Jumat, 18 Oktober 2019

MEMAKNAI KEMERDEKAAN



OLeH: Ibu Irnawati Syamsuir Koto

         💘M a T e R i💘

Puji syukur atas Rahmat Allah azza wajalla yang dengan rahmatnya kita bisa ketemu lagi malam ini. 

Sholawat dan salam slalu tercurah untuk Rasulullah SAW,  keluarga,  sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Bulan ini bangsa Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya.

Semarak menyambutnya telah nampak sejak jauh hari. Spanduk, bendera, umbul-umbul, dan baliho-baliho bertuliskan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan-jalan raya.

Semuanya menjadi semarak menyambut hari bersejarah itu.

Iklan-iklan ucapan selamat hari kemerdekaan dan acara spesial kemerdekaan dimedia massa pun bertebaran menambah gegap gempita menyambut hari bersejarah itu.

Namun dibalik kesemarakan itu masih terselip pertanyaan dibenak kita; benarkah kita sudah merdeka?

Sahabat-sahabatku ....
Bagaimana Islam memandang Kemerdekaan???

Hakikat kemerdekaan dalam agama Islam adalah kebebasan yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan sesuatu, namun tidak menjadi ancaman bagi orang lain.

Jika seseorang sudah mengakui tiada tuhan selain Alloh ﷻ dan Nabi Muhammad SAW utusan Allah maka seseorang itu harus memerdekakan dirinya dari ketergantungan selain Alloh ﷻ.

Seseorang dikatakan belum merdeka‎ ketika apa-apa yang menjadi haknya belum bisa dilaksanakan karena terbelenggu  manusia dan warga negara.

Kemerdekaan identik dengan kebebasan, kedaulatan, kemandirian, dan otonomi. Setiap anak lahir ke dunia dalam keadaan merdeka.

Umar bin Khathab pernah berkata, “Manusia terlahir merdeka; dari mana engkau mendapat hak untuk memperbudaknya?”


Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa.

Masing-masing bangsa dan negara bebas menentukan haluan dan cita-citanya.

Islam mengemban misi memerdekakan manusia dari perbudakan dan membebaskan mereka dari kemiskinan, kebodohan, penderitaan, dan kesengsaraan.

Apa Makna Kemerdekaan Dalam Islam?

Sebagai bagian terbesar bangsa Indonesia, umat Islam dapat mengambil makna kemerdekaan tersebut dari Al Quran.

Dalam Al Quran ditunjukan berbagai kisah kemerdekaan orang-orang terdahulu yang dapat mengilhami kita, bagaimana seharusnya menjadi bangsa merdeka di era globalisasi.

🔸Pertama, makna kemerdekaan dapat di ambil dari kisah Nabi Ibrahim AS ketika ia membebaskan dirinya dari orientasi asasi yang keliru dalam kehidupan manusia.

Dalam QS. Al Anam : 76-79 dikisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan.

Pencarian spiritual tersebut merupakan upaya Nabi Ibrahim AS dalam membebaskan hidupnya dari orientasi hidup yang diyakininya keliru, namun hidup subur dalam masyarakatnya.

Seperti diketahui, masyarakat Nabi Ibrahim saat itu adalah penyembah berhala.

Bagi beliau, penyembahan terhadap berhala merupakan  kesalahan besar. Sebab manusia telah melakukan penghambaan yang justru menjatuhkan harkat dan martabat dirinya sebagai manusia.

Bentuk-bentuk penghambaan yang menjatuhkan harkat dan martabat manusia seperti itu juga terjadi pada era modern seperti melakukan korupsi tanpa ada sedikitpun perasaan merasa bersalah, mengorbankan nyawa-nyawa tak berdosa, menghalalkan berbagai cara untuk meraih kursi danposisi, dan seterusnya.

Penghambaan-penghambaan yang demikian bukan hanya melukai harkat dan martabat manusia, namun juga menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbanghsa dan bernegara.

🔸Kedua, makna kemerdekaan juga dapat dipetik dari kisah Nabi Musa AS ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Raja Firaun.

Kekejaman rezim Firaun terhadap bangsa Israel di kisahkan dalam berbagai ayat Al Quran. Rezim Firaun merupakan representasi komunitas yang menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi (mustakbirun fil ardi).

Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tak segan membunuh dan memperbudak kaum laki-laki bangsa Israel dan menistakan kaum perempuannya.

Keangkuhan inilah yang mendorong Musa AS tergerak memimpin bangsanya untuk membebaskan diri dari penindasan, dan akhirnya meraih kemerdekaan sebagai bangsa yang mulia dan bermartabat.  (QS. Al Araf : 172, Al Baqarah : 49, dan Ibrahim : 6).

🔸Ketiga, kisah sukses Nabi Muhammad SAW yang mengemban misi profetiknya di muka bumi (QS. Al Maidah : 3) Menjadi sumber ilham yang tak pernah habis bagi bangsa Indonesia untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral.

Disorientasi hidup di ekspresikan dalam penyembahan patung oleh masyarakat Arab Quraisy. Rasulullah SAW berjuang keras mengajarkan kepada umat manusia untuk menyembah kepada Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan “tuhan-tuhan” yang menurunkan harkat dan derajat manusia. (QS. Luqman : 13).

"Semuanya sama dimata Tuhan tidak ada yang membedakan kecuali ketaqwaan mereka kepada Tuhan." (QS Al Hujrat : 13)

Saudari- saudariku yang dicintai Allah...

Inti dari kemerdekaan menurut pandangan islam adalah mampu membebaskan diri dari segala macam penghambaan kepada “tuhan-tuhan” lain dan hanya menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Alangkah indahnya apabila masyarakat Indonesia mampu memaknai kemerdekaannya seperti yang di gambarkan oleh Al Quran.

Kemerdekaan merupakan salah satu karunia besar dari Allah Subhaanahu wa ta’aala kepada hamba-hamba-Nya.

Ia merupakan ni’mat urutan kedua sesudah ni’mat kehidupan. Namun ia tetap berada pada satu urutan di bawah ni’mat termahal, yakni ni’mat keimanan.

Sebagaimana ni’mat-ni’mat lainnya Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan kita untuk mensyukurinya.

Sebab mensyukuri ni’mat akan menghasilkan pelipatgandaan ni’mat itu sendiri.

Sedangkan kufur ni’mat akan menyebabkan ni’mat itu berubah menjadi sumber bencana bahkan azab.

Dalam buku Nahj al-Balaghah, sebuah buku kumpulan nasihat, wejangan, dan kata-kata bijak Ali bin Abi Thalib  yang disusun dan dikumpulkan Asy-Syarîf ar-Radhiy, sahabat Ali bin Abi Thalib  berkata, “Ada orang yang beribadah kepada Alloh ﷻ karena ingin sesuatu, itu adalah cara ibadahnya pedagang. Ada orang yang beribadah kepada Alloh ﷻ karena takut, itu cara ibadahnya budak atau hamba sahaya. Ada pula orang yang beribadah kepada Alloh ﷻ karena rasa syukur, itulah cara ibadahnya orang-orang yang merdeka.”

Jika kita berpikir akan dapat pahala apa atau dapat untung berapa ketika hendak bersedekah, itu artinya kita beribadah dengan cara pedagang, lebih mempertimbangkan untung-rugi. Meski dibolehkan, ibadah cara ini bukan yang terbaik.

Jika kita baru terpanggil untuk beribadah karena takut masuk neraka, itu berarti kita termasuk kelompok kedua, beribadah cara budak. Ini mirip pengendara sepeda motor yang memakai helm karena takut ditangkap polisi, bukan demi keselamatan dirinya.

Orang yang beribadah dengan cara pedagang dan budak, biasanya bersikap hitung-hitungan.

Yang ketiga, adalah cara beribadahnya orang-orang yang berjiwa bebas!

Orang seperti ini melaksanakan shalat bukan lantaran takut neraka, tetapi semata-mata karena sadar Alloh ﷻ satu-satunya yang patut disembah. Ibaratnya, ada atau tidak ada polisi, orang seperti ini akan tetap menggunakan helm demi menghindari bahaya.

Orang-orang seperti ini akan lebih konsisten dalam beribadah karena merasa sudah teramat banyak nikmat Alloh ﷻ yang mereka terima dan patut mereka syukuri.

Sebesar apa pun derita yang dialami, mereka lebih memandang kenikmatan yang ada di balik itu. Sesuatu yang patut mereka syukuri sehingga terdorong untuk terus beribadah.
orang yang beribadah dengan jiwa bebas akan selalu terdorong untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Sebab, orang seperti ini yakin sekali, nikmat Alloh ﷻ yang harus disyukuri pun begitu amat banyak, bahkan tak terhitung.

Saudari-saudariku....

Dari sinilah kita bisa memahami, mengapa Rasulullah SAW selalu bangun malam, shalat tahajud, dan witir sampai kaki beliau bengkak.

Ketika ditanya Aisyah RA mengapa masih saja berpayah-payah bangun malam, padahal Alloh ﷻ sudah mengampuni dosanya, beliau menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”

Rasa ingin bersyukur itulah yang mendorong beliau melakukan banyak sekali ibadah. Dengan kata lain, ibadah yang beliau lakukan itu merupakan wujud dari kesyukuran kepada Alloh ﷻ atas berbagai karunia-Nya.

Dan ini sejalan dengan firman Allah, ’’Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang amat banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).’’ (QS al-Kautsar: 1-3).

Dari sini pula kita bisa memahami ungkapan Sayyidina Ali RA yang lain ketika beliau bermunajat kepada Allah. “Ya Allah! Aku menyembah-Mu bukan karena takut siksa-Mu, juga bukan karena aku ingin pahala-Mu, tetapi aku menyembah-Mu semata-mata karena Engkau memang layak dan patut untuk disembah.”

Demikian dari saya malam ini.
Semoga kita bisa mengambil manfaatnya. Dan bisa berfikir benarkah kita sudah merdeka???


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Han ~ Gresik
1. Bangsa sudah merdeka, tetapi kenapa kita masih di tindas dengan ketidakadilan dan kemiskinan yang terjadi di negara ini?

2. Mengapa kita sulit sekali merdeka dari hawa nafsu?
Godaan-godaan dunia itu sungguh melenakan dan membuat diri ini Merdeka karenanya.

💎Jawab:
1. Karena banyaknya pemimpin-pemimpin yang tidak amanah, dan tidak takut kepada Alloh ﷻ, lebih cinta kepada dunia, takut kehilangan jabatan, hingga menghalalkan segala cara.

2. Andai saja mengendalikan nafsu itu mudah, mungkin Rasulullah ﷺ tak akan berkata bahwa peperangan melawan hawa nafsu lebih berat dari peperangan badr.  Makanya perjuangan melawan hawa nafsu itu ganjarannya adalah surga.

 0⃣2⃣ Kiki ~ Tanjungpinang
Bagaimana kita menyikapi sgala kondisi yang terjadi di negeri kita saat ini ya dzah?
Mengingat kita sudah lama merdeka tapi sekarang justru banyak "hal-hal" yang terjadi diluar konteks dari "merdeka".

💎Jawab:
Harus diawali dengan memperbaiki hubungan kita dengan Alloh ﷻ,  dilanjutkan dengan memilih pemimpin yang takut kepada Alloh ﷻ,  jika pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang tidak ada takutnya kepada Alloh ﷻ,  jangan harap kehidupan negara kita ini akan baik. 

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Sahabat-sahabatku...

Merdeka dari tuhan-tuhan lain selain Alloh ﷻ. Merdeka dari penghambaan kepada selain Alloh ﷻ seperti kesibukkan duniawi yang benar-benar menyita waktu kita siang dan malam, merdeka dari kehancuran Akhlak yang karna akhlak itulah salah satu sebab diutusnya Rasulullah ﷺ.

Maaf lahir batin. 

Wassalamu'alaikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar