Jumat, 18 Oktober 2019

BPJS OH BPJS



OLeH: Bunda Rizki Ika S.

         💎M a T e R i💎

🌷BPJS OH BPJS (JAMINAN KESEHATAN TERBAIK LAGI ANTIDEFISIT)

Wacana sanksi dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak patuh membayar iuran menuai kritik. “Kalau sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan dikaitkan dengan hak untuk masuk sekolah, ini jelas sudah kelewat batas," kata Sukamta, Anggota Badan Anggaran (Banggar), melalui siaran pers  pada Selasa (3/9) di Jakarta. Menurutnya, sesuai amanah konstitusi, pendidikan dan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat.

Wacana tersebut adalah salah satu upaya merespon penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang setiap tahun mengalami defisit. Laporan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan BPJS Kesehatan mengalami defisit karena diantaranya pemanfaatan layanan lebih tinggi daripada jumlah peserta, adanya perusahan yang mengakali iuran, status peserta aktif rendah, data peserta tidak valid dan persoalan manajemen klaim. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah praktik fraud (kecurangan) yang dilakukan, baik oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pihak pendukung, maupun penyelenggara yakni, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Peneliti ICW Dewi Anggraini menjelaskan kasus fraud ini merupakan gunung es yang terjadi di sebagian besar puskesmas di Indonesia. Menurutnya pada 2016, diperkirakan 9.767 puskesmas dan FKTP lainnya di Indonesia menerima dana kapitasi sebesar Rp. 13 triliun. Besarnya dana ini, lanjut Dwi, mendorong kesempatan bagi para pejabat dan pemegang wewenang untuk melakukan manipulasi.

Di sisi lain, masyarakat merasa terbebani bahkan dirugikan dengan pelayanan oleh BPJS Kesehatan yang tidak memadai. Seringkali, masyarakat yang sudah membayar premi setiap bulan saat sakit tetap harus membeli lagi layanan kesehatan yang dibutuhkan. Baik karena waktu tunggu yang lama, pelayanan yang dibutuhkan di luar plafon, rumah sakit tidak bisa melayani karena tunggakan BPJS hingga triliunan rupiah belum dibayar, dan alasan lainnya.

Carut-marut penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan sesungguhnya bermula dari dua konsep bathil yang diimpor dari Barat.
√ Pertama, liberalisasi-komersialisasi pelayanan kesehatan melalui pembiayaan kesehatan berbasis asuransi kesehatan wajib.

√Kedua, liberalisasi fungsi negara. Yakni, negara berlepas tanggung jawab dalam pengurusan hajat pelayanan kesehatan publik dengan berfungsi sebagai regulator bagi kepentingan korporasi khususnya korporasi BPJS Kesehatan.

Bertumpu pada dua konsep tersebut, fungsi negara sebagai penanggung jawab penuh terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 tergerus bahkan nyaris hilang akibat liberalisasi. Konsekuensinya, kesehatan semata dipandang sebagai komoditas bisnis, bukan tanggung jawab periayahan (pengurusan) negara terhadap rakyat yang bernilai ketaatan.

Berbeda dengan fakta pelayanan kesehatan dalam sistem politik demokrasi yang sekuler, Islam sepanjang sejarah penerapannya menyelenggarakan pelayanan kesehatan terbaik dengan dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna.

Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaffah, termasuk bertanggung jawab penuh dan langsung terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap individu muslim maupun non-muslim. Sebab Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam telah bersabda, “Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al-Bukhari  dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).

Artinya, haram negara berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan agenda hegemoni dan bisnis korporasi, apapun alasannya.

Islam hanya mengenal prinsip pembiayaan kesehatan berbasis baitul mal yang bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan baitul dan pintu-pintu pengeluarannya sepenuhnya berlandaskan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar negara memiliki finansial memadai untuk melaksanakan berbagai fungsi pentingnya, termasuk pembiayaan kesehatan antidefisit. Baik termaktub dalam Alquran dan Sunah, maupun apa yang ditunjukkan oleh keduanya berupa ijma' sahabat dan qiyas.

Salah satu sumber pemasukan baitul mal adalah harta milik umum berupa sumber daya alam dan energi dengan jumlah berlimpah. Dari sumber daya energi saja sudah luar biasa memadai, karena di Indonesia ada 128 cekungan migas. Seperti Blok migas raksasa Masela di kepulauan Tanimbar Maluku, Blok Cepu, Blok Natuna, Blok Rokan, Blok Maratua, dan Blok Nunukan dengan potensi 10 besar dunia.

Hasilnya, rumah sakit, dokter dan tenaga medis tersedia secara memadai dengan sebaran yang memadai pula. Negara memfasilitasi berbagai aspeknya demi mewujudkan standar pelayanan medis terbaik. Baik aspek penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian paling mutakhir, ketersediaan obat dan alat kedokteran terbaik hingga gaji dan beban kerja yang manusiawi.

Tidak seorangpun yang datang ke rumah sakit kecuali pulang dengan perasaan terhormat dan bahagia. Sebab, semua diberi pelayanan terbaik, kaya atau miskin, pria atau wanita, hingga yang berpura-pura sakit sekalipun. Di setiap kota, termasuk kota kecil, terdapat rumah sakit dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain) berkualitas lagi memadai, berikut peralatan medis dan obat-obatan. Bahkan disediakan rumah sakit berjalan, dipenuhi berbagai obat dan peralatan medis serta para dokter dan tenaga medis lainnya.

Inilah fakta pelayanan kesehatan di masa keemasan Islam, yakni di masa Kekhilafahan, yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban. Model pelayanan kesehatan terbaik, buah penerapan Islam secara kaffah. Model pembiayaan kesehatan yang bukan saja antidefisit, namun juga akan membebaskan pelayanan kesehatan dari cengkeraman korporasi, agenda hegemoni, dan industrialisasi kesehatan yang sangat membahayakan kesehatan dan nyawa jutaan orang.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
         💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Ruri ~ Lumajang
Saya tidak punya BPJS juga tidak memiliki asuransi kesehatan apapun. Kemarin pas baby sakit saya periksa ke RS daerah selama ngantri obat berkali-kali saya melihat peserta BPJS diberitahu dari resep yang diterima ada 1 atau 2 macam obat yang tidak tersedia kemudian disarankan mencari sendiri di apotik bebas (tidak tertanggung BPJS) dan itu bukan cuma 1 orang saja tapi banyak. Saya jadi mikir kalau pas yang harganya mahal kan jadi rugi juga?

Jadi lebih aman mana jadi peserta BPJS atau asuransi kesehatan lainnya dengan memiliki tabungan khusus untuk urusan kesehatan?

🌸Jawab:
Buda Ruri dan muslimah shalihah di room ini yang disayang Allah.

Setiap muslim hendaknya menyandarkan amalnya kepada halal-haram, boleh atau tidak boleh, sesuai perintah dan larangan Allah. Bukan kepada maslahat atau manfaat duniawi semata.

Terkait layanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan, maka faktanya sama dengan asuransi, tidak bisa disebut sebagai jaminan kesehatan. Sebab rakyat yang terdaftar menjadi peserta, sesungguhnya  tidak pernah dijamin kesehatannya oleh BPJS Kesehatan, melainkan kita yang menjamin diri sendiri dengan membayar premi setiap bulannya.

Karena fakta BPJS Kesehatan sama dengan asuransi, yang di dalamnya terdapat gharar dan spekulasi, maka para ulama banyak yang berpendapat kepesertaan dalam BPJS Kesehatan haram hukumnya seperti haramnya asuransi.

Demikian, Bunda semoga bisa dipahami.

0⃣2⃣ Phity ~ Jogja
Saya bayar premi BPJS untuk 2 orang tiap bulan, belum terasa membebani, dah diniatkan untuk sedekah saja. Tapi kasihan juga kalau lihat yang anggota keluarganya banyak.

Dan tadi dengar berita, kalau yang tidak mengajukan BPJS tidak akan bisa mengurus SIM, STNK ataupun PASPORT. di lain pihak, ada berita kalau gaji pejabat-pejabat BPJS fantastis. Bagaimana menghadapi dilema ini ya?

Terimakasih

🌸Jawab:
Bunda Phity dan muslimah shalihah...

Inilah kenyataan pahit yang kita terima ketika negara mengadopsi model pelayanan kesehatan yang jauh dari ideal lagi merugikan. Tindakan negara membebani publik dengan biaya berobat baik berbentuk premi, pajak, atau uang tunai kepada penduduk yang dianggap tidak miskin sekalipun, jelas bertentangan dengan aspek kemanusiaan.

Memang, secara rata-rata, jumlah layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari.

Namun, keberhasilan berdasarkan angka pelayanan di tengah atmosfer komersialisasi dan diskriminasi yang melingkupi pelayanan kesehatan, jelas menyesatkan. Karena mengabaikan fakta berbagai persoalan serius di depan mata. Seperti mahalnya harga pelayanan kesehatan dan beban premi wajib yang harus ditanggung publik; sulit akses terhadap pelayanan kesehatan meski sudah membayar premi wajib setiap bulan, baik karena keterbatasan fasilitas kesehatan, tenaga medis, maupun obat-obatan; dan diskriminasi pelayanan itu sendiri. Kalaupun dirasakan manfaatnya, jelas tidak dapat menegasikan fakta buruk tersebut.

Belum lagi indikasi korupsi dana manipulasi yang ditemukan ICW dalam pengelolaan layanan kesehatan oleh BPJS, termasuk besaran gaji para pejabat BPJS yang fantastis, tentu semakin membuka mata kita bahwa model layanan kesehatan semacam ini harus segera diakhiri. Bukan tidak mungkin anak-anak generasi yang kita harapkan tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang sehat, terganjal oleh proyek-proyek semacam ini.

0⃣3⃣ Serra ~ Malang
Assalamualaikum,

Apakah kedepannya BPJS akan menambah membatasi penyakit yang akan di cover?

Terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah,

Saya kurang tahu soal ini, Bund. Karena seringkali BPJS Kesehatan juga tidak transparan tentang ini, hanya orang tertentu seperti dokter dan petugas administrasi medis yang memahaminya.

Yang jelas, BPJS Kesehatan sebagai lembaga swasta tidak ingin rugi dalam pelayanannya. BPJS Kesehatan pasti sudah menghitung dengan detil dan seksama jenis-jenis penyakit apa saja yang bisa dicover dan penyakit-penyakit apa saja yang tidak dicover. Biasanya penyakit-penyakit berat tidak dicover penuh oleh BPJS Kesehatan.

Inilah kebathilan layanan kesehatan produk Barat yang mengesampingkan hajat hidup pokok warga negara. Nyawa manusia menjadi tak berharga dalam model layanan kesehatan ini. Jika tidak bisa membayar, maka tak menjadi soal membiarkan manusia terlunta-lunta bahkan meregang nyawa.

Misal yang dialami pasien gagal ginjal di Polewi Mandar. Ia memilih menahan sakit karena harta habis untuk biaya berobat dan obat tidak ditanggung BPJS Kesehatan karena mahal.

Penting dicatat, ini hanyalah puncak fenomena gunung es, angka sesungguhnya bisa ribuan kali lebih besar. Terutama bila mengingat aspek penyebabnya, yakni komersil dan abainya negara menjadi ruh pelayanan kesehatan hari ini.

0⃣4⃣ iYen ~ Sumatra Utara
Ustadza, kalau mengurus BPJS gratis masih adakah disaat sekarang?

🌸Jawab:
Bunda Iyen di Sumut yang disayang Allah...

Sependek yang saya ketahui, peserta BPJS dikategorikan menjadi 2, Bund, pertama yang rutin membayar premi, kedua yang mendapat pelayanan gratis, yaitu peserta PBI atau Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Secara administrasi, saya kurang tahu mengenai pendaftaran dan ketersediaan jatah untuk PBI ini. Karena saya memang bukan pegawai dinkes maupun yang berkecimpung di sana.

Namun di lapangan, banyak sekali problem terkait data peserta BPJS Kesehatan ini. Hasil riset KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) menemukan adanya proses pendataan yang bermasalah sehingga banyak keluarga miskin yang tidak mendapatkan layanan.

Kondisi ini semakin membuka mata kita, bahwa keberadaan BPJS Kesehatan tidak lantas mampu menyelesaikan problem kesehatan masyarakat, terlebih masyarakat kurang mampu yang membutuhkan. Karena kenyataannya, tidak semua rakyat miskin tercover, dan kalaupun terdata belum tentu pula obat-obatan dan pelayanan tersedia untuk mereka karena BPJS Kesehatan membatasi pelayanannya.

Padahal, layanan kesehatan adalah hak dasar yang seharusnya diberikan oleh negara kepada rakyatnya tanpa pandang bulu. Karena layanan kesehatan ini menjadi tanggungjawab penuh negara dalam penyelenggaraannya.

Melihat kenyataan ini, semestinya kita semakin sadar, bahwa konsep pengelolaan layanan kesehatan haruslah kembali kepada konsep Islam, yang mensejahterakan dan menyelamatkan setiap warga negara, siapapun dia, tanpa melihat status, usia, gender, bahkan muslim atau non muslim, semua berhak mendapatkan layanan yang sama.

💎Saya sebelumnya terdaftar sebagai peserta BPJS PBI baru beberapa bulan lalu pindah menjadi BPJS mandiri karena ikut suami yang sudah tertanggung BPJS oleh pemerintah.

Dan menurut saya memang pembagian BPJS PBI ini tidak merata karena dulu di tempat tinggal ibu saya yang diamanahi menunjuk keluarga tidak mampu adalah ketua RT. Jadi  yang menurut pak RT saja. Ada yang orang tidak mampu tapi tidak didaftarkan jadi peserta PBI.

0⃣5⃣ Santi ~ Bandung
Dengan hadirnya BPJS mungkin sudah banyak yang merasakan manfaatnya, mungkin masih ada juga yang belum merasakan manfaatnya, atau juga sudah mersakan manfaatnya namun belum maksimal. Berdasarkan paparan di atas, kira-kira sistem BPJS di Indonesia ini dalam kaca mata Islam termasuk halal atau haram?

Bagaimana sebaiknya kita menyikapi kebijakan dari pemerintah mengenai hal ini?

Terimakasih ustadzah.

🌸Jawab:
Bunda Santi yang dirahmati Allah...

BPJS Kesehatan menyalahi Islam dalam beberapa aspek:

(1) Konsep dasarnya yang berpijak pada konsep kapitalis dalam mengelola urusan masyarakat, yakni menjadikan urusan masyarakat sebagai obyek bisnis. Padahal siapa pun yang sakit, baik yang kaya atau yang miskin, rakyat biasa atau penguasa, adalah orang yang dalam kesusahan, butuh uluran tangan.

Sementara itu, negara atau pemerintah adalah entitas yang semestinya berada di garda terdepan dalam menghilangkan penderitaan dan kesusahan setiap individu masyarakat. Termasuk kesusahan dan penderitaan setiap individu rakyat yang sakit. Sehingga tindakan negara membebani publik dengan biaya berobat baik berbentuk premi, pajak, atau uang tunai kepada penduduk yang dianggap tidak miskin sekalipun, jelas bertentangan dengan aspek kemanusiaan.

(2) Bentuk layanan BPJS Kesehatan yang hakikatnya adalah asuransi, bukan jaminan, sebab peserta diwajibkan membayar premi untuk mendapatkan layanan kesehatan, sama sekali tidak dijamin.

Nah, asuransi ini mengandung gharar dan spekulasi yang jelas dilarang oleh Islam. Karenanya, dalam aspek fiqih, layanan BPJS Kesehatan haram hukumnya.

(3) Model pengelolaan kesehatan mengikuti model seperti hari ini, yakni menyerahkannya kepada pihak swasta atau perusahaan yang komersil, akan mengantarkan negeri ini berada di bawah hegemoni para kapitalis (pemilik modal), yang akan dengan leluasa memainkan 'harga' atas layanan yang mereka sediakan. Rakyat semakin terjepit, sementara para kapitalis semakin jumawa.

Bagaimana menyikapinya?
Salah satunya dengan komunitas semacam ini misalnya, dengan menggugah kesadaran emak-emak tentang kebathilan serta bahaya model penyelenggaraan kesehatan ala BPJS Kesehatan. Kemudian bisa dengan memberikan masukan kepada dinas terkait, juga pemilik kebijakan, untuk mengevaluasi model sekaligus kinerja pelayanan kesehatan yang tidak manusiawi dan tidak mensejahterakan ini.

0⃣6⃣ Yuli ~ Jombang
Saya cuma mau tanya, bisakah keanggotaan BPJS dinonaktifkan?

🌸Jawab:
Bunda Yuli dan muslihah shalihah...

Mengenai hal ini saya juga belum paham bagaimana prosedurnya. Mungkin Bunda perlu mendatangi kantor yang ditunjuk untuk meminta keterangan resminya.

Sebenarnya dari sini kita bisa menyaksikan betapa kebijakan penguasa itu punya daya rusak yang luar biasa. Ketika layanan kesehatan melalui BPJS ini sudah disahkan oleh UU maka setiap warga negara wajib mengikutinya, tak lagi mempertimbangkan aqidah juga halal-haram. Iman kita tercerabut, karena kita didorong untuk mengadopsi model layanan kesehatan ini tanpa bisa menolaknya. Bahkan yang menolak bisa dikenai sanksi.
Subhanallah...


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Sejarawan berkebangsaan Amerika, Will Durant, menggambarkan rumah sakit Al Manshuri (683 H/1284 M) Kairo, di masa Kekhilafahan sebagai berikut, “…Pengobatan diberikan secara gratis bagi pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan sejumlah uang diberikan pada tiap pasien yang sudah bisa pulang, agar tidak perlu segera bekerja…“. [W. Durant: The Age of Faith; op cit; pp 330-1]

Sungguh, kehadiran Islam kaffah sebagaimana yang tegak di masa Kekhilafah, adalah kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini dan dunia, sebagai obat dan penyembuh berbagai persoalan dan “penyakit” yang ditimbulkan oleh sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme, dalam hal ini defisit kronis pembiayaan kesehatan neoliberalisme dan krisis pelayanan kesehatan yang ditimbulkan hingga ke akar persoalan.

Sehingga, segera terwujud pelayanan kesehatan gratis yang mudah diakses kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja. Tidak saja ada, tetapi dengan derajat kemanusiaan tertinggi, mengutamakan prinsip-prinsip kedokteran terkini dengan berbagai kemajuan teknologinya, disamping menyejahterakan semua pihak. Baik publik, rumah sakit, maupun insan kesehatan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar