Minggu, 26 November 2017

Diamku Karena Ketaatan Kepada Alloh Bukan Karena Marah




OLeh   : Ustadzah Halimah

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh
Apa kabar Bidadari Surga ?
Barakallah..
Semoga Bidadari Surga senantiasa selalu dalam lindungan Allah SWT dan selalu diberikan rahmat, barokah dan kesehatan. Yang mungkin hari ini lagi sibuk kita do'akan semoga Allah SWT berikan kemudahan dan kelancaran dalam segala urusannya. Yang sedang sakit kita do'akan semoga Allah SWT angkat penyakitnya dan segera diberikan kesembuhan dan kesehatan...

Pertama-tama yang saya hormati dan sayangi pimpinan Bidadari Surga, Mba Henny dan pengurus lainnya dan yang saya sayangi para Bidadari Surga...

Kajian kita malam ini adalah tentang:
 Diamku Karena Ketaatan Kepada Alloh Bukan Karena Marah

Kita sebagai muslimah tentunya ingin selalu taat kepada Allah, terkadang ada saja yang membuat kita lalai dari ketaatan itu.
Apa yang membuat kadang kita lalai dari ketaatan? Kadang yang bisa melalaikan ketaat kita kepada Allah adalah lisan kita. Kalau kita udah ngobrol sampai lupa waktu, betul tidak para bidadari surga? Karena itulah Allah menyuruh kita untuk berbicara baik atau diam..

Dapatkah kita menghitung setiap kata yang keluar dari mulut kita? Mungkin dapat asal niat. Atau mengingat setiap kata yang terucap?
Mungkin bisa walau tak semua kerajinan melakukan itu. “Katanya, wanita mengeluarkan kata-kata 16000-21000 per hari secara rata-rata, sedangkan laki-laki hanya 5000-9000.”  Waaahh, hebat juga ya mulut kita, siapa dulu penciptanya, Allahu Akbar.

Dari semua kata-kata yang keluar dari mulut kita itu, dapatkah kita memperkirakan yang lebih banyak keluar dari mulut kita, kebaikankah? Atau malah keburukan? Pantaslah apabila kita renungi setiap perkataan yang keluar dari mulut kita bahkan sudah semestinya kita berhati-hati pada mulut yang memang tidak bertulang tapi tajamnya bisa lebih dari pedang, melukai bahkan membunuh. Karena seperti kita akui bersama, bahwa acapkali kata-kata yang keluar dari mulut kita ini sulit terkontrol terlebih lagi kaum perempuan yang kalau sudah kumpul lebih dari dua orang mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk saling berkata-kata mulai dari saling bertukar cerita sampai menceritakan kebaikan ataupun keburukan orang lain, pokok kek semua dikupas tuntas! Bahkan setajam silet!

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
”Seseorang mati karena tersandung lidahnya dan seseorang tidak mati karena tersandung kakinya. Tersandung mulutnya akan menambah (pening) kepalanya. Sedang tersandung kakinya akan sembuh perlahan.”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 6474) dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.”

Maksud diantara dua janggut adalah mulut sedangkan diantara dua kaki adalah kemaluan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (Perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.” (lihat Al-Fath, 10:446)

🌸🌷🌸
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”

Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.

"Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah daripada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”

Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata :

مَنْ كَثُرَ كَلاَمُهُ كَثُرَ سَقَطُهُ، وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ ذُنُوْبُهُ، وَ مَنْ كَثُرَتْ ذُنُوْبُهُ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

"Barangsiapa yang banyak bicara maka akan banyak salahnya, dan barangsiapa yang banyak salahnya maka akan banyak dosanya, dan barangsiapa yang banyak dosanya maka nerakalah yang pantas baginya." (Tazkiyat An-Nafs, 33)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

"Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat"  [HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Mâjah, no. 3976; Mâlik, 2/470; al-Baghawi, no. 4132. Dishahihkan oleh al-Albâni]

Sesuatu yang tidak bermanfaat itu, bisa berupa perkataan atau perbuatan; perkara yang haram, atau makruh, atau perkara mubah yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, supaya terhindar dari bahaya lisan, hendaklah seseorang selalu sesuatu yang mengandung kebaikan. Jika tidak bisa, hendaknya diam.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia mengucapkan sesuatu yang baik atau diam."  [HR. Bukhâri, no. 6475; Muslim, no. 47; dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]

Dengan lisan ini dapat membuat orang emosi atau marah. Dengan lisan ini dapat membuat orang bertengkar karena itulah kita harus menjaganya jangan sampai emosi dan nafsu ikut didalamnya...

Kita manusia yang memang tak luput dari dosa akan tetapi sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga diri kita dari panasnya api neraka dengan menjaga lisan sebagaimana yang dikatakan Nabi tercinta Muhammad saw, dari Abu Hurairah bahwasanya ia mendengar Nabi bersabda, “ Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan (terlebih dahulu) , padahal justru dengan sebab perkataannya itu ia akan dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (Muttafaq’alaihi).

Mulut dapat menyeret kita ke dalam neraka, tenggelam dalam kobaran api yang membara, sungguh bahayanya mulut yang tak terjaga, oleh karena kita masih dapat mengusahakan mengeluarkan setiap kata yang baik dari mulut kita ini dan mencegah kata-kata kotor ataupun kasar dari mulut kita, jika kita kesulitan untuk itu ikutilah petuah Baginda Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam.”
Semoga kita semua terhindar dari api neraka...
Waallahu alam bishawab...

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Mila
Assalamu'alaikum wr.wb. Ustadzah.
Mila punya kebiasaan tidak bisa menahan ucapan jika ada yang mengganjal dimata dan telinga.
Pernah bertahan 1 minggu karena berpikir takut tersinggung. Akhirnya TIdak bisa tahan juga, mila sampaikan melalui whatsapp, ternyata benar orang tersebut tersinggung dan marah. Alasan mila bilang karena banyak mudhorotnya. Dan sekarang jadi lebih hati-hati lagi. Lebih tepatnya ke cuek aja. Gimana ya Ustadzah, jadi seperti makan buah simalakama?

🌷Jawab:
Apa yang mba lakukan sebenarnya sudah baik, mungkin sikonnya yang kurang pas. Sebelumnya kita minta maaf dan setelah diutarakan dia marah kita minta maaf lagi dan kita sering menjaprinya. Dengan peristiwa itu jangan lantas membuat mba cuek dengan keadaan. Kalau kita takut dengan lisan kita karena untuk kebaikkan bukan berarti kita diam saja. Dan selemah-lemah perbuatan adalah dengan berdo'a...

0⃣2⃣ Ridha
Saya tipikal suka bicara. Jika menyampaikan satu maksud kadang bisa jadi beberapa kalimat. Saya pikir agar yang membaca atau mendengar lebih faham maksud saya. Pertanyaan saya apakah habit atau karakter saya ini bisa berubah bunda?
Kalau bisa apa langkah yang harus saya lakukan?

🌷Jawab:
1. Berpikirlah dahulu sebelum bicara.
Orang yang banyak bicara tidak memiliki keterampilan penting ini. Maka, lain waktu jika Anda berada dalam suatu situasi di mana Anda ingin sekali mengatakan sesuatu, berhentilah sejenak, jangan terburu-buru, tanyakan kepada diri Anda sendiri apakah yang akan Anda katakan benar-benar akan membantu memperbaiki situasi tersebut. Apakah Anda akan memberi informasi yang dibutuhkan kepada orang lain, membuat mereka tertawa, atau mengucapkan kata-kata menghibur, atau akan mengatakan sesuatu hanya untuk didengar?
Jika setelah direnungkan ternyata ucapan yang akan Anda lontarkan tidak bermanfaat untuk siapa-siapa, tahan ucapan Anda.Satu aturan yang perlu diikuti ketika Anda akan mulai bicara adalah ucapkan satu dari dua hal yang Anda pikirkan. Ketika Anda berusaha tidak terlalu banyak bicara, Anda bisa mengucapkan satu dari tiga hal yang ingin Anda lontarkan, atau satu dari empat hal.

2. Jangan Menyela.
Jangan pernah menyela pembicaraan seseorang ketika dia sedang berbicara kecuali Anda pikir yang akan Anda katakan itu penting sekali (jujur saja – kapan ucapan Anda terasa penting?). Menyela pembicaraan seseorang tidak hanya kurang sopan, tapi juga akan mengganggu alur percakapan dan akan membuat Anda tampak seperti orang yang besar mulut. Jika Anda benar-benar ingin memberi komentar atau mengajukan pertanyaan, catatlah terlebih dahulu dan tunggu sampai orang lain itu selesai bicara sehingga Anda bisa mengetahui apakah yang akan anda sampaikan masih relevan. Anda akan terkejut melihat betapa banyak pertanyaan Anda yang akan terjawab jika Anda memberi kesempatan orang lain, untuk bicara.

3. Ajukan pertanyaan alih-alih berbicara tentang diri Anda sendiri.
Jika Anda sedang berusaha agar tidak terlalu banyak bicara, berarti Anda suka berbicara terus mengenai diri Anda sendiri atau hal-hal yang sangat menarik bagi Anda alih-alih memberi kesempatan orang lain mengutarakan gagasannya. Nah, lain kali, jika Anda terlibat percakapan dan tiba giliran Anda untuk berbicara, lontarkan pertanyaan supaya memperoleh informasi mengenai topik yang sedang Anda diskusikan, atau cari tahu lebih banyak tentang mereka, mulai dari hobi mereka sampai apa yang mereka lakukan untuk bersenang-senang. Jangan bertindak seperti sedang menginterogasi orang lain atau melontarkan pertanyaan yang membuat orang lain tidak nyaman. Jaga agar pembicaraan terasa santai, bersahabat, dan santun.

4. Hitung mundur dari angka sepuluh sebelum Anda mengucapkan sesuatu.
Jika terlintas pemikiran mengenai komentar yang sangat luar biasa, cobalah diam selama sepuluh detik. Hitung mundur mulai dari sepuluh untuk melihat apakah ide itu tiba-tiba terdengar kurang menarik, atau beri kesempatan orang lain untuk melontarkan ide yang sama sehingga Anda jadi tidak perlu melontarkan apa yang ingin Anda katakan. Cara ini juga sangat membantu jika Anda marah, jengkel, atau ingin mengeluh. Menenangkan diri selama beberapa saat dapat mencegah Anda mengucapkan sesuatu yang akan Anda sesali. Ketika Anda sudah mahir, Anda bahkan dapat menghitung mundur mulai dari angka lima saja. Bahkan tak perlu waktu yang terlalu lama untuk membantu Anda menimbang apakah Anda perlu tetap diam atau tidak.

5. Dengarkan secara saksama.
Jika ingin tidak banyak bicara, Anda harus menjadi pendengar yang baik. Ketika ada orang yang berbicara dengan Anda, lakukan kontak mata, tangkap hal-hal penting, cobalah menerka apa yang ada di balik ucapan orang itu untuk memahami apa yang sebenarnya dia katakan dan bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Biarkan orang itu bicara, tetap sabar, dan jangan sampai perhatian Anda teralihkan seperti sibuk membuka SMS. Ajukan pertanyaan yang membantu orang itu menjelaskan idenya lebih banyak, tetapi jangan mengajukan pertanyaan di luar topik, yang bisa membuatnya bingung.Semakin Anda berusaha menjadi pendengar yang baik, Anda semakin tidak tergoda untuk berbicara terus-menerus.

6. Berhentilah mengeluh.
Anda mungkin menghabiskan banyak waktu bicara untuk mengeluhkan segala hal yang membuat Anda kesal hari itu. Anda mungkin terdorong untuk bicara soal lalu lintas kacau yang Anda hadapi pagi itu, surel yang menjijikkan dari seorang teman, atau betapa Anda tidak tahan dengan hawa musim dingin kali ini. Tapi sebenarnya, apa artinya muntahan kata-kata verbal itu? Jika mengeluh soal hal-hal yang tidak bisa Anda ubah memang membuat Anda merasa lebih baik, tuliskan keluhan itu di catatan harian Anda. Keluhan Anda tak perlu diumumkan, bukan?
Jika Anda memang ada masalah dan perlu membicarakan itu, tidak apa-apa. Yang dimaksud di sini adalah soal mengeluh semata-mata demi mengeluh.

7. Fokuskan perhatian Anda pada napas.
Jika Anda benar-benar merasa gusar dan ingin mulai berbicara tanpa alasan, fokuskan perhatian terutama pada napas Anda. Hitung berapa kali Anda menarik dan mengeluarkan napas lau berusahalah untuk bernapas lebih dalam. Berhentilah mondar-mandir, dengarkan apa yang terjadi di sekeliling Anda, dan fokus pada pikiran dan perasaan Anda, alih-alih berfokus pada apa yang ingin sekali Anda katakan. Teknik ini dapat menenangkan Anda dan akan membuat Anda melihat bahwa berbicara itu tidak terlalu penting.

8. Luangkan waktu untuk mencerna apa yang Anda dengar.
Anda mungkin termasuk orang yang langsung bereaksi terhadap sesuatu yang Anda dengar dan ingin segera meluapkan segala yang Anda pikir/tanya/lamunkan, tetapi bukan begini cara, terbaik untuk menangani situasi. Jika Anda meluangkan waktu untuk mencerna segala hal yang terjadi dan sungguh-sungguh menyusun pertanyaan atau komentar, Anda bisa mengurangi bicara dan bertanya atau mengatakan sesuatu dengan lebih tepat. Cara ini akan memberi waktu untuk menata kata dan kalimat sendiri dan tidak langsung melontarkan "tambahan" lain yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Latihan diam saat Anda sendirian dapat membantu Anda menjadi lebih pendiam saat berada di sekitar orang banyak. Ada satu cara latihan agar Anda bisa diam, yaitu menemukan hobi yang menuntut Anda diam dan terutama hobi itu bisa Anda lakukan sendirian.
Cobalah untuk melukis, menulis kreatif, yoga, menulis lagu, mengumpulkan perangko, mengamati burung, atau apa saja yang menuntut Anda supaya diam dan tidak mengatakan apa pun yang sedang Anda pikirkan. Membaca juga sangat membantu Anda supaya diam saat mencerna kata-kata yang ada di hadapan Anda. Cobalah setidaknya selama satu jam Anda tidak mengatakan apa pun saat melakukan hobi. Lalu tambah menjadi dua jam. Kemudian tiga jam. Coba bayangkan, bagaimana jika seharian Anda tidak mengucapkan sepatah kata pun?

9. Salurkan energi Anda dengan cara lain.
Anda mungkin banyak bicara atau sebagian orang mengatakan Anda terlalu banyak bicara karena Anda merasa kelebihan energi dan tidak tahu cara menyalurkannya. Karena itu, carilah saluran lain untuk mengungkapkan segala hal di benak Anda yang dapat membantu menyingkirkan semua hal yang menyumbat di kepala Anda. Olahraga, terutama lari  dapat membantu Anda melakukan olah fisik sekaligus menyalurkan energi berlebih. Begitu juga dengan berjalan jauh atau memasak. Cari kegiatan apa saja yang cocok untuk Anda.

10. Lawan godaan mengobrol (chatting) secara daring.
Mengobrol secara daring hanya memenuhi hidup Anda dengan keriuhan dan sebagian besar yang Anda katakan sebenarnya tidak terlalu penting. Jika Anda memang ingin bercakap-cakap dengan teman Anda, telepon atau temui dia secara langsung alih-alih terus-terusan mengetik di komputer, bukan? Lain kali ketika Anda terdorong mengobrol secara daring untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan teman Anda yang ke-28, matikan komputer dan berjalan-jalanlah.

11. Ambil jeda dari media sosial.
Sebaiknya, ambil jeda dan jangan menengok Facebook, Instagram, Twitter, dan media sosial lainnya yang sering Anda akses. Situs-situs itu dipenuhi keriuhan, orang-orang berusaha membuat orang lain terkesan, dan kata-kata tak berguna yang mungkin bisa membuat Anda terdorong untuk menanggapi. Jika Anda sangat kecanduan, pakailah waktu selama 10-15 menit dari seluruh hari Anda untuk menengok media sosial, bukannya menghabiskan waktu untuk mengecek situs-situs itu setiap ada kesempatan. Bukankah lebih baik Anda mendengar ucapan sahabat Anda secara langsung daripada mendengarkan ucapan orang yang benar-benar asing kepada banyak orang? Fokuslah pada hal yang benar-benar penting, bukannya pada suara-suara lain yang tidak penting.

12. Buat catatan harian.
Bangun kebiasaan untuk menulis catatan harian di ujung hari atau akhir pekan. Kebiasaan ini akan membantu Anda menuliskan pikiran-pikiran yang terlintas, membantu Anda agar tetap diam, dan menumpahkan apa yang tersimpan di dalam dada tanpa mengatakannya kepada lima belas sahabat Anda. Anda bisa menuliskan apa yang terjadi sepanjang hari, yang akan mendorong Anda untuk mengajukan lebih banyak pertanyaan dan menuliskan hal-hal yang lebih dalam di benak Anda.Anda akan takjub saat menyadari bahwa Anda menjadi lebih pendiam jika menulis satu halaman di buku harian Anda setiap hari.

13. Meditasi.
Meditasi adalah cara yang sangat membantu untuk menenangkan pikiran, menjaga kesehatan tubuh, dan menenangkan Anda. Luangkan waktu 10-20 menit setiap pagi untuk duduk di tempat yang nyaman dan sepi. Pejamkan mata dan fokuskan pada napas yang keluar masuk tubuh Anda. Fokus pada satu bagian tubuh pada satu waktu dan perhatikan apa yang Anda dengar, cium, raba, dan rasakan ketika Anda duduk di situ. Hilangkan pikiran serius, fokus pada saat itu saja dan syukuri suasana yang sunyi, dan Anda sudah separuh jalan untuk memiliki hari yang lebih terfokus dan tenang. Meditasi dapat membantu Anda agar tidak merasa kewalahan karena membuat Anda bisa lebih mengontrol pikiran dan tubuh.

14. Nikmatilah alam sekitar.
Berjalan-jalanlah. Pergilah ke pantai. Lihatlah tanaman indah yang ada di taman yang ada di sisi kota yang lain. Nikmati akhir pekan dengan pergi ke hutan. Lakukan apa saja yang bisa membuat Anda lebih dekat dengan alam. Anda akan takjub akan keindahan dan kekuatan akan suatu hal yang jauh lebih permanen daripada Anda dan Anda akan merasakan lenyapnya seluruh kebimbangan dan kata-kata Anda. Sulit rasanya untuk terus-menerus membicarakan apa yang Anda pikir akan muncul pada ujian matematika nanti saat Anda berdiri di kaki gunung yang cantik yang sudah ada sejak dulu.Masukkan waktu untuk menikmati alam dalam jadwal rutin Anda setiap minggu. Anda dapat membawa catatan harian saat menikmati alam dan menuliskan pemikiran Anda saat itu.

15. Matikan musik.
Ya, musik dapat menyegarkan suasana saat Anda belajar, joging, atau selama perjalanan pergi-pulang dari tempat kerja. Namun, musik dapat menimbulkan keriuhan yang membuat Anda merasa ingin lebih banyak bicara, kalut, dan tergugah semangatnya. Anda boleh saja menyetel musik klasik atau jaz, tapi musik yang keras dengan lirik yang menarik dapat menimbulkan kebisingan yang akan melompat-lompat di kepala Anda dan membuat Anda tidak bisa tenang serta mengontrol hari Anda.

16. Jangan terburu-buru.
Jika Anda pada dasarnya orang yang heboh, banyak bicara, maka Anda tidak bisa menjadi Nona Pendiam dalam semalam. Tapi jika Anda berusaha agar tidak terlalu banyak bicara setiap hari, melakukan hobi dan aktivitas yang membuat Anda lebih pendiam, serta fokus untuk menjadi pendengar yang baik alih-alih banyak bicara, Anda bisa menjadi orang yang pendiam lebih cepat dari yang Anda bayangkan. Nah duduklah kembali, bersabarlah, dan nikmati perasaan lenyapnya hiruk-pikuk di kepala Anda -- dan dari pita suara Anda.

0⃣3⃣ Chusnul
Assalamu'alaikum ustadzah
Saya tipikal orang bila nggak suka langsung saya sampaikan hari itu juga, tapi kadang mulut suka nggak bisa direm. Gimana cara nahan diri yaa?

🌷Jawab:
Seperti jawaban pertanyaan nomor 2⃣

0⃣4⃣ Rida
Assalamu'alaikum warahmatullah, ana ingin bertanya Ustadzah.
Jika kita memiliki teman dekat yang suka sekali bersuudzhon dan suka bercanda berlebihan kepada teman-temannya bagaimana cara menegurnya kalau sudah kelewat batas?
Apakah kita berdosa dengan berjaga jarak dengan beliau?
Jazakillah khairan ustadzah

🌷Jawab:
Sebaiknya kita selalu mengingatkan dia ketika becandanya mulai berlebihan atau bicaranya dan suuzhonnya. Agar dia sadar kalau ia telah melakukan kesalahan. Mungkin kita menegurnya sambil bercanda agar dia tidak tersinggung dan kita jangan lantas menjaga jarak dengan dia. Mungkin saja dia butuh mba untuk selalu mengingatkan dia ketika sudah melakukan kesalahan. Yang terpenting kita harus sabar menghadapinya.

0⃣5⃣ Rizki
Ustadzah, jeda antara ngomong itu kan cepet kadang sampai tidak sadar, gimana ya ustadzah cara menjaga lisan ini?

🌷Jawab:
1. Berkatalah dengan Perkataan yang Benar
Kalau kita ingin berbicara dengan benar, maka pastikan bahwa pembicaraan kita bersih dari bohong, bersih dari dusta. Kata-kata kita ini harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan pernah mau berkata apapun yang kita sendiri tidak yakin dengan apa yang kita katakan. Jangan berusaha berkata-kata semata-mata agar orang terkesima, terpesona, suka, karena semuanya tidak akan menolong kita. Perkataan kita yakin dengan seyakin-yakinnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan.

Bohong, dusta, sama sekali tidak akan menolong diri kita ini, karena kedustaan mutlak diketahui oleh Alloh dan sangat mudah bagi ALlah membeberkan segala kebohongan dan kedustaan kita.

Dusta tidak akan mengangkat derajat, bahkan sebaliknya kalau Allah membeberkan kebohongan kita, kedustaan kita, maka, kita akan menjadi orang yang tidak berharga sedikitpun. Untuk dapat orang percaya pada kita tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa dibayar dengan harta, sekali tampak bahwa kita pendusta, pembohong, tukang tipu, maka akan butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kepercayaan orang pada kita.

Dusta, bohong, hanya membuat hidup jadi sempit. Camkan, bahwa semakin banyak kita berbohong, semakin sering kita berdusta, maka kita telah membuat penjara, yang membuat kita selau takut dusta kita terbuka, bahkan selanjutnya kita akan berusaha untuk membuat dusta baru, bohong baru untuk menutupi kebohongan yang telah kita lakukan.

Beranilah hidup tampil dengan apa adanya, biarlah kita tampil begini adanya. Kenapa harus berdusta, lebih baik kita tidak diterima, karena kita sudah mengatakan apa adanya daripada kita diterima karena mendustainya. Jangan berat untuk tampil apa adanya. Daripada kita sibuk merekayasa agar rekayasa kata, sangat pasti tidak akan menolong sedikitpun "yu izzumantasyaa wa tudzillu man tasya" Yang mengangkat derajat bukan kebohongan, bukan rekayasa kita, tapi Allah saja, dan sebaliknya yang menghinakan juga Allah.

Cegahlah dusta walau sekecil apapun, kecuali tentunya bohong yang dibenarkan oleh syariat. Misalnya, bohong dalam rangka bersiasat kepada musuh, bohong ringan dengan maksud untuk mendamaikan orang-orang yang bersengketa demi kebaikan. Bohong istri kepada suami atau sebaliknya dengan maksud untuk menyembunyikan kejelekan, bohong untuk membahagiakan dengan cara yang sah dan benar, tetapi bukan bohong untuk menyembunyikan aib dan kesalahan.
Sahabat-sahabat sekalian, Berpikirlah sebelum berbicara. Jangan pernah biarkan terlontar dari lisan ini sesuatu yang kita sendiri meragukannya. Apalagi dengan sengaja kita berkata dusta, naudzubillah. Demi Allah, Allah Maha Mendengar, tahu persis segala nita di balik kata yang kita ucapkan. Kedustaan kita hanya masalah waktu saja bagi Allah untuk membeberkannya, walau mati-matian kita menutupinya. Maka, pastikan setiap pembicaraan kita untuk tidak ada dusta, walau sedikitpun.

Firman-Nya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar".  (QS Al Baqarah:263) Cukuplah ayat ini sebagai dalil bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu menyampaikan kebenaran.

Selalulah mohon kepada Allah agar lisan ini dituntun dan dilindungi sehingga terhindar dari perkataan yang tidak benar.

2. Berkatalah sesuai tempatnya
"Liqulli maqaam maqaal walikulli maqaal maqaam" Artinya, "Tiap perkataan itu ada tempat terbaik dan setiap tempat memiliki perkataan (yang terucap) yang terbaik pula."

Tidak setiap kata sesuai di setiap tempat, sebaliknya tidak setiap tempat sesuai dengan perkataan yang dibutuhkan. Hati-hati sebelum kita bicara, harus kita ukur siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan orang tua. Berbicara dengan remaja tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan guru kita. Orang yang tidak terampil untuk membaca situasi, walau niatnya benar, hasilnya bisa jadi kurang benar.

Lihatlah misalnya, ketika kita berbincang dengan ponakan yang masih kecil, betapa kita akan berusaha menyesuaikan diri dengan dunianya, gerakan tangan kita, raut muka kita. Hal ini karena dia tidak akan mengerti kalau kita menggunakan gaya bahasa orang tua. Tapi tidak mungkin kita memperlakukan guru kita dengan cara yang sama seperti kala kita berbicara kepada keponakan kita.

Oleh karena itu, niat untuk berdakwah dengan mengetahui dalil-dalil Quran, memahami dan mengetahui banyak hadist, belumlah cukup. Sebab kalau kita berbicara tanpa cara yang tepat, misalnya dengan mengobral dalil, menunjukkan banyaknya hafalan saja, tidaklah cukup.

Dalam situasi orang berkumpul pasti punya kondisi mental yang berbeda, ada orang yang sedang gembira, yang tentu saja akan berbeda daya tangkapnya dengan yang sedang nestapa. Ada orang yang sedang menikmati kesuksesannya, dan tentu saja akan berbeda dengan orang yang sedang dilanda masalah dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang sehat berbeda kemampuan menangkap idenya, dengan orang yang sedang sakit, orang yang sedang segar bugar, ceria berbeda kemampuan memahaminya dengan orang sudah letih lahir batinnya. Maka seseorang pembicara terbaik tidak cukup hanya berbica benar, tapi juga harus sangat bisa memilih situasi kapan dia berbicara.

Mengapa banyak nasehat orang tua yang tidak didengar oleh anaknya yang masih remaja? Saya khawatir orang tua merasa benar dengan apa yang dikatakannya, tapi tidak benar dalam membaca situasi dan kondisi remaja yang sedang diajak bicara, yang notabene kondisinya sedang labil. Memang aneh kita ini ketika anak masih kecil, orang tua akan berusaha beraktivitas, bersikap, dan berbicara agar dapat dipahami oleh si kecil, tetapi menjelang remaja, pada saat perpindahan usia, perpindahan masa, ia tidak berusaha beradaptasi dengan kondisi anaknya. maka disinilah kita perlu ilmu. Sebab dengan ilmu yang memadai setiap orang dapat berwibawa di depan anak-anaknya.

Subhaanallah,
Ada banyak cara dalam berkomunikasi, dan berbahagialah jikalau kita diberi keterampilan oleh Allah untuk berbicara sesuai dengan kondisi dan tempatnya. Kita berdialog dengan petani, tentu saja berbeda dialognya dengan seorang eksekutif. Berada di lingkungan santri yang fasih bahasa Arab, tentu saja berbeda kalau kita harus berdialog dengan orang di pasar yang tidak mengerti bahasa Arab. Seorang pendakwah misalnya, kalau orangnya tidak arif, ia akan sibuk mengobral dalil, mengobral kata-kata, walau tentu saja tidak semuanya salah, tapi apalah artinya jika kita meletakkan sesuatu tidak sesuai tempatnya.

Pernah terjadi suatu ketika Umar bin Khathab bertemu dengan Abu Hurairah, "Mau pergi kemana engkau, hei Abu Hurairah?" Tanya Umar
"Aku mau ke pasar, akan aku umumkan apa yang kudengar dari Rasulullah SAW," Jawab Abu Hurairah. "Apa kata Beliau ?", Umar bertanya lagi "Setiap orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka dakhalal Jannah, akan masuk Surga". "Tunggu dulu, wahai sahabat", cegah Umar. Umar bin Khathab pun kemudian pergi menemui Rasulullah. "Yaa Rasulullah, apakah benar engkau bersabda demikian (sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah)?" Tanyanya. Dan Rasul pun meng-iya-kan. "Tetapi, Yaa Rasul, saya keberatan kalau sabdamu itu disebarkan kepada sembarang orang karena dikuatirkan akan salah dalam menafsirkannya."

Mendengar keberatan Umar itu, Rasul tercenung, lalu sesaat kemudian bersabda, "Yaa, aku setuju dengan pendapatmu". Abu Hurairah pun lalu dilarang untuk mengumumkannya di pasar.

Demikianlah, perkataannya benar, sesuai dengan kenyataan. Akan tetapi, karena dikuatirkan akan salah penafsiran orang yang mendengarnya, karena diucapkan tidak pada tempatnya.

3. Jagalah Kehalusan Tutur Kata
Orang yang lisannya bermutu haruslah berkemampuan memperhalus dan menjaga kata-katanya tidak menjadi duri atau tidak bagai pisau silet yang siap melukai orang lain. Betapa banyak kata-kata yang keluar yang rasa-rasanya ketika mengeluarkannya begitu gampang, begitu enak, tapi yang mendengar malah sebaliknya, hatinya tercabik-cabik, tersayat-sayat perasaannya, begitu perih dan luka tertancap dihatinya. Seakan memberi nasehat, tapi bagi yang mendengar apakah merasa dinasehati atau malah merasa dizhalimi.

Hati-hati, ibu kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami, guru kepad murid, atasan kepada bawahan. Kadang kelihatannya seperti sedang memberi nasehat tetapi sesungguhnya kalau tidak hati-hati dalam memilih kata, justru kita sedang mengumbar duri-duri pisau 'cutter' yang tajam mengiris.

Rasulullah bersabda, "Jiwa seorang mukmin bukanlah pencela, pengutuk, pembuat perbuatan keji dan berlidah kotor" (HR. Turmudji dan Ibnu Mas'ud).

Bahkan bagi orang kafir sekalipun, Nabi melarang mencelanya. Dikisahkan bahwa ketika beberapa orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda :
"Janganlah kamu memaki mereka, dari apa yang kamu katakan, dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran lidah itu tercela" (HR. An Nasai)

Sahabat-sahabat kalau kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak kepada kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melakukan kesalahan sehingga TV rusak atau kita naik motor agak lalai sehingga menabrak atau masuk got. Maka apa yang kita inginkan ? Yang kita inginkan dari orang lain adalah dia dapat bijaksana kepada kita. "Innaalillaahi wa innaailaihi raaji'uun" "Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah". Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan. Sebab sangat pasti akan selalu ada kesempatan kita untuk berbuat kesalahan.

Dikala itu, jika orang menyikapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi adalah semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar.

Bandingkan dengan kalau kita melakukan suatu kesalahan, lalu orang lain marah kepada kita, "Diam disini, ini perhatikan ! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering membuat kesalahan, kemarin ini, sekarang itu. Ini adalah kelakuan yang sangat menyebalkan, dia pengacau di tempat kita, dia adalah orang yang paling merugikan". Bayangkan perasaan kita, yang terjadi adalah merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita benar-benar diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang akan merasuk.

Diriwayatkan bahwa suatu waktu, seorang Arab Badwi bertemu Rasulullah SAW, dan Rasulullah berkata : "Engkau harus bertakwa kepada Allah, Jika seseorang membikin malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu dia dengan sesuatu yang engkau ketahui padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu. Dan janganlah engkau memaki sesuatu !"  (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda, "Bahwa yang pertama-tama diberitahukan Tuhan kepadaku dan dilarang aku daripadanya sesudah penyembahan berhala dan minum khamar, ialah mencaci orang".  (HR. Ibu Abi Dunya).

Sungguh kalau kita tidak suka dipermalukan, tidak suka disakiti, tidak suka direndahkan, mengapa kata-kata kita sering mempermalukan, merendahkan, menghinakan orang lain? Padahal, sebaik-baiknya kata adalah yang mengoreksi, yang dapat meraba perasaan diri sendiri dan orang lain kalau misalnya kita diperlakukan seperti itu. "Duh, dengan kata-kata ini dia terluka atau tidak, dengan kata-kata ini dia tersakiti atau tidak ?"
Manfaat tidak kalau misalnya ada yang shaum, lalu ditanya shaum atau tidak, makin kita tanya, "Saudara shaum atau tidak?" Padahal dia sedang berusaha menyembunyikan amalnya, terpaksa harus bicara. Kalau menjawab "Ya, Saya Shaum", terbersit peluang untuk riya. Kalau menjawab, "Tidak", jadi dosa karena berdusta. Kalau diam saja takut disangka sombong. Maka, kita telah menyusahkan orang gara-gara pertanyaan kita.

Saudara-saudara sekalian, sudahlah jangan banyak tanya yang kira-kira tidak bermanfaat bahkan menjadi beban bagi yang ditanya. Jangan pernah berkata yang membuat orang lain jadi susah, kita juga tidak mau disusahkan oleh perkataan orang lain. Kalau disuruh memilih, mending diajak bicara yang kasar atau yang halus ? Tentu kita akan memilih berbicara dengan bahasa yang halus.

Firmannya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah segolongan laki-laki menghina segolongan yang lain, boleh jadi (mereka yang dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). Dan janganlah segolongan perempuan (menghina) golongan perempuan yang lainnya, boleh jadi (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina)." (QS. Al Hujurat 49:11).

Rasulullah juga bersabda,
"Demi Allah Aku tidak suka menceritakan tentang seseorang". (HR. Abu Daud dan Turmudji). Jangan pula menasehatkan apa yang tidak pernah kita lakukan, sebab firman-Nya: "Hai, orang-orang yang beriman, mengapa engkau berkata-kata sesuatu yang tidak engkau perbuat. Sesungguhnya amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang berkata tapi tidak melakukannya." (QS. Ash Shaff 61: 2-3)

Maka, mulai sekarang, jagalah lisan kita, banyaklah berbuat daripada berkata, atau banyaklah berkata dengan perbuatan daripada banyak berkata tanpa ada perbuatan. Kita tidak akan terhormat oleh banyak berbicara sia-sia, kehormatan kita adalah dengan berkata benar atau diam.

Gelas yang kosong hanya diisi dengan air, tapi mata air yang melimpah airnya bisa mengisi wadah apapun. Artinya, orang yang kosong harga dirinya hanya ingin dihargai, tapi orang yang melimpah harga dirinya akan senang menghargai orang lain.

Pastikan gaya bicara kita jangan merendahkan orang lain, karena diri kita ingin dihargai, hal itu justru menunjukkan kerendahan diri kita. Karena mulut itu bagai moncong teko, hanya mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam teh keluar teh, di dalam bening keluar bening. Maka berbahagialah bagi yang ucapannya keluar dari mulutnya bagai untaian kalung mutiara, yang niscaya ia akan merasakan betapa indah dan berkilau indahnya. Kalau pembicaraan bagai untaian perhiasan harganya, insyaallah hatinya akan berharga pula. Tapi kalau mulutnya bagai keranjang sampah tumpah, maka hatinya akan tak jauh pula.

✔Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya yaitu:
1. Berkatalah dengan perkataan yang benar
2. Berkatalah sesuai tempatnya
3. Jagalah kehalusan tutur kata
4. Berkatalah yang bermanfaat
Pastikan setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita itu full manfaat. Rasulullah bersabda, "Diantara tanda kebaikan akhlak manusia muslim adalah meninggalkan apa yang tidak perlu" (HR. Turmudji).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Nabi SAQ kehilangan Ka'ab bin Ajrah. Lalu beliau tanyakan kemana Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Beliau sakit, yaa Rasulullah". Lalu Nabi keluar berjalan, sehingga sampai pada Ka'ab, Lalu beliau bersabda : "Gembiralah wahai Ka'ab", Lalu Nabi bertanya : "Siapakah wanita yang bersumpah ini kepada Allah ?" Ka'ab menjawab : "Ibuku, wahai Rasulullah" Lalu Nabi menyahut : "Apakah yang diberitahukan kepada engkau wahai Ummu Ka'ab ?" Ibunya Ka'ab menjawab : "Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak perlu atau tidak berkata yang diperlukan". (HR. Ibnu Abi Dunya)

Maka, satu-satunya pilihan adalah berkata yang penuh manfaat. Ketika tiba-tiba hujan, "Huuh, hujan !" Lho, apa untungnya berkata begitu, apa dengan berkata begitu hujannya jadi berhenti ? Tidak kan...? Hujan adalah pekerjaan Allah, suka-suka Allah mau ngasih hujan atau tidak, yang pasti setiap perbuatan Allah itu bermanfaat buat orang beriman. Apa salahnya Allah menurunkan hujan, dulu waktu kemarau panjang mengeluh, di kasih hujan masih mengeluh juga.

Suatu ketika pernah duduk dengan seorang ulama yang terpelihara, "Aduh, jam tangan ketinggalan !" Tiba-tiba saya ingat, bahwa jam saya ketinggalan. "Kenapa pakai aduh ? Lebih bermanfaat kalau mengucapkan innaalillaahi, lupa nih ketinggalan jam, mudah-mudahan dapat diambil di waktu yang tepat".

Sahabat-sahabat sekalian, jangan bunyi kecuali yang bermanfaat. Jangan pula mencela perbuatan Allah. Panas, dingin, hujan atau kemarau, dengan panas yang membakar sekalipun, jangan mencela. Atau tiba-tiba petir mengelegar, kenapa menjerit ....?

Bukannya malah menyebut nama Allah. Atau tiba-tiba menginjak bangkai, "Hiii bangkai anjing sialan !" Kenapa harus mencaci, tidak usah mencela, beristighfarlah, sebab Allah memberikan kejadian, sangat pasti ada hikmahnya.

4. Berkatalah yang Bermanfaat
Dikisahkan bahwa suatu waktu Nabi Isa, as, melihat bangkai seekor anjing, ketika sahabat-sahabatnya berpaling karena jijik, maka Nabi Isa justru melihat susunan gigi putihnya yang tertata indah,

"Anjing itu giginya rapi sekali yaa...!", Teman-temannya keheranan. "Yaa, Rabbii (Guru), kenapa Paduka berkata begitu, bangkai anjing itu kan sangat menjijikkan. Bahkan Paduka sendiri kalau dihina, dicaci, diremehkan dengan kata-kata jelek, kata-kata Tuan selalu baik ?"

Nabi Isa Menjawab:
"Karena setiap orang memang akan mengeluarkan apa yang dimilikinya. Kalau pikiran dan perasaannya jelek, maka yang keluar adalah yang jelek-jelek juga", Demikian jawabnya. Makin banyak kepeleset lidah, makin banyak masalah dan dosanya, makin banyak dosa, nerakalah tempatnya. Maka, "Fal yakul khairan au liyasmut", "Berkatalah yang benar atau diam", Demikian Sabda Nabi. Jangan sekali-kali mencela makanan yang sudah tersaji di depan mata. "Huuh, ini mah terlalu asin !" Kalau nggak suka kasikan kepada makhluk lain yang lebih membutuhkan. Ada makanan terlalu dingin, yaa hangatkan ! Jangan mengeluh, jangan mencela. Sebab sudah dikasih makan saja oleh Allah sudah untung.

Mencela atau mengutuk bukanlah akhlak seorang muslim. Rasulullah bersabda, "Orang Mukmin itu bukan type pengutuk" (HR. Turmudji). Dalam Hadits lain Nabi SAW bersabda, "Janganlah Kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan ALLAH, dengan kemarahan-NYa, dan dengan neraka Jahannam". (HR. Abu Dawud dan Turmudji)

Pernah suatu waktu ketika di tanah suci, ada seorang jemaah haji ikhwan yang suatu waktu ia mendapat jatah makanannya dingin dan keras. Maka, mengeluhlah dia, "Huuh, susah di Arab ini, masa nasi aja sebegini keras." Gerutunya tanpa henti. Seseorang kemudian menasehatinya, "Pak, kalau Bapak semakin mengeluh, mencela, Bapak akan semakin sengsara, menderita. Karena yang memberi makan adalah ALLAH, ada kalanya Allah menguji dengan makanan yang enak dan lezat, ada kalanya pula Allah menguji dengan makanan yang tidak enak atau mungkin dengan makanan yang sudah basi. Kenapa ketika sekali ini makanan kita tidak enak, lalu kita sibuk mencaci, mencela, yang tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justru mengundang murka Allah "

Padahal di Mekkah lamanya 40 hari, 40 x 3 = 120 kali, dan makan yang enggak enak ini cuma satu kali, maka tidak adik dia, zhalim dia. Sahabat-sahabat sekalian berhentilah mencela. Lihat orang berbibir tebal, sudahlah jangan mencela, toh bibik kita dan bibir dia, ALLAH juga yang menciptakan. Seseorang yang matanya sipit, tidak berarti kita harus mengatakan "betapa sempitnya dunia bagi dia". Dia sama sekali tidak memiliki matanya, Allah-lah yang menciptakannya. Apakah kita akan mencela ciptaan Allah ?

Padahal olok-olok, penghinaan, dan pencelaan akan menyulitkan kita di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok manusia itu, dibukakan pintu surga bagi salah seorang dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Mari, marilah!" Lalu orang yang memperolok-olokan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Ketika ia datang ke pintu surga itu, lalu pintu surga itu terkunci buat dia. Maka terus menerus seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya. "Mari, Marilah!", Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu". (HR. Ibnu Abi Dunya).

Maka pastikan, dari mulut kita tidak keluar kata-kata penghinaan, pencelaan, olok-olok, dan yang sejenisnya. Pokoknya kalau enggak perlu-perlu amat, jangan bunyi. Wah, kalau begitu nanti dunia ini sepi dong...
Lho bicara itu tidak selalu harus pakai mulut, senyum ramah, duduk dengan penuh perhatian, santun, ini sudah bicara. Cara menunjuk, cara bersila, bagaimana kita bersikap terhadap pembicaraan orang lain. Itu semua sudah merupakan ribuan kata, bahkan jutaan kata.
Ingatlah bahwa syarat istiqomahnya hati di jalan ALLAH adalah istiqomahnya lisan. Sabda Nabi SAW, bahwa "Tidak akan istiqomah iman seseorang sebelum istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqomah hatinya sebelum istiqamah lisannya". (HR. Ahmad) Subhanallah, maka marilah mulai sekarang kita menjaga dan mengelola lisan kita dengan hanya digunakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

0⃣6⃣ Lolita
Assalamualaikum ustadzah.
Bagaimana cara menata bahasa ketika menyampaikan sesuatu yang mengganjal seperti saat sedang emosi ataupun lagi baper agar lawan bicaranya bisa paham dan tidak ada salah penafsiran? Terimakasih

🌷Jawab:
Kita harus banyak istigfar agar kata-kata yang keluar tidak dibarengin marah dan emosi
Caranya:
1. Tenangkan hati kita
2. Banyak istigfar
3. Awalilah dengan kata maaf
4. Carilah kata-kata yang simple tapi bermakna tidak dengan kata-kata panjang tapi malah tidak didengar
5. Berdo'alah...

0⃣7⃣ Fia
Assalammualaikum ustadzah.
Bagaimana menyikapi orang tua yang sedang sakit lalu setiap hari sensitif, suka marah, berbicara keras ke anaknya. Kadang rasanya sakit hati, ingin marah juga.
Kadang lisan kadang tak kuat menahan amarah. Bagaimana supaya lisan kita tetap terjaga tak membalasnya dan bisa memahami beliau?

🌷Jawab:
Banyaklah beristigfar karena kita tahu kalau orang tua sedang sakit pasti gampang marah lawanlah dengan kesabaran kita. Jangan kita lantas terpancing marah juga. Selalulah mendo'akan orangtua kita agar diberikan kesabaran dan ketenangan dalam menjalani hidupnya. Yang terpenting bagi kita adalah sabar. Biarlah orang tua kita marah dan membentak kita tapi kita harus tetap sabar dan diam. Kalau mau menjawab dengan kata yang santun.

0⃣8⃣ Nida
Marahnya orang mulia terlihat dari sikapnya sedangkan  marahnya orang bodoh terlihat dari ucapan lisannya.(imam syafii). Bunda bolehkah minta penjelasan tentang kata-kata ini?

🌷Jawab:
Ada banyak hal yang terkadang mengusik keadaan hati kita, ntah itu sikap orang lain yang seadanya, atau perilaku orang lain yang memang kurang bisa menghargai perasaan kita, namun dalam suasana yang demikian kita selalu dituntut untuk bersabar dan ikhlas.

Sulit? Iya memang, dan dari situlah kita bisa mengetahui kualitas diri kita seperti apa, sikap kita ketika maahlah yang akan menentukan bagaimana kita dihadapan Allah dan dihadapan manusia lainnya.

Jangan sampai kita salah mengambil sikap dan lepas kendali berkata yang buruk, hanya karena saking marahnya hati kita, karena bila kita tak bisa mengontrol diri dan berlaku demikian, disitulah kita akan nampak betapa bodohnya kita sebagai manusia

Saat kita berbicara seadanya yang mengarah pada keburukan, maka disitulah kita akan terlihat bodoh dihadapan orang lain, dan disitu pulalah kita akan merasa rendah dihdapan sesama, sebab tak bisanya kita dalam menjaga sikap.

Karena hanya orang bodoh dan tak berkeraslah yang ketika marah mengeluarkan kata-kata yang menghinakan dirinya dengan menghinakan orang lain dengan bahasa yang buruk.

0⃣9⃣ Adha
Pertanyaan sebaliknya bagaimana jika dengan orang sering banyak diamnya, bicara kalau perlu saja, kadang orang menilai diamnya itu jadi tak ramah, diamnya karena enggak mau bersosialita, diamnya karena kosong enggak tau apa-apa. Diam yang seperti ini bagaimana?

🌷Jawab:
Mu’az bin Jabal ra bertanya tentang perbuatan yang dapat memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka.  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: …Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, shalat, zakat, puasa Ramadhan dan haji. Pintu-pintu surga adalah puasa, sodaqoh dan shalat malam.  Pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Sesuatu dapat membuat kalian memiliki semua itu. Rasulullah memegang lidahnya lalu bersabda: Jagalah ini. Muadz bertanya: Ya Nabi, apakah kita akan dihukum atas apa yang kita ucapkan?  Beliau bersabda: …adakah yang menyebabkan seseorang terjungkal wajahnya di neraka selain buah dari lisan mereka (HR Tirmidzi)

Imam Asy-Syafi’I rahimahullah,  berkata, "Berpikirlah dahulu sebelum bicara. Jika maslahat bicaralah.  Jika mudharat/ragu-ragu, diamlah. Manusia diberi dua telinga dan satu mulut supaya lebih banyak mendengar daripada bicara".

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali diam namun berpikir atau berbicara dengan ilmu.” Sufyan Ats-Tsauri

“Tidak tersesat suatu kaum setelah mendapat hidayah kecuali mereka berdebat” (HR Tirmidzi).  Imam Malik berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan”.

“Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka bermusuhan dan bertengkar” (HR Al Bukhari)

“Orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah yang buruk akhlaknya, yaitu banyak bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata” (HR Ahmad)

Kalau diamnya seperti yang mba utarakan bukan diamnya orang-orang sholeh tapi karena memang dia kurang faham, kurang sosialisasi dengan masyarakat, kurang bergaul dan kurang baca.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSiNG STaTeMeNT💎

Kata-kata itu jika sudah terlontar dari lisan kita, maka ia bagaikan anak panah yang sudah melesat dari busurnya. Ia tak bisa ditarik lagi. Apalagi jika sudah tertancap, maka jika dicabut pun ia akan meninggalkan bekas.

Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab [33] : 70-71).

Tidak ada satu katapun yang terlontar dari lisan kita kecuali Allah SWT mendengarnya. Dan, tidak ada satu kata pun yang kita ucapkan kecuali pasti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Karena itulah kita harus bisa menjaga lisan kita agar tidak salah berkata lebih baik diam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar