Jumat, 23 Juni 2017

Poligami Semanis Kurma



OLeh : Ustadz Abah Kaspin

Saya share aja testimoni seorang ibu dalam rumah tangga poligami
🌸 Alhamdulillah 8th bersamamu
Dalam bingkai rumah tangga taadud😍
Tak mudah...
Tapi juga bukan hal yang amat sulit...
Untuk dilalui..
Karena kita bersama saling menguatkan..
Suamiku terimakasih atas semua usahamu😘
Berusaha membahagiakan ku
Berusaha membuat aku tak kesepian
Meski belum ada anak sbg buah cinta diantara kita
Tapi kebersamaan kita yang sering terisi dengan hahahihi
Itu juga merupakan buah cinta kita selama ini
Suamiku...
Engkau yang sering mengisi obrolan dengan bahasan tambah kuota
Kadang membuatku tertawa...Juga meringis😂
Fitrah wanitaku mengatakan..Apa sih,bahas kawin aja
Ditambah setan meniup...What..Hari gini ngomongin itu" aja
Aah sayang..setan itu cerdik👻
Ia menggoda dengan berbagai cara,
Tapi aku bercita" menjadi muslimah yang cerdas...Istri yang taat
Kubalik saja was" yang setan ciptakan,
Siapa tahu dengan bertambah istri...
Lelaki kesayanganku ini...
Makin Sholeh
Makin baik ibadahnya
Makin sabar dan bijaksana
Makin bagus akhlak nya
Makin terbuka Rizki nya
Boleh jadi ini adalah sarana tarbiyah dr Allah
Untukmu juga untukku
Agar layak kita dimasukan dalam golongan Ahli surga.
Tetaplah menjadi suami yang baik..
Yang sabar dan bertanggung jawab
Jika memang tertulis di lauhul mahfudz
Masih ada tambahan kuota untukmu
Maka itu akan terjadi..no matter What happens
Dan ketahuilah sayank
Menulis ini mudah
Tapi menjalankannya membutuhkan banyak energi
So...Keep supporting me💖
And stay charming...
Agar aku selalu punya alasan
untuk fall in love with you..more and more..Again and again🌸
COPASSSSSS.....
Abah Kaspin Pendongeng:
Fatwa Syaikh Utsaimin Terkait Poligami
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya oleh seorang perempuan,
"Wahai Syaikh, jika suami ingin menikah lagi, bolehkah istri melarangnya?"
Syaikh Ibnu Utsaimin menjawab, "Jika suami hendak menikah lagi, justru hendaknya isteri membantunya untuk mempersiapkan mahar bagi madunya.
Jika isteri merasa cemburu saat suami nikah lagi, maka tambahlah isteri yang ketiga, niscaya cemburu itu hilang."
Talkhish:
Abu Turob حفظه الله
Abah Kaspin Pendongeng:
DONOR DAN POLIGAMI
Oleh: Rama Rameo
Seperti biasa, tiap Jumat malam, usai menyelesaikan amanah mengajar selama hampir sepekan di kampus Malang saya segera meluncur menuju Surabaya untuk bisa bersua dengan anak dan istri tercinta. Seringkali tiba di Surabaya sudah larut malam.
Seperti malam ini, saya baru tiba di terminal Bungurasih sekitar jam 11 malam. Jika sudah terlalu larut seperti ini, saya selalu kesulitan mendapat angkot atau bis kota yang mengarah ke rumah saya di kawasan Ondomohen dekat Balai Kota Surabaya.
"Ojek, Mas?! Mau kemana? Naik ojek saja biar cepat!" Tawaran para tukang ojek memecah kesenyapan malam terminal Bungurasih. Seperti pak ojek yang baru saja mendekati saya ini, dengan sabar dia mendekati setiap penumpang yang baru turun dari bis antar kota. Tak terkecuali saya, didekati pula oleh pria baya berusia 50 tahunan ini.
Setelah tawar-menawar tarif, akhirnya deal, dan sayapun mau ikut bonceng ke pak ojek ini untuk meluncur menuju Ondomohen. Sepeda berjenis Honda Supra yang saya naiki inipun melaju cepat menembus lengangnya kota Metropolitan Surabaya. Seperti biasa, untuk mencairkan suasana jalan yang hening dan senyap saya selalu membuka perbincangan ringan. Diawali dengan pertanyaan siapa namanya, mulai kapan ngojek, atau asli Surabaya apa urban? Dan seterusnya.
"Nama saya Karsito, Mas. Aslinya Nganjuk. Tapi tinggal di Surabaya sudah lebih 30 tahun. Saya ngojek juga sudah lama, sejak pertama kali saya datang ke Surabaya," jawab Karsito. Dia sangat antusias menceritakan dirinya dan perjalanan hidupnya.
"Sampeyan pernah donor darah ya, Mas?" tanya Karsito pada saya. Kalimat tanya yang unik saya dengar. Lebih mengherankan lagi ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh Pak Karsito tukang ojek, bukan petugas PMI. Kontan saya jawab, belum pernah.
"Wah, enak Mas!" tegasnya kembali sambil sesekali membuka kaca helmnya agar suaranya jelas terdengar. Sementara tanpa terasa sepeda motor yang kami kendarai sudah tiba di kawasan jalan Darmo Surabaya. Karsito lalu melanjutkan ceritanya.
"Saya ini sudah sekitar 116 kali mendonorkan darah saya, Mas. Sampai-sampai petugas PMI Surabaya kenal banget sama saya. Lihat tuh di sepeda saya, ada stiker PMI Surabaya kan?" pria ini terus bertutur dengan penuh semangat. Sedangkan saya semakin diliputi keheranan. Kok bisa donor darah sampai lebih seratus kali? Apa tidak berpengaruh terhadap kondisi tubuhnya? Karena berarti darahnya terus disedot berkali-kali? Apa tidak kawatir drop ya? Wah, wah, wah, saya tak habis pikir.
"Enak, Mas. Justru badan selalu fit. Saya jarang sakit yang serius. Meskipun usia saya hampir 60, tetapi saya masih kuat makan sate berapa tusuk sekalipun. Saya tidak drop. Saya hampir tidak punya pantangan apapun terkait makanan. Saya selalu ready. Hehehe... " penuturan Pak Karsito yang membuat saya semakin tak habis pikir. Padahal kaprahnya, pria seusia dia harus menghindar dari makanan-makanan yang berpotensi kolesterol atau diabetes.
"Dan, Alhamdulillah saya sukses berpoligami dengan dua istri. Meskipun usia sudah tak muda, saya masih mampu melaksanakan kewajiban sebagai seorang suami dari dua istri, layaknya saya masih muda," penuturan Karsito kali ini kian membuat saya terperangah. Sementara perjalanan sudah tiba di kawasan Tunjungan Plasa, sebentar lagi tiba di kawasan Balai Kota Surabaya.
"Laju motornya diperlambat saja, Pak. Saya kok tertarik dengan penuturan Sampeyan tentang poligami tadi. Memangnya, ada hubungan antara donor darah dengan poligami, geh Pak?" Saya minta Pak Karsito memperlambat laju motornya, mengingat tujuan kian dekat, sedangkan saya masih ingin menikmati cerita Pak Karsito tentang donor darah dan poligami.
"Oh, jelas ada to, Mas. Dengan sering berdonor, yang jelas darah kita yang sudah didonorkan akan tergantikan dengan darah baru yang lebih segar secara otomatis. Darah baru itu akan mempengaruhi kesehatan tubuh serta meningkatkan vitalitas dan kebugaran. Akibatnya, kebutuhan biologis saya selalu meningkat. Istri pertama saya menyadari hal itu. Dia mengerti akan kebutuhan biologis saya yang selalu mendesak. Akhirnya, saya
minta izin untuk menikah lagi. Pilihan saya adalah janda yang tergolong muda. Usianya masih sekitar 30 tahun," Karsito semakin antusias menceritakan petualangannya.
"Bagaimana reaksi istri pertama setelah tahu sampeyan menikah lagi? Apa tidak gegeran?" Saya bertanya untuk menunjukkan bahwa saya sangat tertarik dengan kisahnya.
"Yah, namanya juga wanita, pasti tidak rela jika diduakan. Dia merasa dikhianati. Sempat juga gegeran, tapi tidak lama. Paling cuma tiga bulan paling lama. Setelah itu, stabil lagi. Karena istri pertama saya menyadari bahwa dia tak bisa mengimbangi irama kebutuhan biologis saya. Dan dulu sebelum poligami, motor ojek saya cuma satu, buntut dan jelek. Setelah menikah lagi, saya sekarang punya empat unit sepeda motor ojek," lanjut Karsito.
Tanpa terasa, ojek yang saya naiki sudah tiba diujung gang menuju rumah saya. Sedangkan cerita Karsito masih belum tuntas. Saya turun dari sepeda lalu membuka helm. Sengaja saya berlama-lama untuk membayar, dengan harapan Pak Karsito akan melanjutkan ceritanya.
"Dan, Alhamdulillah Mas, sekarang anak-anak saya dari istri pertama sudah tahu. Bahkan mereka sering main ke rumah istri kedua saya. Mereka akur-akur saja," Karsito melanjutkan ceritanya, sembari menghitung uang kembalian pada saya.
"Wah, sudah Pak. Sisanya sampeyan ambil semua. Itu saya anggap ongkos ngobrol serta ngangsu kaweruh saya kepada sampeyan. Oya, boleh saya tanya satu hal, Pak? Selain rutin donor, apa resep jamunya Pak Karsito agar bisa selalu OK dengan dua istri?" tanya saya to the point.
Karsito buru-buru merogoh saku dan ambil hape. "Ada resep khusus, Mas. Tapi kalau saya jelaskan sekarang, keburu kehujanan. Gini aja, Mas. Berapa nomor hape sampeyan? Nanti bisa saya sambung lewat telepon atau sms saja ya!" Wah, bisa saja Pak Karsito ini untuk membuat saya kian penasaran. Tapi tak apalah. Setidaknya saya dapat banyak ilmu dari tukang ojek ini.
Bagi saya, apa yang diceritakan oleh Karsito adalah pengalaman pribadi dia yang sarat ibrah. Pemaparan tukang ojek ini tentang donor dan poligami bukanlah data medis, tetapi tak lebih dari pengalaman hidup yang dia jalani. Yang sangat berkesal bagi saya adalah keberanian dia untuk mengambil keputusan berpoligami.
Jadi teringat penuturan seorang ustadz, bahwa tak semua yang bermula sakit itu tidak enak. Tetapi justru sangat enak. Seperti khitan dan poligami. Mulanya sakit, tapi lama-kelamaan terasa nikmatnya.
(Gubuk Cinta Jurangwugu Malang)
Demikian dahulu
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ iMah
1. Hukum" poligami apa saja abah...???
2. Apa saja hak" istri pertama yang harus terpenuhi untuk memenuhi syarat menambah kuota....?
🌷Jawab :
Jawaban 1 & 2 yaa...
Islam sebagai dîn (agama, jalan hidup) yang sempurna telah memberikan sedemikian lengkap hukum-hukum untuk memecahkan problematika kehidupan umat manusia. Islam telah membolehkan kepada seorang lelaki untuk beristri lebih dari satu orang. Hanya saja, Islam membatasi jumlahnya, yakni maksimal empat orang istri, dan mengharamkan lebih dari itu. Hal ini didasarkan firman Allah SWT. berikut:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
Artinya:
Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3).
Ayat di atas diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. pada tahun ke-8 Hijrah untuk membatasi jumlah istri pada batas maksimal empat orang saja. Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab mempunyai istri banyak tanpa ada batasan . Dengan diturunkannya ayat ini, seorang Muslim dibatasi hanya boleh beristri maksimal empat orang saja, tidak boleh lebih dari itu.
Memang, dalam lanjutan kalimat pada ayat di atas terdapat ungkapan: Kemudian jika kalian khawatir tidak akan berlaku adil, nikahilah seorang saja. Artinya, jika seorang pria khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (dengan beristri lebih dari satu), Islam menganjurkan untuk menikah hanya dengan seorang wanita saja sekaligus meninggalkan upaya untuk menghimpun lebih dari seorang wanita. Jika ia lebih suka memilih seorang wanita, itu adalah pilihan yang paling dekat untuk tidak berlaku aniaya atau curang. Inilah makna dari kalimat: yang demikian adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.
Namun demikian, keadilan yang dituntut atas seorang suami terhadap istri-istrinya bukanlah keadilan yang bersifat mutlak, tetapi keadilan yang memang masih berada dalam batas-batas kemampuannya—sebagai manusia—untuk mewujudkannya. Sebab, Allah Swt. sendiri tidak memberi manusia beban kecuali sebatas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya:
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS al-Baqarah [2]: 286).
Ayat terbut jelas bahwa Allah SWT, tidak membebankan suatu urusan kepada hamba kecuali urusan itu yang sanggup dipikulnya. Masalah keadilan yang harus dijalani oleh seorang suami yang beristri lebih dari satu bukanlah masalah keadilan kasih sayang disebabkan masalah kasih sayang tidak sanggup di penuhi oleh seorang suami. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat
129 .
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
Artinya:
Sekali-kali kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian walaupun kalian sangat menginginkannya. Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu cenderung (kepada salah seorang istri yang kalian cintai) hingga kalian membiarkan istri-istri kalian yang lain terkatung-katung.
(QS an-Nisa’ [4]: 129).
Berkenaan ketidakmampuan manusia berlaku adil sebagaimana yang ditunjukkan dalam ayat di atas, banyak para muffasirin dalam menafsirkan ayat diatas sama halnya dengan Ibn ‘Abbas menjelaskan bahwa ketidakmampuan yang dimaksud adalah dalam perkara kasih sayang dan syahwat suami terhadap istri-istrinya . Sebaliknya, selain dalam dua perkara ini, seorang suami akan mampu berlaku adil kepada istri-istrinya. Keadilan selain dalam kasih sayang dan syahwatnya inilah yang sebetulnya dituntut dan diwajibkan atas para suami yang berpoligami. Sebaliknya, keadilan dalam hal kasih sayang dan kecenderungan syahwatnya bukanlah sesuatu yang diwajibkan atas mereka. Hal ini dikuatkan oleh Hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan ‘Aisyah r.a.:
كَانَ رَسُولُ الله يقسم بين نسائه فَيَعْدِلُ ثم َيَقُولُ اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ,
Artinya:
Rasullullah SAW. pernah bersumpah dan berlaku adil seraya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku bersumpah atas apa yang aku sanggupi.
Oleh karena itu, janganlah Engkau memasukkanku ke dalam perkara yang Engkau sanggupi tetapi tidak aku sanggupi. (yaitu hatinya). (HR Muslem ).
Dan dalam hadist yang Imam Muslem meriwayatkan
عن قتاده : ذكرنا ان عمر بن الخظاب كان يقول اللهم اما قلبى فلا أَمْلِكُ! واما سوى ذلك , فأرجو أن أعدل
Artinya:
Umar bin khatab Berkata : Ya Allah , bahwa sungguh hatiku tidak sanggup aku kuasai untuk berbuat adil! Dan sesuatu yang selain hati, aku berharap saya dapat berbuat adil .
Hadis saidina Umar ini mengisyarahkan sebagai penjelas bagi hadist ‘aisyah diatas dengan, demikian dapat dipahami dari dua uraian tersebut bahwa yang dimaksud dengan adil yang tidak disanggupi oleh nabi adalah soal hati.
Berlaku adil dalam hal kasih sayang dari pernyataan saidina umar sendiri bahwa hal tersebut tidak mungkin untuk kita lakukan, maka dalam hal adil seorang suami yang beristrikan lebih dari satu adalah bukan adil kasih sayang, dikarenakan adil kasih sayang seorang suami tidak pernah bisa. Karena apabila adil kasih sayang yang dimaksudkan sama dengan halnya tidak diperbolehkan berpoligami disebabkan telah mengsyarat kepada sesuatu yang hampir mustahil untuk dipenuhi. tetapi pada kenyataannya poligami dalam islam ada, sebagaimana firman Allah dalam ayat an nisa’ ayat 3 (tiga) dan telah dilakukan oleh rasulullah dan para sahabat beliau sekalian. Maka berkesimpulanlah bahwa adil yang dimaksudkan bukanlah adil kasih sayang tetapi adil dalam meladeni istri seperti pakaian, tempat, giliran dan hal-hal lain yang bersifat lahiriyah.
Menanggapi tentang nabi tidak memperbolehkan saidina ali untuk menikah lagi dengan wanita selain fatimah. Sebagaimana hadist dalam shahih muslem :
عن المسور بن مخرمة : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم على المنبر وهو يقول إن بني هشام بن المغيرة استأذنوني أن ينكحوا ابنتهم علي بن أبي طالب فلا آذن لهم ثم لا آذن لهم ثم لا آذن لهم إلا أن يحب ابن أبي طالب أن يطلق ابنتي وينكح ابنتهم فإنما ابنتي بضعة مني يريبني ما رابها ويؤذيني ما آذاها
Artinya :
“Dari miswar bin makhramah beliau pernah mendengar saat nabi berada diatas mimbar beliau bersabda : sesungguh bani hisyam bin mughirah meminta izin mereka untuk menikahi ali dengan putri meraka, lalu rasulullah bersabda: aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali sesungguh aku lebih mencintai ali bin abi thalib menceraikan putriku, daripada menikahi dengan putri mereka. Karena putriku adalah darah dagingku aku senang dengan apa yang telah darah dagingku senang dan aku merasa tersakiti dengan apa yang telah darah dagingku merasa tersakiti dengan hal itu” .
Dalam hadist tersebut nabi tidak memberi izin kepada bani hisyam bin mughirah untuk menikahkan putri mereka dengan saidina Ali, karena mempertimbangkan bisa menyakiti hati fatimah, maka akan tersakiti hati rasulullah. Dan juga tersebutkan dalam riwayat yang lain Nabi pernah bersabda :
إني لست أحرم حلالا ولا أحل حراما ولكن والله لا تجتمع بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم وبنت عدو الله مكانا واحدا أبدا
Artinya :
“Bahwa sesungguhnya aku tidak mengharamkan sesuatu yang halal dan tidak juga menghalalkan sesuatu yang haram, tetapi demi allah tidak bisa menghimpunkan putri rasulullah dan putri musuh allah pada satu orang (Ali Bin Abi Thalib)”.
Dari kata-kata rasulullah “aku tidak mengharamkan sesuatu yang halal.
Yaitu berpoligami yang dibolehkan dalam agama. Akan tetapi rasulullah mengharamkan berpoligami karena putri tersebut anak dari pada musuh Allah SWT.
0⃣2⃣ Mila
Izin bertanya,,,
Jika ada yang mengajak nikah tetapi untuk jadi istri kedua, tapi keluarga jawab tidak, apa yang sebaiknya akhwat tersebut lakukan?
🌷Jawab :
Istikharah dan utamakan keluarga terutama wali yaitu bapak.
0⃣3⃣ Destiana
Assalamualaikum abah , ana mau tanya .
Kalau misalkan istri sudah di talak , sudah hampir satu tahun pisah dan suaminya sudah nikah lagi tapi kemudian hari istri pertamanya tinggal bareng lagi sama mantan suaminya .
Itu hukumnya apa ?
Apa harus nikah lagi ?
🌷Jawab :
Karena sudah lewat masa sudah dan tidak ada kata rujuk maka sebaiknya pergi ke KUA...minta penjelasan aya ke Amil setempat.
🍀Abah kalau misalkan sudah bohong sama istri keduanya , kalau dia udah cerai sama istri pertamanya dan keluarga suami juga bilang kalau mereka sudah cerai . Tapi tiba" mereka balik lagi . apa itu masuknya dzolim
🌷Bohong tidak boleh. Dosa
Jika pasangan suami-istri bercerai dan suami tidak melakukan rujuk terhadap istrinya sampai istrinya habis
menjalani masa idahnya, sang istri sudah menjadi orang lain yang tidak ada hubungan apa-apa dengan mantan suaminya tersebut.
Inilah yang dinamakan dengan ba’in bainunah shugra (istri bisa dinikahi lagi oleh mantan suaminya tanpa
harus kawin dulu dengan laki-laki lain). Itu berlaku bagi istri yang ditalak satu atau dua.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Baqarah [2]: 229).
*Sedangkan, jika suami sudah tiga kali menalak istrinya, semenjak jatuh talak tiga si istri sudah menjadi orang lain bagi mantan suaminya itu. Inilah yang dinamakan talak ba’in bainunah kubra. *
Dan, sang suami tidak bisa lagi rujuk atau menikah kembali dengan istrinya tersebut kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain (bukan dengan niat agar halal kembali kepada suami pertamanya) dan telah berhubungan suami-istri dalam pernikahan tersebut, lalu terjadi perceraian antara mereka.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 230).
*Dan jika istri sudah menjadi wanita asing bagi mantan suaminya, maka haram hukumnya bagi keduanya untuk berdua-duaan karena hukumnya sama dengan berdua-duaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya. *
Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, “Ketahuilah! Seorang laki-laki tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada mahramnya.” (HR Muslim).
Dalam hadis lain diriwayatkan, Ibnu Abbas Radhiallahu Anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berkhutbah: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali bersama mahramnya.”
Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, istriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama istrimu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam salah satu khutbahnya di hadapan kaum Muslim, Umar bin Khattab menyebutkan hadis dari Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, yang di antara isinya adalah: “Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR Tirmizi, al-Nasa’i, Ahmad, dan Hakim).
Oleh karena itu, segala sesuatu yang menyebabkan seorang laki-laki dapat berdua-duaan dengan wanita asing, atau melihat aurat yang tidak boleh dilihat oleh yang bukan mahramnya, meskipun itu bekas istrinya, hukumnya adalah haram.
Walaupun itu dengan tujuan untuk kebahagiaan anak-anak. Dan meskipun mereka tidak sekamar,dan sang suami telah menikah memiliki istri baru, kalau di rumah itu masih memungkinkan untuk mereka bertemu dan berdua-duaan seperti di dapur, di ruang makan, atau ketika mau ke kamar mandi, maka hukumnya adalah haram.
Akan tetapi, jika rumah tempat tinggal mereka itu rumah yang besar, mantan istri itu tinggal di ruangan yang terpisah dengan ruangan mantan suaminya, dan dalam keseharian mereka tidak saling bertemu karena ada dapur, kamar mandi, dan kamar tidur sendiri-sendiri, dan hanya bertemu ketika ada anak-anak mereka, itu dibolehkan.
Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah dijelaskan jika rumah laki-laki itu luas, dimungkinkan bagi mantan istrinya untuk tinggal di ruangan tersendiri dan antara ruangannya dan ruangan mantan suaminya tertutup dan punya segala sesuatu yang diperlukan di tiap-tiap ruangan.
Atau jika tidak ada pintu yang terkunci di antara mereka, harus ada mahram perempuan itu yang selalu menjaganya. Jika itu tidak ada, tidak boleh dan haram hukumnya. Dan, tentu lebih baiknya tidak tinggal bersama lagi demi menjaga diri agar jangan sampai jatuh pada hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Adapun jika kebahagiaan anak yang dijadikan sebagai alasan, sepatutnya itu dipikirkan dan menjadi pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk bercerai, bukan setelahnya, tapi akibatnya melanggar hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wallahu a’lam bish shawwab.
0⃣4⃣ Mila
Maaf, kalau jawaban istikharah dan keluarga berbeda, mana yang harus didahulukan?
🌷Jawab :
Kenyakinan pada diri, karena yang menjalani adalah kita,, namun juga tidak semerta" acuhkan pendapat dari keluarga terutama orang tua.
Bagaimanapun ridho Orangtua ridho Alloh juga.
0⃣5⃣ Nina - Siantar.
Bersalahkah jika seorang perempuan merasa terdzholimi jika suaminya menikah lagi? Ketika diri mencoba ikhlas namun hati semakin hari justru semakin sakit apa yang sebaiknya dilakukan ?
🌷Jawab :
Ridho dengan takdir dan tetap bertahan... InsyaAllah semua baik-baik saja,
Sebenarnya ini masalah tentang Tawakal, ikhlas dan waktu saja...
Kedepankan Ridho suami-mu untuk gapai Ridho ALLAH adalah sebagai jalan Syurga-mu masuk lewat pintu mana saja...
Bacalah buku² tentang keberkahan wanita yang mau di Poligami.
0⃣6⃣ Rafika...
1. Kalau poligami lebih baik istri"nya berkumpul dalam 1 rumah apa terpisah aja?
2. Kenapa poligami masih dipandang sebelah mata?
3. Apa manfaat poligami?
🌷Jawab :
Ane jawab 3'pertanyaan ini sekaligus yah...
Pada prinsipnya apabila kedua orang istrinya itu sama-sama rela dan ikhlas untuk ditempatkan di dalam satu rumah yang sama, asalkan berbeda kamarnya, tidak ada larangan dalam hukum Islam.
Dasarnya adalah praktek yang langsung dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada para istrinya. Aisyah radhiyallahu anha punya kamar yang berbeda dengan kamar-kamar istri beliau SAW yang lain. Namun sebagian sejarawan mengatakan mereka bukan tinggal di dalam rumah yang sama. Hanya saja rumah-rumah mereka memang sangat kecil, sehingga sering disebut dengan kamar (juhrah). Namun gedungnya tetap terpisah dan berlainan.
Kalau pun ternyata ditempatkan di dalam satu rumah dan satu atap, tetap harus di kamar-kamar yang berbeda. Kenapa tetap harus beda kamar?
Karena kamar itu representasi dari menjaga aurat. Mengingat meski kedua istri itu sudah dianggap satu keluarga, namun tetap ada aurat yang harus dijaga di antara keduanya. Benar bahwa tidak ada batas aurat antara suami istri, tetapi dengan sesama istri, walau pun sama-sama bersuamikan orang yang sama, tetap harus ada batas aurat.
Bila seorang suami sedang berhubungan dengan salah satu istrinya, maka istri yang lainnya tetap haram untuk melihat atau hadir di dalamnya. Apalagi ikutan berhubungan juga, maka hukumnya lebih haram lagi.
Karena itulah bila seorang suami sedang bercumbu dengan salah satu istrinya, maka kedua harus istitar (bersembunyi di balik hijab) dari istri yang lainnya.
Tapi yang lebih sering terjadi justru para wanita yang sama-sama dimadu oleh seorang suami, tidak akan pernah rela bila ditempatkan di dalam satu rumah yang sama. Dan bila hal itu terjadi pada diri seorang wanita, tidak bisa dinafikan. Sebab itulah yang juga terjadi pada para istri Nabi SAW.
Poligami Adalah Life Style Semua Peradaban
Sebelum kita bicara tentang pandangan syariah Islam tentang poligami, kita harus pahami terlebih dahulu bahwa poligami sudah ada jauh sebelum zaman kedatangan agama Islam.
Boleh dibilang bahwa poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami, menjalankannya dan menjadikannya sebagai bagian utuh dari bentuk kehidupan wajar. Bahkan boleh dibilang bahwa tidak ada peradaban manusia di dunia ini di masa lalu yang tidak mengenal poligami.
Lebih jauh, kalau kita buka sejarah umat manusia, sesungguhya peradaban kita sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan. Misalnya, seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 isteri, tapi ratusan isteri.
Dalam kitab orang Yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang isteri, baik yang menjadi isteri resminya maupun selirnya. (silahkan baca buku Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 184 oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi).
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa bila kita runut dalam sejarah, sebenarnya poligami merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia.
Bahkan bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang), telah mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.
Bahkan agama Nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering diungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami.
Kalau pun para pengikut kristiani sekarang ini seolah-olah anti dengan poligami, menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran Nasrani terjadi di Romawi dan Yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama Nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.
Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa Yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia. Termasuk juga negeri Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia, semuanya sangat mengenal poligami.
Masih ditambah lagi dengan bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan tidak terkecuali, Inggris.
Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Sebab bangsa Arab sebelum masa kedatangan Islam pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk Islam dan masih memiliki 10 orang isteri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya.” (HR At-tirmizy1128 danIbnu Majah1953)
Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia.
Islam datang dalam kondisi di mana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan.
Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang isteri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.
Barat adalah Pendukung Poligami yang Tidak Manusiawi
Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari Romawi dan Yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami.
Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami isteri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek.
Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga, meski tidak dalam bentuk formal.
Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan oleh mereka, baik dengan sesama teman kerja, atau antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka.
Di tempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis.
Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap.
Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film Hollywood di mana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.
Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu.
Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.
Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubung negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah.
Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan isterinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan isteri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam.
Mendengar pengakuannya, kontan saat itu juga pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu.
Pandangan Syariah Islam Tentang Poligami
Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh. Bukan wajib juga bukan sunnah (anjuran). Karena melihat siyaqul-ayah memang mensyaratkan harus adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang. Allah SAW berfirman:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa: 3)
Jadi syarat utama poligami adalah adil terhadap isteri, baik dalam nafkah lahir batin, atau pun dalam perhatian, kasih sayang, perlindunganserta alokasi waktu. Jangan sampai salah satunya tidak diberi dengan cukup. Apalagi kesemuanya tidak diberi cukup nafkah, maka hal itu adalah kezaliman.
Sebagaimana hukum menikah yang bisa memiliki banyak bentuk hukum, maka begitu juga dengan poligami, hukumnya sangat ditentukan oleh kondisi seseorang, bahkan bukan hanya kondisi dirinya tetapi juga menyangkut kondisi dan perasaan orang lain, dalam hal ini bisa saja isterinya atau keluarga isterinya. Pertimbangan orang lain ini tidak bisa dimentahkan begitu saja dan tentunya hal ini sangat manusiawi sekali.
Karena itu kita dapati Rasulullah SAW melarang Ali bin abi Thalib untuk memadu Fatimah yang merupakan putri Rasulullah SAW. Sehingga Ali bin Abi Thalim tidak melakukan poligami.
Kalau hukum poligami itu sunnah atau dianjurkan, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melarang Ali berpoligami akan bertentangan.
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk isteri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaimana dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya.
Ketentuan keadilan sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah isteri harus adil. Misalnya sehari di isteri tua dan sehari di isteri muda. Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya. Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Secara fithrah umumnya, kebutuhan seksual laki-laki memang lebih tinggi dari wanita. Dan secara faal, kemampuan seksual laki-laki memang dirancang untuk bisa mendapatkan frekuensi yang lebih besar dari pada wanita.
Nafsu birahi setiap orang itu berbeda-beda kebutuhannya dan cara pemenuhannya. Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan isteri. Bila isteri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Umumnya laki-laki membutuhkan kepuasan seksual baik dalam kualitas maupun kuantitas. Namun umumnya kepuasan kualitas lebih dominan dari pada kepuasan secara kuantitas. Bila terpenuhi secara kualitas, umumnya sudah bisa dirasa cukup. Sedangkan pemenuhan dari sisi kuantitas saja sering tidak terlau berarti bila tidak disertai kualitas, bahkan mungkin saja menjadi sekedar rutinitas kosong. Lagi-lagi menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Secara fisik, terkadang memang ada pasangan yang agak ekstrim. Di mana suami memiliki kebutuhan kualitas dan kuantitas lebih tinggi, sementara pihak isteri kurang mampu memberikannya baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Ketidak-seimbangan ini mungkin saja terjadi dalam satu pasangan suami isteri. Namun biasanya solusinya adalah penyesuaian diri dari masing-masing pihak. Di mana suami berusaha mengurangi dorongan kebutuhan untuk kepuasan secara kualitas dan kuantitas. Dan sebaliknya isteri berusaha meningkatkan kemampuan pelayanan dari kedua segi itu. Nanti keduanya akan bertemu di ssatu titik.
Tapi kasus yang ekstrim memang mungkin saja terjadi. Suami memiliki tingkat dorongan kebutuhan yang melebihi rata-rata, sebaliknya isteri memiliki kemampuan pelayanan yang justru di bawah rata-rata. Dalam kasus seperti ini memang sulit untuk mencari titik temu. Karena hal ini merupakan fithrah alamiah yang ada begitu saja pada masing-masing pihak. Dan kasus seperti ini adalah alasan yang paling logis dan masuk akal untuk terjadinya penyelewengan, selingkuh, prostitusi, pelecehan seksual dan perzinahan.
Sehingga jauh-jauh hari Islam sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya fenomena ini dengan membuka pintu untuk poligami dan menutup pintu ke arah zina. Dari pada zina yang merusak nilai kemanusiaan dan harga diri manusia, lebih baik kebutuhan itu disalurkan lewat jalur formal dan legal, yaitu poligami.
Dan kenyataanya, angka kasus sejenis lumayan banyak. Namun antisipasinya sering terlihat kurang cerdas bahkan mengedepankan ego. Hukum agama nasrani jelas-jelas melarang poligami yang legal. Begitu juga hukum positif di banyak negeri umumnya cenderung menganggap poligami itu tidak bisa diterima. Apalagi hukum non formal yang berbentuk penilaian masyarakat yangumumnya juga menganggap poligami itu hina dan buruk.
Secara tidak sadar semuanya lebih memaklumi kalau dalam kasus seperti yang kita bicarakan ini, solusinya adalah ZINA dan bukan poligami. Nah, inilah terjungkir baliknya nilai-nilai agama yang dikalahkan dengan rasa dan selera subjektif hawa nafsu manusia.
0⃣7⃣ Sri
Abah, ketika calon suami memaparkan niat untuk taadud, lalu kita mencoba menerima.. dan membicarakan jauh tentang hukum dan lain sebagainya menyangkut Poligami .. Apakah itu di perbolehkan sedangkan Kita belum sah menjadi suami-istri?
🌷Jawab :
Boleh saja agar tidak salah faham.
Nikah dulu baru bicarakan poligami.
0⃣8⃣ Teti
Poligami diam-diam apakah sah Abah??
🌷Jawab :
Diam-diam bagaimana?
Mungkin maksudnya tidak diketahui istri pertama?...boleh
0⃣9⃣ Mitha
Bila poligami harus persetujuan istri pertama tidak?
🌷Jawab :
Abah Kaspin Pendongeng:
تعدد الزوجات:
POLIGAMI TANPA SEIZIN ISTRI

🌿 Tanya Jawab
Grup WA Bimbingan Islam T06
📥 Pertanyaan 📥
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Ustadz ana mau bertanya, adakah dalil bahwa suami boleh melakukan poligami tanpa seizin istrinya terlebih dahulu?
شُكْرًا جَزِيْلاً
بَارَكَ اللّهُ فِيْكُمْ
(Sahabat BiAS T06 G-47)
📤 Jawaban 📤
Wa'alaikumusalam warahmatullah wabarakatuh
Dalilnya adalah : "Tidak ada larangan dari perbuatan tersebut."
Jika ada yang mengatakan : "Harus minta ijin kepada istri pertamanya", maka ia yang harus mendatangkan dalilnya. Dalil yang mengatakan suami yang menikah untuk kedua kalinya harus minta ijin atau harus dengan persetujuan istri pertama. Setahu kami dalil ini tidak ada.
Para ulama besar yang tergabung dalam Lajnah Daaimah menyatakan :
ليس بفرض على الزوج إذا أراد أن يتزوج ثانية أن يرضي زوجته الأولى ، لكن من مكارم الأخلاق وحسن العشرة أن يطيِّب خاطرها بما يخفف عنها الآلام التي هي من طبيعة النساء في مثل هذا الأمر ، وذلك بالبشاشة وحسن اللقاء وجميل القول وبما تيسّر من المال إن احتاج الرضى إلى ذلك
"Bukan menjadi kewajiban suami jika ia ingin menikah kedua kalinya untuk membuat ridha istri pertamanya.
Akan tetapi termasuk akhlak yang mulia serta kebaikan dalam berumah tangga jika suami menenangkan perasaan istrinya dengan sesuatu yang akan mengurasi rasa sakit hatinya. Rasa sakit ini merupakan suatu hal yang lumrah dialami oleh wanita dalam kondisi seperti itu.
Dengan cara tersenyum manis, sikap yang baik ketika bertemu, ucapan yang mesra, dan dengan memberikan hadiah berupa harta sesuai kemampuan jika memang dibutuhkan."
Sumber fatwa : (Fatawa Lajnah Daaimah : 19/53).
Imam Ibnu Utsaimin juga menyatakan :
أعتقد أنه لو استأذن منها لأبت أن يتزوج ولكن ليس من شرط النكاح أن يستأذن الزوجة الأولى بل حتى لو استأذنها وأبت فله الحق أن يتزوج ولكن مع هذا أرى أنه ينبغي أن يشاورها ويقنعها حتى تقتنع بذلك وتطمئن ويبين العلة التي من أجلها يريد أن يتزوج فإذا جاءتها الزوجة الجديدة جاءتها وهي على اطمئنانٍ بها وعلى علمٍ بها وعلى رضا بها وحينئذٍ يمكن أن تعيش الزوجتان عيشةً حميدة بدون تنافرٍ ولا تباغض فمن أجل مراعاة هذه الفوائد ينبغي أن يستأذنها ويخبرها وأما أن يكون ذلك واجباً فليس بواجب.
"Saya berkeyakinan jika suami minta ijin kepada istrinya yang pertama pasti ia akan enggan mengijinkannya. Tapi bukan merupakan syarat nikah seorang suami minta ijin kepada istri pertamanya. Bahkan seandainya ia minta ijin dan tidak diijinkan, ia tetap boleh menikah.
Meski demikian aku berpendapat bahwa suami selayaknya bermusyawarah dengan istrinya dan membuatnya menerima dan tenang dengan keputusan tersebut. Disertai penjelasan akan sebab kenapa ia ingin menikah lagi.
Kelak jika istri keduanya datang menemui istri pertamanya, ia akan menerimanya dengan tenang dan sudah mengetahui sebelumnya dan juga ridha terhadapnya. Dengan demikian keduanya akan bisa hidup dengan kehidupan yang baik dengan tanpa saling lari dan saling memusuhi satu sama lain.
Demi intuk manfaat inilah sebaiknya suami meminta ijin dan memberitahu istri pertamanya. Namun jika dikatakan itu sebuah kewajiban, itu bukanlah kewajiban."
Sumber Fatwa : Fatawa Nurun Alad Darbi Lil Utsaimin : jilid 19 hal. 2).
Wallahu a'lam
Dijawab dengan ringkas oleh :
👤 Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله
📆 Selasa, 07 Rabi'ul Awwal 1438 H / 06 Desember 2016 M
1⃣0⃣ Destiana
Kalau suami pologami tapi istri tidak ridho ?
🌷Jawab :
Ya tidak papa, kalau bisa menerima.
🍀Apa ada syarat untuk berpoligami ustadz ?
🌷Sama seperti syarat pernikahan
🌷 Wahay Lelaki, jangan Batasi hidupmu hanya dengan satu istri, Jumlah kami semakin banyak.
🌷Hal yang sulit kamu lupakan adalah hal yang kamu ingat… ituh!
🍀Apabila seorang suami poligami , dan harus bersikap adil secara finansial sedangkan istri pertama bekerja dan istri kedua tidak bekerja . Bagaimana itu?
🌷Ya atur atur aja, kan kebutuhan beda...
1⃣1⃣ Eriska
Assalamualaikum ustadz...
Ustadz saya punya tante stroke, sudah dalam kondisi tidak bisa apa apa lagi, mempunyai anak angkat 2. Sang suami sudah menikah lagi secara siri. Apakah pernikahan ini sah, tanpa restu keluarga tante saya.....?
🌷Jawab :
Sah
1⃣2⃣ Ana
Ustadz..mau tanya donk..
Misalnya kalau sudah poligami 4 kali... Lalu ada istrinya ada yang meninggal..itu boleh poligami lagi tidak ya?
🌷 Jawab :
Boleh. Jumlah maksimal 4
🍀Segampang itu kah bah
🌷Ya tidak. Itu laki laki yang kurang adab dan tanggung-jawab. Makanya nikah itu harus resmi, ada bukti dari KUA. Nah ketika cerai juga resmi gitu.
1⃣3⃣ Wina
Abah boleh bertanya, gini bah...
Ada seorang ikhwan menikahi akhwat sirih...
Kemudian selang beberapa bulan.. karena jarak memisahkan sisuami mengatakan
"Kita masing-masing saja.. "
Apa itu sudah bisa dibilang cerai bah ?
Lalu tidak lama si suami WA lagi.. kamu kan sudah saya cerai.. kita udah tidak ada apa-apa lagi.
Apa itu sudah bisa dibilang cerai ?
Padahal si istri tidak tau alasan si suami apa menceraikan,
Bahkan sia suami tidak mau kasih tau alasan nya..
Bagaimana statusnya sekarang bah. ..
Bagaimana pertanggungjawabannya pada Allah,
Si istri takut azab Allah
🌷Jawab :
Pernikahan siri sama saja nikah juga, yang penting ada pengantin, wali, saksi, mahar, itu sah...kecuali nikah nya tanpa wali...itu tidak sah.
🍀Jadi itu sudah bisa dibilang cerai bah, Tidak perlu pakai saksi?
🌷Iya, cerai.
🍀Kalau misal si istri terima pinangan ikhwan lain.
Tiba tiba si suami balik lagi.. nuntut masih tidak mau bagaimana bah?
🌷Nah ini perlu bukti.
🍀Nah itu maksud ana bah, Perkataan si suami ini perlu saksi tidak. Karena si istri merasa masih istrinya jadi ragu.
🌷Bagusnya ada saksi jika nikah baik-baik maka cerai juga baik-baik.
🍀Sedangkan ada pria lain juga ingin meminangnya
🌷Laris amat
🍀Tidak apa bah namanya juga artez, Hahahhaha
Jadi tetap harus ada saksi ya bah,
Dan perkataannya si suami belum sah begiitu ?
Kecuali ada saksi dan itikad baik.
🌷Perkataan itu harus jelas
🍀Lah kalau sudah jelas bagaimana bah.. kalau tidak ada saksi!
Nanti istri nikah lagi suami tidak terima hayo siapa dosa!
Tapi tetaplah etika nya mana!
Masa ketemu baik baik, Udeh dapat manisnya dilepas.
🌷Syarat adanya saksi dalam perceraian menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian kecil ulama Salaf berpendapat, saksi merupakan syarat sahnya talak.
Jika talak itu tidak disaksikan dua orang saksi yang adil, talaknya tidak berlaku.
Ini pendapat Ibnu Hazm dan ‘Atha. Pendapat tersebut banyak diterima ulama-ulama zaman modern ini, seperti Ahmad Muhammad Syakir, Syekh Abu Zahrah, Syekh Albani, dan Jadulhaq Ali Jadulhaq ( syekh al-Azhar ) demi untuk menjaga keutuhan keluarga.
Mereka berlandaskan dalil Al-Quran yang memerintahkan mempersaksikan perceraian dan rujuk, serta perintah itu hukum asalnya wajib kecuali ada dalil lain yang mengalihkannya dari sifat wajib itu. “Apabila mereka mendekati akhir idahnya, rujukilah atau lepaskanlah dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. ( QS al-Thalaq [65]: 2 ).
Imran bin Hushain ditanya tentang seorang lelaki yang menalak istrinya, kemudian ia menggaulinya ( merujuknya ) dalam keadaan tidak mempersaksikan talak dan rujuknya.
Imran berkata, “Kamu telah menalak tanpa mengikuti sunah dan rujuk tidak menurut sunah. Persaksikanlah talakmu dan rujukmu (sekarang) dan janganlah kamu ulangi hal itu!“
( HR Abu Dawud dan Ibnu Majah ).
Tetapi, sebagian besar ulama berpendapat, talak atau cerai itu tidak memerlukan saksi.
Jika seorang suami menyatakan kepada istrinya, “Kamu saya ceraikan!“, jatuhlah talaknya tanpa perlu ada saksi atau keputusan pengadilan.
Bahkan, al-Syaukani dalam kitabnya Nayl al-Authar menjelaskan, para ulama telah bersepakat dalam masalah tidak wajib adanya saksi dalam perceraian.
Apabila kata talak atau cerai itu untuk yang pertama kali, berarti itu talak satu yang memungkinkan untuk rujuk kembali selama masih dalam masa idah, yaitu tiga kali masa haid, menurut pendapat yang kuat.
Begitu juga kalau itu untuk yang kedua kali. Tetapi, ketika terjadi talak tiga yang dinamakan dengan talak ba’in bainunah kubra ( talak yang tidak bisa rujuk lagi ) maka tertutup baginya jalan untuk rujuk kembali dengan istrinya, kecuali istrinya menikah lagi dengan orang lain dan terjadi hubungan suami istri dalam pernikahan tersebut.
Jumhur ulama berpendapat, perintah dalam ayat di atas adalah menunjukkan sunah bukan wajib dengan dasar bahwa banyak masalah talak yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad, tetapi tidak pernah beliau menanyakan apakah ada saksi dalam perceraian itu. Dari Abdullah bin Umar bahwasanya ia menalak istrinya pada waktu haid pada zaman Rasulullah. Umar bertanya pada Rasulullah tentang hal itu. Rasul bersabda, “Perintahkan kepadanya agar merujuk istrinya, kemudian biarkan bersamanya hingga suci, kemudian haid lagi, kemudian suci. Lantas, setelah itu terserah kepadanya, ia mempertahankannya jika mau dan ia bisa menalaknya jika mau sebelum berhubungan suami istri dengannya. Itulah idah yang Allah perintahkan agar para istri ditalak pada waktu mereka dapat langsung menghadapinya.“
( HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Bukhari ).
Hal itu sama dengan ayat dalam surah al-Baqarah ayat 282,
“Dan, persaksikanlah apabila kamu berjual beli,“ sebagaimana tidak ada kewajiban dalam menghadirkan saksi dalam melakukan jual beli, hanya bersifat sunah untuk menghindari perselisihan pada kemudian hari. Begitu juga dengan ayat yang memerintahkan untuk mempersaksikan talak di atas.
Namun, untuk keluar dari perbedaan pendapat para ulama itu dan untuk lebih selamatnya, sebaiknya pengucapan lafaz talak itu hendaknya disaksikan dua orang saksi.
Tujuannya agar tidak terjadi perselisihan pendapat antara suami dan istri atau antara keluarga masing-masing jika salah seorangnya meninggal mengenai jatuhnya talak atau tidak karena menyangkut masalah dan hukum apakah mereka masih sebagai suami istri sehingga saling mewarisi atau sudah putus hubungan pernikahan mereka sehingga mereka tidak lagi saling mewarisi.
Dalam masalah ini, jika sang istri berkeyakinan suaminya telah menjatuhkan talak kepadanya dan tidak pernah rujuk dengannya sampai habis masa idahnya atau suaminya telah menjatuhkan talak tiga kepadanya meskipun suami mengingkari dan mengatakan tidak menalak istrinya atau masih talak kedua, menurut jumhur ulama, berdasarkan keyakinan istri ini, ia telah haram bagi suaminya.
Karena itu, ia harus menjauhkan diri dari suaminya itu dan tidak boleh membiarkan atau memberi kesempatan kepada suaminya berhubungan dengannya dan ia harus berusaha berpisah dengan suaminya tersebut meskipun harus dengan khulu’ ( memberikan imbalan agar diceraikan oleh suami ).
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : Konsultasi Agama , Republika ,
🌷Ya udah sah cerai. Salah suaminya. Suaminya dosa jika sudah lewat iddah tidak rujuk
🍀Jadi bagaiimana bah, Sah tidak nih,
Apa harus tuntut minta saksi!
🌷Sah cerai, namun jika dalam masa iddah tidak boleh wanita itu menerima pinangan.
🍀Na'am jadi tetap minta saksi ya bah...
Terus kalau sudah cerai berarti kalau ketemu lagi tidak boleh campur ya bah🤦🏻‍♀
Sah…
Maksudnya sebelum ada saksi ini
🌷Yaeyalah
“Poligami milik yang bernyali…
Takkan terjadi meskipun punya Taji kalau tidak berani….
“Poligami bukan sakiti istri, tapi untuk selamatkan yang tak bersuami.
“Poligami adalah kata hati, perlu Implementasi bukan teori dan imajinasi
🍀Sebelumm saksi baahh
🌷Iya
🍀Maksudnya sebelum ada saksi ini setatus kan dia cerai cuma karena masih ragu jadi kalau ketemu lagi bagaimana bah ?
Bisa campur tidak?
🌷Jika dah lewat masa iddah dan tidak ada kata rujuk dari si suami
🍀Ah ok
Walau tanpa saksi sudah lewat masa idah sudah sah cerai juga kah?
Et dah nyerempet nah
🌷Iya
1⃣4⃣ Rafika
Abah kalau poligami itu boleh sampai berapa istrinya?
🌷Jawab:
4
🍀Kalau 10 istri boleh tidak bah
🌷Haram. Maksimal 4 dibatasi.
1⃣5⃣ Neng Ella
Ustadz izin tanya...
Pertanyaannya dari teman,
Ustadz seandainya suami sudah berpoligami (menikah diam") terus istri yang pertamanya tau hal tersebut, malah istri yang pertama marah dan sampai mau bunuh istri yang keduanya.
Dalam hal ini, peran Suaminya seperti apa?
Karena takut jadinya istrinya yang kedua minta cerai!!
🌷Jawab:
Harus mendidik nya
1⃣6⃣ Nitnit
Mau tanya abah...
Bagaimana kalau si suami berniat poligami lantas sudah minta ijin pada istrinya...dan memberikan penjelasan akan maksudnya itu.... Tapi sang istri tidak mengijinkan.... Tapi tetap sang suami ingin berpoligami dan sang calon istri ke2 nya pun sudah ikhlas dan ingin sama² beribadah...
Tapi yang jadi kendala adalah untuk hukum administrasi dimana untuk berpoligami harus melewati sidang terlebih dahulu di PA.... Itu bagaimana abah?
🌷Jawab:
Memang sich ideal-nya istri pertama mengetahui.
Dalam Syariat Islam tak ada itu minta ijin dengan istri pertama. Dan sah secara syariat bila menikah.
Yang jadi kendala dari segi hukum positif di Indonesia memang harus ada tanda tangan dari istri pertama dan seterusnya bila ingin menikah berikut-nya, dan ini sudah baku.
Silakan bernegosiasi dengan ALLAH lewat do'a Rabithah sepanjang sepertiga malam terakhir dengan mendo'akan orang² terkait.
In syaa ALLAH akan ada jalan keluarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar