Jumat, 18 Oktober 2019

ISU RUU P-KS



OLeH: Bunda Rizki Ika S.

          💎M a T e R i💎

🌷ISU RUU P-KS


Di seluruh dunia, menurut World Bank,  hanya 6 negara yang memberikan persamaan hak ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Hanya Belgia, Denmark, Prancis, Latvia, Luksemburg dan Swedia, yang dinyatakan menempatkan kesetaraan gender hingga angka 100% dalam persoalan hukum dan faktor-faktor lain seperti kebebasan bergerak, kehamilan, kekerasan rumah tangga dan hak mengelola aset. (bbc.com)

Di dunia, rata-rata perempuan menikmati 75% hak dari 100% yang diberikan kepada laki-laki. Sementara di Indonesia, perempuan hanya menikmati sekitar 64,3% hak dari 100% yang dinikmati laki-laki.

Kesenjangan relasi antara laki-laki dan perempuan inilah yang oleh para pendukung Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dinyatakan sebagai akar masalah yang melatarbelakangi kekerasan seksual. Kepincangan dan ketidakadilan gender lebih jauh dianggap sebagai penyebab kekerasan seksual yang angkanya terus meningkat.

Komnas Perempuan mencatat, selama rentang 2001 hingga 2011, setiap hari 35 perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan seksual. Pada 2014 tercatat 4.475 kasus, 2015 tercatat 6.499 kasus, dan 2016 tercatat 5.785 kasus. Sementara itu Yohana Yambise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyatakan 1 dari 10 perempuan mengalami kekerasan seksual dalam periode akhir 2017 hingga akhir 2018. (nasional.tempo.co)

Untuk mengcover berbagai kekerasan seksual yang tak kunjung susut tersebut, RUU P-KS diamini menjadi solusi. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia Danes, menyatakan keberadaan RUU P-KS dianggap penting sebagai payung hukum untuk memberikan perlindungan pada korban dan menyiapkan infrastruktur pendukung. Sementara itu, Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Ratna Bantara Munti, mengatakan Indonesia jelas membutuhkan regulasi khusus untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Sebab menurutnya, peraturan yang ada, seperti KUHP, masih lemah secara implementasi dan substansi. Sehingga aturan itu tidak menyasar pada akar permasalahan kasus kekerasan seksual dan minim perlindungan pada korban.

🌸🌷🌸
RUU P-KS layaknya dewa penyelamat yang dipercaya mampu mengeluarkan perempuan dari problem kekerasan seksual. Agar akar masalah gender berupa ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, maka secara eksplisit RUU P-KS menolak kontrol seksual (Pasal 5 dan Pasal 7) yang mengakibatkan perempuan berada dalam penindasan dan pemaksaan pihak lain. Dengan kata lain, hak kontrol seksual diberikan sepenuhnya kepada perempuan.

Implikasi hak kontrol seksual jelas mengarah kepada liberalisasi. Perempuan diberikan kebebasan penuh mengontrol tubuhnya, seksualitasnya, bahkan dengan tanpa mengindahkan rambu-rambu norma maupun agama sekalipun.

Inilah yang dikhawatirkan berpotensi besar melahirkan kerusakan bahkan bencana bagi para perempuan juga anak-anak generasi. Dengan hak kontrol seksual, perempuan didorong untuk bebas memilih aktivitas seksual apa saja dan dengan siapa saja tanpa ada kontrol dari pihak lain. Wajar jika Mahyeldi, Wali Kota Padang, menolak  dengan tegas draf RUU P-KS karena dinilai melindungi LGBT, memberi lampu hijau pada perzinahan, serta merusak tatanan keluarga dan hidup berumah tangga. (msn.com)

Bayangkan, pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan berdasarkan RUU P-KS ini. Orang tua yang mendisiplinkan anaknya untuk menutup aurat atau berhijab, atau melarang anak lajangnya melakukan seks bebas, juga terancam hukuman karena terkategori melakukan kontrol seksual. Pihak yang memaksakan aborsi akan dipidanakan, sehingga aborsi tanpa indikasi paksaan dikhawatirkan akan semakin marak. Subhanallah.

Relakah kita, kaum perempuan, semakin terseret arus liberalisasi yang akan merusak ketinggian derajat dan kemuliaan kita di sisi Allah? Relakah kita menyaksikan anak-anak kita semakin dihancurleburkan pemikiran dan perilakunya, sementara hari ini saja kita sudah kenyang melihat kelakuan rusak mereka? Sungguh, demi Allah, tentu kita sama sekali tak menginginkan kebejatan semakin merajalela. TOLAK RUU P-KS!

Isu RUU P-KS ini jarang sekali dibincangkan khalayak dan publik secara umum, hanya kalangan tertentu saja yang concern mendiskusikannya. Padahal isu ini sangat urgen untuk dibahas mengingat bahayanya yang besar bagi umat sekaligus manusia.

Untuk itu, kita perlu memahami hakikat RUU ini, apakah benar hendak menyelamatkan perempuan atau justru sebaliknya.

Terlebih, mulai banyak desakan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, untuk segera men-sahkan RUU ini.

https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2019/09/02/menteri-pppa-minta-dpr-segera-sahkan-ruu-pks-di-september-ini

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise meminta DPR RI segera mengesahkan rancanangan undang-undang PKS (penghapusan kekerasan seksual) pada September ini.

Permintaannya itu langsung disampaikan dihadapan kepada ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher dalam sebuah diskusi "Penguataan Kapasitas Anggota DPR dan DPD RI Terpilih" di Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/9/2019).

"Harapan saya di bulan September ini bisa di sahkan saya mohon pak ketua komisi 8 DPR RI Pak Ali Taher mohon dipercepat karena sudah target kami RUU ini sudah bisa disahkan menjadi undang-undang," ungkapnya.

Ia beralasan, pembahasan secara serius telah terbangun dengan para anggota DPR periode saat ini.

Sementara, jika belum juga disahkan pihaknya dan perwakilan rakyat ini akan kembali mengulang pembahasan dengan para anggota DPR RI yang baru.

Lebih jauh Yohanna menuturkan, pembahasan RUU ini juga merupakan inisiatif DPR.

"Karena kalau kita tunda lagi akan berhadapan dengan anggota legislatif yang baru lagi maka kita akan mulai dari nol makanya saya minta kalau bisa secepatnya," harap Yohanna.

Selain itu, keinginan lain menteri asal Papua ini terkait batasan perkawinan, di mana angka usia 19 tahun bisa menikah bagi perempuan.

"Sudah di meja presiden, sudah ditandatangani semoga secepatnya bisa di kirim ke DPR sehingga bisa disahkan angka usia perkawinan anak ini dan jangan sampai terjebak dalam proses pengambilan keputusan yang berdasarkan tawar-menawar," jelas dia.

Bahasannya memang seperti jauh dari realitas kehidupan emak-emak juga remaja-remaji, ya. Namun implikasinya bisa menyasar kita semua.

Ibarat kita menumpang dalam sebuah bus, kita jangan iya iya saja ngikutin sopir, apalagi lihat sopirnya ugal-ugalan. Tentu kita punya tanggung jawab juga mengingatkan sopir.

Demikianlah dengan keberadaan Rancangan UU ini. Kita mesti paham, agar kita sebagai obyek yang dikenai UU tidak dirugikan.

Ada yang pernah ikut menandatangani petisi tolak RUU pro zina yang dibuat oleh Ibu Maemon? RUU yang dimaksud adalah RUU P-KS.

Ibu Maemon lantas dibully seantero jagad medsos. Terutama oleh kaum feminis dan pejuang kesetaraan gender. Karena pendapatnya dianggap menyelisihi tujuan RUU P-KS, dianggap menghalangi perlindungan terhadap perempuan.

🌸🌷🌸
Isu RUU PKS memang banyak tidak diketahui oleh publik, namun ini penting sekali untuk dibahas.
Jadi, RUU PKS ini adalah solusi yang ditawarkan untuk mengatasi berbagai kekerasan seksual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang luar biasa, yang semakin menggila.  Data dari Komnas Perempuan mencatat, dalam setiap 2 jam ada 3 perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan. Ini data tahun 2018. Angka kekerasan itu terus meningkat mulai dari tahun 2014, 2015, 2016 datanya terus meningkat. Bahkan menteri Yohana Zambise mengatakan : "1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka." Jadi, sekitar 1 dari 10 perempuan mengalaminya dalam 12 bulan terakhir (laporan Oktober 2018).

Jadi, RUU PKS didesak untuk disahkan. RUU ini dianggap dapat melindungi perempuan, menjadi payung hukum kepada korban dan menyiapkan infrastruktur yang nantinya akan menyelamatkan perempuan, karena banyak pihak menyebutkan peraturan yang ada seperti KUHP masih belum memiliki kekuatan implementasi dan substansi untuk menjerat para pelaku kekerasan seksual.

Kenapa RUU PKS mendapatkan tantangan? Padahalkan iming-imingnya bagus, dapat melindungi, dapat menyelamatkan, namun kenapa banyak yang kontra? Bahkan ibu Maimunah Herawati seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, menolak dan bahkan mengatakan RUU PKS ini pro-zina.

Jadi, ada beberapa pasal di RUU PKS yang mengandung makna yang bisa di tarik ulur atau mengandung substansi liberalisasi, yaitu:

▪Pasal 5 ayat 1:
"Setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual dalam segala bentuknya."

▪Pasal 5 ayat 2:
"Bentuk kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 meliputi:"
a. Pelecehan seksual.
b. Kontrol seksual.
c. Perkosaan.
d. Eksploitasi seksual.
e. Penyiksaan seksual.
f. Perlakuan atau penghukuman lain tidak manusiawi yang menjadikan tubuh, seksualitas dan atau organ reproduksi sebagai sasaran.

Nah, yang menjadi persoalan itu adalah kontrol seksual. Kontrol seksual dianggap sebagai bentuk kekerasan seksual ketika ada seseorang yang mengontrol seksualitas seorang individu, maka ia dianggap melakukan kekerasan. Misalnya, seorang ayah yang melarang anaknya berjalan dengan laki-laki yang bukan mahromnya malam-malam. Nah, ini dianggap sebagai kontrol seksual. Ini kan sesuatu yang harus dibebaskan anaknya, mau suka jalan sama siapa, mau jalan sama siapa, mau pacaran sama siapa kenapa di kontrol-kontrol? kenapa dihalang halangi? Nah, ini dianggap kekerasan seksual. Ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Kemudian, misalnya seorang ibu memerintahkan anaknya untuk mengenakan hijab. Ini juga dianggap kekerasan seksual, karena dianggap mengontrol cara anak ini memperlakukan tubuhnya, memperlakukan seksualitasnya. Akhirnya, frase kontrol seksual ini memunculkan pemaknaan-pemaknaan yang negatif, termasuk bisa saja orang suka suka, mau berzina, mau kumpul kebo, mau pacaran, seks bebas, dan seterusnya boleh dong? karena kan dia harus terbebas dari larangan, kontrol, pengendalian dari pihak manapun. Oleh karena itu, ibu Maemon menyebutkan bahwa RUU PKS ini melegalisasi zina.

Jika RUU PKS ini legal maka akan ada banyak sekali bencana yang akan menimpa umat, menimpa masyarakat, bahkan menimpa manusia secara umum. Aborsi menjadi legal, karena itu berkaitan dengan seksualitas, bagaimana perempuan memperlakukan seksualitasnya, memperlakukan tubuhnya apakah dia mau mengandung atau dia tidak berkenan? Kalau tidak berkenan, ya tidak apa-apa dong diaborsi, tidak boleh ada yang mengaborsi. Kemudian perzinahan menjadi legal, LGBT menjadi legal juga karena melampiaskan seksual itu bisa dengan berbagai cara. Tidak boleh ada yang menghalangi. Apakah ia akan melampiaskannya dengan laki-laki atau dengan sesama perempuan ya tidak masalah. Kemudian muncullah anti pernikahan dini, anti poligami, anti mentaati suami, anti mentaati orang tua, yang ini semua merupakan serangan terhadap hukum-hukum syariat.

Jadi, RUU PKS bukan semata mengandung  bahaya terhadap keberlangsungan hidup manusia namun bahayanya juga mengancam, memberangus syariat islam.

Barat sebagai contoh dari para feminis, apakah mereka juga memiliki kasus-kasus kekerasan seksual? Ya, dan mereka punya undang-undang penghapusan kekerasan seksual juga. Seperti di Inggris, Jerman, Ukraina, Islandia, Swedia undang-undang pencegahan kekerasan seksual, diberlakukan dengan berbagai nama yang berbeda-beda tetapi intinya undang-undang itu ingin menghapus kekerasan seksual yang ruh nya kesetaraan (equality). Jadi, agar perempuan itu memiliki kebebasan maka perempuan harus dilihat sejajar, setara dengan laki-laki. Laki-laki tidak boleh melakukan kontrol, tidak boleh menghalangi, tidak boleh superior terhadap perempuan. Jadi, haruslah equal atau sama antara laki-laki dan perempuan.

Jadi, RUU PKS ini ruhnya adalah equality (kesamaan) antara laki-laki dan perempuan.

Bagaimana kondisi  kekerasan seksual di barat setelah diberlakukan Undang-undang penghapusan kekerasan seksual. Ternyata kasus kekerasan seksual tetap marak bahkan kekerasan seksual yang terjadi di negara negara ini luar biasa mencengangkan. Di Amerika, Perancis, atau negara-negara Eropa lainnya yang menegakkan undang-undang penghapusan kekerasan seksual dalam 2 menit terjadi berapa kali perkosaan, berapa kali terjadi pembunuhan terhadap perempuan dan anak. Jadi, undang-undang pencegahan kekerasan seksualitas yang diberlakukan di barat sama sekali tidak dapat mencegah kekerasan seksual. Jadi, undang-undang tersebut gagal menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual. Karena undang-undang tersebut gagal memahami akar masalahnya. Jadi, akar masalahnya bukan pada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terwujud, karena setelah perempuan dikasih kebebasan, keleluasaan, disetarakan dengan laki-laki ternyata kekerasan terhadap perempuan pun tetap marak.

Jadi akar masalah kekerasan seksual BUKAN bias gender atau perbedaan gender atau ketimpangan posisi laki-laki dan perempuan, tetapi justru LIBERALISASI yang dipropagandakan secara masif, yang menyebabkan perempuan bebas berpakaian minim di tempat umum, kemudian meninggalkan peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (al umm wa rabbatul bayt) sehingga potensi mereka dijadikan obyek kekerasan di dunia industri semakin besar, pornografi dan pornoaksi yang disebarkan oleh media media, merangsang laki-laki untuk berbuat bejat.

Selain itu juga tidak tegak HUKUM yang membuat jera pelaku kejahatan, SISTEM PENDIDIKAN yang tidak menumbuhkan ketaqwaan kepada Allah, SISTEM EKONOMI yang tidak mensejahterakan perempuan karena berpihak pada pelaku industri (kapitalis) dibanding kepada perempuan.

🌸🌷🌸
Dengan menolak RUU PKS apakah kita dianggap sebagai orang yang menolak perlindungan terhadap perempuan. Nah, ini perlu dikaji lagi. Kita menolak RUU PKS bukan karena kita menolak perlindungan terhadap perempuan, tapi kita menolak RUU PKS sebagai solusi kekerasan terhadap perempuan, karena RUU tersebut jelas tidak mengantarkan kepada tuntasnya kasu-kasus kekerasan terhadap perempuan. Di barat tadi seperti yang tadi saya contohkan, sudah banyak diberlakukan undang-undang anti kekerasan terhadap perempuan tetapi kekerasan tetap saja berlanjut karena tidak mengcover akar permasalahannya. Jadi, kita bukan menolak perlindungan terhadap perempuan, tetapi menolak cara pandang RUU PKS menyelesaikan kasus kekerasan dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada perempuan untuk mengontrol tubuhnya, mengontrol seksualitasnya itu.

Bayangkan, sekarang belum diketok palu RUU PKS menjadi undang-undang PKS, LGBT itu sudah merajalela, aborsi dimana-mana, pacaran, perzinaan luar biasa, seks bebas. Bagaimana seandainya undang undang PKS ini kemudian di ketok palu dan jadi? Pasti akan semakin menjadi jadi kemudian turunannya akan menjadi bencana penyakit menular yang tidak bisa dibayangkan, AIDS misalnya tidak ada obat sampai hari ini yang  dapat menyembuhkan penyakit AIDS. Dan penyakit AIDS ini akan menular, kepada anak-anak kita generasi kita lalu bagaimana dengan peradaban manusia. Nah, inikan mengerikan sekali.

Sungguh hina umat hari ini, kita dulu menjadi pemimpin umat, kita menjadi mercusuar dunia. Firman Allah dalam QS. Al Imron : 110 bahwa "kuntum khoiro ummah" kalian itu adalah umat terbaik, tapi kalau kenyataannya kita  melihat kondisi umat hari ini dimana kerusakan terjadi di mana-mana bahkan anak-anak kita sudah di rusak dunianya, dibuat hancur dunianya, tidak punya orientasi, mereka hanya memikirkan kesenangan duniawi kehidupan hedonis. Sungguh hina kaum muslimin hari ini, padahal kita dulu adalah  khoiro ummah. Rela tidak bun, kita seperti ini?

Kalau kita diam saja, kita tidak bersuara lantang untuk menolaknya, maka akan segera diketok, Bund.

Perang opini sesungguhnya sedang terjadi. Dan sedihnya, kita bukan hanya berhadapan dengan kaum feminis, pejuang emansipasi, HAM, tapi juga berhadapan dengan saudara-saudara muslimah yang lain yang mereka tidak paham bahaya RUU P-KS ini.

🌸🌷🌸
◼RUU PKS Dinilai Memperluas Perlindungan terhadap Korban dan Mempersempit Ruang Gerak Pelaku
Senin, 2 September 2019 16:19 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) memberikan perlindungan menyeluruh terhadap korban kekerasan seksual, mulai dari pada saat penanganan, perlindungan hingga pemulihan.

“RUU PKS memperluas perlindungan terhadap korban dan semakin mempersempit ruang gerak pelaku. Hal mendasar misalnya, akses terhadap informasi kasusnya sudah sampai dimana. Kalau dulu seringkali ada ketidakjelasan sudah sampai dimana kasusnya. Tapi dengan adanya Undang-undang ini, korban memiliki hak memperoleh informasi setiap proses dan hasil penanganan. Bahkan dokumen hasil penanganan,” papar Ketua Umum Perempuan Bangsa, Siti Mukaromah, Senin (2/9/2019).

Menurut dia pada era perkembangan teknologi dan keterbukaan informasi, akses korban terhadap informasi pribadinya sangatlah penting.

Akses informasi ini dapat menjadi kontrol bagi penanganan kasus sehingga semua terselesaikan dengan cepat.

Penyebarluasan informasi mengenai penghapusan kekerasan seksual kepada keluarga, media massa dan organisasi kemasyarakatan juga menjadi kewajiban dalam RUU tersebut.

“Kampanye massif terhadap pencegahan kekerasan seksual bisa di darat maupun di udara. Di darat melalui pendidikan. Memasukkan dalam bahan ajar dalam kurikulum maupun penguatan pengetahuan terhadap tenaga pendidik," ujarnya.

"Di udara, campaign dilakukan melalui berbagai media digital. Bisa saja edukasi ini juga dalam bentuk aplikasi yang dapat di download usia tertentu,” kata Erma menambahkan.

Perempuan Bangsa menilai bahwa RUU ini perlu segera disahkan sebelum pelantikan Anggota DPR RI 2019-2024, sebab jika tidak maka pembahasannya akan semakin molor.

Menurut Erma yang terpilih kembali menjadi Anggota DPR RI, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan selama ini masih belum maksimal tertangani akibat berbagai kendala, termasuk regulasi.

Dirinya berharap, dengan disahkannya RUU PKS dapat semakin memberi kepastian hukum terhadap korban, mencegah terjadinya kekerasan seksual, dan memberikan efek jera pada pelaku.

Desakan dari Perempuan Bangsa.

🌸🌷🌸
◼PP Fatayat NU Mendorong Segera Disahkan RUU PKS

Sabtu, 31 Agustus 2019 12:16 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini akan segera disahkan di DPR dipandang mampu memberikan jalan keluar untuk perlindungan perempuan. Hal itu diungkap Ketua PP Fatayat NU Hj Anggia Ermarini yang menggelar diskusi kepada wartawan di Cafe Tjikini Lima, Jakarta Pusat , Jumat (30/8/2019).

“RUU PKS menjawab rasa keadilan masyrakat, maka kami PP Fatayat NU mendorong agar RUU ini segera di sahkan tidak lagi perlu jadi perdebatan,” kata Aktivis perempuan NU yang akrab di sapa Anggi.

Maraknya kasus pelecehan seksual dan rendahnya sanksi hukuman selama ini dinilai Anggi akibat dari belum adanya regulasi yang kuat. “Adanya RUU PKS tentu menjadi solusi meminimalisasi tindak kekerasan seksual terhadap kaum perempuan,” tutur Hj. Anggia Ermarini.

Kepada Legislator Di senayan Anggi berpesan agar melakukan percepatan pengesahan RUU PKS. ”Jangan ditunda lagi, masyarakat perlu payung hukum yang komprehensif dan mampu melindungi kaum perempuan dan kelompok rentan lainnya,” tandas Hj. Anggia Ermarini.

PP Fatayat NU diakuinya akan tetap fokus pada pemberdayaan dan perlindungan kaum perempuan. “Kami intens melakukan advokasi penanganan kasus kekerasan seksual, tidak sedikit kasusnya. Ini menjadi konsern kami Di Fatayat,” tutup Ketua PP Fatayat NU Hj. Anggia Ermarini.

Selain Anggi, ikut hadir dalam diskusi jajaran pengurus PP Fatayat NU diantaranya Erni Sugiyanti, Nadhlifah dan aktivis Fatayat Lainnya.

Desakan dari Fatayat NU

Yang bisa kita lakukan adalah mengedukasi para perempuan agar tidak tergiur iming-iming 'madu' RUU P-KS padahal sejatinya racun mematikan bagi perempuan, anak-anak generasi, bahkan peradaban manusia.

Edukasinya bisa beragam bentuk, Bund. Mainkan jempol kita untuk me-like, coment, share, penolakan terhadap RUU P-KS. Ngobrol dengan tetangga, ibu-ibu teman anak kita sekolah, bahwa RUU P-KS ini bahayaaa, dan seterusnya.

🔹Sepertinya memang butuh pemahan yang sejelas-jelasnya ya ini bund tentang RUU P-KS ini.

Ya, benar... RUU P-KS mengandung konspirasi jahat. Perlu kesungguhan memonitoring prosesnya juga melakukan analisis mendalam.

Bunda-bunda dan muslimah di room ini, mudah-mudahan bisa menjadi penyambung lidah, membongkar bahaya dan kejahatan di balik RUU ini.

Kasus kekerasan terhadap perempuan hanya bisa diselesaikan dengan aturan Islam yang komprehensif, yang kaffah, yang mengatur tentang pergaulan (larangan khalwat, zina, ikhtilat, perintah menutup aurat, dan seterusnya), yang mengatur tentang konten media (seharusnya media mempromosikan kebaikan bukan kerusakan), yang menegakkan sistem pendidikan untuk melahirkan generasi taqwa, juga memberlakukan sistem sanksi terhadap pezina, dan seterusnya, yang memberi efek jera.

Alloh ﷻ berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33)

Semoga kita termasuk orang orang yang disebutkan Allah dalam ayat tersebut, yakni yang menyeru kepada Allah, menyeru kepada ketundukan kepada-Nya, menyeru kepada syariat-Nya secara kaffah, hingga segala problematika dan kerusakan hari ini berganti dengan kebaikan, keberkahan, dan kemuliaan.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

RUU P-KS tidak layak diberlakukan di tengah masyarakat Indonesia yang religius, kerena selain bertentangan dengan syariat Islam (pada poin kontrol seksual), RUU tersebut mengandung muatan liberalisasi yang sangat kental.

Sementara, liberalisme (ide kebebasan) bukan berasal dari Islam, membawa bahaya besar yang akan merusak dan menghancurkan anak-anak generasi kita.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar