Sabtu, 23 Juni 2018

ADABUL MUFRAD "Part 2"



OLeh   : Ustadz Undang Suherlan

           💘M a T e R i💘

Malam ini kita lanjutkan pembahasan Adabul Mufrad.

Juz 1:
Membahas hadits-hadits seputar berbakti kepada kedua orang tua, dan hal-hal yang berkaitan dengan hidup rukun dengan tetangga, serta pemeliharaan anak yatim.
Sudah kita bahas pada pertemuan yang telah lewat.

Malam ini kita akan bahas
Juz 2:
Membahas seputar perlakuan terhadap hamba sahaya, kedermawanan jiwa, serta perilaku buruk dalam pribadi manusia, seperti sifat pelit, kikir dan juga aktivitas keseharian manusia seperti tertawa, bercanda dan selainnya.

Jama'ah RAK sholeha....
Sekarang marilah kita perhatikan pandangan Islam terhadap perbudakan.

~ Islam Mempersempit Sebab-Sebab Perbudakan.

Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi budak kecuali dengan satu sebab saja, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan dalam pertempuran. Dan Panglima perang memiliki kewajiban memberikan perlakuan yang tepat terhadap para tawanan, bisa dijadikan budak, meminta tebusan atau melepaskan mereka tanpa tebusan. Itu semua dipilih dengan tetap melihat kemaslahatan umum.

Inilah satu-satunya sebab perbudakan di dalam Islam berdasarkan dalil naqli yang shahih yang sesuai dengan dalil aqli yang shahih.

Karena sesungguhnya orang yang berdiri menghalangi aqidah dan jalan da’wah, ingin mengikat dan membatasi kemerdekaan serta ingin memerangi maka balasan yang tepat adalah ia harus ditahan dan dijadikan budak supaya memperluas jalannya da’wah.

Inilah satu-satunya sebab perbudakan didalam Islam, bukan dengan cara perampasan manusia, ataupun menjual orang merdeka dan memperbudak mereka sebagaimana umat-umat yang lain.

~ Islam Menyikapi Para Budak Dengan Lemah Lembut Dan Penuh Kasih Sayang.

Karena itu Islam mengancam dan memperingatkan orang yang memberikan beban berlebihan kepada para budak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

اتَّقُوا اللهَ وَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki."

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ مَا لاَ يُطِيقُ

"Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan yang diluar kemampuannya."

Bahkan Islam mengangkat derajat mereka, dari sekedar budak menjadi saudara bagi tuan mereka sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّ إِخْوَانَكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

”Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada dibawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka."

Islam tidak hanya meninggikan derajat mereka dalam masalah sikap yang harus diberikan, akan tetapi juga di dalam berbicara dengan mereka, sehingga mereka tidak merasa rendah diri, karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

وَلاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ عَبْدِي وَ أَمَتِي وَلْيَقُلْ فَتَايَ وَفَتَاتِي

"Janganlah salah seorang diantara kalian mengatakan: Hai hamba laki-lakiku, hai hamba perempuanku, akan tetapi katakanlah : Hai pembantu laki-lakiku, hai pembantu perempuanku."

Bukan hanya itu, Islam bahkan tidak menjadikan nasab atau jasad atau tubuh sebagai standard kemuliaan seseorang di dunia dan di akhirat, namun kecakapan dan nilai maknawilah standar kemuliaan manusia.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ

"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah orang-orang yang paling bertaqwa." [QS. Al-Hujurat:13]

Karena itu, berbekal ilmu dan kemampuan yang dimiliki, beberapa bekas budak bisa menyamai kedudukan tuannya, baik dengan menjadi penglima tentara, pemimpin umat, hakim atau jabatan-jabatan agung yang lainnya. Ini semua karena kemampuan mereka yang merupakan sumber kemuliaan.

Disamping mengangkat derajat mereka, syari’at juga mengawasi dan memperhatikan pembebasan dengan cara mendorong perbuatan tersebut dan menjanjikan keselamatan dari neraka serta keberuntungan dengan masuk syurga bagi seorang yang membebaskan budak. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ الهُأ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ حَتَّى يُعْتِقَ فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ

"Barang siapa membebaskan budak yang muslim niscaya Allah akan membebaskan setiap anggota badannya dengan sebab anggota badan budak tersebut, sehingga kemaluan dengan kemaluannya."

Cukuplah didalam keutamaan membebaskan budak, hadits shohih diatas dan sebuah hadits yang diriwayat oleh Tirmidzi dari Abu Umamah dan shahabat yang lain.

أَيُّمَا امْرِئٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا كَانَ فِكَاكَهُ مِنَ النَّارِ

"Siapa saja seorang muslim yang membebaskan seorang budak yang muslim, maka perbuatannya itu akan menjadi pembebas dirinya dari api neraka."

Hadits dan atsar yang mendorong untuk membebaskan budak banyak sekali, dan tidak ada perbuatan baik yang lebih besar daripada membebaskan seorang muslim dari perbudakan. Karena dengan kemerdekaan dirinya sempurnalah derajat kemanusiaan yang ia miliki setelah dahulunya berstatus seperti hewan.
 Kemudian Islam memiliki beberapa sebab kemerdekaan seorang budak, baik merdeka secara terpaksa atau merdeka secara ikhtiari. Jalan merdeka secara paksa adalah.

1. Barang siapa melukai tubuh budaknya maka ia wajib membebaskan budaknya tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang mengisahkan adanya seorang tuan yang memotong hidung budaknya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada budak itu.

اذْهَبْ فَأَنْتَ حُرٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ الهِن فَمَوْلَى مَنْ أَنَا ؟ قَالَ : مَوْلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ

"Pergilah engkau karena sekarang engkau orang yang merdeka, maka budak itu berkata: “Ya Rasulullah saya ini maula (budak) siapa”, Beliau menjawab : “Maula Allah dan RasulNya." [7]

2. Seorang budak dimiliki oleh beberapa orang, lalu salah seorang pemilik membebaskan bagiannya, maka pemilik tadi harus membebaskan bagian sekutunya secara paksa. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي مَمْلُوكٍ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُعْتِقَ كُلَّهُ

"Barangsiapa membebaskan bagiannya dari seorang budak, maka ia wajib membebaskan seluruhnya."  [8]

Dalam hal ini perlu ada rincian yang memerlukan pembahasan tersendiri.

3. Barang siapa memiliki budak yang ternyata masih kerabat dekatnya (mahramnya) maka wajib atas pemiliknya untuk membebaskan secara terpaksa. Berdasarkan hadits :

مَنْ مَلَكَ ذَا رَحِمٍ مَحْرَمٍ فَهُوَ حُرٌّ

"Barang siapa memiliki budak yang termasuk kerabatnya bahkan mahromnya maka budak itu merdeka." [9]

Inilah sebab-sebab secara terpaksa yang menghilangkan hak milik tuan terhadap budaknya. Sebab-sebab terpaksa ini di syari’atkan karena adanya rahasia syar’iyah dan pengaruh khusus sehingga syari’at tidak menjadikannya sebagai sebab pilihan atau sebab yang bisa dirujuk atau di batalkan.

Disamping mendorong untuk membebaskan budak, syari’at juga menjadikan pembebasan budak sebagai kafarah pertama untuk selamat dari dosa-dosa, pembebasan budak sebagai alternatif pertama untuk kafarah bersetubuh di siang bulan Ramadlan, zhihar (seorang suami mengatakan kepada istrinya bahwa punggungnya seperti punggung ibunya, yakni suami tidak mau menggauli istrinya-red) dan membunuh secara tidak sengaja.

🔷🌷🔷
Selanjutnya

Kedermawanan Jiwa

Di dalam kitab Adabul Mufrod karya Imam Bukhari yang menceritakan berbagai adab yang seharusnya diteladani seorang muslim, ada suatu bab yang berjudul ‘kedermawanan jiwa’.


Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغَنِىُّ عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلَكِنَّ الْغَنِىَّ غَنِىُّ النَّفْسِ

“Kekayaan bukanlah diukur dengan banyaknya harta. Namun  kekayaan (hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.”

Dari Anas, ia berkata,

خدمت النبي صلى الله عليه وسلم عشر سنين، فما قال لي : أف قط، وما قال لي لشيء لم أفعله: ألا كنت فعلته؟ ولا لشيء فعلته: لم فعلته؟

“Saya melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama dua puluh tahun, namun beliau tidak pernah mengeluh dan tidak pula beliau mengomentari pekerjaan yang aku lakukan dan pekerjaan yang tidak kulakukan.”

Dermawan adalah rela berkorban di jalan Allah dengan harta  bahkan jiwa atau raga. Beberapa wujud dari sifat kedermawanan adalah memberikan sedekah bisa berupa materi seperti memberi makanan, pakaian, uang dll. Atau dengan non materi, bisa dengan membantu meringankan atau menyelesaikan masalah, pekerjaan atau yang lainnya. Wujud dermawan yang lainnya adalah memberikan infaq, zakat, bantuan dana pembangunan masjid, sumbangan ke pesantren, sekolah, masjid, panti asuhan, pengungsi dan lain sebagainya.

Setiap manusia harus mempunyai sifat dermawan agar terciptanya keseimbangan atau masyarakat yang ideal yaitu masyarakat yang saling membantu, melengkapi dan berusaha untuk bisa bermanfaat bagi sesama dan lain sebagainya. Dermawan merupakan salah satu wujud dari rasa solidaritas kemanusiaan.

Orang yang mempunyai sifat dermawan adalah muslim yang mempunyai iman dan ketaqwaan. Karena ciri orang bertakwa adalah orang yang senantiasa berbagi, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Hal ini sesuai dengan al-Qur’an surat Ali Imron ayat 134;


Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Sebagai hamba yang beriman dan bertakwa seharusnya meningkatkan sifat kedermawanan dengan meneladani Nabi Muhammad, para sahabatnya dan  para orang sholeh terdahulu maupun sekarang. Hal ini sangat penting karena siapa lagi yang meneladani beliau kalau tidak kita yaitu sebagai penerus perjuangannya untuk mewujudkan Islam yang  rahmatan lil’alamin.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Citra
Kalau misalnya kita memakai jasa PRT, kemudian dia melakukan kesalahan yang menurut kita bisa berbahaya (misal, lupa matikan kompor karena nonton tv atau lupa cabut kabel seterikaan).  Bagaimana Islam mengatur cara menegur pembantu?
Terima kasih.

🔷Jawab:
Ditegur atau diperingatkan atas kesalahan yang di lakukan memang sama sekali bukan moment yang menyenangkan. Rasa malu, gengsi bahkan kadang sakit hati tak jarang menguasai fikiran setelah mendapat teguran.

Tapi jangan salah, menegur itu lebih tidak enak dari pada orang yang menerima teguran, karena ada beban tersendiri ketika harus memperingatkan dan mengungkapkan kesalahan orang lain.

Tegur khasiat kita dengan bijak:
✔Kumpulkan Informasi Akurat.
Jangan mencari-cari kesalahan orang, tegur secara obyektif.

✔Tegurlah Segera.
Jangan di tunda-tunda, karena hal ini akan berakibat si khadimat merasa itu bukan kesalahan dan kemungkinan akan terulang lagi di kemudian hari.

✔Lakukan Secara Personal.
Ingatlah, jangan pernah menegur ditengah orang banyak dan dengan bantuan orang lain

✔Fokus teguran hendaknya jangan melenceng dari persoalan, artinya jangan menyinggung hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan masalah pokok, apalagi masalah pribadi.

✔Dengarkan Pembelaannya
Beri kesempatan pada orang yang anda tegur untuk memberikan penjelasan, hal ini juga membantu anda dalam memecahkan persoalan dan memberikan solusi. Jangan biarkan mereka melakukan kesalahan lagi, hanya karena mereka tidak tahu apa keinginan anda.

✔Lakukan Dengan Tegas & Adil.
Teguran harus dilakukan dengan tegas dan adil, jangan hanya menegur orang yang tidak anda suka, dalam menegur tunjukkan sikap untuk membantu, bukan menghukum.

✔Buatlah Komitmen Perbaikan.
Bicarakan solusi yang untuk perbaikan kedepan, buat kesepakatan, tentukan batas waktu. Akhiri prosedur kesepakatan.

Wallahu a'lam

0⃣2⃣ Erna
UsMant, Suamikan sebagai tulang punggung keluarga kan banyak nih, suami yang kikir juga sama istri apalagi kalau istri juga bekerja suami menganggap istri yang bekerja tidak perlu lagi di kasih uang itu bagaimana yaaa?

🔷Jawab:
Salah satu tugas dan kewajiban seorang suami adalah memberi nafkah kepada istri dan anaknya. Hal itu sudah ditegaskan oleh Al-Quran QS. An-Nisa : 34, QS. Al-Baqarah : 233.

Begitu dalam nash hadits kewajiban bagi suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya.

Dari Hakim bin Mu’awiyah al-Qusyairi dari ayahnya berkata,”Ya Rasulullah, apakah hak istri dari suaminya ?”. Beliau bersabda, ”Memberi makan bila kamu makan, memberi pakaian bila kamu berpakaian. Tidak boleh memukul wajah, menjelekkan atau mengasingkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai).

Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Cukuplah bagi seseorang sebagai pelaku dosa bila dia menyia-nyiakan (tidak memberikan) nafkah kepada orang yang wajib diberinya makan.” (HR. An-Nasai).

Bahkan ketika seorang suami tidak mampu lagi memberi nafkah kepada istrinya, maka bisa diancam untuk dipisahkan dari istrinya.

Dari Said bin Al-Al-Musayyab tentang suami yang tidak mampu menafkahi istrinya, ”Keduanya harus dipisahkan.” (HR. Said bin Manshur).

Dari dalil-dalil di atas kita bisa simpulkan bahwa kewajiban memberi nafkah kepada istri adalah merupakan kewajiban agama. Hal itu sudah dikuatkan oleh dalil Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabawiyah. Sehingga tidak ada alasan bagi suami untuk mangkir dari kewajibannya. Bahkan meski istrinya itu kaya raya dan punya penghasilan sendiri. Secara dasar hukum, kewajiban suami tidak pernah gugur. Kecuali hanya bila ada kerelaan dari istri untuk tidak diberi nafkah bahkan bila dia rela untuk menafkahi suaminya.
Dalam kondisi seperti itu, resiko yang didapat adalah berkurangnya kepemimpinan (qawam) seorang suami, lantaran dia bukanlah yang menanggung nafkah keluarganya. Sehingga secara psikis, dia ada di bahwa bayang-bayang istrinya.

Sedangkan harta yang dimiliki oleh seoran istri adalah hak sepenuhnya bagi istri. Suami tidak bisa membelanjakan uang itu untuk kepentingan keluarga yang menjadi tannggunanya. Sehingga bila istri ingin memberikan sebagian uang miliknya untuk orang tuanya sendiri, maka dia punya hak sepenuhnya. Dan tidak bisa dihalangi oleh suaminya, karena suami tidak punya hak atas uang itu.
Walaupun demikian tetap harus dikomunikan dengan suami biar sama sama enak dan tidak saling curiga.

Wallahu A`lam

0⃣3⃣ Rika
Assalamualaikum,

Apakah budak yang dimaksud seperti diatas dijaman sekarang itu adalah tenaga kerja yang sangat ketat peraturannya, bahkan untuk ibadah tidak diberi kesempatan kemudian juga kerja diluar jam kerja tanpa uang tambahan. Apakah seperti itu ustadz?

🔷Jawab:
Dari penjelasan materi KOL di atas  sudah jelas,

◼Perbudakan saat ini masih diakui oleh Islam.

◼Syarat untuk diperbudaknya seorang manusia adalah :
1. Kafir (non Muslim).
2. Menjadi tawanan kaum muslimin.
3. Ditawan karena peperangan.
4. Panglima perang muslim tidak memberikan alternatif lain kepada orang tersebut.

◼Islam menilai seorang budak sebagai saudara bagi tuannya.

◼Disisi lain, Islam mengusahakan kemerdekaan seorang budak dengan beberapa jalan, baik secara paksa maupun sukarela atau sebagai kafarah (penebus) dosa.

Sedangkan tenaga kerja yang ketat peraturan nya tidak termasuk perbudakan yang sesuai syariat Islam. Itu adalah perbudakan yang dzalim atau memperbudak diri sendiri karena pada dasarnya orang tersebut bisa saja terbebas dari peraturan-peraturan itu dengan keluar dari tempat kerja tersebut.

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Bismillah....

Menjadi seorang Muslimah Sejati itu tidak cukup hanya berjilbab rapi. Tetapi jilbab harus kita jadikan sebagai identitas diri kita bahwa apa yang ada di dalam jiwa kita juga telah mantab dalam menghamba kepada Allah. Dengan beraqidah yang lurus kita berislam.

Dengan ibadah yang ittiba’ kita menjaga ketaatan. Dan dengan terus berpegang pada al Qur’an dan as Sunnah kita menjalani kehidupan. Semua itu tentu tidak mudah kita dapatkan kecuali dengan komitmen iman, perjuangan, kesabaran dan keihlasan. Jadilah Muslimah sejati dengan segala daya dan upaya untuk mencapainya. Karena kemuliaan diri kita adalah terletak pada kualitas keislaman kita.

والله أعلم

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar