Selasa, 29 September 2020

FIQIH MITIGASI



OLeH  : Ustadz Farid Nu'man Hasan

          💘M a T e R i💘

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

🌸ISLAM DAN MITIGASI (Pencegahan)

"Mencegah Lebih Baik dari Pada Mengobati."
Tahu kan ungkapan ini?
Ternyata Islam lah yang mencetuskan spirit ungkapan ini.

▪️Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam jurang kebinasaan."
(QS. Al Baqarah: 195).

√ Dalam ayat ini ada dua hal yang terlarang:

1. Membahayakan diri.
2. Melakukan aktifitas yang menjadi sebab bahaya.

▪️Maka Imam Izzuddin bin Abdissalam mengatakan:

ما ادي الي الحرام فهو حرام

Apa-apa yang mengantarkan kepada keharaman maka itu haram juga.

▪️Adapun dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

 لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

"Jangan campur antara Unta yang sakit dengan Unta yang sehat." (HR. Bukhari no. 5771).

▪️Dalam hadits lain:

لا ضرر ولا ضرار

"Janganlah membahayakan dan terjerumus dalam bahaya." (HR. Ibnu Majah, shahih).

▪️Imam al Qarafi Rahimahullah mengatakan:

قد يكون الخوف من غير الله عز و جل ليس محرما  كالخوف من الأسود و الحيات والعقارب و الظلمة, و قد يجب الخوف من غير الله عز و جل كما أمرنا الفرار من أرض الوباء بمعنى أنا نهينا عن دخولها, و الخوف منها على أجسامنا من الأمراض والأسقام و في الحديث : فر من المجذوم كما فرارك من الأسد, فصون النفوس والأجساد والمنافع والأعضاء والأموال والأعراض عن الأسباب المفسدة واجب كما علمت

Takut kepada selain Allah Ta'ala  bisa menjadi hal yang tidak diharamkan, seperti takut kepada singa, ular, kalajengking, dan kegelapan. Takut kepada selain Allah Ta'ala  malah wajib sebagaimana kita diperintahkan untuk menjauh dari daerah wabah, dalam artian kita dilarang untuk memasukinya. Khawatir jika hal itu menimpa tubuh kita berupa penyakit dan rasa sakit. Di hadits disebutkan: “Larilah dari penyakit lepra seperti kamu lari dari singa.” Maka, melindungi jiwa, badan, maslahat, anggota badan, dan menghindar dari sebab-sebab kerusakan adalah WAJIB sebagaimana yang telah Anda ketahui. (Imam al  Qarafi, Al Furuq, 4/401).

▪️Syaikh Hamzah Muhammad Qasim berkata:

والعبد مأمور باتقاء أسباب الشر إذا كان في عافية، فكما أنه يؤمر أن لا يلقي نفسه في الماء، أو في النار مما جرت العادة أنه يهلك أو يضر، فكذلك اجتناب مقاربة المريض، والقدوم على بلد الطاعون فإن هذه كلها أسباب للمرض والتلف

Seorang hamba diperintahkan untuk menghindar dari sebab bahaya jika dia dalam keadaan sehat, maka sebagaimana dia diperintahkan untuk tidak memasuki air atau api yang dapat membawanya pada celaka dan binasa, begitupula dia mesti menghindari berdekatan dengan orang sakit, dan tidak mendatangi negeri tha'un, karena semua ini menjadi sebab penyakit dan kehancuran. (Manaar al Qari Syarh Mukhtashar Shahih al Bukhari, 5/222).

Maka, jika situasi pandemi merata, tidak terkendali, bukan hal yang salah secara syariat bagi seseorang untuk menyelamatkan nyawanya sebab itu kewajiban. Hal yang tidak seharusnya terjadi bisa saja dilakukan untuk menyelamatkan nyawa, seperti shalat direnggangkan, memakai masker, tidak shalat ke masjid, bahkan mengganti shalat Jum'at dengan zuhur di rumah. Sebagian hal ini makruh jika keadaan normal, bahkan terlarang, tapi keadaan membahayakan maka itu 'udzur.

▪️Imam al Mardawi Rahimahullah berkata:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

Diberikan udzur untuk meninggalkan shalat Jum'at dan shalat Jamaah bagi orang yang sakit ini tidak ada perselisihan pendapat. Juga diberikan udzur meninggalkan shalat Jum'at dan jamaah, karena KHAWATIR TERTULAR PENYAKIT. (Al Inshaf, 2/300).

Demikian. Wallahu a'lam.

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Farda ~ Malang
Assalamu'alaikum,

Ustadz, di musim pandemi seperti saat ini menjadikan kita hidup di masa yang penuh fitnah. Sebagai upaya antisipasi dari diri, ketika mendengar ada tetangga yang meninggal dunia, kita lebih memilih untuk tidak bertakziah (terlepas dari apakah almarhum/ah positif Covid-19 atau tidak).

Apakah sikap seperti ini bisa dikategorikan dalam upaya pencegahan ataukah seharusnya kita tetap bertakziah?

💎Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Jika dia benar-benar wafat karena Covid-19, tidak mungkin dia dipulangkan.
Biasanya langsung diurus di rumah sakit dan dikubur. Memang ada 1-2 keluarga yang memaksa untuk dipulangkan tapi umumnya tidak. Artinya, jika takziyah ke rumahnya dengan protokol kesehatan yang maksimal, karena mayitnya tidak di tempat, kita tidak lama-lama, maka itu lebih baik.
Atau kita bisa takziyah sehari setelahnya.

Wallahu A’lam.

0️⃣2️⃣ Kiki ~ Dumai
Dari penjelasan di atas, berarti apakah dibenarkan jika saat pandemi sekarang, sholat jamaahan di masjidnya dijarak 1 meter-meter ya, Ustadz?

💎Jawab:
Di atas sudah jelas, bahwa dalam kondisi pandemi BISA SAJA DILAKUKAN.
Karena meninggalkan yang sunnah, untuk menjaga yang wajib yaitu nyawa.

Selengkapnya ini:

🔸Merenggangkan Shaf Dalam Shalat Jamaah Untuk Menghindar Penyakit Menular

Merapatkan shaf adalah sunnah, untuk menyempurnakan shalat, bukan syarat sahnya shalat.

 ▪️Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَاب تَعْدِيل الصُّفُوف وَالتَّرَاصّ فِيهَا

Ulama telah ijma’ (aklamasi) atas  sunahnya meluruskan shaf dan merapatkan shaf. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/78).

▪️Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata:

لأن حسن الشيء زيادة على تمامه وأورد عليه رواية من تمام الصلاة

“Karena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaannya, dan hal itu telah ditegaskan dalam riwayat tentang kesempurnaan shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/462).

Merapatkan shaf dalam arti nempel adalah bentuk mubalaghah (penyangatan, melebihkan, hiperbol), bukan makna hakiki.

▪️Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ

“Yang dimaksud dengan hal itu adalah berlebihan atau penyangatan dalam meluruskan shaf dan menutup (mengisi) celah-celahnya (yang masih kosong).” (Fathul Bari, 2/211).

▪️Syaikh Muhammad Anwarsyah al Kasymiri Rahimahullah mengatakan:

قال الحافظ: المراد بذلك المبالغة في تعديل الصفِّ وسدِّ خلله. قلتُ: وهو مراده عند الفقهاء الأربعة

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Yang dimaksud dengan hal itu adalah berlebihan atau penyangatan dalam meluruskan shaf dan menutup (mengisi) celah-celahnya (yang masih kosong).” Aku (Al-Kasymiri) berkata, “Inilah makna yang dimaksud oleh imam yang empat.” (Faidhul Bari ‘Ala Shahih Al-Bukhari,2/302).

▪️Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid Rahimahullah berkata:

فهذا فَهْم الصحابي - رضي الله عنه - في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل, لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب

Makna ini (apa yang disampaikan Ibnu Hajar) merupakan pemahaman para sahabat radhiallahu ‘anhum dalam meluruskan shaf, yaitu : lurus dan menutup celah, bukan melekatkan dan menempelkan pundak dan mata kaki.” (La Jadida fi Ahkamish Shalat, Hal. 12).

Kita tahu bahwa salah satu media penyebaran virus corona adalah percikan air pada batuk dan bersin manusia. Yang bisa menyebar kepada orang sekitarnya. Hal itu jika terjadi pada shalat berjamaah akan berpeluang besar menularkan yang lainnya.

Kaidah fiqih:
الضرر يزال

Bahaya itu mesti dihilangkan.

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Menolak kerusakan lebih didahulukan dibanding mengambil maslahat.

▪️Imam Taqiyuddin al Hishni asy Syafi’i mengatakan:

وَأي مَوضِع صلى فِي الْمَسْجِد بِصَلَاة الامام فِيهِ جَازَ. وَذكر الشَّرْطَيْنِ اللَّذين ذكرناهما بقوله وَهُوَ عَالم بِصَلَاة الامام مَا لم يتَقَدَّم عَلَيْهِ. فَإِذا جَمعهمَا مَسْجِد أَو جَامع صَحَّ الِاقْتِدَاء سَوَاء انْقَطَعت الصُّفُوف بَينهمَا أَو اتَّصَلت. وَسَوَاء حَال بَينهمَا حَائِل أم لَا. وَسَوَاء جَمعهمَا مَكَان وَاحِد أم لَا. حَتَّى لَو كَانَ الامام فِي مَنَارَة وَهِي المئذنة وَالْمَأْمُوم فِي بِئْر أَو بِالْعَكْسِ صَحَّ لِأَنَّهُ كُله مَكَان وَاحِد

Dimana pun posisi imam di masjid, maka shalatnya itu boleh. Dia menyebutkan ada dua syarat yang telah kami sebutkan, dengan perkataannya: Dia tahu posisi imam selama dia tidak di depan imam. Jika keduanya berkumpul di masjid atau jaami', maka sah dia mengikuti walau terputus shaf keduanya atau bersambung. Baik diantara mereka ada penghalang atau tidak, atau mereka disatukan di tempat yang sama atau tidak. Sampai-sampai jika Imam ada di menara –yaitu tempat adzan- sementara makmum ada sumur, atau kebalikannya. Semua ini sah karena semuanya masih di tempat yang sama. (Kifayatul Akhyar, Hal. 133).

Maka, bahwa shalat berjamaah dengan shaf renggang dengan kerenggangan yang cukup untuk menghindar tertularnya virus adalah sah, walau itu tidak sempurna.
Bahkan apa yang mereka lakukan masih lebih baik dibanding mengosongkan masjid dari shalat berjamaah.

Ini berlaku bagi daerah yang belum terlalu genting namun tetap waspada.

Demikian. Wallahu a'lam.

0️⃣3️⃣ Rustia ~ Bekasi
Ustadz, bagaimana dengan anggapan masyarakat bahwa tidak perlu takut dengan Corona? Karena kita punya imunitas, maka ditingkatkan, kemudian tawakal, baru setelah itu ikhtiar. Jadi bukan sembunyi, tetapi berani namun tetap berhati-hati.

💎Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

🔸Rasa Takut Itu Ada Dua:

(1) Khauf al basyari (rasa takut manusiawi), seperti takut karena singa, ular, pembegal, takut miskin, godaan dunia dan lain-lain. Ini tidak dilarang.

(2) Khauf al imani (rasa takut karena pacaran iman, seperti takut siksa kubur, takut neraka, takut Allah ﷻ tidak ridha dan lain lain).

Keduanya jangan dibenturkan. Yang membenturkan keduanya berarti tidak paham karakter agama ini yang seimbang antara ikhtiar maksimal dan tawakkal maksimal.

▪️Imam al Qarafi Rahimahullah mengatakan:

قد يكون الخوف من غير الله عز و جل ليس محرما  كالخوف من الأسود و الحيات والعقارب و الظلمة, و قد يجب الخوف من غير الله عز و جل كما أمرنا الفرار من أرض الوباء بمعنى أنا نهينا عن دخولها, و الخوف منها على أجسامنا من الأمراض والأسقام و في الحديث : فر من المجذوم كما فرارك من الأسد, فصون النفوس والأجساد والمنافع والأعضاء والأموال والأعراض عن الأسباب المفسدة واجب كما علمت

Takut kepada selain Allah Ta'ala  bisa menjadi hal yang tidak diharamkan, seperti takut kepada singa, ular, kalajengking, dan kegelapan. Takut kepada selain Allah Ta'ala  malah WAJIB sebagaimana kita diperintahkan untuk menjauh dari daerah wabah, dalam artian kita dilarang untuk memasukinya. Khawatir jika hal itu menimpa tubuh kita berupa penyakit dan rasa sakit. Di hadits disebutkan: “Larilah dari penyakit lepra seperti kamu lari dari singa.” Maka, melindungi jiwa, badan, maslahat, anggota badan, dan menghindar dari sebab-sebab kerusakan adalah WAJIB sebagaimana yang telah Anda ketahui. (Imam al  Qarafi, Al Furuq, 4/401).

MAKA, segala macam upaya protokol kesehatan, bukan bermakna dia tidak percaya takdir kematian dari Alloh ﷻ, tapi justru ALLAH ﷻ dan RASULNYA sendiri yang memerintahkannya.

▪️Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam jurang kebinasaan." (QS. Al Baqarah: 195).

▪️Rasulullah ﷺ bersabda:

 لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

"Jangan campur antara Unta yang sakit dengan Unta yang sehat." (HR. Bukhari no. 5771).

▪️Syaikh Hamzah Muhammad Qasim berkata:

والعبد مأمور باتقاء أسباب الشر إذا كان في عافية، فكما أنه يؤمر أن لا يلقي نفسه في الماء، أو في النار مما جرت العادة أنه يهلك أو يضر، فكذلك اجتناب مقاربة المريض، والقدوم على بلد الطاعون فإن هذه كلها أسباب للمرض والتلف

Seorang hamba diperintahkan untuk menghindar dari sebab bahaya jika dia dalam keadaan sehat, maka sebagaimana dia diperintahkan untuk tidak memasuki air atau api yang dapat membawanya pada celaka dan binasa, begitupula dia mesti menghindari berdekatan dengan orang sakit, dan tidak mendatangi negeri tha'un, karena semua ini menjadi sebab penyakit dan kehancuran. (Manaar al Qari Syarh Mukhtashar Shahih al Bukhari, 5/222)

🔸Jangan Cela Ikhtiar Dan Tawakkal

Hari ini banyak orang saling ledek. Yang menjaga protokol kesehatan diledek "Seolah tidak percaya takdir."  Yang tidak peduli protokol, diledek sebagai orang-orang nekad. Keduanya sama-sama keliru.

▪️Imam Sahl bin Abdillah at Tustari Rahimahullah mengatakan:

مَنْ طَعَنَ فِي الْحَرَكَةِ - يَعْنِي فِي السَّعْيِ وَالْكَسْبِ - فَقَدْ طَعَنَ فِي السُّنَّةِ، وَمَنْ طَعَنَ فِي التَّوَكُّلِ، فَقَدْ طَعَنَ فِي الْإِيمَانِ، فَالتَّوَكُّلُ حَالُ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وَالْكَسْبُ سُنَّتُهُ، فَمَنْ عَمِلَ عَلَى حَالِهِ، فَلَا يَتْرُكَنَّ سُنَّتَهُ.

Orang yang mencela sebab dan usaha maka dia telah mencela sunnah. Orang yang mencela tawakkal maka dia telah mencela keimanan.

Tawakkal itu adalah keadaannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan berusaha itu adalah sunnahnya. Siapa yang beramal berdasar keadaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka janganlah dia tinggalkan sunnahnya. (Imam Ibnu Rajab al Hambali, Jaami' al 'Ulum wal Hikam, 2/498).

Demikian.
Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar