Minggu, 26 November 2017

Memanfaatkan Barang Yang Digadai



OLeh   : Ustadz Slamet Setiawan

Bolehkah Memanfaatkan Barang yang Digadai?

@ Slamet Setiawan | slametsetiawan.com

Gadai dalam fiqih muamalat dikategorikan hutang-piutang, dimana orang yang berhutang (debitur) memberikan barang berharga kepada orang yang berpiutang (kreditur) sebagai jaminan hingga hutangnya dilunasi. Transaksi gadai hukumnya boleh menurut Islam, sebagaiman Rasulullah saw pernah menggadaikan baju perangnya kepada seorang Yahudi.

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ آدَمَ عَنْ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Adam dari Hafsh bin Ghiyats dari Al A'masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi hingga suatu tempo dan beliau menggadaikan baju zirahnya kepadanya. (HR. Nasa'i: 4530)

Bolehnya gadai disebut juga dalam QS Al Baqarah 2:283:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

"Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dalam istilah teknis fiqih, kreditur sebagai pemegang barang gadai disebut murtahin, sedang debitur sebagai pemilik barang gadai disebut rahin, dan barang gadai disebut marhun.

Dalam hal pemanfaatan barang gadai oleh kreditur, mayoritas ulama (Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi) membolehkan dengan syarat tidak menjadi syarat dalam transaksi. Artinya jika debitur membolehkan secara suarela maka pemanfaatan barang gadai tersebut hukumnya jaiz (boleh). Akan tetapi jika kreditur menjadikan syarat atas pemanfaatan barang gadai, hukum transaksi/akadnya batal alias tidak sah.

Al-Bakri dalam kitab I'anah at-Tolibin, hlm. 3/53 menyatakan:

“Adapun akad hutang dengan syarat ada manfaat bagi kreditur maka tidak sah karena ada hadis "setiap pinjaman yang ada unsur manfaat adalah riba." Letak batalnya transaksi itu apabila syarat (memakai barang gadai) itu disebutkan di saat akad. Adapun apabila kedua pihak saling sepakat tanpa ada syarat dalam akad maka tidak rusak akadnya. “

Beliau memperkuat pendapat di atas yakni bahwa kreditur boleh mengambil manfaat atau memakai barang gadai, analoginya seperti debitur mengembalikan hutang pada kreditur melebihi hutangnya asalkan tanpa syarat saat akad. Bahkan sunnah bagi debitur melakukan itu (memberi kelebihan pada kreditur) berdasarkan hadis: 

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَسْلَفَ مِنْ رَجُلٍ بَكْرًا فَقَدِمَتْ عَلَيْهِ إِبِلٌ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ فَأَمَرَ أَبَا رَافِعٍ أَنْ يَقْضِىَ الرَّجُلَ بَكْرَهُ فَرَجَعَ إِلَيْهِ أَبُو رَافِعٍ فَقَالَ لَمْ أَجِدْ فِيهَا إِلاَّ خِيَارًا رَبَاعِيًا. فَقَالَ « أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً ».

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminjam dari seorang seekor onta yang masih muda. Kemudian ada satu ekor onta sedekah yang dibawa kepada beliau. Beliau lalu memerintahkan Abu Rafi’ untuk membayar kepada orang tersebut pinjaman satu ekor onta muda. Abu Rafi’ pulang kepada beliau dan berkata: “Aku tidak mendapatkan kecuali onta yang masuk umur ketujuh”. Lalu beliau menjawab: “Berikanlah itu kepadanya! Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutangnya”. (HR Muslim: 4192).

Dan tidak makruh bagi kreditur mengambilnya sebagaimana menerima hadiah. Yang prinsip adalah kreditur tidak meminta kelebihan itu atau debitur tidak menyebutnya sebagai syarat dalam akad.

Kesimpulannya, mayoritas ulama sepakat membolehkan pemanfaatan barang gadai dengan syarat diberi ijin oleh debitur tanpa menjadi syarat pada saat akad. Dan hasil dari pemanfaatan tersebut boleh diambil kreditur. Apabila dijadikan syarat maka transaksi gadai batal atau tidak sah. 

Wallahu a’lam.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣Nene
1. Kalau misal debitur tidak mampu melaksanakan kewajibannya berarti apakah halal bagi kreditur untuk memiliki barang gadai? 

2. Bagaimana hukum membeli barang gadai dengan harga yang sangat jatuh, tidakkah itu mengambil keuntungan di atas kesusahan orang? 

Jazakumullah khayran katsiran.

🌷Jawab:
1. Halal.

2. Barang gadai yang tidak diambil oleh debitur dengan cara melunasi hutangnya menjadi hak kreditur dan boleh dimiliki dan dijual dengan harga yang ditetapkan kreditur.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar