OLeH: Bunda Heradini F., S.Psi
💎M a T e R i💎
Alhamdulillah
Kita bertemu kembali malam ini tema:
PERLUKAH HUKUMAN PADA ANAK?
Akhwati fillah penghuni room Bidadari Perindu Surga yang dirahmati Allah.
Menurut antunna, hukuman buat anak itu perlu tidak sih?
Ayo kasih pendapatnya...
Terutama nih ibu-ibu ya....
Yang kadang suka hilang kendali emosi jika lelah sudah menerpa.
Inti dari semua pendapat di atas, hukuman masih perlu ya...
Saya mencoba mengutip perkataan Anis Baswedan ya...
Anies Baswedan: Mendidik dengan "Reward and Punishment" Sudah Kuno
Model pendidikan dengan memberi penghargaan dan hukuman bagi anak didik dinilai sudah ketinggalan zaman.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyebutkan, cara yang dikenal dengan istilah "reward and punishment" itu tidak efektif lagi diterapkan kepada anak-anak di masa sekarang.
"Reward and punishment itu kuno. Kalau bicara pendidikan, yang harus dibangun adalah positif disiplin," kata Anies saat berbicara dalam acara Kompasianival 2015 di Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2015).
Makna positif disiplin yang dimaksud oleh Anies adalah mengupayakan suatu kondisi di mana seseorang yang mengalami kegagalan terpacu untuk menjadi lebih baik lagi.
Anies mencontohkan dampak dari penerapan reward and punishment, dengan situasi seorang murid telat datang ke sekolah, dihukum berdiri sepanjang jam pelajaran oleh gurunya.
Dari hal itu, dapat dilihat, hukuman yang diberikan sama sekali tidak berhubungan dengan telat datang ke sekolah.
Hukuman seperti itu juga tidak menjamin sang murid tidak telat lagi di kemudian hari.
"Datang terlambat ke sekolah, dihukum berdiri. Nyambung tidak antara terlambat dan berdiri? Itu buat puas gurunya saja," tutur Anies.
Beliau mengatakan bahwa hukuman itu tidak perlu.
Banyak perbedaan para ahli tentang pemberian hukuman sekaligus hadiah bagi anak ya.....
Menjadikan "hukuman" sebagai salah satu cara dalam mendidik anak, nampaknya sudah menjadi suatu yang lumrah di kalangan masyarakat. Menghukum anak terlihat menjadi sesuatu yang wajar, bisa diterima begitu saja, tidak perlu lagi mencari alasan mengapa harus menghukum dan tidak perlu dipikirkan dampaknya. Hukuman menjadi 'cara pintas' mendidik anak.
Tindakan menghukum yang dilakukan oleh orang tua maupun guru biasanya mulai dari tindakan verbal seperti meneriaki, memarahi, dan lain-lain; maupun hukuman fisik seperti memukul, menampar,dan lain-lain. Mulai dari hukuman yang kadarnya ringan hingga hukuman tingkatan yang 'lebih berat'.
Satu hal yang sudah pasti terjadi ketika anak mendapat hukuman adalah bahwa hukuman akan meninggalkan bekas pada anak, baik fisik maupun psikis. Tentu saja dengan kualitas yang sangat beragam tergantung dari apa yang dirasakan maupun yang dipersepsikan oleh si anak yang mendapat hukuman tersebut.
Para orang tua maupun guru sering berdalih bahwa dulu mereka sering mendapat hukuman namun tidak ada masalah bagi mereka, tidak ada yang kemudian mendapat sanksi hukum, bahkan mereka merasa menjadi semakin baik dengan diberikan hukuman oleh orang tua atau guru mereka. Mengapa sekarang mereka tidak boleh menghukum anak atau murid mereka? Padahal " kenakalan" anak sekarang sudah sangat kelewatan.
Dalam mendidik sesungguhnya banyak sekali metode yang bisa dilakukan. Hukuman hanyalah salah satu jenis dari cara mendidik yang sebaiknya tidak dilakukan, tidak menjadi prioritas, atau dilakukan tapi mengkombinasikannya dengan metode lain secara tepat. Jadi, para pendidik seharusnya tidak kehabisan akal dalam memberikan didikan yang tepat dan bermartabat bagi anak.
Akhwati fillah...
Dari sini kita sepakati bahwa hukuman itu masih diperlukan asal proporsional ya.
Tidak hanya sekedar memperturutkan emosi guru maupun orang tua.
Jangan beri hukuman dengan sedang emosi.
Harus membuat kesepakatan sebelum hukuman diberlakukan.
Akhwati fillah....
✔BAGAIMANA MEMBUAT HUKUMAN AGAR PROPORSIONAL?
◼Perhatikan usia anak. Jika anak masih balita, tentu ia tidak mengerti dengan apa itu hukuman. Jadi, jangan terapkan teknik memberi punishment pada anak yang masih dalam usia balita. Karena itu akan menjadi tekanan tersendiri bagi anak yang belum pada saatnya untuk diberi hukuman.
◼Perhatikan juga jenis pelanggaran dan kadar hukumannya.
◼Hukuman harus bersifat mendidik, bukan hukuman fisik yang memberatkan dan menguras tenaga anak. Karenanya, tinggalkan hukuman seperti menampar anak.
◼Menghukum anak tidak menggunakan emosi dan intonasi yang tinggi, karena ini justru membuat anak takut terhadap sosok orang tuanya sendiri.
◼Tak ada salahnya kita memberi informasi pada anak, bahwa akan ada sanksi tertentu jika perilakunya tidak menyenangkan banyak pihak.
🔹Seperti pemberian hadiah, maka dalam pemberian hukuman pun harus ada evaluasi. Apakah cara menghukum yang kita terapkan itu sudah memberi efek baik?
🔹Ketika anak berbuat salah dan emosi kita langsung meluap, hindari dulu pemberian hukumannya. Kendalikan amarah, jangan sampai hukuman yang kita jatuhkan itu berlandaskan emosi belaka.
🔹Hindari hukuman fisik dan psikis, semisal mengeluarkan kata-kata tak sepatutnya. Sebab jika bekas cubitan bisa kembali normal, maka tidak dengan ingatan dan perasaan anak pada kata-kata atau sikap kita yang menyakitkan.
🔹Hukum anak dengan tegas. Jangan sampai karena anak nangis, kita langsung menyerah dan membiarkan perlakuan jeleknya.
🔹Hukuman sebaiknya menjadi alternatif terakhir, bukan menjadi sebuah rutinitas tersendiri.
Demikian akhwati fillah.
Syarat dan ketentuan yang berlaku jika kita akan memberikan hukuman pada anak.
Banyak aturannya sebelum hukuman tersebut dijatuhkan.
Apalagi kalau masih balita, tambah banyak lagi aturannya.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Phity ~ Jogja
Di sekolahan, Saya sering mendengar siswa mengumpat, mengucapkan kata-kata kotor (dalam bahasa Jawa misuh) dan itu seperti sudah jadi ucapan sehari-hari.
Latah saja yang keluar umpatan.
Akhirnya Saya terapkan, kalau ada yang dengar mengumpat, maka dia harus push up atau bannding 20 kali.
Jadi siswa saling mengamati kalau-kalau ada temannya yang keceplosan mengumpat.
Apakah seperti ini benar?
💎Jawab:
Dilihat dulu itu kelas berapa?
Kalau anak TK seperti murid-murid Saya, biasanya mereka, Saya lihatin ruang khusus (dapur sekolah), jika mereka melakukan pelanggaran berat. Misal, ngomong jelek, memukul teman dengan sengaja, menendang dan lain-lain. Jadi mereka tahu konsekuensi ketika mereka tidak berperilaku baik.
Menilik hukuman yang diberikan, kembali lagi pada "apa hubungannya antara mengumpat dan push up?" Seperti kata pak Anies.
Jadi sepertinya hukuman tersebut perlu ditinjau ulang agar memberikan nilai positif pada anak.
🌷 SMA Bun
0⃣2⃣ Chusnul ~ Kramat Jati
Assalamu'alaikum,
Bagaimana cara saya mengatur mood yang kadang suka marah sama anak, terutama anak yang pertama?
Saya punya anak 3 (anak kedua berkebutuhan khusus). Tapi kadang habis marah saya suka nyesel dan minta maaf sama anak Saya.
💎Jawab:
Waalaikum salam,
Saya sangat bisa memahami kalau ibu emosi. Dengan pekerjaan seabrek ditambah kondisi psikologis Ibu memang bikin emosi tak terkendali.
Maka ketika emosi, mending kita tinggal pergi dulu. Baru ketika mereda, kita bisa kembali lagi untuk mendiskusikan aturan-aturan.
🌷Jazakillah khoiron Umm.
0⃣3⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Dulu semasa sekolah SMP, Saya pernah mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh kepala sekolah langsung dan itu bukan Saya sendiri yang mengalami tapi sekelas bahkan hampir semua siswa mulai kelas 1 sampai kelas 3.
Meski hanya kesalahan sedikit berisik, alhasil beliau akan datang dengan mistar panjangnya dan siap memukul siswa yang ada di kelas yang beliau datangi dan itu setiap hari terjadi.
Salahkah jika kita mendoakan beliau dengan doa yang jelek karena hal itu. Karena trauma itu ada hingga saat ini...
Setiap lihat mistar kayu yang panjang, Saya akan merasa sakit terbayang sakitnya pukulan yang Saya alami di masa lalu itu...
Rasanya belum bisa memaafkan karena hal itu.
💎Jawab:
Itu masuk ke trauma masa lalu ya.
Dulu memang banyak guru-guru yang memberi hukuman berlebihan sehingga menimbulkan trauma pada diri anak.
Saatnya kita memutus mata rantai tersebut agar tidak terulang di generasi setelah kita.
Jangan mendoakan buruk. Karena doa itu akan kembali ke diri kita.
🌷Dicoba lupakan dulu boleh ya Dzah?
💎Kalau dilupakan sepertinya sulit ya.
Jadi kenangan saja. Buat pembelajaran ke depannya.
0⃣4⃣ Bunda Vina ~ Cianjur
Assalamualaikum,
Saya punya anak 2, yang suka ngeyel anak yang nomor 2, sekarang duduk di bangku SMK kelas XII.
Mah minta ijin mau keluar sebentar bilangnya mau ke teman sekolahnya, kalau malam belum pulang sebagai orang tua khawatir anaknya gimana-gimana di luar sana, tapi Saya suka ingatkan, de, pulang sudah malam, tidak baik pulang malam-malam.
qKalau saya keras takutnya anaknya berontak, soalnya anak segitu lagi emosinya tinggi, tidak stabil.
Jazakillah khoiran Bun.
💎Jawab:
Waalaikum salam,
Anak kelas 12 itu sudah masuk masa remaja tengah ya...
Jadi pada masa ini memang anak akan berusaha lepas dari orang tua, mendekat kepada komunitasnya.
Jangan kebanyakan ngelarang. Nanti malah dia jadi ingin berdekatan dengan kelompoknya dan makin menjauh ke kita. Tapi dirangkul. Pahami perasaannya. Dari situ kita bisa masukkan nilai-nilai Islami. Ajak dia ikut kajian-kajian. Minimal mengantar kitalah.
Karena kalau dikekang, benar kata Ibu, nanti dia malah berontak.
🌷Jazakillah khoiran Bun.
0⃣5⃣ Serra ~ Malang
Saya mau memastikan pola didik Saya ke anak kelak masih hukuman atau reward.
Saya dan suami ingin anak hafidzah jadi di rumah tidak Ada tv dan gadget buat bermain di usia balita nanti, lebih ke aktifitas itu bagaimana?
Kelak kalau bolos sekolah boleh tapi harus di rumah dulu hafalan, sholat Sunnah atau kegiatan keagaamaan lainnya. Bagaimana kalau seperti itu?
💎Jawab:
Saya sangat sepakat dengan sistem yang Bunda lakukan sekarang.
Lakukan semua itu dengan cara menyenangkan. Tanpa ada paksaan dan tekanan.
0⃣6⃣ Sasi ~ Bandar Lampung
Bunda, bagaimana hukuman yang efektif untuk anak usia remaja ya? Bukan untuk pamer emosi sebagai orang tua tapi ingin memberikan efek jera bahwa yang anak lakukan itu tidak baik.
Jazakillah khoir.
💎Jawab:
Untuk anak remaja pertama memang harus penanaman nilai dulu ya.
Itu jauuuuuuhhh sebelum hukuman diberikan.
Jadi baik buruk itu mereka sudah faham
Jangan beri hukuman ketika nilai-nilai akhlaq belum pernah mereka dapatkan.
Setelah itu jika anak melakukan kesalahan, pertama kali yang harus difahami adalah latar belakang dia berperilaku seperti itu. Berawal dari situ maka hukuman bisa ditegakkan secara proporsional.
0⃣7⃣ Yuli ~ Jombang
Assalamualaikum ustadzah,
1. Jika sebelumnya karena kurangnya ilmu, sebagai orang tua memberlakukan hukuman yang justru tidak ada hubungannya dengan kesalahan, bagaimana memperbaiki hal tersebut? Bagaimana menyampaikan kepada anak?
2. Jika kita mulai berubah dalam memberikan sanksi kepada anak-anak, tapi suami masih seperti semula, bagaimana mengajak suami untuk berubah?
Terima kasih.
💎Jawab:
Waalaikum salam,
1. Cara paling efektif adalah dengan duduk bersama, bapak ibu anak. Untuk bersama sama mendiskusi beberapa hal. Jangan malu minta maaf atas kesalahan yang dilakukan.
Kemudian diskusikan aturan baku yang harus disepakati semua penghuni rumah.
2. Bagaimana cara mengajak suami berubah? Pendidikan keluarga tidak efektif jika tidak ada kesepakatan antar anggota keluarga
Maka bicarakan baik-baik sebab akibat dari peraturan yang tidak konsisten.
🌷Terimakasih Ustadzah.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎
Tanamkan selalu nilai-nilai positif dalam kehidupannya. Hukuman yang kita berikan secara tepat atas kesalahan anak, akan membentuk karakter yang disiplin, tanggung jawab dan ksatria. Hal ini akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih bermartabat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar