Minggu, 26 November 2017

Pujian Yang Melenakan




OLeh  :  Irnawati Syamsuir Koto

Alhamdulillah..
Semoga Allah memberkahi waktu kita malam ini, karena waktu dan kuota kita tak terbuang untuk sebuah kesia-siaan, namun kita manfaatkan untuk saling berbagi manfaat.

Ngomong-ngomong soal pujian. Ada nggak yaaa diantara kita yang nggak suka dipuji?
Manusiawi ya jika suka dipuji, indah nya terasa dunia jika ada sebuah pujian dilayangkan untuk kita.

Sebuah pujian adalah bentuk dari sebuah penghargaan dalam bentuk sanjungan, pemberian hadiah, atau perlakuan spesial lainnya. Pujian adalah cerminan dari perhatian yang diberikan kepada seseorang, bisa karena prestasi, bisa juga karena kelebihan yang dimiliki orang yang bersangkutan. Kelebihan tersebut bisa berupa  kesuksesan,  kepintaran, kesholehan,  kekayaan , kecantikan atau ketampanan,  dan lain sebagainya. Dan sebuah pujian menurut teori yang ada akan memberikan dorongan positif dan akan membuat seseorang lebih bersemangat dan akan lebih bekerja keras.

Tapi benarkah pujian akan selalu dapat memberikan dampak positif bagi seseorang?

Rasanya tak ada di dunia ini orang yang tidak senang  dipuji, baik secara langsung maupun tidak. Yang berbeda mungkin hanya tanggapannya, ada yang bersyukur, ada yang biasa-biasa saja, ada yang senang, ada yang bangga dan ada pula overacting. Meski pujian tidak jarang hanya basa-basi, bahkan bisa jadi dengan maksud tertentu. Yang terakhir ini mungkin ditujukan bagi orang yang memang gila hormat dan pujian.

Namun mari kita cermati beberapa petunjuk sebagai pegangan bagi kita bersama ...

Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:

وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً

“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dihadits lain :

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:

لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ

“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)

‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dan satu lagi hadits :

Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:

أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang berlebihan dan kelewat batas dalam memuji karena hal itu akan menimbulkan fitnah dan membahayakan orang yang dipuji. Dia akan merasa tersanjung yang kemudian akan melahirkan ‘ujub (berbangga diri), lalu akan melahirkan kesombongan, lalu akan melahirkan sikap memandang rendah orang lain, dan pada akhirnya akan menganggap semua tindakannya adalah kebenaran, wal ‘iyadzu billah, dosa besar yang melahirkan dosa besar berikutnya. Karenanya, selain melarang orang yang memuji untuk memuji berlebihan, Nabi shallallahu alaihi wasallam juga memerintahkan kepada yang dipuji untuk melindungi dirinya dari semua bahaya tersebut, yaitu dengan cara melemparkan tanah kepada orang yang berlebihan dalam memujinya agar dia berhenti dan tidak mengulanginya.

Pujian adalah ibarat pedang bermata dua, dapat menjadi sarana ketakwaan kepada Allah di satu sisi,  dan dapat menjadi alat masuknya bisikan syaithan, di sisi sebaliknya. Oleh karenanya Islam mengatur adab dan tata cara memuji ini, bagaimana agar pujian tidak menjadi bumerang , agar pujian tidak menyebabkan seseorang menjadi besar kepala dan lalai.

Rasulullah SAW sangat berhati hati dalam memberikan pujian dan ini tentunya sangat beralasan, betapa tidak, pujian dapat menjadi racun bagi hati seseorang dan menjauhkannya dari keikhlasan.

Ketika hati kita mulai gandrung akan pujian, maka setiap amal yang kita lakukan hanya akan menjadi amalan sia-sia, amalan riya’ yang bukannya diniatkan untuk Allah tapi untuk memperoleh pujian orang lain.

Satu contoh sederhana bagaimana riya’ dapat merusak ibadah kita adalah Shalat yang biasanya dilakukan dalam waktu 5 menit, mendadak menjadi sangat khusyuk dan lama ketika shalat kita dilihat orang lain

🌸🌷🌸
Dampak negatif dari pujian secara umum ada 2 yaitu menjadikan kita riya’ dan sombong.

Riya’ akan membuat ibadah-ibadah kita tertolak dan menghilangkan keberkahannya sedangkan kesombongan akan menjerumuskan kita ke neraka.

Seharusnya pujian itu menjadikan diri kita malu, karena orang  yang memuji hanya  menyangkakan sesuatu yang sejati tidak ada pada diri kita. mereka tidak mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Kalau orang lain ternyata mengetahui yang sebenarnya, pasti tidak akan mau memuji.

Bila kita dipuji dan menikmatinya atas sesuatu yang tidak ada pada diri kita, maka hal tersebut akan menimbulkan bahaya, karena menjadikan kita yakin atas apa yang dikatakan orang tersebut, sebagai suatu pujian, yang berarti kita sudah bersikap tidak jujur kepada diri kita sendiri. Padahal orang-orang memuji tidak lain hanya menyangka saja. Sebab utama kita dipuji dan dihargai orang lain karena Allah masih menutup aib, maksiat, dan dosa kita. Dan ini adalah racun untuk kita.

Imam an Nawawi dalam muqadimah kitabnya ar Riyadhusshalihin menuliskan :

“Dibenci memberikan pujian kepada seseorang yang bisa menjatuhkan ia kepada ujub dan perkara buruk semisalnya, dan dibolehkan bila selamat dari hal demikian.”

Al Imam Ghazali berkata,

”Pujian itu bisa mendatangkan 6 penyakit, 4 kepada pemujinya, dan 2 kepada yang dipuji."

Bahaya bagi yang memberi pujian.
🔹Orang yang memberi pujian cenderung berlebihan dalam memuji, hingga berbohong.  Apalagi jika ada maunya.
🔹Sering terjadi, orang yang memuji tidak tahu betul tentang orang orang yang dipujinya sehingga timbul pujian pujian semu.
🔹Orang yang memuji belum tentu menyenangi orang yang dipujinya. Dia hanya menunjukkan senang sesaat dan ada  maksud atau harapan tertentu. Akibatnya bisa jatuh pada kemunafikan.
🔹Bisa jadi yang dipuji itu sebenarnya adalah orang zhalim atau orang fasik dan ini dilarang. Sebab jika orang zhalim atau orang fasik dipuji maka yang memuji telah ikut mendorongnya untuk meneruskan kezhaliman dan kefasikannya.

 Bahaya bagi yang menerima pujian.
◾Bisa mendatangkan ujub dan sombong bagi yang dipuji. Ujub dan sombong adalah dua penyakit hati yang berbahaya. Salah satu pemicu penyakit ujub dan sombong ini adalah pujian yang tidak disikapi secara proporsional. Seseorang yang memiliki dua jenis penyakit ini maka pada gilirannya akan sulit menerima kebenaran dan akhirnya meremehkan orang lain.
◾Bisa menimbulkan sikap lemah. Seseorang yang dipuji umumnya akan berbesar hati dan merasa sudah lebih dari orang lain. Akibatnya bisa melemahkan semangatnya untuk memperbaiki diri. Padahal  yang dipujikan kepadanya belum tentu benar semua.

Hal yang paling parah dari sebuah  pujian ini adalah kita menjadi terpenjara dengan pujian tersebut, Misalnya, bila seseorang sudah terlanjur dipuji dengan pujian sebagai orang shaleh, kemudian kita akan merasa takut apabila cap shaleh tersebut hilang pada diri kita, sehingga kita akan melakukan apa saja agar pujian itu tidak hilang diberikan kepadanya. Akibat dari pujian itu pun, maka akan dengan mudah kita bisa menyalahkan/merendahkan mereka yang dianggap tidak shaleh.

Kita  akan terbelenggu dan terpenjara oleh status tersebut. Dan kita akan sulit  menerima kebenaran dari orang lain, dan mengakui kekurangan diri.

Namun... kita pun tidak bisa menahan atas perbuatan orang lain, seperti memuji atau mencaci, yang penting kita jangan terjebak, jangan terkecoh, jangan terbelenggu dengan pujian yang tidak cocok untuk kita itu. Meski demikian kita pun tetap dituntut untuk menyampaikan amar ma’ruf nahyi munkar kepada orang lain.

Bila ditafakuri, jujur saja, kita ini tidak ada apa-apanya. Kita hanya seorang manusia yang berlumur dosa yang ditutupi aib-aibnya. Kita hanya orang bodoh sedikit ilmu yang orang lain tidak tahu kebodohan kita. Kita tidak mempunyai apa-apa kecuali yang sekadar dititipkan Allah SWT sebentar. Kalau Allah SWT mau mengambil tidak bisa ditahan.

Kita sebenarnya tersesat kecuali Allah SWT yang menuntun. Bila kita sadari hal ini, pujian akan membuat kita malu terhadap Allah SWT. Cacian pun tidak akan melukai hati kita. Karena orang yang sakit hati bukan karena dihinanya, melainkan karena butuh sesuatu dari selain Allah SWT.

Pujian harus dikaitkan dengan Allah, sehingga yang memuji tidak tertipu dengan pujiannya. Jangan pula mengobral pujian. Kita memuji orang lain seringkali karena didasari perasaan takut orang tersebut akan memarahnya, atau ada maunya. Padahal kita tahu sulit sekali memuji kepada orang lain karena karakter buruknya tetap bisa dirasakan walau tersembunyi.

Dalam memuji hendaklah berhati-hati, karena bisa merusak keikhlasan yang dipuji. Memang naluri kita ingin dipuji, namun inginlah dipuji oleh Allah SWT yang mengetahui lahir batin kita sesungguhnya. Karena itu sesuatu yang akan menjadi mengasyikan dan kita menjalani kehidupan yang asli, bukan kepalsuan.
Ada yang pura-pura memuji Allah SWT , tapi tidak ingat Allah SWT, supaya ia disebut sebagai orang yang ahli memuji Allah SWT, bukan ia memuji Allah, karena tidak bisa bohong, akan terasa oleh orang-orang yang senantiasa berupaya membersihkan hatinya.

Ada juga orang yang merendah tapi meninggi. Ia sesungguhnya menumpang untuk tawadhu. Jadi benar-benar harus proporsional.

Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti bahwa pujian bisa mematikan iman. Pujian orang lain adalah prasangka orang lain pada kita. Orang memuji itu hanya melihat topengnya kita saja. Orang yang senang pujian orang kepada dirinya, seperti orang mabuk, mencari jalan apa pun agar orang memberinya pujian.

"Menyukai sanjungan dan pujian membuat orang buta dan tuli." (HR. Ad-Dailami).

Kondisi cinta akan sebuah pujian serta takut dicaci merupakan ciri cinta dunia.

Andai kita terjebak didalamnya dan mulai menikmati pujian, maka berhati hatilah karna kita akan masuk dalam perangkap ujub.

Apa tanda tandanya? Tanda tandanya adalah saat kita merasa shaleh, maka dengan itu akan terbentuklah hijab dirinya dengan Allah Azza Wajalla. Di lain hal, Allah Azza Wajalla -lah yang mengatur dengan menggerakan orang yang memuji, bisa jadi, dengan maksud untuk menguji kita, apakah akan jujur pada dirinya sendiri atau tidak.
Jadi jangan terjebak!!!

Sejatinya  pujian ataupun penghinaan yang kita terima baru sebatas ditujukan pada kulitnya. Sehingga isi diri kita seringkali tidak sesuai dengan kulitnya. Maka tidak ada istilah sakit hati untuk penghinaan pada diri kita. seharusnya kita tidak sedikit pun mempunyai keinginan untuk dipuji dari makhluk. Dengan demikian tidak ada gunanya merekayasa diri, seperti membagus-baguskan penampilan hanya untuk dipuji. Sebaliknya, apa pun kita lakukan untuk sukanya Allah Azza Wajalla saja. Orang mau menyukai maupun tidak terhadap dirinya tidak menjadi masalah, yang penting baginya atas seluruh perbuatan pada siapa pun adalah Allah ridha

Wallahu a'lam
#Dikutip dan disimpulkan dari beberapa sumber

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Arni
Bunda, untuk mnghindarkan atau setidaknya membentengi diri agar diri bisa terjaga dari pujian-pujian itu adakah ikhtiar doa nya?

🌷Jawab :
Kita ambil contoh doa dari Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain.

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

"Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka" ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)

Dan samakanlah amalan kita saat dipuji ataupun tak ada pujian, saat ada orang ataupun tak ada orang. Serta lupakanlah kebaikkan apapun yang kita lakukan, cukuplah malaikat yang mencatatnya dan menyimpannya untuk pemberat timbangan kita diakhirat kelak. Dan berharaplah hanya Ridha Allah untuk setiap amalan kita. Karna surga tak akan pernah kita dapat dengan amalan sholeh, namun akan kita dapat dengan Rahmat dan Ridha Allah Azza wajalla.
Wallahu a’lam

0⃣2⃣ Ridha
Sangat menarik sekali bahasan malam ini ustadzah. Sudut pandang saya ketika memuji seseorang saya niatkan doa, bahkan penyemangat "anak soleh..." ibu bijak. Kita tidak tau efek dari kalimat tersebut bisa ujub atau sombong nantinya. Mohon pencerahannya ustadzah ?
Jazakillah khair..

🌷Jawab :
Panggilan "anak sholeh" atau "ibu bijak", "sahabat sholehah" tidak bisa disamakan dengan pujian, karena itu panggilan, coba kita lihat beda dua kalimat ini "anak sholeh bunda" akan beda maknanya dengan "Waah anak bunda sudah jadi anak sholeh" atau "Ibu bijak dengan ungkapan Ibu bijak banget dah dalam berucap" jelas sangat berbeda mana panggilan mana pujian.

Disini juga kita bedakan perlakuan kepada anak anak dengan orang dewasa, anak anak akan sangat senang melakukan sesuatu jika ada pujian, maka lakukanlah pujian itu tapi jangan kelewat batas dalam memuji, dan tetap arahkan pujian itu tertuju kepada Allah Azza Wajalla , Misalnya "Alhamdulilah anak bunda pintar banget dengan rajin sholat", dan lain-lainnya.

Yang dilarang disini juga adalah pujian yang terlalu. bahkan sampai pada tingkat mengagungkan. Ini adalah pujian yang terlarang.
Wallahu a'lam

0⃣3⃣ Ranie
Kan pujian itu dapat menjebak ya bun, terkadang "memang" ada yang dengan sengaja ingin dipuji, Misalnya dengan menceritakan setiap aktivitas yang dia lakukan di medsos nya. Hanya untuk di like atau dikomen dengan kata-kata yang baik. Bagaimana cara mengingatkan yang baik agar tidak ada yang merasa ditegur atau di gurui dalam hal ini!

🌷Jawab :
Saling mengingatkan itu adalah kewajiban kita dengan sesama saudara, kita tak boleh berlepas tangan begitu saja dengan dalih "Oke Fine itu urusan dia."

Kita punya tanggung jawab di atas jalan Allah, karena kita telah dipersaudarakan dengan kalimat Syahadat yang agung. Jika kita melihat sesuatu yang salah dari saudara kita maka nasehatilah.

Sampaikanlah kebaikkan kepadanya, kabarkan kepadanya bahwa ikhlas itu indah melebihi indahnya like dari orang lain. dakwah itu disampaikan dengan ahsan, jangan nasehati dia di khalayak rame, tapi ambillah waktu bersamanya. dan jangan takut akan marahnya seseorang saat kita menyampaikan kebaikan. Sampaikan dengan sabar dan berulang.
Wallahu a'lam

💎Sampai dia bosen ya bun? Belum dibilangin dia sudah tauh kalau mau bilang itu.

🌷Meski dia bosan, ingatkan.. Karena setan juga tak pernah bosan menggoda saudara saudara kita dan menggoda kita.

0⃣4⃣ Devi
Bagaimana menyikapi orang munafik dan bermuka dua? Dihadapan kita bermanis-manis dan dibelakang menjelakkan. Dan bagaimana menghadapi pemimpin/kawan yang sukanya dipuji-puji ?

🌷Jawab :
Dengan orang munafik tentunya kita harus berhati hati, jika memang telah diketahui dia munafik maka menjaga jarak dengan nya adalah jalan terbaik.

Untuk orang yang suka dipuji, tak perlu mengikuti alur mereka, jika memang pekerjaannya pantas dipuji maka pujilah dengan pujian yang tidak berlebihan dengan mengedepankan Allah dihadapan mereka, pujian tidak serta merta dilarang, hanya perhatikan kadar pujian kita, dan lihat apakah pujian itu membuat dia lupa diri atau tidak. Jika membuat mereka lupa diri maka ingatkanlah.
Wallahu a'lam

0⃣5⃣ Kiki
1. Saya pernah dengar, jika kita di puji tanpa menyebut asma Allah kita ucapkan laahaula walaquwata illabillah apa betul ?

2. Bagaimana jika kita share tentang kebaikan di medsos dengan tujuan dakwah, tetapi di sisi lain ada perasaan takut dikatakan riya. Lanjutkan share atau tidak ?

3. Pujian itu berhubungan dengan penyakit 'ain tidak?
Jazakillah khairan katsiran

🌷Jawab :
1. Na'am. Sejatinya ada ataupun tidak nya menyebut asma Allah , jika kita dipuji maka ucapkanlah Laahaula Walaquwata illabillah karena apa yang kita mampu jika bukan karna Allah? Tak ada kemampuan apapun didiri kita tanpa campur tangan Allah... mengedipkan mata saja kita tak mampu jika Allah tak menggerakkan saraf kita. Sungguh tiada kepantasan sebuah pujian diucapkan kepada kita. 

2. Takut, cemas, malu itu adalah kendala dakwah utama, kenapa kita harus takut? Mereka share hal-hal yang dilarang Allah saja tidak takut dan malu. Kenapa kita dalam berdakwah harus malu? Jangan biarkan kebaikkan kalah oleh keburukan.

Riya' atau tidak cukuplah Allah dan kita yang tau, penilaian orang jangan  jadi acuan dalam beramal, tapi kita juga tidak boleh terlalu percaya diri dengan mengatakan saya tidak riya' sementara kita tak pernah bermuhasabah akan amalan kita.  perbaiki dan perbaharui terus niat kita, dan selalu berselindung kepada Allah atas godaan setan yamg terus mengintai kita.

3. Jelas itu berhubungan mbak. 
Wallahu a'lam

0⃣6⃣ Bund Atin
Bagaimana jika orang yang  memuji tulus dan yang dipuji lebay?

🌷Jawab :
Mba ku...
Jika yang dipuji lebay hentikan pujiannya, berhentilah "membunuh" saudara kita sendiri. Ingatkan untuk terus bersyukur terhadap rahmat Allah yang membuat dia mampu berbuat yang terbaik.
Wallahu a'lam

0⃣7⃣ Fani
Uni, fani juga mau tanya, sebagai pendakwah tentu uni sering sekali mendapatkan pujian dari sekeliling. Bagaimana cara uni menyikapi/menjawab pujian orang tersebut? Semoga uni bersedia berbagi pengalaman. Syukron uni

🌷Jawab :
Setiap pujian kita kembalikan kepada Allah Fan...
Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita.
Cukup Allah yang mengkabarkan kepada malaikatNya tentang kita. Tetaplah berdiri dan berpijak ditanah, langit yang tinggi jangan diajak untuk terbang.. dia sudah tinggi juga kan??

Laahaula Walaquwata illabillah.
Saya bukan siapa siapa dan bukan apa apa.
Jika pun titel berderet di depan dan di belakang nama dari universitas ternama apa ada artinya jika Allah melumpuhkan ingatan kita? Apa kita mampu melawan Allah dengan sederet titel kita? Tidak bukan?

Karenanya tetaplah sebagai Hamba yang tugasnya hanya mengabdi dijalan Allah. Seorang hamba tetaplah hamba.
Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSiNG STaTeMeNT💎

Sahabat sahabat ku yang kucintai karena Allaah..

Janganlah kita  menikmati pujian atau jangan termakan serta terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk membuatnya dipuji.

Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai tawadlu.

Dengan pujian-pujian itu hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.

Fokus hidup kita hanya satu, diterima segala amal shaleh kita oleh Allah SWT, dan menjauh dari yang membuatnya jauh dari Allah.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar