah, dia langsung mengaku dan minta dihukum, padahal oranmg lain tidak tahu. Sekarang bagaimana kondisinya? Jadi kalau kita bersalah, hendaklah kita datang untuk minta dihukum. Kenapa? Karena seorang mukmin yang benar-benar beriman, benar-benar yakin bahwa siksa akhirat itu lebih pedih. Dengan demikian, benar-benar akan efisien tenaga itu. Kalau seandainya semua orang sama dengan wanita yang bertaubat ini, maka aparat hukum tidak perlu capai-capai.

Ash-shiyam secara bahasa artinya adalah al-habsu (menahan diri), menahan diri dari seluruh bentuk kemaksiatan. Kalau setiap kita menahan diri, jangankan terhadap yang haram, yang mubah saja akan kita tinggalkan. Makanan, minuman, istri itu kan boleh. Akan tetapi di bulan Ramadhan pada siang harinya semua bisa kita tahan. Kalau yang halal saja bisa kita tahan, apalagi yang haram? Oleh karena itu jangan dalam berpuasa malah terbalik, yaitu yang mubah ditinggalkan tetapi yang haram dilakukan. Makanan, minuman ditinggalkan, ghibah dilakukan, korupsi jalan terus, dengan alasan untuk persiapan lebaran.
Inilah kepekaan-kepekaan ruhani yang benar-beanr mengalir dalam setiap diri kita ketika kita berpuasa sebagaimana yang dikehendaki Alloh ﷻ. Dan jangan sampai ada di antara kita yang menganggap bahwa puasa itu berat. Bahkan Rasulullah ﷺ dan para shahabat serta para tabi’in, banyak yang menggunakan Ramadhan untuk berjihad di jalan Alloh ﷻ. Perang Badar, Perang Fathu Makkah, Perang ‘Iinu Jaalut yang terjadi pada abad ke-7 Hijriyah, dimana tentara-tentara Islam di bawah pimpinan mamaalik (jama’ dari mamluk) bisa mengalahkan tentara-tentara salib, terjadi di bulan Ramadhan. Saking hebatnya kemenangan yang dicapai umat Islam pada bulan Ramadhan, Alloh ﷻ mengabadikannya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat pada QS Al-Anfal, dimana perang Badar dikatakan sebagai yaumal furqoon, sebagaimana yang terdapat pada firman-Nya:
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh ﷻ, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Alloh ﷻ dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Alloh ﷻ Maha Penguasa segala sesuatu." (QS. 8: 41).

Pasukan kebenaran yang jumlahnya sedikit, tetapi dimenangkan oleh Alloh ﷻ dalam melawan kekuatan bathil yang mempunyai kekuatan besar dan jumlah tentara yang sangat banyak. Oleh karena itu Ramadhan yang akan kita lalui ini semoga mengantarkan kita pada kemenenagan, kemenangan melawan hawa nafsu, kemenangan bangsa ini dalam melawan krisis, kemenangan umat Islam dalam melawan perselisihan, percekcokan antara sesama umat Islam. Oleh karena itu marilah kita jadikan Ramadhan ini kita jadikan momentum Islam untuk kembali kepada Alloh ﷻ sehingga mencapai kemenangan yang hakiki. 

Wallahu a’lam bishshawab.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kiki ~ Dumai
Ustadzah, bagaimana tips-tips agar di Ramadhan nanti kita bisa mengoptimalkan diri dzah?

🌸Jawab:
Ibadah puasa di tengah pandemi COVID-19 merupakan sebuah tantangan bagi setiap orang. Selain harus menahan lapar lebih dari 12 jam lamanya, kamu juga dituntut untuk selalu bisa menjaga kesehatan agar tidak mudah tertular virus Corona.

Tetap menerapkan protokol kesehatan 3M di manapun kita berada karena penularan Covid-19 dapat terjadi dimana saja.

Makan makanan bergizi seimbang ketika sahur dan berbuka untuk mengganti energi pada tubuh selama berpuasa.

Rutin berolahraga menjelang atau sesudah berbuka agar tubuh tetap sehat dan kuat.

Menjalankan ibadah wajib dan sunah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan agar ibadah aman dan nyaman, serta terhindar dari penularan Covid-19.

Sahur dan berbuka aman dan nyaman bersama keluarga di rumah serta membatasi mobilitas ke luar rumah untuk melindungi diri dan keluarga dari Covid-19.

Perbanyak minum air putih di antara waktu berbuka dan sahur minimal 8 gelas per hari agar tubuh tetap terhidrasi.

Lakukan Vaksinasi Covid-19 sesuai jadwal yang telah ditentukan karena vaksin tersebut tidak membatalkan puasa.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh

Bunda, bagaimana kita sebagai seorang muslim menyikapi hal negative (zina) yang terjadi dan di lakukan di tempat suci dan yang melakukanya bukan anak kecil ataupun remaja.

Based on thrue story bunda dan anak-anak yang melihat dan menceritakannya. Bagaimana kita menjelaskannya kepada si anak bunda?

Mohon penjelasannya.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jika yang melakukan orang dewasa disekitar anak tersebut, sebaiknya pindah rumah, tapi jika tidak memungkinkan pindah rumah maka jelaskan dengan bahasa anak bahwa perbuatan zina itu dilarang oleh Alloh ﷻ. Jelaskan zina itu apa, dalam Qur'an sudah ada ayat tentang zina, jika dijelaskan dengan sederhana maka anak juga paham. Jelaskan bahwa Alloh ﷻ tidak mencintai orang-orang yang suka berbuat zina.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Aisah ~ Karanganyar
Assalaamu'alaykum warohmatullohi wabarokaatuh...

Ustadzah, bagaimana supaya bisa mengikhlaskan, memaafkan orang yang sudah mendzolimi kita, agar ibadah kita di bulan Romadhon lebih khusyuk, ingin hati mengikhlaskan, tapi jika ingat perlakuannya masih sakit di hati.

Jazakillah khoir untuk pencerahannya.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sama seperti surat Al-Ikhlas yang tidak ada kata ikhlas didalamnya. Mengikhlaskan kedzoliman terhadap diri butuh kelapangan dada dan kesabaran tingkat tinggi. Kita bukan Nabi dan Rasul, sehingga tidak jemu hati kita harus selalu kita bersihkan dari sifat-sifat dengki, iri dan lainnya.

Coba untuk mengingat kebaikannya sehingga kita tidak lagi mengingat keburukannya pada kita. Biar Alloh ﷻ yang menyelesaikan urusan kita dengan dia. Gusti Alloh ﷻ mboten sare lan mboten supe.

🔷Bismillah...
Mohon doanya ustadzah agar di beri hati yang ikhlas. Jazakillah khoir taushiahnya.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Mari kita niatkan dan azzamkan diri siap masuki ramadhan dengan syumul, sepenuh hati menjalankan amalan-amalan kebaikan yang Alloh ﷻ sediakan dibulan Ramadhan.
Agar kita tidak termasuk hamba-hamba yang merugi diakhir Ramadhan.

Wallahu a'lam

BASYARIYAH DAN GHAIB

 


OLeH: Ustadz Mukhtar Azizi, S.Pd.I

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸BASYARIYAH DAN GHAIB

Secara bahasa, a'radhul basyariyah berarti sifat yang biasa terdapat pada manusia. Artinya, satu-satunya sifat jaiz yang dimiliki rasul tersebut adalah kesamaan sifat rasul dengan manusia biasa.

Namun, sifat-sifat tersebut tidak lantas mengurangi martabat Nabi dan rosul yang mulia. Hal ini dikarenakan para rasul ma'shum (terpelihara) dari segala perbuatan maksiat.

Kebolehan ini meliputi sifat-sifat manusiawi seperti, makan, minum, tidur, dan beristri.

Mengenai sifat a'radhul basyariyah bagi rasul dijelaskan dalam surat Al Furqan ayat 20,

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan dipasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Rabbmu Maha Melihat."

Selain a'radhu basyariyah, para rasul juga memiliki sifat wajib yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat yang wajib dimiliki para rasul adalah sebagai berikut,

✓ Siddiq, artinya benar. Seorang rasul selalu benar dalam perkataan dan perbuatan.

✓ Amanah, artinya dapat dipercaya. Mereka dapat dipercaya untuk menyampaikan seluruh pesan yang diperintahkan oleh Alloh ﷻ, tanpa ditambah atau dikurangi.

✓ Tabligh, artinya menyampaikan wahyu. Seorang Rasul adalah penyampai wahyu Alloh ﷻ kepada manusia. Sekalipun untuk menyampaikannya sangat pahit, bahkan mendapat rintangan berat.

✓ Fathanah, artinya cerdas. Dengan kecerdasannya mereka dapat memberikan keterangan secara benar sehingga manusia dapat mengerti dan memahami hal yang diajarkan.

Para salafuna ash-shalih mengagungkan wahyu dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan alam gaib. Hal ini harus diteladani kaum mukminin agar akidahnya selamat dari berbagai penyimpangan.

Imam Abu Ja’far ath-Thahawi menegaskan: “Kita mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak di adzab, kita mengimani adanya pertanyaan kubur oleh Munkar dan Nakir tentang Rabb, din dan Nabi-Nya sebagaimana kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, semoga keridhaan Alloh ﷻ tercurah bagi mereka. Kita mengimani adanya hari kebangkitan dan pembalasan amal pada hari kiamat, kita mengimani al-‘ardh (pemaparan seluruh perbuatan hamba), hisab (perhitungan amal), pembacaan kitab (catatan amalan), ganjaran dan siksaan serta shirath dan mizan.” (Dikutip dari terjemahan kitab Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 38)

 أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ. (رَواه ابنُ حِبَّانَ والترمذيُّ في جامِعِه

Artinya : Sesungguhnya Rasulullâh ﷺ bersabda: "Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat sehingga ditanya dengan empat macam, yaitu: (1) tentang umurnya habis digunakan untuk apa, (2) jasadnya rusak digunakan untuk apa, (3) ilmunya bagaimana mengamalkannya, (4) hartanya dari mana mencari dan kemana membelanjakannya." (HR. Ibnu Hibban dan At Tirmizi).

Pelajaran yang terdapat pada hadits di atas :

1. Rasûlullâh ﷺ sudah mengingatkan umat manusia sejak zaman dahulu mengenai empat perkara yang harus dipertanggungjawabkan pada hari kiamat.

2. Besuk di hari hisab seseorang tidak bergerak dari tempat tinggalnya sampai ditanyakan 4 perkara, yaitu :

1) Tentang umurnya.

Sejak baligh digunakan untuk apa sampai mati, bila digunakan untuk melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Alloh ﷻ dan menjauhi apa yang  diharamkan-Nya maka sungguh ia telah selamat, bila tidak maka hancurlah.

2) Tentang jasad atau badan.

Bila digunakan untuk taat kepada Alloh ﷻ. Sungguh ia telah  mendapatkan kebahagian dan kesuksesan bersama orang-orang yang sukses tetapi bila digunakan untuk maksiat kepada Alloh ﷻ maka sungguh termasuk orang yang merugi dan gagal.

3) Tentang ilmunya.

Apa yang diamalkan atau ditanya, apakah kamu perbuat belajar ilmu agama yang Alloh ﷻ telah wajibkan atasmu? Ilmu agama ada dua, Ilmu agama yang sangat dibutuhkan atau dhoruri bila dipelajari dan diamalkan maka akan bahagia dan selamat. Bila diremehkan tidak diamalkan setelah dipelajarinya maka akan rugi, celaka dan hancur.

Demikian juga orang yang tidak mempelajarinya termasuk dari orang yang rugi dan hancur.

Dalam sebuah riwayat  disebutkan:

 وَيْلٌ لِمَنْ لَا يَعْلَمُ، وَوَيْلٌ لِمَنْ عَلِمَ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ.

"Celakalah bagi siapa tidak  mengerti, dan celakalah bagi yang mengerti kemudian tidak mengamalkan."

4) Tentang hartanya.

Seseorang ditanya di hari kiamat apa yang ada di tangannya dulu di dunia, bila mencari dengan jalan tidak haram maka tidak dihukum dengan syarat harta itu dibelanjakan sesuai dengan apa yang disyari'atkan.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kholis ~ Bogor
Ustadz, yang ditanya tentang ilmu agama saja? Ilmu yang lain tidak? 
~ Bagaimana kalau cuma cetek ilmu agamanya. Lebih banyak yang tidak diketahui.
~ Bagaimana dengan ilmu lain yang dipelajari apa tidak ditanya?

🌸Jawab: 
Ilmu pengetahuan berada pada ilmu agama.

Dengan banyak belajar ilmu agama akan dalam pengetahuan ya menjadi ibadah dan beramal shalih.

Seluruhnya pasti akan ditanya dan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Bunda Ika ~ Bandung
Ustadz, apabila seseorang mempunyai dosa besar seperti berzina, membunuh dan lain-lain, apabila sudah bertaubat. Apakah kelak di Yaumil akhir dosa-dosa tersebut akan di hisab?

Ustadz, apakah semua dosa-dosa yang kita lakukan akan ditampakkan di depan semua manusia?

Syukron

🌸Jawab: 
Bila taubatnya sungguh-sungguh, maka terhapus dosanya.

Hanya ditampakkan langsung masing-masing, karena sibuk dengan perbuatan masing-masing.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Beramal shalih dengan ikhlas mengapai ridho ilahi.

Wallahu a'lam

INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN

 


OLeH: Ustadzah Hj. apt. Wahyu Tusy Wardhani, S.Si, M.Farm

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN

Assalamu'alaikum Warohmatullah Wabaarokatuh...

Akhwat Ummahat grup Bidadari Kespro Class yang dirahmati Alloh ﷻ.

Segala puji bagi Alloh ﷻ, yang telah memberikan nikmat kepada kita, untuk bisa bertemu pada malam ini, walaupun dalam kondisi online ya.

Kita sama-sama berniat, untuk mempelajari ayat-ayat Alloh ﷻ tentang interaksi obat dan makanan. Semoga kajian kita pada malam ini,  menjadi amal kita di bulan sya'ban ini. Dan semoga bisa menjadi pemberat amal kita di yaumil hisab nanti. 

Tema yang akan kita bahas pada malam ini adalah tentang interaksi obat dan makanan. Jadi kita harus mengetahui, bahwa obat yang kita konsumsi itu juga bisa beraksi dengan makanan yang kita makan. Jadi terkadang, "saya biasanya minum obat ini berefek, tapi sekarang kog tidak ada efek ya?". Nah disini ada kemungkinan gitu ya, bahwa obat yang kita konsumsi itu bereaksi dengan makanan yang barusan kita makan tadi. Sehingga kita musti tahu, apa saja interaksi antara obat, baik obat herbal atau modern dengan makanan. 

🔹Kenali Efek Interaksi Obat dan Makanan

1. Serat larut air atau water soluble fiber.
2. Laksatif atau pencahar.
3. Tanin atau berasa sepet.
4. Serat tak larut air atau water insoluble fiber.
5. Bromelin dari nenas.
6. Minyak atsiri dari rimoang temu-temuan.
7. Alkohol.
8. Kandungan logam berat.

Coba kita lihat, ternyata banyak sekali efek interaksi dari obat dan makanan itu ya. Ada 8 yang saya cantumkan di atas, mari kita kenali satu per satu ya. 

◾1. Serat Larut Air

~ Bahan yang mengandung serat yang larut dalam air, akan mengembang di usus sehingga meningkatkan proses BAB (Buang Air Besar).

~ Penggunaan bahan penyusun ramuan yang mengandung antrakinon atau serat larut air akan mengurangi waktu transit obat lain dalam usus. Antrakinon bersifat laksansia yaitu mempermudah pengeluaran feses. 

~ Sedangkan serat larut air bersifat bulk laxatif yaitu juga mempercepat keluarnya feses. 

Jadi obat itu bisa berinteraksi dengan zat yang larut dalam air. Jadi makanan yang berserat tinggi yang larut air tadi mengembang di usus, kemudian akan meningkatkan proses BAB. Jadikan absorbsi atau penyerapan zat-zat yang kita makan itu kan ada di usus 12 jari (duodenum), nah karena kita mengkonsumsi makanan yang mengandung serat yang larut dalam air tadi, jadi makanan akan membawa obat-obat kita itu untuk langsung menuju ke usus besar. Jadi belum selesai diserap obat itu, sudah langsung dihantarkan ke usus besar. 

~ Contoh tanaman yang mengandung antrakinon adalah senna dan lidah buaya. 

~ Tanaman yang memiliki serat larut air adalah biji daun sendok, rumput laut, jelly, dan psilyum.

~ Jika bahan obat lain dicampur dengan tanaman di atas, maka waktu transit di usus akan berkurang, feses cepat dikeluarkan, kesematan absorpsi zat berkurang dan efek farmakologinya pun berkurang. 

Misal ni kita makan agar-agar, lalu makan obat, nah maka obat ini akan cepet menuju usus besar, hanya sebentar diserap oleh tubuhnya. 

◾2. Laksansia Atau Pencahar

~ Makanan atau minuman dapat mengandung bahan yang dapat bersifat pencahar.
~ Minuman lidah buaya yang pengolahannya keliru sehingga masih mengandung getah yang berasa pahit. 
~ Minyak biji jarak.
~ Minuman mengkudu dalam jumlah banyak.

Obat yang dikonsumsi bersama dengan bahan di atas, maka tidak akan sempat di serap dalam darah. 

Selanjutnya efek yang kedua adalah saat kita minum obat bersamaa dengan minuman atau makanan yang mempunyai kandungan yang berefek pencahar atau mempercepat buang air besar.

Sama seperti diatas, obat tersebut akan memiliki efek berkurang karena belum maksimal diserap ke dalam darah. Belum maksimal di absorosi di usus 12 jari, sudah masuk ke usus besar menjadi feses begitu ya. 

◾3. Bahan Berasa Sepet

✓ Tanin dapat bereaksi dengan protein dan akan melapisi dinding usus sehingga menghambat penyerapan obat yang diminum bersama. 

✓ Bahan dalam dosis besar bisa menimbulkan konstipasti atau malnutrisi. 
★ Contoh :
~ Teh kental.
~ Daun jambu mete.
~ Jambu mete.
~ Pisang mentah
~ Kulit manggis.
~ Daun salam.
~ Pisang mas.
~ Jambu biji.
~ Salak.

Tanin itu adalah bahan atau makanan yang ada rasa-rasa sepetnya begitu ya. Misalnya saya minum teh kental, terus saya makan tahu atau telur begitu ya. Nah maka tanin dari teh dan protein dari tahu telur tadi akan bereaksi dan membentuk lapisan tipis di dinding usus, sehingga menghambat obat yang kita minum tadi. Karena ada lapisan tipis tadi. Nah jika ingin minum obat dengan pisang, boleh, tapi dengan pisang yang sudah masak ya. 

◾4. Serat Tak Larut Air

~ Serat tak larut air, dapat menyerap obat yang dikonsumsi bersama sehingga obat tidak diserap ke dalam darah. 
~ Tempe.
~ Sagu.
~ Kangkung.
~ Kulit udang dan kulit kepiting (chitosan).

Obat akan diserap oleh serat tersebut dan akan dibuang bersama feses. Jadi ketika saya makan tempe, lalu saya minum obat, maka tempe tadi akan mengikat obat yang saya minum sehingga tidak terabsorpsi maksimal di usus, kemudian dibawa ke usus besar dan dibuang bersama feses. 

◾5. Enzim Bromelin Atau Nenas Muda

~ Nenas muda banyak mengandung enzim bromelin yang dapat meningkatkan penyerapan obat ke dalam darah. 

~ Obat akan ditingkatkan penyerapannya ke dalam darah sehingga efeknya lebih besar. 

~ Hati-hati dengan kemoterapi, bisa meningkat keparahan efek sampingnya. 

Yang ke 5 ini, bisa menjadi efek positif, bisa juga efek negatif. Jadi kalau yang 1 sampai 4 tadi, itu menghambat penyerapan obat ke dalam darah, nah kalau bromelin ini, justru dapat meningkatkan penyerapan obat ke dalam darah. Sehingga efeknya pun lebih maksimal. 

◾6. Alkohol

✓ Minuman yang mengandung alkohol dapat meningkatkan efek obat yang berhubungan dengan susunan syaraf pusat seperti :
~ Valerian.
~ Biji pala.
~ Arak.
~ Legen.
~ Tape yang sudah terlalu masak.
~ Obat batuk tertentu.

Bisa bersifat toksik terhadap hepar (hati) dan bisa memacu maag. 

◾7. Makanan Yang Mengandung Logam Berat

~ Bayam memiliki kandungan zat besi yang tinggi.

~ Sayuran yang ditanam di tanah yang bekas reruntuhan pabrik, dengan bahan baku logam berat, akan juga menyerap kandungan logam yang ada di tanah tersebut. 

Obat yang memiliki gugus hidroksi fenolik atau orto dihidroksi atau turunan asetat dapat membentuk kompleks dengan logam. 

Jadi kita hati-hati begitu ya, jika kita habis makan obat lalu makan bayam. Maka zat besi yang ada pada bayam, bisa berinterkasi dengan obat yang kita konsumsi. 

Itu mungkin dari saya, terkait dengan efek interaksi obat dan makanan. Kita harus mengenalinya, supaya kita tahu. Kenapa kog saya minum obat, tapi tidak berefek seperti dulu ya. Atau justru sekarang, merasa efeknya berlipat begitu ya. Semoga kita bisa mewaspadai.

Demikian dari saya, semoga bermanfaat.

Assalamu'alaikum Warohmatullah Wabaarokatuh.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kiki ~ Dumai
Bunda, berarti jika kita minum obat, dan setelah nya makan agar-agar jelly, maka efek dari obat yang kita minum sebelumnya akan berkurang ya nda?

💊Jawab:
Iya bunda kiki. Agar-agar jelly menyebabkan isi perut segera sampai ke usus besar. Jadi obat yang diminum, belum sempurna diserap di usus 12 jari, sudah sampai ke usus besar. Sehingga efeknya tidak maksimal. Karena zat aktif yang diabsorbsi juga tidak maksimal.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ iiK ~ Sumbawa
1. Bunda, jadi untuk amannya saat kita minum obat berapa menit atau jam jarak yang baik setelah makan? Agar tidak terjadi interaksi negatif pada tubuh kita.

2. Satu lagi bunda.
Kalau memberi anak obat dalam bentuk puyer, lalu kita campur madu apakah boleh?

💊Jawab:
1. Jeda yang diberikan antara minum obat herbal dan makanan sebaiknya selama 2-3 jam, baik sebelum atau sesudah mengonsumsi obat herbal. Hal tersebut dapat mencegah interaksi antara senyawa yang terdapat di dalam obat dan makanan, sehingga obat dapat bekerja dengan maksimal.

2. Obat dalam bentuk puyer, boleh dicampur dengan madu.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Bunda Ika ~ Bandung
Bunda, akhir-akhir ini saya sering sakit kepala, ada yang menganjurkan meminum rebusan air serai, cengkeh, bunga lawang, dan kapol. Apakah perpaduan obat-obat herbal tersebut sudah tepat ya bun? 

Syukron.

💊Jawab:
Keempat bahan-bahan tersebut memiliki minyak atsiri yang kuat. Sehingga efek aroma terapi lebih dominan. Aromaterapi bisa mengurangi rasa nyeri, sakit kepala dan lain-lain. 

Tetapi belum ada study tentang khasiat keempat bahan tersebut sebagai obat sakit kepala.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Bunda untuk kasih obat anak kadang suka susah, bolehkah setelah anak minum obat, di iming-imingi kasih susu kotak atau coklat permen atau snack? 

💊Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jarak antara minum obat dan susu, sebaiknya 2~3 jam. Jarak waktu ini untuk mencegah interaksi antara senyawa yang terdapat di dalam obat dan susu.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

~ Obat herbal itu kandungannya multikomponen. Yang bisa dipengaruhi oleh komponen makanan. Sehingga lebih amannya, obat herbal dikonsumsi setengah jam sebelum makan. 

~ Kecuali obat herbal yang bersifat iritatif, maka diminum setelah makan. Supaya tidak mengiritasi lambung. 

Wallahu a'lam

MAKHLUK YANG DISEBUT DALAM AL QUR'AN


 

OLeH: Ustadz Mukhtar Azizi, S.Pd.I

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🔷MAKHLUK YANG DISEBUT DALAM AL-QURAN

Yuk kita kaji bersama... 
Mkhlukk itu segala yang Alloh ﷻ ciptakan baik secara kelihatan maupun yang tidak kelihatan

Makhluk yang utama di muat dalam Al Qur'an mencakup ada tiga yaitu : 

1) Makhluk hidup yaitu mu'min, munafiq dan kafir.

2) Makhluk ghaib yaitu : 
Malaikat, iblis, setan dan jin.

3) Makhluk tidak bernyawa : berbagai benda.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala: 

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh ﷻ sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali 'Imran : 191)

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Tolong jelaskan ini Tadz. Semua ciptaan Alloh ﷻ baik, termasuk syaiton? 

Yang tidak keliatan contohnya Tadz

🌸Jawab:
Syaiton merupakan makhluk yang Alloh ﷻ ciptakan dari api. Sifat yang angkuh selalu menganggu manusia untuk senantiasa ingkar kepada Alloh ﷻ dan memiliki sifat takabur.

Contohnya adalah setiap manusia yang lmannya lemah mudah di ganggu oleh setan.

🔷Berarti syaiton yang mengganggu tetep dianggap ciptaan Alloh ﷻ yang baik Tadz?

🌸Awalnya baik, tetapi karena takabur kepada Alloh ﷻ tidak mau menghargai Nabi adam as, maka menjadi kufur, karena sifatnya yang baik menjadi buruk.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Atin ~ Pekalongan
Satu lagi Tadz, mengapa benda dikelompokkan makhluk tidak bernyawa?

🌸Jawab:
Sebab benda-benda masuk ke dalam benda mati. Halnya meja, bangku, hp, laptop dan sebagiannya akan dapat dijalankan oleh makhluk yang bernyawa.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Yama ~ Bengkulu
Assalamualaikum ustadz,

Saya kurang paham Makhluk yang tercakup dalam Al Qur'an tentang Makhluk hidup yaitu, Mu'min, Munafik, dan kafir. Maksudnya ini tujuannya kepada apa? Apa tentang keimanan manusia? 

Terima kasih

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ini ada pada keimanan pada manusia.

Bila manusia kuat imannya maka berima.

Bila manusia yang ingkar dari Alloh ﷻ dan Rasul-Nya yang selalu menutupi kebenaran Islam dinamakan munafiq.

Dan yang selalu memerangi Islam maupun tidak beriman maka dinamakan kafir.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisah ~ Karanganyar
Assalamualaikum warahmatullahi
Ustadz,

Di dalam Al Qur'an juga di sebut beberapa nama binatang, tapi tidak termasuk kedalam tulisan di atas ustadz. Mereka para binatang masuk ke dlm golongan makhluk apa ya tadz?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ini masuk ke dalam makhluk hidup tetapi tidak diberikan akal.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatu 

Ada perumpamaan juga dalam Al-Quran perihal manusia seperti 7 binatang salah satunya dalam. (QS. Al-A’raf: 176)

Pertanyaan saya, bagaimana membentengi diri dan keluarga agar selamat menjadi makhluk Alloh ﷻ yang terbaik, sehingga selamat dari menjadi manusia berkarakter binatang tadz. Na’udzubillah.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Menguatkan iman dan takwa dengan ibadah dan beramal shalih di iringi dengan ilmu dan adab sesuai dengan petunjuk ilahi serta tunduk dan taat hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Makhluq yang taat kepada Alloh ﷻ yang senantiasa mengikuti petunjuknya dan mengimani adanya dengan beramal shalih.

Wallahu a'lam

BEKAL MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN

 


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸BEKAL MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ؛

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas karunia-Nya kita bisa sama-sama berkumpul bersama dalam rangka thalabulilmi, mencari ilmu. 

Serta kita bisa bersilaturahim, bertatap muka di majlis yang mulia ini dalam keadaan aman fi amanillah, sehat wal afiat. Semoga setiap derap langkah bisa membuahkan pahala bagi kita semua, bisa menjadi penghapus dosa dan pengangkat derajat di hadapan Alloh ﷻ. 

Tidak lupa semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, kepada keluarganya, sahabatnya, para tabi'in, tabiut tabiahum, kepada kita semua, serta kepada seluruh umatnya hingga akhir zaman yang menjadikan sebagai uswatun hasanah, suri tauladan yang baik.

Sahabat sholehah...
Mari kita luruskan niat dalam belajar semata-mata karena Alloh ﷻ. Agar Alloh ﷻ memberikan Nur dalam qolbu kita untuk mencerna ilmu-ilmu-Nya.

Kita buka group diawali dengan membaca Bismillaah dan do'a

  اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي,

 وَعَلِّمْنِيْ مَايَنْفَعُنِيْ, وَ زِدْنِيْ عِلْمًا

"Allahumman-fa’niy bimaa ‘allamtaniy wa 'allimiy maa yanfa’uniy, wa zidniy ‘ilman"

“Ya Allah, berilah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku, Dan tambahkan lah ilmu kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi: 3599, dan Ibnu Majah: 251, 3833)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’aa wa rizqan toyyibaa wa ‘amalan mutaqabbalaa

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang manfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu As-Sunni dan Ibnu  Majah)

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

"Puasa itu perisai yang dipergunakan seorang hamba untuk membentengi dirinya dari siksaan neraka.” (HR. Imam Ahmad)

Tidak lama lagi insyaAllah kita akan dipertemukan dengan bulan yang didalamnya penuh dengan keagungan dan kemuliaan. Ramadhan yang dengan kehadirannya menyebabkan setan-setan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, dan ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Semoga kita semua diberikan kesehatan, kemampuan untuk menjalaninya dengan sepenuh rasa keimanan. 

Berharap puasa kita kali ini tidak hanya sekedar puasa yang hanya menyisakan rasa dahaga dan lapar semata. Ramadhan yang kita inginkan adalah hari-hari puasa dimana kelak puasa itu akan menjadi perisai dari panasnya api neraka. Menjadi pelindung di alam barzah, dan pembela saat ditanya malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur.

Agar puasa kita berkualitas, maka kita harus membekali diri kita dengan beberapa hal. Diantaranya adalah :

🔸Bekal Ilmu Berkaitan Dengan Hukum-hukum Puasa

Di antara bekal memasuki bulan Ramadhan adalah, kita mempelajari hukum-hukum seputar Ramadhan, seperti cara menentu kan awal Ramadhan, memahami dalil-dalil tentang kewajiban puasa Ramadhan, hal-hal yang merupakan pembatal puasa, atau perkara yang makruh dan perkara yang mubah (boleh) dilakukan oleh orang yang berpuasa, hukum-hukum seputar shalat tarwih, zakat fitri, hari raya dan lain sebagainya.

Maka semua hal ini hendaknya kita pelajari dan kita tanyakan kepada orang-orang memahami agama dengan baik.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Maka bertanyalah kepada ahlu dzikir jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl ayat 43)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنۡ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيۡرًا يُفَقِّهُ فِي الدِّيۡنِ.

“Barangsiapa yang Alloh ﷻ kehendaki kebaikan, maka Dia akan paham kan perkara agama.”

Bekal ilmu ini amat utama sekali agar ibadah kita mendapat manfaat, berfaidah, dan tidak asal puasa.

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

“Barangsiapa yang beribadah kepada Alloh ﷻ tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”  (Al Amru bil Ma’ruf, hal. 15). 

“Sesungguhnya jika kamu menuntut ilmu untuk kamu amalkan, ilmu akan membahagiakanmu, tetapi jika kamu mencari ilmu tidak untuk kamu amalkan, ia hanya akan menambah kecongkakan.” (Az- Zuhd 1/ 262)

Tidak tahu apa saja yang terkait dengan hukum puasa, akan menyebabkan puasa kita "rusak pahalanya" bahkan bisa jadi sia-sia. 

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu, ia berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. 

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhān dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni." (Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri dan Muslim)

Tidak tahu apa saja hal-hal yang disunnahkan saat puasa, kita bisa kehilangan pahala yang banyak. Salah satu contohnya adalah masalah niat.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 
 
 مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلا صِيَامَ لَهُ

"Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa di malam hari (sebelum fajar) maka tidak sah atau tidak ada puasa baginya."

Dalam riwayat yang lain.

Dalam Sunnan An Nassā'i, Sunnan Al Baihaqi dan yang lainnya dengan lafazh:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

"Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari (sebelum shubuh) untuk berpuasa (puasa Ramadhān) maka tidak sah atau tidak ada puasa baginya." (HR. An Nassā'i nomor 2333, Ibnu Majah nomor 1700 dan Abū Dawud nomor 2454).

Tidak tahu jika maksiat bisa mengurangi pahala puasa, kita bisa jadi hanya dapat lapar dan dahaga saja saat puasa. 

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ. وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ

"Betapa banyak orang yang berpuasa, dia hanya sekedar mendapatkan dari puasanya lapar dan dahaga dan betapa banyak orang yang melakukan qiyamul lail, dia mendapatkan dari qiyamul Lail nya itu hanya begadang di malam hari dan bangun di malam hari saja tanpa mendapatkan pahala apapun."

Dalam hadīts lain.

Dari Abū Hurairah, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Alloh ﷻ tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan." (Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 1903).

Jika tidak paham tentang betapa besarnya pahala tarawih, maka melakukannya hanya sekedar ritual di bulan Ramadhan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang menunaikan shalat pada malam bulan Ramadhan (shalat tarawih) dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Alloh ﷻ), maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni." (HR. Muslim 1266)

Isi waktu dengan banyak memahami fiqh puasa dan memahami keutamaan puasa. Jangan biarkan banyak menganggur atau tidur hanya menunggu beduk, karena hisabnya sungguh berat.

“Manusia yang paling banyak hisabnya pada hari kiamat nanti adalah orang sehat yang banyak menganggur (tidak menggunakan waktunya untuk hal- hal yang bermanfaat di dunia atau di akhirat)."[Iqtidhaul ‘Ilmi ‘Amal hal 103)]

Tidak paham bahwasanya sedekah di bulan Ramadhan itu berlipat-lipat pahalanya, maka dia tidak pernah tergerak untuk sedekah. Andai ia tahu tentang keutamaan sedekah seperti di bawah ini...

7 Keutamaan berbagi di bulan Ramadhan:

1) Dapat Pahala Seperti Orang Berpuasa

“Siapa saja yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

2) Mendapat Doa Dari Yang Diberi

Nabi Alloh ﷻ bersabda:

"Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak yaitu, pemimpin yang adil, orang yang berpuasa ketika dia berbuka, dan do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396). 

3) Mendapat Keberkahan

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588).

4) Jalan Menuju Surga

“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasulullah ﷺ?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.” (HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

5) Menghapus Dosa dan Menyelamatkan Naungan di Hari Kiamat

‘Uqbah bin ‘Amir RA, Nabi ﷺ bersabda, 

“Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan ditengah-tengah manusia.” (HR. Ahmad, 4: 147. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

6) Mendapat Kebahagiaan dan Ridha Alloh ﷻ

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Lathaif Al-Ma’arif, halaman 298 mengatakan bahwa puasa, shalat dan sedekah mengantarkan orang yang mengamalkannya pada Alloh ﷻ. Sebagian salaf sampai berkata, ‘Shalat mengantarkan seseorang pada separuh jalan. Puasa mengantarkannya pada pintu raja. Sedekah nantinya akan mengambilnya dan mengantarnya pada raja’.

7) Memanjangkan Umur
sahabat Amr bin Auf, Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesungguhnya sedekah seorang Muslim dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang su’ul khotimah, Alloh ﷻ akan menghilangkan sifat sombong, kefakiran, dan sifat berbangga diri darinya.” (HR. Thabrani).

🔸Perbanyak Taubat

Inilah yang dianjurkan oleh para ulama kita. Sebelum memasuki bulan Ramadhan, perbanyaklah taubat dan istighfar. Semoga di bulan Ramadhan kita bisa menjadi lebih baik. Kejelekan di hari-hari kemarin semoga Alloh ﷻ ampuni.

Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ

“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dgn tangannya –begini–, maka lalat itu terbang.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh Al-Albani)

”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bila melakukan sesuatu dosa, terjadilah bintik hitam dalam hatinya. Bila dia bertaubat dan menghentikan dosanya dan mencela perbuatannya, hatinya akan bersinar kembali, dan apabila dosanya bertambah, akan bertambah pula bintik hitam itu, hingga hatinya akan tertutup." (HR. Nasa’i dan Tarmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambah kan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Alloh ﷻ sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (HR. At Tirmidzi no. 3334)

Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmiżi no. 2499, Ṣahih al-Targīb 3139)

Hadist ini menggambarkan bagaimana kesalahan (dosa) merupakan perkara yang tidak terlepas dari diri manusia. Akan tetapi, Allah Ta’ala memberikan solusi dan jalan keluar bagi hamba-Nya yang berbuat kesalahan, yaitu bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya.

Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

 يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari, padahal Aku Maha mengampuni dosa semuanya. Maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Untuk itu kita perlu paham syarat taubat nasuha. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah, 

“Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14:61).

Dengan taubatan nasuha, berharap Alloh ﷻ memberikan kita kemudahan untuk melakukan banyak kebaikan di bulan Ramadhan.

🔸Syarat Diterima Taubat

★ Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.

★ Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.

★ Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.

★ Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.

★ Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.

Dan apabila dosa tersebut terkait dengan hak hamba, maka kita meminta maaf kepadanya dan meminta kehalalannya.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah beliau mengatakan,

إِنَّ الرَّجُلَ يُذْنِبُ الذَّنْبَ فَلَا يَنْسَاهُ وَمَا يَزَالُ مُتَخَوِّفًا مِنْهُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ

"Sungguh ada seorang yang melakukan dosa lantas dia senantiasa ingat dosa tersebut dan khawatir dampak buruknya. Akhirnya dia pun masuk surga karenanya." (Az-Zuhd karya Imam Ahmad nomor 338)

Malik bin Dinar rahimahullah mengatakan:

البكاء على الذنوب يحط الخطيئة كما تحطّ الريح الورق اليابس.

"Menangis saat mengingat dosa bisa menggugurkan kesalahan sebagaimana angin menggugurkan daun-daun kering." (At-Tabshiroh oleh Ibnul Jauzi, hlm. 791)

Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Alloh ﷻ sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi no. 1633)

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار

“Sungguh, menangis karena takut kepada Alloh ﷻ itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”

Ka’ab Al-Ahbar berkata,

لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً

“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Alloh ﷻ itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
(Sumber: http://www.saaid.net/Doat/ehsan/149.htm)

🔸Banyak Berdoa Memohon Pada Alloh ﷻ Dimudahkan Untuk Bertemu Dengan Ramadhan-Nya

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجب وَشَعْبَانَ وَبَلغنَا رَمَضَانَ

Allahumma baariklanaa fii rojaba wa sya'baana wa ballighnaa romadhoona.

“Ya Alloh ﷻ, berkahilah kami pada bulan rajab dan sya’ban, dan sampaikan kami di bulan ramadhan.”

Para salafus sholeh senantiasa mempersiapkan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Para Ulama mengatakan,

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

"Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Alloh ﷻ selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadhan."

Do’a yang bisa kita panjatkan untuk memohon kemudahan dari Alloh ﷻ adalah sebagai berikut.

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

“Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa”  

"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah]." (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 3: 255. Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah).

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ

“Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal munkaroot.” (Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran)." 
(HR. Tirmidzi no. 3233, shahih menurut Syaikh Al Albani).

🔸Memperbanyak Berpuasa di Bulan Sya’ban

Memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban merupakan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan Hadits dari Usamah bin Zaid radhiallahu anhu, beliau berkata:

وَلَمۡ أَرَكَ تَصُوۡمُ مِنَ الشُّهُوۡرِ مَا تَصُوۡمُ مِنۡ شَعۡبَانَ؟ قََالَ: ذَاكَ شَهۡرٌ يَغۡفُلُ النَّاسُ عَنۡهُ بَيۡنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهۡرٌ يُرۡفَعُ فِيۡهِ الۡأَعۡمَالُ إلَی رَبِّ الۡعَالَمِيۡنَ, فَأُحِبُّ أنۡ يُرۡفَعَ عَمَلِي وَأنَا صَاءمٌ.

“Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan yang lainnya sebanyak engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Beliau bersabda: ‘Itu adalah bulan yang sering di lalaikan manusia antara Rajab dengan Ramadhan, yang merupakan bulan di mana amalan-amalan diangkat kepada Alloh ﷻ Rabb semesta alam, maka aku suka jika amalanku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)

Dan juga dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim, dari Aisyah radhiallahu anha beliau berkata:

مَا رَأيۡتُ رَسُوۡلَ اللهِ صَلَّی اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ اسۡتَكۡمَلَ صِيَامَ شَهۡرٍ قَطُّ إلاَّ رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيۡتُهُ فِي شَهۡرٍ أكۡثَرَ صِيَامًا مِنۡهُ فِي شَعۡباَنَ.

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban."

Dan beberapa hadits yang lain yang menunjukkan disunnahkan nya memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban.

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم 

والله اعلم

Bogor, Ahad, 6/3/22

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kiki ~ Dumai
Bunda, bagaimanakah tata cara taubatan nasuha ya nda?

🌸Jawab:
Syarat-syarat Taubat Nasuha

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

✓ Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحاً

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh ﷻ dengan taubat nasuha (yang semurni-murninya).” [QS. At-Tahrim: 8]

✓ Al-Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan ulama rahimahumullaah,

التَّوْبَةُ النَّصُوحُ هُوَ أَنْ يُقلعَ عَنِ الذَّنْبِ فِي الْحَاضِرِ، ويندمَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْهُ فِي الْمَاضِي، ويعزِم عَلَى أَلَّا يَفْعَلَ فِي الْمُسْتَقْبَلِ. ثُمَّ إِنْ كَانَ الْحَقُّ لِآدَمِيٍّ رَدَّهُ إِلَيْهِ بِطَرِيقِهِ.

“Taubat nasuha (yang semurni-murninya) adalah;

1) Orang yang meninggalkan dosa secepatnya,

2) Menyesali dosanya yang telah berlalu,

3) Dan bertekad tidak akan mengulanginya di masa datang.

4) Kemudian jika dosa itu adalah mengambil hak orang lain, maka hendaklah ia mengembalikannya dengan cara yang baik.”
[Tafsir Ibnu Katsir, 8/169]

Syarat taubat yang lainnya adalah;

5) Hendaklah bertaubat dengan ikhlas karena Allah ta’ala,

6) Segera bertaubat sebelum tertutup pintu taubat, yaitu saat ajal menjemput atau terbitnya matahari dari arah barat.
[Lihat Syarhu Riyadhis Shaalihin, Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, 1/86-92]

Ukhti Wa ummahat usholihat...

Berikut kami paparkan tahapan-tahapan dalam bertaubat:
1) "Annadm" , yang bermakna penyesalan atas maksiat yang pernah dilakukan, bahkan hati merasa tersayat dan mudah menangis jika teringat dosa-dosa yang pernah dilakukan.

2) "Al i'tiqod", yakni berjanji atau bersumpah untuk tidak pernah lagi mengulanginya. 

Alloh ﷻ berfirman: "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri (melakukan dosa besar), mereka ingat akan Alloh ﷻ, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Alloh ﷻ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imran: 135)

3) "Dawaamul istigfaar", terus menerus meminta ampunan Alloh ﷻ.

Abu Bakar ash Shiddiq mohon kepada Rasulullah ﷺ, Ajarkan lah aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat munajat, maka Beliau ﷺ pun berkata, Bacalah: ‘Allahumma innii zholamtu nafsii zhulman katsiiran wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta faghfirlii maghfiratan min ‘indika warhamnii innaka antal ghafuurur rahiim (Ya allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali hanya engkau, maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(HR. Muttafaqun alaihi)

4) "Al iman bimagfirotihi", merasa yakin sepenuh hati bahwa Alloh ﷻ Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat.

"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas dalam perbuatan ma'siyat, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Alloh ﷻ, sesungguhnya Alloh ﷻ mengampuni dosa-dosa semuanya, sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az Zumar : 53)

5) "Adzdzunuubu almatrukah" dosa yang Alloh ﷻ tidak ampuni sampai yang dizholiminya memaafkannya, seperti orang dipukul, dihina, difitnah, dipergunjing, kecuali yang dibunuh, maka keluarganya punya haq hukum untuk memaafkan atau menuntutnya, kalau tidak dilakukan maka tetap di akhirat akan dibalas, segeralah mohon maaf pada orang-orang yang pernah kita zholimi.

6) "Iaadatul maal" mengembalikan harta hasil kezholiman kepada yang dizholimi, kalau tidak menjumpainya lagi maka berikan kepada ahli warisnya, kalau tidak ada juga maka sedekahkan sejumlah hasil kezholiman itu, diniatkan atas nama orang yang di zholimi itu, seperti hasil korupsi, menipu, sogokan dan sebagainya, kalau tidak dilakukan,  Rasulullah ﷺ mengecamnya, Sungguh semua hasil kezholimannya akan digantungkan dilehernya walau sekecil jarum.

7) Shalat taubat adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab. Hukum shalat taubat atau disebut juga shalat istighfar adalah sunnah sebagaimana hadist dari Abu Bakar as-Sidiq ra bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda :

ﻣﺎ ﻣﻦ ﻋﺒﺪ ﻳﺬﻧﺐ ﺫﻧﺒﺎ ﻓﻴﺤﺴﻦ ﺍﻟﻄﻬﻮﺭ ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻴﺼﻠﻰ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﺛﻢ
ﻳﺴﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﻏﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ

“Tidaklah seorang hamba melakukan suatu perbuatan dosa lalu dia bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian dia berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat, dan disusul dengan memohon ampunan kepada Alloh ﷻ (istighfar) melainkan Alloh ﷻ akan memberikan ampunan kepadanya.” (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud)

Memang di dalam hadist tersebut tidak disebutkan atau dinamakan sholat Taubat, tetapi selama tata caranya benar, maka pemberian nama tidak ada masalah. 

◼️Tata Cara Pelaksanaan Shalat Sunat Taubat

Sholat taubat itu terikat dengan syari'at, yaitu tata caranya harus mengikuti dalil shahih, baik di dalam Al Quran atau As Sunnah. Sholat Taubat yang dianjurkan dalam Islam adalah yang tata caranya seperti sholat-sholat sunnah lainnya, adapun jumlah raka’atnya tidak ada batas tertentu, dibolehkan dengan dua raka’at seperti yang termaktub pada hadits yang disebut di atas, dibolehkan juga lebih dari itu. 

1) Shalat hendaknya dilakukan sendirian, bukan berjamaah karena ia termasuk shalat sunnah yang tidak dilakukan secara berjamaah.

2) Mushalli (orang yang shalat) harus suci dari hadats kecil dan besar. Kalau belum hendaknya mandi junub dan berwudhu terlebih dahulu. 

3) Setelah itu, lakukan shalat 2 raka'at.

Niat shalat taubat adalah sebagai berikut:

أصلي سنة التوبة ركعتين لله تعالي

Ushalli sunnatat Taubati rokaataini lillahi taala

"Saya niat shalat sunnah taubat dua rakaat karena Alloh ﷻ."

4) Bacaan saat shalat selain Al-Fatihah boleh membaca bacaan atau surah apa saja. Tidak ada ketentuan khusus.

5) Selesai shalat perbanyaklah istighfar dan panjatkan doa memohon ampunan kepada Alloh ﷻ. 

6) Bersamaan dengan pelaksanaan shalat taubat sebagai permohonan ampun dianjurkan juga agar diiringi dengan amal-amal kebaikan berdasarkan firman Alloh ﷻ QS. Thaha ayat 82.

 وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى. 

"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar."

Adapun sholat Taubat dengan tata cara khusus yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah sholat Taubat yang TIDAK BOLEH DIAMALKAN karena hadits yang menyebutkan hal tersebut adalah HADITS PALSU. Tata cara yang disebutkan dalam hadits palsu tersebut adalah sebagai berikut :
● Harus didahului dengan mandi malam senin setelah sholat witir,
● Jumlahnya 12 raka’at,
● Pada setiap raka’atnya membaca surat Al Fatihah dan surat Al Kafirun satu kali, kemudian membaca surat Al-Ikhlas 10 kali,
 ● Kemudian berdiri lagi dan sholat empat reka’at,
 ● Setelah salam hendaknya melakukan sujud dan membaca ayat kursi dalam sujud,
 ● Kemudian duduk dan beristighfar 100 kali dan sholawat 100 kali juga..... dan seterusnya.

Para ulama menyebutkan bahwa hadits tersebut palsu, dan tidak boleh diamalkan sama sekali.

◼️Waktu Pelaksanaan Shalat Taubat

Shalat taubat (tobat) termasuk dari shalat sunnah mutlak yang dapat dilaksanakan kapan saja. Siang dan malam. Kecuali waktu yang dilarang melakukan shalat sunnah.

◼️Adapun Waktu Larangan Shalat Sunnah Ada 5 (lima) Sebagai Berikut:

1) Dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.
2) Dari terbit matahari sampai matahari naik sepenggal lah (قيد رمح).
3) Dari saat matahari persis di tengah-tengah sampai condong.
4) Dari shalat ashar sampai tenggelam matahari.
5) Menjelang tenggelam matahari sampai tenggelam sempurna.

Wallahualam bishawab
Tim Asatidz IHQ

🔹Bunda, berarti memang tidak harus didahului dengan mandi taubat begitu ya nda?

🌸Iya, benar.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum bund,

Bagaimana nich bund persiapan ramadhan malah bekalnya itu kurang. Senang menyambut ramadhan tetapi di banyakin juga stok buat kuker untuk dijual akhirnya waktu banyak dipakai untuk itu. Dan ada juga yang puasa tapi tidak sholat. Bagaimana bund dengan yang seperti itu kurangnya ilmu?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillahirrohmanirrohim... 

Ramadhan itu adalah bulan yang suci, di mana dalam satu tahun itu Alloh ﷻ hanya memberikan satu kali saja bulan, dimana yang disebut dengan malam Lailatul Qadar. Dan ini benar-benar membutuhkan semangat untuk bisa mendapatkan malam Lailatul Qadar itu.

Nah ketika kita menyambut Ramadhan dengan senang hati begitu, itu artinya kita juga siap untuk mengisi Ramadhan kita itu tidak hanya dengan, sekedar haus dan lapar saja. Tetapi dari segi pemaknaan ruh itu berkurang, bagaimana ketika kita menyambut Ramadhan justru sibuk dengan bisnisnya, seperti tadi, membuat kue kering, bukan tidak boleh begitu, tetapi tetap harus ada porsi ya, porsi yang di optimalkan untuk ibadah itu.

Karena Alloh ﷻ juga tidak menuntut kita itu berlebih-lebihan, tidak, tetapi semaksimal apa, kita berusaha, untuk mengisi yang namanya bulan Ramadhan itu. Jadi jangan sampai kemudian asik berbisnis, karena banyak orderan dan lain sebagainya, justru tilawah nggak sempat, kemudian taraweh enggak sempat, lail enggak sempat begitu kan. Kemudian sedekah juga ala kadarnya, padahal bisnisnya lancar begitu.

Nah ini yang dikhawatirkan adalah menjadi nikmat yang istidhraj ya, jadi nikmat yang justru mengantarkan seseorang itu kepada kemurkaan Alloh ﷻ pada akhirnya nanti, jadi dibiarkan saja, dia itu banyak orderan, rezeki mengalir, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Jadi Alloh ﷻ tidak suka begitu ya.

Nah ini jangan sampai terjadi hal seperti itu. Boleh, silakan berbisnis, membuat kue kering, berjualan mukena, gamis dan lain sebagainya, tetapi tetap ada porsi-porsi, pos-pos tertentu, waktu-waktu tertentu di mana kita serius dengan ibadah kita itu begitu ya. Ada juga kok, yang dia tidak sibuk dengan jualan dan lain sebagainya, dia bisa ibadah dengan baik begitu, dalam artian dia tilawah, kemudian dia juga taraweh, dia juga shalat malam, tapi lisannya tidak terjaga, jadi selama dia tidak tilawah dan tidak melakukan ibadah-ibadah sunnah, dia ngegosip ya kan, atau bahkan dia Namimah ya, mengadu domba, atau dia fitnah.

Nah itu kan juga, tidak sibuk dengan pekerjaan yang manfaat ya, bikin kue kering kan manfaat tuh. Tetapi yang ini kan sesuatu yang sia-sia dan itu juga menghanguskan dari pahala puasa. Ini juga tidak bagus begitu ya. Jadi tidak boleh dilakukan begitu.

Itu kenapa ditekankan adalah kita prepare dengan waktu kita, kapan saatnya dibagi waktunya atau membatasi jumlah ya, karena Rezeki itu Alloh ﷻ yang jamin ya. Jangan sampai kita berpikir begini, mumpung ya, jangan ada kata aji mumpung, mumpung banyak yang order, yuk kita all out begitu.

Kemudian Alloh ﷻ diabaikan, dalam artian, ya shalat sekedarnya, sedekah sekedarnya, dikhawatirkan ketika Alloh ﷻ mau, hasil yang begitu besar itu, kemudian habis dalam sekejap, naudzubillah ya, bukan mendoakan, tiba-tiba anak kita sakit, orang tua kita sakit atau apalah, entah motor kita nyerempet, mobil kita apa begitu, sehingga dana yang kita kumpulkan siang pagi malam, kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, habis dalam waktu dekat, dalam waktu sekejap saja begitu.

Jadi untuk pengobatan, untuk mengurus ke polisi dan lain sebagainya. Itu kan juga cara Alloh ﷻ begitu, untuk menegur. Atau malah naudzubillah ya, kemudian kita kecopetan, sehingga habislah uangnya begitu. Jadi yang kita kejar itu adalah keberkahan begitu. Sedikit tetapi berkah, banyak juga berkah, itu jauh lebih bagus, karena apa, kalau banyak berkah, kita bisa tolong orang lain. Sedikit itu berkah, kita bisa sedekah, kita masih bisa menolong, meskipun dengan cara tidak banyak ya.

Mungkin kalau yang uangnya banyak, sampai ratusan juta misalnya, itu bisa menolong banyak orang, tetapi ketika hanya sekedar sejuta, dua juta, tiga juta, mungkin orang-orang terdekat sekitar kita saja, yang bisa ditolong, dengan sekedar satu liter minyak goreng atau apalah. Tetapi disisi Alloh ﷻ, bukan masalah jutaan dan satu liter nya, itu bukan, tapi bagaimana dia mendapatkan uang itu, kemudian untuk apa uang itu digunakan ya. Nilainya beda ya, kalau seorang jutawan bersedekah cuma 1 juta mah biasa, karena duitnya ratusan juta gitu kan, sedekah hanya 1 juta itu biasa saja.

Sangat berbeda dengan orang yang penghasilannya sehari misalnya cuma Rp50.000, dia bisa sedekah Rp2.000 itu sudah luar biasa juga. Karena dari Rp. 50.000 bisa beli apa gitu, hari gini gitu kan. Tetapi dia masih menyisihkan untuk bersedekah.

Nah ini yang perlu kita tanamkan dalam diri kita. Jangan sampai kemudian apa yang kita punya itu, justru Alloh ﷻ ambil, dengan caranya, naudzubillah, karena apa, karena kita lalai.

Kemudian pertanyaan yang satu lagi, bagaimana ketika di bulan puasa justru dia tidak shalat. Padahal ya kalau kita lihat dalam dalil-dalil yang shohih, amalan pertama yang diperiksa Alloh ﷻ itu adalah shalat.

Apabila shalatnya itu bagus, maka amalan yang lain itu bagus. Tetapi apabila shalatnya itu buruk, maka amalan yang lain juga buruk begitu. Jadi wallahu a'lam, kalau begitu puasa, bisa jadi puasanya sah. Tetapi apakah dia diterima oleh Alloh ﷻ begitu ya, ketika dia tidak melaksanakan shalat, karena shalat itu perintah utama.

Rasulullah ﷺ itu baru kemarin ya, kita memperingati Isra Mi'raj. Perintah utamanya adalah perintah untuk shalat begitu ya kan, bukan perintah untuk puasa begitu, tetapi perintah untuk shalat. Nah itu saja tidak dilakukan, terus bagaimana bisa mengharapkan keberkahan dari Alloh ﷻ, naudzubillahimindzalik. Kalau misalnya kita mati dalam keadaan tidak melakukan shalat, seumur hidup ya.

Baik, mungkin itu saja.

✓ Hukum Puasa Orang Yang TIdak Sholat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Meninggalkan sholat adalah kekafiran, dan dosa kekafiran membatalkan semua ibadah termasuk puasa sebagaimana dalil-dalil dalam pembahasan syarat puasa pertama, maka tidak sah puasanya orang yang tidak sholat.
 
Allah ﷻ berfirman,
 
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
 
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” [QS. At Taubah: 11]
 
Rasulullah ﷺ bersabda,
 
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
 
“Sesungguhnya, batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]
 
Dan sabda beliau ﷺ,
 
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
 
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah sholat, barangsiapa meninggalkannya sungguh ia telah kafir.” [HR. At-Tirmidzi dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 564]

Tabi’in yang Mulia Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqaili rahimahullah berkata,
 
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
 
“Dahulu para sahabat Nabi Muhammad ﷺ tidaklah menganggap ada satu amalan yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekafiran, kecuali sholat.” [Riwayat At-Tirmidzi, Shahihut Targhib: 565]
 
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa meninggalkan sholat adalah kekafiran yang menyebabkan pelakunya murtad keluar dari Islam, dan dosa kekafiran menghapuskan semua ibadah, tidak terkecuali puasa. 
 
Allah ﷻ berfirman,
 
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
 
“Dan barangsiapa kafir terhadap keimanan maka terhapus lah amalannya dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” [QS. Al-Maidah: 5]
 
"Maka jelaslah bahwa orang yang berpuasa tapi tidak sholat, tidak sah puasanya, karena meninggalkan sholat adalah kekafiran yang menghapuskan seluruh amalan pelakunya."
[Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 9/280-281 dan Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin rahimahumallah, 19/87]

Bahkan tidak sah puasa orang yang hanya sholat di bulan Ramadhan dan meninggalkan sholat di selain bulan Ramadhan, karena meninggalkan sholat adalah kufur akbar yang menghapuskan amalan.

Disebutkan dalam kumpulan fatwa ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah masa ini,
 
أما الذين يصومون رمضان ويصلون في رمضان فقط فهذا مخادعة لله، فبئس القوم الذين لا يعرفون الله إلا في رمضان، فلا يصح لهم صيام مع تركهم الصلاة في غير رمضان، بل هم كفار بذلك كفرا أكبر، وإن لم يجحدوا وجوب الصلاة في أصح قولي العلماء
 
“Adapun orang-orang yang berpuasa Ramadhan dan hanya melakukan sholat di bulan Ramadhan saja maka itu adalah usaha menipu Alloh ﷻ (yang sesungguhnya tidak sanggup mereka lakukan), sungguh jelek suatu kaum yang tidak mengenal Alloh ﷻ kecuali di bulan Ramadhan, maka tidak sah puasa mereka apabila meninggalkan sholat di selain bulan Ramadhan, karena mereka kafir dengan sebab itu; dengan kekafiran yang besar walau mereka tidak menentang kewajiban sholat, menurut pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/140-141]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

0️⃣3️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh 

1. Semenjak covid bunda kita melaksanakan sholat tarawih di rumah masing-masing, apa hukumnya sholat tarawih tanpa berjamaah bund.

2. Yang manakah yang afdhol untuk raka'at sholat tarawih, apa 11,13, 20, 23 rakaat?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh 

1. Shalat Tarawih

Allah subhanahu wata’ala mengkhususkan bulan ini dengan syariat shalat tarawih, dan dengan beginilah Allah ta’ala benar-benar ingin mendidik hamba-hambanya menjadi hamba yang bertakwa dengan ibadah puasa di siang hari dan ibadah shalat tarawih dimalam hari, bahkan keduanya pun memiliki keutamaan yang amat besar disisi Allah ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
(HR. Muslim).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menerangkan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Alloh ﷻ dan mencari pahala dari Alloh ﷻ, bukan karena riya’ atau alasan lainnya. Dan yang dimaksud dengan “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar tetao harus diiringi  dengan bertaubat kepada Allah ta’ala.”

Keutamaan Sholat Tarawih Berdasarkan Hadits-Hadits Shohih
Ustadz Muhammad Wasitho, Lc., MA.

Sholat Tarawih merupakan salah satu amal ibadah yang Alloh ﷻ syari’atkan bagi para hamba-Nya di bulan suci Romadhon. Dan hukum sholat Tarawih adalah SUNNAH sebagaimana yang disepakati oleh para ulama.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah sholat Tarawih, dan para ulama telah bersepakat bahwa sholat Tarawih itu hukumnya mustahab (sunnah atau dianjurkan).” (Lihat Syarhu Shohih Muslim VI/282, dan kitab Al-Majmu’ III/526)

 ✓ Keutamaan Shalat Tarawih

Pada beberapa waktu yang lalu, kami telah menposting hadits PALSU tentang keutamaan sholat Tarawih dari malam pertama hingga malam ketiga puluh (terakhir) dari bulan Romadhon. Maka pada kesempatan kali ini kami akan menyebutkan keutamaan sholat Tarawih berdasarkan hadits-hadits yang SHOHIH dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.

🔸KEUTAMAAN PERTAMA:

Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu bagi siapa saja yang melakukan sholat Tarawih dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dan ridho Alloh ﷻ semata. Bukan karena riya’ dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar amal kebaikannya oleh orang lain).

Hal ini berdasarkan hadits SHOHIH berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم : « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

"Barangsiapa melakukan Qiyam Romadhon (yakni sholat malam pada bulan Romadhon) karena iman dan mengharap pahala dan ridho Alloh ﷻ, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

» Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: 

“Yang dimaksud Qiyam Romadhon adalah sholat Tarawih.”

» Ibnul Mundzir rahimahullah menerangkan berdasarkan nash (tekstual) hadits ini bahwa yang dimaksud “pengampunan terhadap dosa-dosa yang telah lalu dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil."

Sedangkan imam An-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil saja. Karena dosa-dosa besar tidaklah diampuni dengan sebab melakukan amal-amal sholih, akan tetapi hanya dengan melakukan Taubat Nasuha, yakni taubat yang sempurna.

🔸KEUTAMAAN KEDUA:

Barangsiapa melaksanakan sholat Tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya pahala seperti orang yang melakukan Qiyamul Lail semalam penuh.

Hal ini berdasarkan Hadits Shohih berikut ini:

Dari Abu Dzar rdhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Sesungguhnya barangsiapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala Qiyamul Lail satu malam penuh.” (HR. An-Nasai no.1605, At-Tirmidzi no.806, Ibnu Majah no.1327, dan selainnya. Dan hadits ini dinyatakan SHOHIH oleh At-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani dalam Irwa’ Al-Gholil no. 447)

Demikian keutamaan sholat Tarawih berdasarkan hadits-hadits Shohih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Semoga Allah Ta’ala memberikan

Taufiq dan pertolongan-Nya kepada kita semua untuk dapat istiqomah dalam melaksanakan sholat Tarawih dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan setelahnya. Amiin. 

Semua pertanyaan bunda jawab dengan artikel lengkap ya.

2. Bolehnya Shalat Tarawih Lebih Dari 11 Raka’at.

(Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja Abidin, Lc, MA.)

Ijma’ Boleh Lebih 11 Rakaat

Para ulama telah ijmak (sepakat) akan bolehnya sholat malam (tarawih) lebih dari 11 raka’at. Bahkan yang menukil ijmak tersebut para ulama dari berbagai madzhab fikih. Berikut ini nukilan tersebut:

1. Madzhab Maliki:

Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H) berkata:

وأكثر الآثار على أن صلاته كانت إحدى عشرة ركعة وقد روي ثلاث عشرة ركعة. واحتج العلماء على أن صلاة الليل ليس فيها حد محدود والصلاة خير موضوع فمن شاء استقل ومن شاء استكثر.

“Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa shalat beliau adalah 11 rakaat, dan diriwayatkan bahwa 13 rakaat, para ulama berdalil bahwa shalat lail tidak ada batasnya, dan shalat adalah ibadah terbaik, siapa yang berkehendak silahkan menyedikitkan rakaát, dan siapa yang berkehendak maka silahkan memperbanyak rakaát.” (1)

Beliau juga berkata:

وقد أجمع العلماء على أن لا حد ولا شيء مقدرا في صلاة الليل وأنها نافلة فمن شاء أطال فيها القيام وقلت ركعاته ومن شاء أكثر الركوع والسجود

“Para ulama sepakat tidak ada batas atau ukuran dalam shalat lail (malam), mereka juga sepakat bahwa shalat lail sunnah, siapapun mau boleh memanjangkan berdiri dan sedikit jumlah rakaatnya, dan siapapun mau boleh memperbanyak ruku’ dan sujud.” (2)

Beliau juga berkata:

وَلَيْسَ فِي عَدَدِ الرَّكَعَاتِ مِنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ حَدٌّ مَحْدُودٌ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا يَتَعَدَّى

“Tidak ada batas tertentu dalam jumlah rakaat dalam shalat lail yang tidak boleh dilewati menurut satupun ulama.” (3)

Al-Qadhi Iyadh mengatakan:

ولاَ خِلاَفَ أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ حَدٌّ لاَ يُزَادُ عَلَيْهِ وَلاَ يُنْقَصُ مِنْهُ، وَأَنَّ صَلاَةَ اللَّيْلِ مِنَ الْفَضَائِلِ وَالرَّغَائِبِ الَّتِي كُلَّمَا زِيْدَ فِيْهَا زِيْدَ فِي الأَجْرِ وَالْفَضْلِ، وَإِنَّمَا الْخِلاَفُ فِي فِعْلِ النَّبِيِّ (صلى الله عليه وسلم) وَمَا اخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ

“Tidak ada khilaf bahwa tidak ada batas yang tidak boleh ditambahi dan dikurangi, dan shalat lail termasuk amalan utama dan dianjurkan, jika ditambahi maka bertambah pula pahala dan keutamaanya, yang diperselisihkan hanya dalam perbuatan Nabi dan jumlah rakaat yang beliau pilih untuk beliau lakukan.” (4)

2. Madzhab Hanbali

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyebutkan bahwa yang menjadi pilihan jumhur ulama adalah shalat tarawih 20 rakaat, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar ketika mengumpulkan orang-orang, beliau juga berkata: “Para sahabat bersepakat dalam hal itu di masa mereka.” (5)

Ishaq bin Mansur bertanya kepada Ahmad bin Hanbal: Berapa rakaat shalat qiyam bulan Ramadhan? Beliau berkata: Ada beberapa pendapat, diriwayatkan sekitar 40, tetapi itu adalah shalat tathawwu’. (6)

3. Madzhab Syafi’i

Abul Qasim Ar-Rafi’i: “Sesungguhnya Umar bin Khatthab mengumpulkan orang-orang di imami oleh Ubai bin Ka’ab, dan disepakati oleh para sahabat.” (7)

An-Nawawi menukil ijma’ ini dan mengikrarkannya. (8)

Az-Za’farani meriwayatkan dari As-Syafi’I: “Aku lihat orang-orang di Madinah mengerjakan shalat 39 rakaat”, beliau berkata “Yang lebih aku suka adalah 20”, beliau berkata “Begitupula yang dikerjakan di Makkah”. Beliau berkata: “Tidak ada dalam hal ini batas akhirnya, jika mereka perbanyak ruku’ dan sujud maka lebih baik.” (9)

Al-Iraqi mengatakan:

فِيهِ مَشْرُوعِيَّةُ الصَّلَاةِ بِاللَّيْلِ وَقَدْ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ لَهُ حَدٌّ مَحْصُورٌ وَلَكِنْ اخْتَلَفَتْ الرِّوَايَاتُ فِيمَا كَانَ يَفْعَلُهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Para ulama sepakat bahwa tidak ada batas tertentu dalam qiyamul-lail, akan tetapi riwayat-riwayat berbeda tentang mana yang dilakukan oleh Nabi.” (10)

4. Ulama Hadits

Ibnu Al-Qatthan Al-Fasi juga menukil ijma’ tersebut dalam kitabnya “Al-Iqna’ fi Masa’il Ijma’”.

At-Tirmidzi dalam Jami’-nya berkata:

“Para ulama berselisih pendapat dalam qiyam Ramadhan: Sebagian berpendapat 41 rakaat bersama witir, ini adalah pendapat ahlul Madinah, dan yang diamalkan oleh penduduk Madinah." Kebanyakan ulama adalah mengikuti riwayat Umar, Ali dan lainnya dari kalangan sahabat Rasulullah ﷺ berpendapat 20 rakaat, ini adalah pendapat At-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak dan As-Syafi’i.

As-Syafi’i berkata: Demikianlah yang aku jumpai di kota kami Makkah, mereka shalat 20 rakaat.

Ahmad mengatakan: Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dan tidak ada titik penentu.

Ishaq berkata: Tapi kita pilih 41 rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab.”

★ Kesimpulan:

Di atas adalah pernyataan sejumlah ulama dari berbagai madzhab yang menukilkan ijma’ (konsensus) ulama bahwa tidak ada batas jumlah shalat lail yang di antaranya adalah shalat tarawih, tidak ada seorangpun ulama setelah mereka yang mempermasalahkan hal itu. Lihatlah dalam buku fikih manapun dan dalam madzhab manapun tidak ditemukan seorang ulama pun yang menyatakan tidak boleh sholat malam lebih dari 11 rakaát. Jika ada ulama yang mu’tabar (yang diakui) yang melarang dari kalangan para ulama terdahulu, tentu sudah dinukil dalam kitab-kitab fikih klasik (11).

Adapun hadits Aisyah (yang dijadikan dalil oleh sebagian ulama kontemporer bahwa sholat malam tidak boleh lebih dari 11 rakaat) :

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلاَ فِي غَيْرِهَا عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ، وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي.

Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah ‘Berapa shalat Rasulullah ﷺ pada bulan Ramadhan?’ ia menjawab: ‘Beliau tidak menambah sebelas rakaat baik di bulan Ramadhan atau di bulan lain, beliau shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat tiga rakaat, lalu aku bertanya : wahai Rasulullah ﷺ apakah engkau tidur sebelum melakukan witir? Beliau menjawab: wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tertidur tapi hatiku tidak tidur’. 

Maka hadits di atas menjelaskan bahwa sholat malam Nabi tidak lebih dari 11 raka’at. Tetapi tidak seorang salaf pun yang memahami bahwa maksud Aisyah itu adalah batasan jumlah sholat malam, tidak boleh dikurangi dan tidak boleh ditambah.

Sementara tatkala kita memahami hadits atau memahami syari’at Islam harus dengan pemahaman para salaf, sebagai konsenkuensi dari bentuk berpegang dengan manhaj salaf dalam beristidlal (berdalil).

Dalil-Dalil bahwa Shalat Tarawih Tidak Ada Batas Rakaat

Pertama: Hadits Ibnu Umar

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ –صلى الله عليه وسلم– وَأَنَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّائِلِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ صَلاَةُ اللَّيْلِ قَالَ «مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ فَصَلِّ رَكْعَةً وَاجْعَلْ آخِرَ صَلاَتِكَ وِتْرًا». ثُمَّ سَأَلَهُ رَجُلٌ عَلَى رَأْسِ الْحَوْلِ وَأَنَا بِذَلِكَ الْمَكَانِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– فَلاَ أَدْرِى هُوَ ذَلِكَ الرَّجُلُ أَوْ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ.

Seorang bertanya kepada Nabi, ia mengatakan: saat itu aku berada di antara beliau dan penanya. Penanya nya mengatakan: Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana mengerjakan shalat lail? Beliau menjawab: Dua rakaat, dua rakaat, jika kamu khawatir masuk subuh maka shalat lah satu rakaat, dan jadikan akhir shalatmu witir. Kemudian ada lelaki berusia hampir satu abad, dan aku di tempat itu bersama Rasulullah ﷺ, aku tidak tahu apakah itu orang tadi atau orang lain, ia mengatakan semacam itu pula (13).

Dalam riwayat yang lain (juga dalam shahih Muslim):

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ حَدَّثَهُمْ أَنَّ رَجُلاً نَادَى رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أُوتِرُ صَلاَةَ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– «مَنْ صَلَّى فَلْيُصَلِّ مَثْنَى مَثْنَى فَإِنْ أَحَسَّ أَنْ يُصْبِحَ سَجَدَ سَجْدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى».

Seorang memanggil Rasulullah ﷺ sedangkan beliau berada di masjid, lantas bertanya : Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana aku melakukan witir pada shalat lail? Rasulullah ﷺ menjawab : Siapapun yang shalat, hendaklah shalat dua rakaat dua rakaat, jika merasa datang subuh maka hendaklah melakukan satu sujud, makai ia telah melukan shalat witir.

Dalam riwayat yang lain:

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Shalat lail dua-dua, jika kamu melihat subuh akan tiba maka wtirlah satu rakaat. Lalu ada yang bertnya kepada Ibnu Umar: apa itu dua-dua? Beliau menjawab: hendaklah engkau salam di setiap dua rakaat. (diriwayatkan muslim juga di tempat yang sama).

Tidak ada masalah untuk mengerjakan shalat 11 atau 23 raka’at. 

Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi ﷺ  namun berdirinya agak lama. 

Dan boleh juga melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama. Nabi ﷺ  bersabda,  

‎أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ

“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim no. 756)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata,

‎عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا

“Nabi ﷺ  melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mukhtashiron → Terburu buru

Resume : Yang mau pilih 11 silahkan yang mau pilih 23 silahkan, jika didekat rumah ada masjid yang 23 rakaat, maka setelah 8 rakaat boleh saja meninggalkan mesjid dan witir 3 rakaat di rumah. 

Anjuran → Pilihlah sampai Imam Bubar [selesai] mengerjakan witir, sehingga mendapatkan pahala seperti semalam suntuk sholat sunnah sampai subuh.

Tanya #07
➖➖➖➖

Sholat tarawih lebih afdhal di rumah atau di masjid kah...? Mana yang lebih afdhal..?

Jawab 🖌
➖➖➖
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,

‎أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة

Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Manakah yang lebih afdhal...? Ada perbedaan pendapat Ulama dalam hal ini. Secara keumuman sholat sunnah itu di Sunnah kan di rumah masing masing, dikarenakan sholat wajib, wajib dikerjakan berjamaah di masjid bagi laki-laki. 

Dan juga ada Ulama yang berpendapat bahwa ada syiar Islam jika dikerjakan berjamaah di masjid dan banyak mendapatkan keutamaan.

‎والله أعلم بالصواب 

Tanya #08
➖➖➖➖

Sholat tarawih 11 rakaat [jika memilih 11 rakaat] itu bolehkah dikerjakan 2-2-2-2 kemudian 2-1 atau bolehkah menggunakan pola 4-4-3...?

Jawab 🖌
➖➖➖
Memang ada hadis yang mengatakan bahwa sholat sunnah itu 2 rakaat 2 rakaat dan ada juga hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah melakukan 4 rakaat 4 rakaat. 

Dari hadis yang sangat panjang tersebut [tidak di sajikan] Sangat terperinci sifat shalat witir Beliau ﷺ  dalam hadits di atas. 

Beliau ﷺ  tidak melakukannya dua rakaat dua rakaat. Sah kah shalat beliau tersebut? Tentu saja sah, karena apa yang dilakukan Beliau ﷺ  yang menjadi dalil bagi ibadah kita akan keabsahannya.

Resume nya, shalat malam atau shalat tarawih 4 raka’at dengan satu salam adalah boleh dan sah. Jika dilakukan dua raka’at dua raka’at, lebih afdlal.

Urutannya jika 4 Rakaat sekali salam:
1. Tidak ada Tasyahud awal.
2. Salam di Rakaat ke-4.
3. Demikian juga dengan Witir.

Demikianlah fiqih ringkas Ramadhan Series. kita kali ini, semoga اللّهُ Ta'ala melindungi kita semua. 

Nantikan Series lanjutannya. 

والله تعالى أعلم والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamu'alaikum,

1. Bund, banyak yang beredar di masyarakat bahwa "Tidurnya orang puasa itu ibadah."

Apa maksudnya dan apa hukumnya bunda?

2. Apa yang dimaksud dengan setan dibelenggu pada bulan puasa bunda?

Sedangkan masih banyak perbuatan maksiat di bulan mulia tersebut?

3. Kalau hutang puasanya belum sempat di Qodho sampai Ramadhan tiba ... (karena tahun kemarin hamil ngeflenya dan tahun ini juga hamil sama saran dokter jangan puasa dulu) bagaimana hukumnya, dan apa jadi berlipat atau fidyah?

4. Pada waktu puasa ramadhan afdolnya berniat di awal puasa untuk satu bulan penuh atau setiap malam hari sebelum berpuasa esok harinya bunda?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

1. Ungkapan seperti yang anda sampaikan, yaitu tidurnya orang berpuasa merupakan ibadah memang sudah seringkali kita dengar, baik di pengajian ataupun di berbagai kesempatan. Dan paling sering kita dengar di bulan Ramadhan.

Di antara lafadz nya yang paling populer adalah demikian:

"Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya diampuni."

Meski di dalam kandungan hadits ini ada beberapa hal yang sesuai dengan hadits-hadits yang shahih, seperti masalah dosa yang diampuni serta pahala yang dilipat-gandakan, namun khusus lafadz ini, para ulama sepakat mengatakan status kepalsuannya.

Adalah Al-Imam Al-Baihaqi yang menuliskan lafadz itu di dalam kitabnya, Asy-Syu'ab Al-Iman. Lalu dinukil oleh As-Suyuti di dalam kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya menyebutkan bahwa status hadits ini dhaif (lemah).

Namun status dhaif yang diberikan oleh As-Suyuti justru dikritik oleh para muhaddits yang lain. Menurut kebanyakan mereka, status hadits ini bukan hanya dhaif tetapi sudah sampai derajat haditsmaudhu' (palsu).

Hadits Palsu

Al-Imam Al-Baihaqi telah menyebutkan bahwa ungkapan ini bukan merupakan hadits nabawi. Karena di dalam jalur periwayatan hadits itu terdapat perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi, yang kedudukannya adalah pemalsu hadits.

Hal senada disampaikan oleh Al-Iraqi, yaitu bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.

Komentar Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga semakin menguatkan kepalsuan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa si Sulaiman bin Amr ini memang benar-benar seorang pemalsu hadits.

Bahkan lebih keras lagi adalah ungkapan Yahya bin Ma'in, beliau bukan hanya mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr ini pemalsu hadits, tetapi beliau menambahkan bahwa Sulaiman ini adalah "Manusia paling pendusta di muka bumi ini!"

Selanjutnya, kita juga mendengar komentar Al-Imam Al-Bukhari tentang tokoh kita yang satu ini. Beliau mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr adalah matruk, yaitu haditsnya semi palsu lantaran dia seorang pendusta.

Saking tercelanya perawi hadits ini, sampai-sampai Yazid bin Harun mengatakan bahwa siapapun tidak halal meriwayatkan hadits dari Sualiman bin Amr.

Iman Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, "Sulaiman bin AmrAn-Nakha'i adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin Minal Muhadditsin Wadhdhu'afa Wal-Matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I'tidal.

Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.

Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah ﷺ pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk tidur.

Kalau pun ada istilah qailulah, maka praktiknya Rasulullah ﷺ hanya sejenak memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan pekerjaan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
(Ahmad Sarwat, Lc)

2. Mengapa Masih Ada Maksiat di Bulan Ramadhan Padahal Setan-setan Telah Dibelenggu?

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallaam bersabda,

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallaam juga bersabda,

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَتُغَلَّقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Alloh ﷻ mewajibkan puasanya atas kalian, padanya pintu-pintu langit di buka, pintu-pintu neraka di tutup, setan-setan yang paling durhaka dibelenggu, dan Alloh ﷻ memiliki satu malam padanya yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi kebaikannya maka sungguh ia telah benar-benar terhalangi.” [HR. Ahmad dan An-Nasaai dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 55]

Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan bahwa Allah ta’ala menolong hamba-hamba-Nya untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya di bulan Ramadhan dengan mengikat setan-setan, tapi mengapa masih ada maksiat di bulan Ramadhan?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Dan setan-setan dibelenggu, sehingga membuat kekuatan dan godaan mereka lemah karena belenggu tersebut, maka mereka tidak mampu melakukan di bulan Ramadhan seperti yang biasa mereka lakukan di bulan lainnya, tetapi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengatakan bahwa mereka dibunuh, tidak pula mati, namun beliau berkata, ‘Dibelenggu’, sedang setan yang dibelenggu masih mungkin menggoda, akan tetapi lebih sedikit dan lebih lemah daripada selain Ramadhan, namun itu terjadi sesuai dengan sempurna atau tidaknya puasa seseorang, maka siapa yang puasanya sempurna niscaya ia mampu melawan setan melebihi orang yang puasanya tidak sempurna.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/246]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menukil dari Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah,
"Sesungguhnya kemaksiatan itu hanyalah berkurang dari orang-orang yang berpuasa apabila puasanya memenuhi syarat-syarat puasa dan menjaga adab-adabnya."

Atau bisa juga bermakna bahwa yang dibelenggu itu hanyalah sebagian setan, yaitu para pembesar setan yang paling durhaka bukan seluruhnya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada sebagian riwayat hadits.

Atau bisa juga maksudnya adalah pengurangan kejelekan-kejelekan di bulan Ramadhan, dan ini sesuatu yang dapat disaksikan, yaitu terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan lebih sedikit dibanding bulan lainnya.

Karena dibelenggu nya seluruh setan pun tidak dapat memastikan kejelekan dan kemaksiatan hilang sama sekali, sebab terjadinya kemaksiatan itu juga karena banyak sebab selain setan, seperti;

✓ Jiwa yang jelek,
✓ Kebiasaan yang tidak baik,
✓ Godaan setan-setan dari golongan manusia.

"Dan berkata selain Al-Qurthubi tentang dibelenggu nya setan-setan di bulan Ramadhan adalah isyarat bahwa telah dihilangkannya alasan bagi seorang mukallaf dalam melakukan dosa, seakan dikatakan kepadanya, ‘Setan-setan telah ditahan dari menggoda mu, maka jangan lagi kamu menjadikan setan sebagai alasan dalam meninggalkan ketaatan dan melakukan maksiat’.” [Fathul Bari, 4/114-115]

Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq

TETAP HATI-HATI MESKI SETAN DIBELENGGU

Al-Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata,

لا يلزم من تصفيد جميعهم أن لا يقع من العبد شر ، ولا إثمٌ ، ومعصية؛
- لأن لذلك أسباباً غير الشياطين، كالنفوس الخبيثة، والعادات القبيحة، والشياطين الإنسية".

Tidak mesti ketika semua setan dibelenggu membuat seorang hamba tidak bisa terjatuh dalam kejelekan, dosa, dan maksiat.

Sebab, ada faktor lain selain setan, seperti jiwa yang jelek, kebiasaan buruk, dan setan dari bangsa manusia.
(Fathul Bari, 4/114)

Wallahu a'lam

3. Lupa Jumlah Hari Qadha Puasa

Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits

★ Jika Lupa Jumlah Hari Puasa yang Harus Di Qadha

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

✓ Pertama, kami menghimbau kepada seluruh kaum muslimin yang memiliki kewajiban membayar hutang puasa atau kafarah sumpah atau nazar atau yang lainnya, agar berusaha menjaganya, mengingat-ingat, memberikan perhatian, dan bila perlu mencatatnya. Agar kita tidak dianggap telah melakukan tindakan menyia-nyiakan kewajiban agama, kurang peduli dengan aturan syariat, atau berpaling dari perintah Alloh ﷻ, Sang Maha Pencipta.

Alloh ﷻ mencela orang sibuk dengan urusan dunia, namun dalam masalah akhirat dia lalai,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

"Mereka mengetahui yang dzahir dari kehidupan dunia, namun dalam urusan akhirat, mereka lalai." (QS. Ar-Rum: 7).

Banyak orang yang tahu jumlah hutang-piutang dalam bisnisnya, karena dia perhatian. Namun hutang puasa, dia sia-siakan, sengaja dia lupakan.

Mengingat semacam ini termasuk bentuk kesalahan, maka kewajiban mereka yang melalaikan perintah agama, kurang peduli terhadap utang puasanya, untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Alloh ﷻ. Memohon agar amal yang dilakukan, diterima oleh Alloh ﷻ.

✓ Kedua, orang yang lupa dalam ibadah, dia diperintahkan untuk mengambil yang lebih meyakinkan. Kaidah dasar mengenai hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait orang yang lupa bilangan rakaat ketika shalat,

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُلْقِ الشَّكَّ، وَلْيَبْنِ عَلَى الْيَقِينِ

“Apabila kalian ragu dalam shalat, hendaknya dia buang keraguannya dan dia ambil yang lebih meyakinkan….” (HR. Abu Daud 1024 dan dishahihkan Al-Albani).

Kemudian, beliau mengarahkan agar orang yang shalat, mengambil bilangan yang lebih sedikit, karena itu yang lebih meyakinkan.

Orang yang shalat zuhur dan lupa apakah telah mengerjakan 2 rakaat atau 3 rakaat, yang harus dia pilih adalah 2 rakaat, karena ini yang lebih meyakinkan.

Orang yang thawaf dan lupa, sudah melakukan 5 kali putaran ataukah 6 kali, yang harus dia pilih adalah yang lebih sedikit, baru melakukan 5 kali putaran, karena ini lebih meyakinkan.

Demikian pula orang yang lupa berapa jumlah hari yang menjadi tanggungan dia berpuasa, apakah 12 hari ataukah 10 hari, yang harus dia pilih adalah yang lebih meyakinkan yaitu 12 hari. Dia memilih yang lebih berat, karena semakin menenangkan dan melepaskan beban kewajibannya. Karena jika dia memilih 10 hari, ada 2 hari yang akan membuat dia ragu. Jangan-jangan yang 2 hari ini juga tanggungan dia untuk berpuasa. Berbeda ketika dia memilih 12 hari. Dan sekalipun kelebihan, puasa yang dia lakukan tidak sia-sia, dan insyaaAllah dia tetap mendapat pahala.

Imam Ibnu Qudamah mengatakan,

إذا كَثرَت الْفوائتُ عليهِ يتشاغلُ بالقضَاء… فَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ قَدْرَ مَا عَلَيْهِ فَإِنَّهُ يُعِيدُ حَتَّى يَتَيَقَّنَ بَرَاءَةَ ذِمَّتِهِ

“Apabila tanggungan puasa sangat banyak, dia harus terus-menerus melakukan qadha….jika dia tidak tahu berapa jumlah hari yang menjadi kewajiban puasanya, maka dia harus mengulang-ulang qadha puasa, sampai dia yakin telah menggugurkan seluruh tanggungannya.”

Kemudian Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat keterangan dari Imam Ahmad, tentang orang yang menyia-nyiakan shalatnya,

يُعِيدُ حَتَّى لَا يَشُكَّ أَنَّهُ قَدْ جَاءَ بِمَا قَدْ ضَيَّعَ. وَيَقْتَصِرُ عَلَى قَضَاءِ الْفَرَائِضِ, وَلَا يُصَلِّي بَيْنَهَا نَوَافِلَ, وَلَا سُنَنَهَا

"Dia ulangi sampai tidak ragu lagi bahwa dia telah melakukan apa yang telah dia lalaikan. Dia hanya melakukan yang wajib saja, dan tidak melakukan shalat rawatib maupun shalat sunah." (Al-Mughni, 1/439)

Berdasarkan keterangan di atas, orang yang lupa sama sekali jumlah hari puasa yang menjadi tanggungannya, dia bisa memperkirakan berapa jumlah utangnya, kemudian segera membayar puasa sebanyak yang dia prediksikan, sampai dia yakin telah melunasi utang puasanya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Hamil Sebelum Memulai Qadha, Dan Ketika Hamil Tidak Mampu Berpuasa

Alhamdulillah...

Alloh ﷻ memberikan keluasan waktu untuk meng-qadha puasa Ramadhan bagi yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan—karena alasan syar’i’—sampai datang Ramadhan berikutnya. Namun demikian, seorang muslim tidak boleh sampai lalai dengan keluasan waktu ini sehingga menunda-nunda pelaksanaan qadha puasa. Karena bisa saja di akhir-akhir kesempatan itu ia akan dihadapkan pada kondisi yang membuatnya tidak bisa berpuasa, sehingga ia tidak bisa menunaikan qadha puasa tersebut sama sekali, terutama para wanita yang bisa saja tanpa diduganya tiba-tiba hamil, haidh atau nifas. 

Barangsiapa yang menunda qadha puasa tanpa alasan syar’i’, sampai waktunya menjadi sempit, kemudian tanpa disadarinya Sya’ban pun berlalu dan ia masih belum melaksanakan qadha puasanya, maka ia berdosa. Namun jika itu terjadi karena ada halangan syar’i maka itu tidak menjadi dosa baginya. Pada kedua kondisi ini, ia tetap wajib menunaikan qadha puasa Ramadhan sebelumnya setelah Ramadhan berikutnya. Sebagian ulama mewajibkan juga, di samping kewajiban qadha tersebut, kewajiban memberi makan orang miskin untuk setiap hari qadha-nya. Jika hal itu tidak memberatkannya maka itu lebih baik baginya. Namun jika ia tidak mampu melakukannya, maka qadha saja sudah cukup. Lihat soal-jawab nomor 26865 dan 21710. 

Syaikh Muhammad ash-Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya:

Apa hukum orang yang menunda qadha puasa sampai masuk Ramadhan berikutnya? 

Ia menjawab:

Menunda pelaksanan qadha puasa sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah tidak boleh, berdasarkan pendapat yang masyhur di kalangan ulama. Karena Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كان يكون عليَّ الصوم من رمضان فلا أستطيع أن أقضيه إلا في شعبان

“Aku punya hutang puasa Ramadhan. Aku tidak bisa meng-qadha-nya kecuali di bulan Sya’ban.” Ini menunjukkan bahwa tidak ada qadha setelah datangnya Ramadhan. Jika seseorang melakukan hal itu tanpa alasan syar’i maka ia telah berdosa, dan ia diharuskan langsung meng-qadha-nya setelah Ramadhan berikutnya. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah diwajibkan pula, di samping itu, memberi makan orang miskin ataukah tidak. Berdasarkan pendapat yang shahih: tidak diwajibkan. Karena Allah ‘azza wa jalla berfirman,  

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” Dalam firman ini, Alloh ﷻ hanya mewajibkan qadha." Dinukil dari “Majmu’ Fatawa Syaikh Ibn ‘Utsaimin” (19/soal nomor 357) 

Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah juga ditanya:

Seorang wanita berbuka puasa beberapa hari di bulan Ramadhan tahun lalu, kemudian ia meng-qadha-nya pada akhir bulan Sya’ban. Tiba-tiba ia haidh dan terus berlangsung sampai masuk bulan Ramadhan, sehingga masih tersisa hutang puasanya satu hari lagi. Apa yang harus ia lakukan? 

Ia menjawab:

Yang wajib dilakukan oleh wanita tersebut adalah tetap meng-qadha puasa yang ditinggalkannya itu walaupun ia lakukan setelah Ramadhan kedua. Karena ia meninggalkan qadha puasa Ramadhan pertama disebabkan oleh adanya alasan syar’i . Namun jika tidak memberatkan sebaiknya ia meng-qadha-nya pada musim dingin (sebelum Ramadhan kedua datang) meskipun itu tidak berurutan, sehari puasa, sehari tidak. Itu wajib ia lakukan meskipun ia dalam keadaan menyusui. Sebaiknya ia bergegas menyelesaikan qadha puasa Ramadhan pertama sebelum datang Ramadhan kedua. Jika itu tidak mungkin dilakukannya maka tidak mengapa jika ia mengakhirkannya sampai Ramadhan kedua. Dinukil dari “Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin” (19/soal nomor 360).

★ Kesimpulan: 
Qadha puasa yang belum diselesaikannya itu tetap menjadi hutang bagi istri Anda. Ia harus membayarnya ketika ada kesempatan.

Wallahu ‘alam.

4. Imam Nawawi rahimahullahu dalam Kitabnya ar-Raudhoh mengatakan : Jika seseorang berniat puasa, dan ia melafalkan lafazhnya hanya di lisannya, artinya tidak disertai dengan niat dalam hati pada apa yang ia ucapkan dari lafazh niat puasa tersebut, maka hal tersebut tidak cukup, sebab kefardhuan niat itu dalam hati sedangkan mengucapkan niat adalah sunnat agar dapat membantu apa yang dilisankan pada hati. (Lihat — Hasyiat al-Bajuri 'ala Ibn Qasim al-Guzy, Jilid :01, Halaman : 288. Kitab percetakan : Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyyah, Surabaya).
  
Menurut Imam Nawawi rahimahullahu, kalaulah seseorang melakukan sahur untuk berpuasa, atau ia minum agar dapat terhindar dari rasa haus di siang hari, atau ia mencegah melakukan makan minum, dan atau ia mencegah dari melakukan hubungan intim karena takut terburu terbit fajar, dan ia berpikir besok hari akan berpuasa di bulan Ramadhan — maka hal inipun termasuk niat puasa (sekalipun tidak melafalkan lafazh niat puasa yang sudah kita maklumi). Lihat :

~ Hasyiat al-i'anatu at-Tholibin, Jilid : 02, halaman : 221, Kitab percetakan Dar an-Nasyr al-Mishriyyah, Surabaya.

~ Hasyiat al-Bajuri 'ala Ibn Qasim al-Guzy, Jilid :01, Halaman : 288 : Kitab percetakan Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyyah, Surabaya.
 
★ Kesimpulan:
Jika seseorang, hanya melafalkan lafazh niat puasa Ramadhan dalam lisannya tetapi tidak berniat dalam hatinya, yang dilakukan itu karena atas kebodohan ia dalam berniat, akan tetapi ia sempat berpikir di waktu sahur untuk melaksanakan puasa Ramadhan di esok harinya, maka puasanya sah. Jika tidak demikian, puasanya tidak sah.

Wallahu 'alamu bish Showab.

=====
Rukun dan niat puasa kali ini penting juga dipelajari. Kita masih mengkaji dari Matan Abu Syuja dari pelajaran fikih Syafi’i.

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah mengatakan,

وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ : النِّيَّةُ وَالإِمْسَاكُ عَنِ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالجِمَاعِ وَتَعَمُّدِ القَيْءِ

“Kewajiban puasa (rukun puasa) itu ada empat: (1) niat, (2) menahan diri dari makan dan minum, (3) menahan diri dari hubungan intim (jimak), (4) menahan diri dari muntah dengan sengaja.”

Dari perkataan Abu Syuja’ di atas, intinya ada dua hal yang beliau sampaikan. Orang yang menjalankan puasa wajib berniat dan wajib menahan diri dari berbagai pembatal puasa.

★ Cara Berniat Puasa
Niat berarti al-qashdu, keinginan. Niat puasa berarti keinginan untuk berpuasa. Letak niat adalah di dalam hati, tidak cukup dalam lisan, tidak disyaratkan melafazhkan niat. Berarti, niat dalam hati saja sudah teranggap sahnya.

Muhammad Al-Hishni berkata,

لاَ يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلاَّ بِالنِّيَّةِ لِلْخَبَرِ، وَمَحَلُّهَا القَلْبُ، وَلاَ يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِهَا بِلاَ خِلاَفٍ

“Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadits yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazhkan.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 248).

Muhammad Al-Khatib berkata,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلاَ تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا وَلاَ يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعًا

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Namun niat letaknya di hati. Niat tidak cukup di lisan. Bahkan tidak disyaratkan melafazhkan niat.” (Al-Iqna’, 1:404).

Akan tetapi, disunnahkan untuk melafazhkan niat di lisan bersama dengan niat dalam hati. Niat sudah dianggap sah dengan aktivitas yang menunjukkan keinginan untuk berpuasa seperti bersahur untuk puasa atau menghalangi dirinya untuk makan, minum, dan jimak khawatir terbit fajar. (Lihat Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:173).

Hukum berniat adalah wajib dan puasa Ramadhan tidaklah sah kecuali dengan berniat, begitu pula puasa wajib atau puasa sunnah lainnya tidaklah sah kecuali dengan berniat. Dalil wajibnya berniat adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

★ Syarat Berniat
1) At-tabyiit, yaitu berniat di malam hari sebelum Shubuh.
Jika niat puasa wajib baru dimulai setelah terbit fajar Shubuh, maka puasanya tidaklah sah. Dalilnya adalah hadits dari Hafshah—Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha–, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. An-Nasai, no. 2333; Ibnu Majah, no. 1700; dan Abu Daud, no. 2454. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini).

Sedangkan untuk puasa sunnah, boleh berniat di pagi hari asalkan sebelum waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Dalilnya sebagai berikut,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ عَلَىَّ قَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ طَعَامٌ ». فَإِذَا قُلْنَا لاَ قَالَ « إِنِّى صَائِمٌ »

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemui ku lalu ia berkata, “Apakah kalian memiliki makanan?” Jika kami jawab tidak, maka beliau berkata, “Kalau begitu aku puasa.” (HR. Muslim, no. 1154 dan Abu Daud, no. 2455).

Penulis Kifayah Al-Akhyar berkata, “Wajib berniat di malam hari. Kalau sudah berniat di malam hari (sebelum Shubuh), masih diperbolehkan makan, tidur dan jimak (hubungan intim). Jika seseorang berniat puasa Ramadhan sesudah terbit fajar Shubuh, maka tidaklah sah.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 248).

2) At-ta’yiin, yaitu menegaskan niat.
Yang dimaksudkan di sini adalah niat puasa yang akan dilaksanakan harus ditegaskan apakah puasa wajib ataukah sunnah. Jika puasa Ramadhan yang diniatkan, maka niatannya tidak cukup dengan sekadar niatan puasa mutlak. Dalilnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى

“Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

Adapun puasa sunnah tidak disyaratkan ta’yin dan tabyit  sebagaimana dijelaskan pada poin 1 dan 2. Dalilnya adalah sebagaimana hadits ‘Aisyah yang tadi telah terlewat.

3) At-tikroor, yaitu niat harus berulang setiap malamnya.
Niat mesti ada pada setiap malamnya sebelum Shubuh untuk puasa hari berikutnya. Jadi tidak cukup satu niat untuk seluruh hari dalam satu bulan. Karena setiap hari dalam bulan Ramadhan adalah hari yang berdiri sendiri. Ibadah puasa yang dilakukan adalah ibadah yang berulang. Sehingga perlu ada niat yang berbeda setiap harinya. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, hlm. 340-341).

InsyaAllah bahasan ini akan tersaji dalam bentuk buku. Moga Alloh ﷻ mudahkan.
(Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal)

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Aisya ~ Cikampek
Bagaimana dengan tarawih di masjid pada bula ini dengan kondisi  masih dihantui pandemi ini bunda, terkadang orang masih takut dan menjadi kan itu alasan untuk melalaikan sholat tarawih bagaimana menyikapinya bunda?

🌸Jawab:
Bismillahirrohmanirrohim... 

Tidak ke masjid BUKAN berarti tidak tarawih kan!!!

Terkait dengan pandemi ya, untuk tarawih. Nah ini perlu kita melihat kondisi di lapangan, artinya kalau itu hijau dan itu aman, maka disunnahkan untuk ke masjid begitu ya, sholat sama-sama. Akan tetapi, jika zona nya, zona merah, maka kewajiban kita itu adalah saling menjaga, karena keselamatan orang lain itu wajib untuk dilindungi.

Karena kita juga sama-sama tidak tahu, apalagi kalau masyarakatnya tidak taat prokes. Nah ini yang perlu kita pahami ya, bahwa menjaga keselamatan diri, tidak menjatuhkan diri kita ke dalam kemudharatan, itu wajib hukumnya.

Sebagaimana kisah bahwa, kalau yang kita pahami tentang toun begitu ya. Bahwa ketika ada musibah toun, maka dilarang keluar dari wilayah itu dan tidak kemana-mana. Dalam artian, ya berarti di rumah begitu kan, karena dikhawatirkan kalau kita itu adalah OTG, itu akan menularkan kepada orang lain. Nah keselamatan orang lain itu perlu dijaga, apalagi kalau orang-orang di sekitar kita itu adalah orang-orang yang komorbid misalnya. Nah ini yang perlu kita jaga ya.

Artinya, ketika tidak bisa ke masjid untuk salat tarawih, bukan berarti kemudian di rumah tidak salat. Bisa mendirikan salat tarawih itu bersama keluarga di rumah begitu ya. Ayah sebagai Imam atau kalau tidak ada Ayah, berarti anak laki-laki, kalau misalnya anak laki-lakinya belum baligh, itu ya ibu yang menjadi imam, maka shalat bersama anak-anak. 

Jadi, jangan benturkan sesuatu itu ya. Ini sebenarnya terkait dengan pemahaman. Itu kenapa, di dalam materi Bunda itu, yang paling dipentingkan, adalah pemahaman akan ilmu itu sendiri. Jadi bagaimana menyikapi Ramadhan, dengan kondisi pandemi dan seperti biasanya. Kalau seperti biasanya, ya tidak masalah begitu ya. Semua orang pergi ke masjid begitu, tetapi ketika itu terkait dengan keselamatan orang lain, adanya pandemi dan lain sebagainya, maka ada rukhsoh untuk kita bisa shalat di rumah. Jangankan tarawih yang sunnah begitu ya, ketika Jumat begitu, yang wajib bagi laki-laki, tetapi ketika kondisi tidak memungkinkan, maka, tidak terlarang untuk tidak ke masjid begitu.

Jadi semuanya harus dibingkai dengan ilmu, yang tentunya adalah orang-orang yang berhak untuk mengkaji ini dan para ulama seperti yang kemarin kita sudah lalui begitu ya, bahwa kita itu tarawih di rumah, kemudian idul fitri di rumah begitu ya, jadi tidak masalah.

Jadi jangan benturkan sesuatu itu tanpa ilmu. Semuanya ada ilmunya begitu, mungkin untuk lebih menambah pengetahuan, silakan cek di video-video dari Ustadz Raihanun begitu ya.

Karena beliau itu adalah dokter, kemudian beliau juga Ustadz. Dan beliau juga konsen sekali untuk membahas hal-hal yang seperti ini. Jadi silakan cek video-video beliau, dalam menyikapi beberapa hal terkait dengan pandemi dan terutama seputar kegiatan aktivitas kegiatan ibadah di masjid.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Ramadhan adalah bulan penyucian ruhi. Ramadhan adalah sarana bagi diri untuk lebih mengerem keinginan atas duniawi. Adalah Ramadhan tempat diri mengoptimalkan segala perilaku menjadi tabungan ukhrowi.

Ramadhan tanpa ilmu, ibarat menempuh jalan dalam keremangan. Ramadhan berbekal ilmu,  laksana menempuh jalan penuh cahaya.

Tersebab ilmu Ramadhan kita full pahala. Karena ilmu, menjadikan ibadah di bulan puasa begitu istimewa.

Tidak ada kata terlambat untuk terus menambah tsaqofah.

Semoga Alloh ﷻ mudahkan untuk mendapatkan maghfirah.

Aamin amin ya mujibassailiin

Wallahu a'lam