Minggu, 26 November 2017

Anger Management



OLeh          :  Ustadz Farid Nu'man

Manajemen Amarah

Matan Hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Berilah aku wasiat.” Beliau bersabda: “Jangan marah.” Beliau mengulangi berkali-kali: “Jangan marah.” (HR. Bukhari no. 6116)

🔷Makna Hadits Secara Global
Hadits yang singkat ini memiliki banyak muatan dan ajaran, di antaranya:

▪Hendaknya seorang muslim terbiasa dengan budaya saling mewasiatkan dalam kebaikan. Isi wasiat hendaknya yang baik-baik seperti nasihat taqwa, berakhlak baik, dan yang semisalnya. Ini juga menunjukkan bahwa wasiat tidak selalu identik dengan masalah harta. Bolehnya minta diberikan wasiat  berupa nasihat dari ulama dan orang shalih. Sebaliknya, bagi yang dimintakan wasiat agar tidak segan memberikan wasiat.

▪Anjuran yang sangat kuat untuk menahan marah, hal ini dibuktikan dengan pengulangan: jangan marah, hingga berkali-kali. Ini juga menunjukkan bahwa menahan marah adalah yang sangat penting sampai-sampai itu dijadikan wasiat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam.

🔷💘🔷
🔹Macam-Macam Marah

Marah terbagi atas tiga jenis:
1. Al Ghadhab Al Masyru’ wal Mahmud (Marah yang disyariatkan dan Terpuji)

Yaitu Al Ghadhab fillah (marah karena Allah), kemarahan yang disebabkan kecemburuan atas agama Allah ﷻ. Ketika Islam dihina, begitu pula nabi ﷺ, Al Quran, dan ajaran Islam. Marah seperti ini boleh bahkan bagus, sebagai tanda syu’ur imaniy (kepekaan iman) pada seseorang.

Imam Ibnu Manzhur, mengutip dari Imam Ibnu ‘Arafah Rahimahullah berkata:
والمحمود ما كان في جانب الدين والحق

Marah terpuji adalah marah yang disebabkan agama dan kebenaran. (Lisanul ‘Arab, 1/149)

Sebagai contoh, ketika Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar nabi mau memberikan keringanan hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang wanita dari Bani Makhzum yang telah mencuri ketika hari Fathul Makkah,  kerabat wanita tersebut mendatangi Usamah agar wanita ini dibebaskan dari hukuman had. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَتُكَلِّمُنِي فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ قَالَ أُسَامَةُ اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمَّا كَانَ الْعَشِيُّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ خَطِيبًا فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Apakah kau berbicara kepadaku tentang ketentuan-ketentuan Allah?” Usamah berkata: “Mohonkan ampun untukku wahai rasulullah?” Maka ketika agak senja Rasulullah berdiri berkhutbah, beliau memuji Allah dengan apa-apa yang layak bagiNya, kemudian berkata: “amma ba’du, sesungguhnya binasanya manusia sebelum kalian adalah jika yang melakukan pencurian adalah orang-orang mulia di antara mereka, mereka membiarkannya. Jika yang mencuri adalah orang lemah maka mereka menegakkan hukuman kepadanya. Demi yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri maka aku sendiri yangh akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari No. 3475, 6788, Muslim No. 1688, 1689, Abu Daud No. 4373, 4374, 4396, At Tirmidzi No. 1430, Ibnu Majah No. 2547, Ahmad No. 15149, 15724,  Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 7832, dll)

2. Al Ghadhab Al Madzmum wal Mamnu’ (Marah tercela dan terlarang)

Yaitu kemarahan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang buruk, seperti hizbiyyah wa ‘ashabiyyah (fanatisme kelompok). Friksi antar gank, partai, pendukung sepak bola, semata-mata perbedaan, saling ejek, ...  maka ini marah tercela.

Imam Ibnu ‘Arafah mengatakan:

فالمذموم ما كان في غير الحق

Ada pun yang tercela adalah kemarahan bukan disebabkan kebenaran. (Ibid)

Misalkan, tawuran pelajar yang dipicu oleh saling mencoret di dinding, lalu mereka saling menyakiti.

Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim menjelaskan tentang jenis ini:

الذي يعمي البصيرة ويطمس البصر، ويذهب عن الإنسان إدراكه، ولا يدري ماذا يفعل؟ فيضر نفسه، وهذا القسم من الغضب قد يرجع على صاحبه بالأذى

Yaitu marah yang membuat buta mata hati dan gelap pandangan, dan membuat hilangnya akal manusia, dia tidak tahu apa yang dia lakukan? Lalu dia mencelakakan dirinya. Bagian marah yang seperti ini akan mengembalikan kepada pelakunya rasa sakit. (Syarhul Arbain, 40/14)

3. Al Ghadhab Ath Thabi’iy (Marah Natural)

Yaitu marah dalam batas wajar dan disebabkan oleh hal-hal yang wajar pula, diekspresikan dengan cara yang wajar juga. Ini tidak apa-apa. Seperti marah karena orang tua dihina, dipermalukan didepan umum, dan semisalnya.

Syaikh ‘Athiyah mengatakan:

الغضب على الأشياء التوافه الذي يثير الإنسان لكنه في حدود التمكن.

Marah terhadap segala hal yang membawa dampak pada manusia tetapi masih dalam batas-batas wajar. (Ibid)

🔷💘🔷
🔹Solusi Islam Terhadap Marah (‘Ilajul Ghadhab)

Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah tidak pernah luput dalam memberikan jalan keluar bagi permasalahan manusia walaupun yang sederhana. Termasuk bagaimana mengendalikan diri ketika marah. Secara normatif sudah kami paparkan pandangan Islam yang amat pertengahan dan proporsional terhadap marah. Bolehlah dikatakan, apa yang kami paparkan di atas adalah “landasan ideologis” tentang meletakkan amarah dalam diri manusia.

Selanjutnya adalah “landasan operasional” tentang mengendalikan marah, walau sebenarnya pada hadits arbain no. 16 ini sudah merupakan salah satu solusi nabawi; Laa taghdhab (jangan marah).  Berikut solusi lain  dari apa yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ajarkan (Syaikh ‘Athiyah Salim menyebut  solusi ini bersifat tadaarruj –bertahap):

1. Dzikrullah (Mengingat Allah Ta’ala)

Ketika  emosi kita sedang meluap memang agak sulit berdzikir, oleh karenanya harus dipaksakan dan bermujahadah untuk melakukannya. Sebab inilah cara awal yang  mujarab untuk  mengembalikan kondisi normal bagi hati kaum beriman.

Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’du (13): 28)

Dzikir yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ajarkan ketika sedang marah adalah  membaca isti’adzah (dzikir perlindungan), karena marah juga merupakan godaan syetan kepada manusia, dan kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari semua bentuk gangguannya.

Sulaiman bin Shurad Radhiallahu ‘Anhu berkata:

اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدْ احْمَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ

Dua orang laki-laki saling memaki di hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan kami sedang duduk-duduk di sisinya. Salah satu orang tersebut memaki sahabatnya dengan marahnya, dan wajahnya memerah. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya akan ajarkan sebuah perkataan yang jika diucapkan akan menghilangkan apa yang sedang terjadi (amarah), seandainya dia mengucapkan: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim.”
Mereka berkata kepada laki-laki itu: “Apakah kamu dengar apa yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?”  Laki-laki itu menjawab: “Saya bukan orang gila!” (HR. Bukhari No. 6115, dan Muslim, dalam lafaz Muslim No. (109) (2610): hal taraa biy min majnuun ? (Apakah kau melihatku sebagai orang gila?), dalam lafaz lain dalam riwayat Muslim No.  (110) (2610): A majnuunan taraaniy? (apakah kau melihatku sebagai orang gila?)

2. Berwudhu

Ini merupakan tahapan selanjutnya, berdasarkan hadits nabi:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ

الشَّيْطَانِ ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ ، وَالْمَاءُ يُطْفِئُ النَّارَ ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya marah itu dari syetan, dan syetan  tercipta dari api, dan air mampu memadamkan api, maka jika salah seoranhg kalian marah hendaknya dia berwudhu. (HR. Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir, 7/8,  Ahmad No. 17985, Abu Daud No. 4784, Ibni Abi ‘Ashim dalam Al Aahad wal Matsani No. 1267, 1431, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 8291)

Namun para ulama mendhaifkan hadits ini, seperti Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Tahqiq Musnad Ahmad No. 17985), juga Syaikh Al Albani (Dhaiful Jami’ No. 1510, As Silsilah Adh Dhaifah No. 582, dan beberapa kitabnya yang lain)

Walau pun hadits ini dhaif, tidaklah menganulir bahwa marah itu berasal dari syetan. Sebab hal itu telah diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari-Muslim) dari Sulaiman bin Shurad (lihat solusi no 1). Yakni ketika nabi mengajarkan: a’udzubillahi minasy syaithaanirrajim, bagi orang yang marah menunjukkan bahwa marah adalah berasal dari syetan. Oleh karena itu, Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menyebutkan bahwa secara makna hadits ini adalah shahih. (Syarh Sunan Abi Daud, 27/395. Syamilah)

Syaikh ‘Athiyah Salim Rahimahullah menyebutkan:

والحكمة أنه إذا توضأ حبس الغضب في أطرافه، فلم يجد له منفذاً فيهدأ، فإن لم يذهب فليغتسل.

Hikmahnya adalah jika seseorang berwudhu maka itu akan mencegah kemarahan yang ada pada anggota badannya, dia tidak ada jalan untuk marah lalu menjadi reda, jika belum hilang juga, maka hendaknya dia mandi. (Syarhul Arbain An Nawiyah, 40/16)

“Mandi” merupakan ijtihad dari Syaikh ‘Athiyah Salim. Bisa jadi karena fungsi air untuk mematikan api, dan mandi biasanya menggunakan air lebih banyak dibanding wudhu. Sehingga kemungkinan mematikan kobaran api juga lebih besar. Wallahu A’lam

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr menjelaskan pula:

معناه: أن هذا من الوسائل التي يكون بها تخفيف الغضب؛ لأن الغضب من الشيطان، والشيطان خلق من نار، والنار يطفئها الماء، فكون الإنسان يتوضأ فإنه يخفف من وطأة الغضب عليه.

Maknanya: ini adalah di antara sarana yang dengannya bisa meringankan marah, karena marah itu berasal dari syetan, dan syetan tercipta dari api, dan api dipadamkannya dengan air, maka kondisi manusia yang berwudhu akan meringankan tekanan amarah yang ada padanya. (Syarh Sunan Abi Daud, 27/395. Syamilah)
Wallahu A’lam

3. Jika marah sambil berdiri maka duduklah, Jika masih marah, Berbaringlah

Ini adalah tahapan selanjutnya atau cara lain untuk meredam amarah. Hal ini diajarkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

Berkata (Rasulullah)  kepada kami: jika salah seorang kalian marah dan dia sedang berdiri maka duduklah, itu jika mampu menghilangkan marahnya, jika tidak maka hendaknya berbaring. (HR. Abu Daud No. 4782, Ahmad No. 21348, Ibnu Hibban No. 5688)

Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth: “Para rijal(perawi)-nya adalah terpercaya dan termasuk perawi shahih, tetapi ada perselisihan tentang Daud bin Abi Hindi yang terdapat pada sanadnya.” (Tahqiq Musnad Ahmad No. 21348).

Yang benar adalah Daud bin Abi Hindi seorang tsiqah, dan Imam Bukhari telah meriwayatkan darinya secara mu’allaq, juga Imam Muslim dan para penyusun kitab Sunan (Ash Habus Sunan). (Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, Syarh Sunann Abi Daud, 27/393)

Syaikh Al Albani menshahihkannya. (Shahihul  Jami’ No. 694)

Ini merupakan solusi yang mengagumkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Anda lihat betapa tidak lazimnya manusia marah-marah sambil posisi duduk apalagi berbaring. Oleh karenanya, dua posisi ini adalah posisi yang paling mungkin kita ambil, untuk mengurangi gerakan tangan dan juga kegusaran hati, serta semakin memendekkan jangkauan tangan dan kaki untuk berbuat kasar. Berbeda dengan berdiri, yang merupakan posisi termudah untuk mengajar, memukul, dan sebagainya. Duduk adalah posisi yang sulit untuk itu, apalagi berbaring.
Wallahu A’lam

🔷💘🔷
🔹Pengaruh “MARAH” terhadap sebagian Hukum Fiqih

Marah ternyata bukanlah hal sederhana. Pengaruhnya bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat begitu terlihat. Bahkan dalam menentukan hukum, para ulama pun menjadikan keadaan marah sebagai konsideran (faktor) penting. Contohnya adalah dalam masalah talak.
Jumhur ulama mengatakan bahwa talak ketika marah adalah tidak sah, hal ini sama dengan talak ketika mabuk, dan tidak sadar. Semua keadaan ini  memiliki kesamaan yakni hilangnya kesadaran dan akal sehat.  Inilah pandangan jumhur (mayoritas) ulama seperti Utsman bin Affan, Ibnu Abbas, Ahmad,  Bukhari, Abusy Sya’ tsa’, Atha’, Thawus, Ikrimah, Al Qasim bin Muhammad, Umar bin Abdul Aziz,  Rabi’ah, Laits bin Sa’ad, Al Muzani, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan lain-lain. Inilah pendapat yang kuat, bahwa thalak baru jatuh ketika sadar, akal normal, dan  sengaja.

Ada juga ulama yang berkata talak orang mabuk dan marah adalah sah seperti Said bin Al Musayyib, Hasan Al Bashri, Az Zuhri, Asy Sya’bi, Sufyan Ats Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan Asy Syafi’i.

Ada pun Imam Ibnu Taimiyah memberikan perincian bahwa jika marahnya sampai tak terkendali dan gelap mata maka talak tidak sah, tapi jika marahnya masih dalam keadaan sadar dan dia mengerti apa yang dikatakannya maka talaknya sah.
Hal yang seperti ini juga dibahas pada masalah Al ‘Itqu (pembebasan budak), jual beli, dan semisalnya. Silahkan merujuk ke ketiba-kitab fiqih yang memperluas masalah ini.

Sekian ..........
Wallahu A’lam wa ilaihil musta’an

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Sinda
Ustadz bagaimana jika ada teman atau saudara yang suka membuat marah (padahal dia sudah sering diingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan).
Dan untuk menghindari agar tidak marah, kita benar-benar menjauhi interaksi dengan dia (bahkan sampai berhari-hari)!!!

Syukron jawabannya.

🌷Jawab:
Meng-hajr (boikot) saudara pada dasarnya tidak boleh.

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ مُسْلِمًا فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ فَإِنْ كَانَ تَصَارَمَا فَوْقَ ثَلَاثٍ فَإِنَّهُمَا نَاكِبَانِ عَنْ الْحَقِّ مَا دَامَا عَلَى صُرَامِهِمَا وَأَوَّلُهُمَا فَيْئًا فَسَبْقُهُ بِالْفَيْءِ كَفَّارَتُهُ فَإِنْ سَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ سَلَامَهُ رَدَّتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ وَرَدَّ عَلَى الْآخَرِ الشَّيْطَانُ فَإِنْ مَاتَا عَلَى صُرَامِهِمَا لَمْ يَجْتَمِعَا فِي الْجَنَّةِ أَبَدًا

"Tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya semuslim lebih dari tiga malam, jika mereka berdua saling mendiamkan lebih dari tiga malam tersebut, keduanya jauh dari kebenaran selama mereka berdua masih mendiamkan. Jika salah satu di antaranya kembali sadar dari rasa marah, maka sadarnya tersebut sebagai penebus dosanya. Jika si 'A' memberi salam terhadap temannya si 'B' namun tidak diterima, padahal si 'A' masih mau menjawab salamnya, maka si 'A' akan dijawab oleh Malaikat, dan si 'B' yang mendiamkan akan dijawab oleh setan. Jika mereka berdua meninggal dalam keadaan saling mendiamkan, maka mereka berdua tidak akan berkumpul di surga selama-lamanya."

(Hr. Ahmad no.15668. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan; Shahih. Lihat Ta'liq Musnad Ahmad, no. 15668)

Jadi, hal itu terlarang ...

Tapi, jika dalam keadaan mendidik, agar dia berubah hal itu boleh sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu'Alaihi wa Sallam terhadap tiga sahabatnya yang tidak ikut perang Tabuk. Mereka didiamkan selama 50 hari, sampai akhirnya Allah Ta'ala menerima tobat mereka.

Demikian. Wallahu a'lam

0⃣2⃣ ELFa
Assalamualaikum, saya mau bertanya.

Bagaimana cara menghadapi orang yang marah terhadap kita dengan kata-kata kasar, suara keras, nada tinggi, sementara dia itu mengerti agama, akan tetapi ucapannya sangat tidak pantas di ucapkan oleh orang yang mengerti agama?

🌷Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ...

Jangan dibalas, .. seperti yang Allah Ta'ala katakan:

لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ ۖ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۖ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita). (QS. Asy Syura: 15)

Banyak istighfar, dan kembalikan kepada Allah Ta'ala, hasbunallah wa ni'mal wakil ni'mal Maula wa ni'man Nashir ...

Wallahu a'lam

0⃣3⃣ Nida
Bagaimanakah kita menghadapi sikap orang yang selalu membicarakan keburukan atau kesalahan yang telah kita perbuat baik dibelakang atau didepan kita hingga yang mendengarnya pun percaya atau bahkan mungkin malah il feel dengan kita padahal hanya salah paham hingga terkadang membuat jengkel,

Lalu bagaimanakah kita harus bersikap?
Dan perlukah kita mengklarifikasi dengan apa yang sudah beliau ucapkan meski saat itu beliau mengatakan didepan banyak orang (keluarga besar)?

🌷Jawab:
Bismillah wal Hamdulillah ..

Ya, orang yang difitnah atau dijelek-jelekkan didepan umum, punya hak untuk klarifikasi ..

Bahkan, klarifikasi ini manfaatnya buat orang yang menjelek-jelekan dan orang lain yang terlanjur percaya .. yaitu agar mereka tidak berlama-lama dalam dosa.

Dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Shallallahu'Alaihi wa Sallam berjalan bersama istrinya, Shafiyyah binti Huyay. Saat mereka keluar masjid, ada 2 laki-laki memandang dengan pandangan "heran", akhirnya Nabi Shallallahu'Alaihi wa Sallam menjelaskan: "Ini Shafiyyah binti Huyay!"

Ini menunjukkan klarifikasi itu penting untuk membersihkan nama baik, dan sekaligus menghentikan dosa mereka dengan ghibahnya.

Betul bahwa kalau mereka mengghibahi kita maka kita yang untung, itu menjadi pembersih dosa kita. Tapi, sebaiknya kita menolong mereka untuk tidak berlama-lama dalam dosa ghibah.

Wallahu a'lam

0⃣4⃣ ELFa
Bagaimana menghadapi orang tua yang mengerti agama akan tetapi ucapannya kasar tidak bisa di jaga, Sensitif. Sampai bawa-bawa kata bunuh, bacok dan sebagainya?

🌷Jawab:
Idfa' billati hiya ahsan - balaslah keburukan dengan hal yang lebih baik.

Inilah akhlak kita. Berat memang, sebab hawa nafsu kita maunya adalah membalas. Minimal membalas dengan cemberut.

Paham agama belum tentu jaminan berakhlak bagus, karena bisa jadi belum menginternalisasi nilai-nilai agamanya.

Jika punya power nasihati dia, atau kalau ada akses ke orang yang dia hormati maka mintalah orang itu menasihatinya.

Mintalah tolong dengan shalat dan sabar ..

Wallahu a'lam

0⃣5⃣ Fitri
Bagaimana cara menghadapi orang tua yang maunya aja di dengarin.
Sedangkan menurut kita apa yang di lakukannya kurang tepat, bahkan kadang ikut campur urusan keluarga kita?

🌷Jawab:
Selama keinginannya bukan maksiat, dan kita mampu, tidak mengapa kita mengalah dan niatkan itu sebagai bentuk bakti kepada orang tua. Ambil berkah dari ketaatan itu.

Apa yang kita anggap baik, bisa jadi disalahartikan. Berbaik sangka bahwa ortu bukan sengaja menyalahkan tapi memang salah paham semata.

Ash Shulhu khair - damai itu lebih baik.

Wallahu a'lam

0⃣6⃣ Zee
Biasanya kalau zee sendiri emosi itu keluar dan meluap begitu saja di saat sedang terdesak di tambah banyak hal-hal yang mendukung emosi meningkat.
Bagaimana cara mengatasinya ustadz?

🌷Jawab:
- Baca bismillah atau Isti'adzah, atau istighfar
- Wudhu
- Duduk, atau berbaring

Jangan lupa, 3 hal: memahami, memaklumi, dan memaafkan .. tanpa tiga sikap ini maka dengan siapa pun kita tidak akan pernah cocok dan akur.

Wallahu a'lam

0⃣7⃣ Chie
1. Bagaimana menghadapi orang yang suka mengkritisi didepan publik. Sementara pendapatnya seringkali kurang berdasar!!!

2. Bagaimana mengatur amarah kita pada orang lain yang acap Kali mengulang kesalahan sementara atasan malah melimpahkan kesalahan tersebut pada kita!!!

Jazakallahu khoir

🌷Jawab:
1. Mengkritisi di depan publik, ada dua macam:

- Pada kesalahan pribadi seseorang, yang tidak berdampak buruk bagi orang banyak Kecuali pelakunya sendiri. Maka, mengkritisi di depan umum adalah terlarang. Ini membuka aib di depan banyak orang walau niatnya untuk meluruskan.

- Pada kesalahan yang merugikan orang banyak secara terang-terangan  baik pada agama dan negara, baik pada perkataan, pemikiran, dan perbuatan. Maka, tidak apa-apa dikritisi di depan umum, sebab kesalahan itu juga terjadi terangan-terangan.

Ada pun semua kritikan tanpa dasar, silahkan dikoreksi balik atau klarifikasi, untuk mencari kebenaran bukan menang menangan.

2. Ini klarifikasi saja ke atasan. Sebab kita pihak dizalimi. Disalahkan pada sebuah aktifitas yang tidak kita lakukan. Di sisi lain, orang yang berbuat salah mesti diminta untuk jujur mengakui kesalahannya.

Wallahu a'lam

0⃣8⃣ Sulami
Kalau ada orang yang bikin gara-gara ke kita itu kita tidak marah, tapi kenapa kita susah menghentikan sikap jahil kita yaaa, rasanya malah pingin mancing emosi mereka.
Masih mau bikin gara-gara lagi apa tidak.
Bagaimana ini ustadz ???

🌷Jawab:
Harus mujahadah (sungguh-sungguh), jangan biarkan keusilan kita membuat orang lain berdosa karena amarah.

Nabi Shalallahu alaihi wa sallam pernah ditanya, Islam yang bagaimanakah yang terbaik? Beliau jawab:

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

Musim yang muslim lainnya aman dari mulut dan tangannya. (HR. Muslim)

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar