Selasa, 31 Maret 2020

MENTAL ILLNESS SI PEMBUNUH BALITA, TANGGUNG JAWAB SIAPA?



OLeH  : Bunda Rizki Ika S.

         💎M a T e R i💎

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad...

Rabbishrahli shadrii wayassirlii amrii wahlul uqdatam millisaanii yafqahu qaulii...

Alhamdulillah Allah perjumpakan kita kembali dalam keadaan sehat dan iman ya sahabat muslimah semua.

Langsung saja ya kita bahas isu yang sedang hot menjadi perbincangan.

Sebagian teman teman pasti mendengar info tentang ABG berinisial NF (15) yang nekat menghabisi nyawa seorang bocah berusia 5 atau 6 tahun berinisial APA di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Setelah membunuh dengan keji, jasad bocah malang itu sempat disimpan di dalam lemari pakaian rumah NF.

Mirisnya, usai menghabisi nyawa APA, pelaku NF justru tak menunjukkan penyesalan, bahkan menurut polisi NF mengaku merasa puas.

"Saya kira anak ini Mengalami Gangguan Kejiwaan di mana tak ada lagi perhatian dan dukungan dari lingkungannya, jadi pelariannya ke gawai menonton tayangannya yang berpengaruh kekerasan itu,"

Statement Psikolog Anak, Seto Mulyadi atau Kak Seto: Jadi memang, mentall illness menjadi indikasi paling besar sebagai penyebab perilaku NF.

Hal ini bisa dipengaruhi oleh gadget.

Berdasarkan penyelidikan, pelaku memang diindikasi terinspirasi film yang ditonton.

NF diketahui hobi menonton film bergenre horor dan thriller.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan film yang sering ditonton pelaku di antaranya Chucky dan Slenderman.

Gambar-gambar yang dibuat NF pun berkaitan dengan karakter yang menjadi favoritnya, yakni Slenderman.

Sementara Slendermen merupakan karakter yang berkaitan dengan penguntitan, penculikan, hingga teror yang membuat trauma anak-anak.

Nah, pertanyaan besarnya, sebagaimana judul materi malam ini, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap hilangnya nyawa seorang bocah tidak berdosa di tangan remaja 15 tahun ini?

◼Tentu yang pertama kali patut disalahkan adalah pola asuh orang tua.

Karena anak sesungguhnya berada di bawah kendali mereka.

Pola asuh ini bukan dihitung sehari-dua hari, setahun-dua tahun ya, tapi berlangsung mulai anak lahir hingga usianya kini. Bagaimana orang tua memperlakukan anak, membiasakan dengan pembiasaan seperti apa, itulah yang membentuk konsep diri dalam jiwanya.

Apakah dia anak yang diperlakukan penuh kasih sayang, senantiasa dibimbing, diarahkan, atau sebaliknya diperlakukan kasar, menjadi tumpahan kekesalan juga kepenatan orang tua setelah bekerja seharian, dibiarkan mengakses tontonan tanpa batasan, dan seterusnya.

Pola asuh inilah yang membentuk kepribadian anak.

◼Yang kedua menurut saya adalah lingkungan.

Lingkungan tempat tinggal dan masyarakat secara umum yang kurang peduli bahkan cuek terhadap anak-anak yang pegang gadget, suka nongkrong, atau gandeng pacar dan bergaul bebas.

Lingkungan sosial yang minim kontrol ini layaknya memberikan lampu hijau kepada anak anak untuk bebas berbuat, tidak peduli norma juga aturan.

◼Yang ketiga adalah disfungsi negara sebagai regulator sekaligus pemberi sanksi.

Negara bisa dikatakan mandul dalam mengontrol apalagi membendung arus besar industri hiburan yang mewabah, termasuk di dalamnya konten konten film yang bebas melenggang melalui gadget tanpa filter.

Negara bukan hanya lemah tapi juga gagal membentuk jiwa anak anak yang kokoh dan taqwa dengan sistem pendidikan sekularnya.

Pendidikan (mainstream) yang ada hanya berorientasi materi, bukan membentuk syakhsiyah Islam (kepribadian Islam) yang tangguh dalam diri anak didik.

Semata mengejar nilai dan selembar kertas ijazah.

Sanksi hukum yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan pun, jauh dari membuat jera, justru membuat orang lain terinspirasi dan tidak gentar menghadapi hukuman.

Berapa banyak kejahatan yang dilakukan pelaku yang terkategori aqil-baligh dianulir hanya karena pelaku dikategorikan masih anak-anak menurut UU.

Atau karena pelaku dianggap mengalami penyakit mental atau kejiwaan.

Padahal pelaku dalam keadaan sadar dan waras, tidak dalam kondisi hilang akal.

Tiga pihak inilah yang menurut saya bertanggung jawab terhadap kejahatan kejahatan yang terus berulang.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Serra ~ Malang
Assalamualaikum...

Kalau dari kasus yang viral ini karena film, bagaimana kita mengontrol film seperti itu karena anak semakin dilarang makin di lakukan?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh,

Baik Bunda...

Perilaku anak (juga dewasa) itu ditentukan atau dikendalikan oleh mindsetnya. Maka jika ingin anak kita senantiasa on the track saat mengakses gadget, termasuk menonton film atau video, maka install mindset yang benar dalam benaknya terkait dengan pemanfaatan gadget, juga konten kontennya.

Beri reasoning yang memuaskan akal dan jiwanya, utamanya reasoning yang menyentuh keimanannya. Sehingga tanpa kita senantiasa di sampingnya, anak akan terkontrol oleh mindsetnya sendiri.

Begitu, Bunda.

💎Melanjuti jawaban yang asatidz berikan pada saya, Jika kita mereasoning adakah tahapan tahapan tertentu atau biasa saja karena anak ingin tahunya tinggi.

Terima kasih.

🌸Sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya, proses pengasuhan dan pendidikan terhadap anak itu tidak sehari-dua hari, tapi dalam waktu yang panjang, dan mesti berkesinambungan.

Benar sekali, ada tahapannya ya, Bund...  Bagaimana kita mengenalkan Allah kepada anak usia dini, hingga mengenalkan aturan atau syariat Allah kepada anak saat usianya 7 tahun, tentu bertahap.

Saya tidak bisa bicara banyak, mungkin nanti bisa dibikin forum khusus soal ini, tapi yang jelas orang tua harus memahami tumbuh kembang anak dan memiliki kemampuan menarasikan muatan keimanan kepada anak sesuai level berpikir dan level bahasa anak.

Begitu ya, Bunda.

0⃣2⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

1. Bunda, bagaimana menghadapi type anak yang pendiam? (Dimarahin diam, marah juga diam, emosi diam, semua dipendam sendiri dengan diamnya itu).

2. Apakah dengan anak pendiam yang seperti itu nantinya kalau sudah meledak bisa bertindak kasar bunda? Bagaimana cara mengatasinya?

Jazakillah

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah,

1. Anak pendiam itu ada 2 kondisi, yaitu:
(1) Memang aslinya pendiam, yakni karakternya pendiam, ga banyak bicara.
(2) Karena bermasalah.

√ Untuk tipe pertama, sepertinya tipe yang sedang Bunda tanyakan, maka tidak perlu terlalu khawatir, Bunda... karena memang diam adalah bahasanya. Yang perlu mendapat perhatian adalah kita perlu tahu makna diamnya apa!  Apakah diam plong atau selesai tidak ada masalah, atau diam ngondok atau kesal yang artinya masalah belum clear.

Maka untuk menggalinya kita bisa mencoba melakukan diskusi, atau ngobrol santai, tanpa menggurui, memberikan keleluasaan untuknya berpendapat, dengan memilih waktu dan tempat yang pas. Setelahnya kita bisa masuk memberikan arahan atau bimbingan atau mengclearkan masalah yang belum selesai.

√ Untuk tipe kedua maka kita bisa langsung menggali masalahnya apa dengan cara yang kurang lebih sama ya, Bund, berdiskusi seperti di atas.

2. Menurut saya tidak selalu, Bunda.
Setiap karakter itu jika senantiasa menjadikan syariat sebagai pijakan amal, ya tidak jadi masalah. Bukankah para sahabat karakternya juga beragam!
Apakah lantas yang pendiam berpotensi jadi pelaku kejahatan?
Kan tidak... Yang terpenting, tanamkan aqidah atau keimanan yang menghunjam dalam diri anak, sehingga itu akan menjadi kontrol bagi setiap perilakunya.

Begitu, Bunda.

0⃣3⃣ Erni ~ Yogja
Assalamualaikum ustadzah,

1. Kalau anak-anak kita yang diakrabi dengan anak-anak yang ada masalah dengan keluarganya. Alhamdulillah, mereka terbuka dengan saya, yang menjadi masalah, bagaimana caranya mendetox anak sendiri saat tidak ada temannya agar tidak terpengaruh sifat negatif temannya tersebut?

2. Anak yang dimaksud dalam kasus di atas, bisa dibilang korban broken home.
Bagaimana caranya menyampaikan ke emak-emak, kalau orang tua berhak menentukan jalan hidup masing-masing. Tapi anak juga berhak hidup ditengah tengah kedua orang tua yang utuh?

3. Bagaimana caranya bisa memeluk anak-anak seperti ini di sekitar kita, tanpa menimbulkan kecemburuan anak sendiri?

Mohon pencerahannya.

🌸Jawab:
Wa'alaykumsalam wr. wb.

1. Kalau bunda bisa dekat dengan anak-anak yang lain, maka bunda ada potensi untuk dekat dengan anak-anak bunda sendiri. Apalagi anak-anak bunda ini, anak-anak yang terlahir dari rahim bunda sendiri, yang diasuh dengan kasih sayang sejak kecil, maka potensi kedekatan atau bonding dengan bunda akan lebih besar. Nah, ini bisa jadi jalan masuk bunda untuk ngobrol dari hati ke hati dengan anak. Kalau sudah ngobrol dari hati ke hati maka akan lebih mudah memasukkan nilai-nilai yang kita kehendaki ke anak, tentunya nilai-nilai Islam. Kita lebih mengarahkan, membimbing, ketika bonding itu sudah ada.

Nah, bagaimana kita menciptakan bonding itu ada berbagai macam caranya, bisa dengan makan bersama, ngobrol santai yang membuat anak-anak nyaman, kemudian mereka bisa bercerita, maka barulah kita masuk ke dalam cerita mereka, tanpa menggurui kita dapat memberikan nasihat-nasihat yang mudah dipahami mereka dengan level bahasa dan level pemahaman yang bisa mereka cerna. Dan harus dengan bahasa iman, bahasa aqidah, yang itu bisa menggerakkan atau mempengaruhi jiwa anak, sehingga mereka akan menyadari dan memahami apa yang dimaksud bundanya meskipun awalnya terpaksa bahwa bundanya ingin mereka on the track sehingga bersama sama menuju jannah-Nya.

2. Berkaitan dengan perceraian, memang masing-masing rumah tangga mempunyai air mata tersendiri. Tapi, memang perceraian di dalam Islam adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan, Allah sangat menbenci perceraian. Maka, kita sampaikan secara ma'ruf kepada orang tua yang memiliki konflik atau bermasalah dengan rumah tangganya agar mereka bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin  dan berpikir jernih sehingga tidak tergesa-gesa atau terburu-buru dalam bercerai.

Kemudian sampaikan juga bahwa perceraian itu berpotensi membawa resiko resiko terhadap anak. Karena perceraian itu bencana sekali buat anak, mereka akan kehilangan lingkungan yang harmonis, yang mensupport tumbuh kembang mereka. Meskipun, mungkin bisa jadi ayah dan ibunya tetap memberikan support kepada mereka, tetapi, akan berbeda ketika ayah dan ibunya berada di satu bangunan rumah tangga dengan visi yang sama dengan ketika ayah ibu yang bercerai dan mereka memiliki kehidupan atau visi masing masing.

Nah, itu akan beresiko kepada teman-teman yang memiliki konflik. Namun, jika tidak ada solusi selain perceraian, maka kuatkan komitmen untuk  senantiasa menjadi ayah atau bunda untuk anak mereka, selalu mensuport anak mereka, dari sisi nafkah, kasih sayang dan lainnya. Karena anak tetap menjadi tanggung jawab mereka berdua sampai anak-anak ini baligh (tanggung jawab pengasuhannya, pendidikan, nafkah dan semuanya)

Jadi, ketika mereka mengambil opsi bercerai, harus berkomitmen mereka tetap menjalankan tanggung jawab sebagai orang tua yang baik.

3. Wajar anak-anak cemburu, kitapun juga sering melakukannya. Namun insyaAllah dengan kita senantiasa memberi pemahaman kepada anak kita, seiring berjalan waktu mereka akan bisa mengelola rasa cemburunya, Bunda.

0⃣4⃣ Ratna ~ Belopa
Kalau di dengar dari penjelasan NF ini tidak menyesal bahkan merasa puas setelah membunuh.
Semacam psikopat.

Bagaimana padangan Psikopat dalam Islam?

🌸Jawab:
Baik Bunda shalihah...

Dalam Islam, sependek yang saya pahami, setiap orang yang sehat akal dan baligh, kemudian melakukan kejahatan, maka terkategori sebagai tindak kriminal atau jarimah. Atas dirinya wajib dikenakan sanksi sesuai perbuatannya. Dan sanksi terhadap pembunuhan yang disengaja adalah qishas, yakni dibunuh.

Gangguan mental semacam psikopat tidak dikenal dalam pembahasan hukum Islam. Psikopat pun tidak ada faktanya dalam kehidupan Islam, karena diberlakukan sistem pendidikan Islam yang menghunjamkan aqidah atau keimanan ke dalam jiwa, sehingga membentuk karakter taqwa dalam diri generasi. Diberlakukan pula regulasi yang mengatur pers atau media sehingga tidak ada tontonan atau konten-konten merusak. Yang ada adalah konten konten edukatif yang menggelorakan semangat menjadi pribadi yang menginspirasi, berkarya, berjuang, berjihad fi sabilillah. Diberlakukan sistem sosial yang mengatur pergaulan, sehingga tidak ada kehidupan serba liberal. Juga diberlakukan sistem sanksi yang membuat jera pelaku serta mencegah orang lain bahkan sekadar berpikir untuk melakukan hal yang sama.

Psikopat dan kondisi gangguan kejiwaan yang sangat banyak jenisnya, seperti kelainan seks, tertarik pada hewan dan seterusnya. Semua itu adalah produk sistem kehidupan yang rusak lagi merusak, yakni sistem yang sekular hari ini (menyingkirkan agama dari kehidupan).

Begitu Bunda.

0⃣5⃣ Evi ~ Jaksel
Assalamualaikum, 

1. Bagaimana seharusnya orangtua dan keluarga besar dalam membantu proses pemulihan mental anak tersebut? Apakah anak yang berperilaku tersebut harus diasingkan misalnya dimasukan pesantren khusus?

2. Adakah doa-doa atau amalan khusus orang tua kepada anak-anak yang sulit diatur atau suka membantah perkataan orang tua agar anak tersebut luluh dan mau mengikuti apa yang menjadi kehendak orang tua?

3. Hal-hal seperti apa yang bisa merusak mental anak di lingkungan rumah karena dari rumahlah anak-anak bisa mencontoh orang tuanya?

Terimakasih.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

1. Kita tidak dapat mengeneralisir kondisi anak satu dengan anak yang lainnya bisa jadi berbeda dari sisi kenyamanan, kedekatan dengan orang tua atau keluarga besar. Ada anak yang mungkin lebih nyaman dihandle langsung oleh orang tua dan keluarga besarnya, tetapi ada juga anak yang lebih nyaman jika dihandle oleh pihak lain. Jadi, berbeda beda treatmentnya anak satu dengan yang lainnya berkaitan dengan recovery mentalnya.

2. Kalau doa khusus agar anak mau luluh, mau mengikuti keinginan orang tuanya, saya belum pernah menemukan.

Namun, secara umum doa meminta anak sholih, insyaAllah sudah mengcover semua itu. Anak sholih itu anak yang taat, amanah, patuh kepada orang tua, Allah dan Rosul. Misalnya, robbi habli minassholihiiin (ya Allah limpahkan kepada hamba anak-anak yang sholih) atau silahkan cari doa-doa yang serupa.

3. Jadi, semua yang bisa diindra oleh anak baik perkataan atau perbuatan ayah dan bundanya itu menjadi satu hal yang harus kita dikendalikan supaya apa-apa yang diindra oleh anak senantiasa baik.

Jadi, kalau ayah atau bunda berkata-kata atau berperilaku yang menyalahi syari'at, maka itupun akan menjadi contoh untuk anak-anak.

Jadi, kita sebagai orang tua adalah role model bagi anak. Meskipun, memang tidak bisa dipungkiri dalam kondisi emosi yang tidak stabil, kemudian muncul perkataan atau perbuatan yang tidak seharusnya maka kitapun harus segera berbenah dan tidak berlarut-larut kemudian meminta maaf kepada anak-anak bahwa kita salah yang benar adalah seperti ini kalian jangan mencontoh kesalahan yang telah dilakukan oleh ayah dan bunda, ini adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Allah misalnya dan seterusnya.

Kita sebagai orang tua berupaya menjadi contoh yang terbaik untuk anak-anak kita. Karena semua yang mereka serap, apa yang mereka lihat dari setiap ucapan maupun perbuatan kita maka itulah yang akan tertanam di dalam benak mereka dan akan mereka tauladani.

0⃣6⃣ Ratnani ~ Blora
1. Bunda, bagaimana memberi kesadaran kepada orang tua yang lain agar memperhatikan anaknya. Tidak memberikan gadget pada anak sebelum waktunya. Atau membolehkan anak pakai gadget namun tetap dalam pengawasan orang tua?

Saya pribadi sebisa mungkin anak No Gadget. Tapi, di luar sana tidak sedikit orang tua justru dengan sengaja memberikan anaknya gadget dan bebas akses tanpa pengawasan orang tua.

Saya pribadi was-was. Anak di rumah bisa kami awasi. Namun, di luar sana kami tIdak bisa berbuat apa-apa. Sempat dapat laporan ada anak usia SD cerita ke teman SD nya soal adegan porno. Miris sekali mendengarnya.

Bagaimana menyikapi hal ini bunda?

2. Apakah orang tua yang broken home, sangat berpengaruh terhadap psikis anak? Sempat lihat fenomena anak jadi pelampiasan emosi ibunya karena ibunya dan ayahnya bercerai. Anak jadi cenderung pendiam dan mudah sekali menangis dan marah-marah.

🌸Jawab:
1. Sebenarnya ini dilema kita semua. Kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengasuh dan mendidik anak-anak kita, tetapi kita tidak bisa menjamin ketika anak-anak ke luar rumah, mereka mendapatkan lingkungan atau asupan-asupan sebagaimana mereka dapatkan di rumah. Nah, menjadi suatu kebutuhan buat kita bahwa kita tidak bisa mencukupkan diri bahwa kita sendiri saja yang mengerti atau paham atau belajar yang penting kita bisa menjaga dan membina anak-anak kita.

Ternyata keadaannya tidak seperti itu, kita butuh mengajak, butuh berdakwah, menyeru ibu-ibu yang lain untuk bersama-sama menjaga generasi (anak anak) sehingga kita bisa mendapatkan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak-anak kita. Ajakan ini bisa macam-macam, bisa mengikuti kelas parenting sama-sama atau buat kajian parenting Islam dari rumah ke rumah. Intinya kita ingin sama-sama memahami Islam dan memiliki lingkungan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga kita harus bergerak sama-sama.

"Ayo bund, ikut kajian parenting, insyaAllah dengan kajian itu nanti  dapat bertambah ilmu kita, wawasan kita sehingga kita dapat mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang tangguh dan taqwa." Intinya adalah dakwah.

Dakwah ini tidak cukup hanya kepada para orang tua. Kita juga perlu menyeru pada stakeholder agar peduli pada nasib anak-anak, agar mereka mengeluarkan aturan aturan yang dapat menjaga anak-anak dari berbagai macam kerusakan. Mulai dari tingkat RT hingga level negara, karena negara yang paling memiliki power.

Ketika negara sudah membuat kebijakan tertentu, maka kebijakan itu akan mengikat seluruh komponen bangsa. Kekuatan negara tidak dapat dinafi'kan ketika kebijakan negara ini rusak, maka kerusakkan ini akan menyebar ke masyarakat secara luas dan sangat sangat luas efeknya.

Sehingga, harus ada juga upaya amar ma'ruf kepada para penguasa dan ini dapat dilakukan dengan banyak cara. Bisa dengan menulis opini, mengajak para pemilik kebijakan untuk duduk bersama berdiskusi, sekarang banyak forum forum dimana para tokoh pemilik kebijakan duduk bersama masyarakat untuk membicarakan isu-isu tertentu termasuk isu-isu anak.

2. Benar sekali ya bun,  potensi orang tua yang sudah tidak sevisi bahkan sudah bercerai itu akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Keharmonisan ayah dan bunda berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak termasuk psikisnya.

Nah, karenanya Islam pun sangat tidak menganjurkan perceraian bahkan Allah sendiri benci perceraian. Karena di dalam perceraian itu akan ada banyak sekali resiko dan potensi yang merusak bangunan rumah tangga yang mempengaruhi anak. dalam kasus-kasus tertentu dimana orang tua bisa menghandle dengan baik anak-anak mereka walaupun bercerai, mereka melakukan pendampingan, pemimbingan, pendidikan yang baik yang tidak terpengaruh kondisi perceraian maka itu tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

Tetapi sebagian besar perceraian menyisakan kesedihan, konflik, kekesalan, emosi yang meluap makanya sedini mungkin melakukan upaya preventif kita menjaga hubungan baik dengan suami sehingga rumah tangga bisa diselamatkan. Penyelamatan rumah tangga berpengaruh pada kondisi anak-anak.

💎Bunda, menanggapi soal mengajak orang tua-orang tua lainnya untuk ikut seminar parenting atau kajian-kajian parenting Islami, terkadang yang gratisan saja pada enggan datang karena berbagai alasan. Apalagi yang berbayar. Ketika kondisi seperti itu bagaimana bunda?

Sebagian besar orang lebih mudah diajak dalam keburukan daripada dalam kebaikan.

🌸Ya, benar sekali ya bunda. Kondisi ini semakin membuktikan kepada kita bahwa sistem memiliki daya kuat terhadap kerusakan, maupun sistem dapat memberikan pengaruh yang kuat untuk munculnya kebaikan kebaikan.

Jadi, tidak cukup kita hanya mengajak orang tua untuk menerapkan pola asuh yang baik. Namun, kita juga harus mengajak masyarakat secara keseluruhan untuk kembali mengadopsi Islam, karena hanya dengan Islamlah, kehidupan personal, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara ini menjadi kehidupan yang senantiasa diberkahi oleh Allah, senantiasa berada dalam atmosfir yang membawa kita pada ketaatan.

Jadi, arus mainstream  yang rusak inilah yang kemudian membuat masyarakatpun menjadi masyarakat yang enggan kepada kebaikan-kebaikan.

Kita tidak boleh putus asa, karena Allah menjanjikan kepada kaum beriman bahwa kekuasaan yang berdasarkan pada syari'at, insyaAllah akan ada pada masanya nanti. 

Nah, pertanyaannya adalah... Apakah kita menjadi bagian dari orang-orang yang memperjuangkannya?
Bagian dari orang orang yang mengambil andil dalam upaya menuju kesana?
Ataukah kita termasuk orang-orang yang berpangku tangan?

Ini akan berbeda nilainya di mata Allah. Ketika kita sudah mengajak namun tidak di respon, atau tidak mendapatkan sambutan, maka itu bukan lagi wilayah kita. Yang jelas, kita sedang melakukan sebuah proses atau berjuang yang akan ada nilainya di sisi Allah.

Mungkin di dunia, dengan kita berdakwah atau terlibat di dalam perjuangan menegakkan agama Allah ini, Allah akan menjaga anak anak kita, suami suami kita, keluarga kita. Jadi, jangan khawatir kerusakan kerusakan ini akan terus berlangsung. Karena kemenangan dari kebenaran itu akan menjadi sesuatu yang nyata. Kebathilan atau kerusakan sebagaimanapun kuatnya mereka hari ini, mereka akan tumbang, mereka rapuh, dan mereka akan mengalami kehancuran.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Semoga forum ini menjadi salah satu kontribusi kita, meski kecil, dalam melakukan proses atau upaya penyadaran di tengah umat terhadap kondisi buruk yang menimpa mereka dan mengajak mereka kembali kepada Islam.

InsyaAllah menjadi amal shalih di sisi Allah ya, bunda bunda shaliha semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar