Selasa, 31 Maret 2020

MENDADAK HOMESCHOOLING



OLeH : Bunda Rizki Ika Sahana

          💎M a T e R i💎

Bismillahirrahmaanirrahiim..

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad..

🌸MENDADAK 'HOMESCHOOLING'


Untuk menghindari penyebaran cofid-19, sekolah-sekolah diliburkan sejak 16 Maret 2020 hingga 14 hari berikutnya. Namun demikian, anak-anak tetap diwajibkan belajar secara online dengan pendampingan orang tua di rumah.

Keputusan yang sangat cepat dalam rangka merespon perkembangan kasus covid-19 ini membuat sebagian guru dan orang tua gagap menghadapi situasi yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Guru tiba-tiba dituntut kreatif menyajikan bahan ajar, sementara orang tua dituntut siap sedia membersamai anak menyelesaikan tugas-tugas sekolah melalui internet. Akhirnya, mendadak 'homeschooling' tidak bisa dihindari.

'Homeschooling' yang tidak alami ini jelas mengalami banyak kendala di lapangan . Baru 3 hari berjalan misalnya, anak-anak dan orang tua stress menghadapi tugas-tugas sekolah yang dinilai memberatkan. Fakta orang tua bekerja juga menyulitkan mereka mengontrol dan melakukan pendampingan terhadap anak. Sementara anak-anak yang lainnya terkendala belajar karena tidak memiliki gadget, yang menggemaskan, sebagian anak malah memanfaatkan libur untuk nongkrong di mal dan kafe. Guru pun tidak kalah kewalahan karena checking dan pelaporan tugas belajar siswa secara online cukup melelahkan.

Semua ini menunjukkan betapa negara ini belum siap menghadapi bencana (wabah). Sistem pendidikan beserta segala pirantinya belum didesain untuk tanggap menghadapi kebutuhan perubahan situasi dan kondisi yang  cepat dan mendesak. Mindset pendidikan untuk melahirkan generasi cemerlang dalam hal pemikiran maupun attitude belum dipahami secara integral oleh struktur sistem pendidikan yang ada. Akhirnya, 'homeschooling' dipahami sekadar memindahkan sekolah ke rumah, yakni memindahkan tugas-tugas dan segala tetek bengek urusan administratif sekolah ke rumah.

Namun bagaimana pun juga, kita sudah terlanjur basah harus menghadapi kondisi mendadak 'homeschooling' ini. Maka mau tidak mau ya tidak bisa lari. Harus menyambutnya dengan senang hati atau jutek hati. Itu pilihan ya. Terserah kitanya. Yang jelas, setiap pilihan mengandung konsekuensi, Mak.  Jangan salahkan anak kalau kemudian jadi malas belajar karena kita orang tua mempersepsi belajar sebagai beban, bukan hal yang menyenangkan.

🌸🌷🌸
Saran saya, sambutlah kondisi ini dengan hati lapang. Toh, tidak selamanya anak akan kita handle. 14 hari itu waktu yang teramat singkat dibandingkan dengan ratusan hingga mungkin ribuan hari yang sudah anak habiskan di sekolah bersama guru-guru mereka. Ini waktunya kita bisa lebih dekat dengan anak loh, mengokohkan bonding yang mungkin selama ini agak retak atau malah nyaris putus. Bersabarlah melakukan pendampingan, ciptakan suasana yang menyenangkan jangan sebaliknya memarahi anak setiap kali melakukan kesalahan, saat mereka tidak paham penjelasan kita, saat mereka merajuk mengeluh bosan atau capek, dan seterusnya dan seterusnya.

Yang paling penting, masa-masa 'homeschooling' ini bisa digunakan untuk melakukan upaya enrichment terhadap konten-konten pelajaran menjadi lebih powerfull. Mengintegrasikannya dengan aqidah, sehingga tidak kering, justru semakin bergizi dengan konsep hidup sebagai seorang Muslim.

Matematika, sains, biologi, fisika, kimia, geografi, semuanya bisa dipadukan dengan tsaqafah Islam sehingga muatannya lebih berbobot.

Maka, persiapkan ya, bu, mulai besok, eh mulai hari ini malah lebih baik, yaitu mengintegrasikan konten pelajaran ananda dengan Islam. Sebab kita ingin anak mendapat asupan yang berpengaruh terhadap jiwanya, yakni yang mengandung pengokohan iman sekaligus unsur nilai-nilai agama, yang akan menjaganya dari kerusakan.

On top of that, tidak cukup, bu, 'homeschooling' yang hanya 14 hari ini melahirkan generasi bersyakhsiyah Islam (berkepribadian Islam). Maka bagi orang tua, ini adalah awal yang baik. Harapannya, orang tua akan terus melakukan pendampingan dengan menambahkan kekayaan konten pada beragam pelajaran anak setelah libur usai.

Lebih jauh, kita butuh sistem pendidikan yang punya integritas, yang melahirkan output yang matang secara pemikiran dan perilaku, serta punya orientasi dalam memperjuangkan kepentingan umat serta kemaslahatan manusia secara umum. Itulah sistem pendidikan Islam yang pernah berjaya hingga kurang lebih 13 abad lamanya dalam kepemimpinan Khilafah Islam. Sistem yang mampu melahirkan ilmuan polymath yang takut pada Rabb-Nya serta berdedikasi pada masyarakatnya. Tak ada yang bisa menyangkal itu. Tidakkah kita merindukannya?

Wallahu a'lam.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Yuyun ~ Boyolali
Bunda, biar bisa sabar dan semangat mengajari anak-anak bagaimana ya???  Selama ini karena merasa kelemahan dalam menghafal jadi males-malesan mau ngajarin anak.

Anak selama ini semangat sekali belajar tapi kadang saya yang pusing kalau harus menghafal!

🌷Jawab:
Bunda Yuyun yang disayang Allah...

Orang tua itu manager, fasilitator, juga motivator, buat anak. Kalau orang tua malas, maka akan menularkannya kepada anak. Dalam kondisi normal, itu niscaya.

Maka orang tua selayaknya bersemangat membersamai ananda. Terlebih orang tua punya cita-cita melahirkan generasi shalih yang akan menjadi investasi dunia-akhirat, iya apa iya?

Kelemahan kita jangan menjadi penghalang. Sampaikan saja secara jujur bahwa kita punya kelemahan a, b, c, dan seterusnya... 

Beri support dan dukungan kepada nanda, bahwa dia bisa lebih baik dari Bundanya. Yakinkan kita akan selalu di sisinya untuk meraih mimpi dan cita-citanya menjadi penghafal Qur'an yang mulia.

Begitu ya, Bunda.

0⃣2⃣ Evi ~ Jaksel
Assalamualaikum,

Apa yang dilakukan orang tua agar lebih kreatif untuk mengajak anak usia TK agar belajar dalam home schooling dadakan soalnya anak kembar saya sangat aktif dan kritis? Tugas LKS dari gurunya kurang memuaskan, padahal sore pun dapat tugas dari guru TPA.

Terimakasih.

🌷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh

Bunda Evi yang disayang Allah...

Orang tua harus mengasah kreativitasnya dengan banyak mencari inspirasi dari berbagai sumber agar sajian ilmu yang disampaikan kepada anak menarik, memberi kesan mendalam, mudah dipahami, serta berpengaruh pada diri anak.

Sudah menjadi rahasia umum, teknis belajar di sekolah hari ini terlampau old, kurang menarik, bahkan kalau saya bilang membosankan buat anak.

Maka, jika sungguh ingin anak menikmati belajarnya, orang tua harus siap memberi warna yang berbeda pada materi belajarnya.

Bisa searching di pinterest atau youtube untuk mencari insight, Bunda. Hari ini, dengan kemajuan teknologi tiada batas kita sangat dimudahkan dalam mencari resource belajar.

Semangattt...

0⃣3⃣ Afni ~ Garut
Assalamu'alaikum,

Bagaimana cara mengajari anak usia 9 Tahun? Yang kadang saat belajar, anak itu sulit menerima masukan bila ada yang salah (karena anak itu merasa sudah pintar), jadi efeknya itu tidak mau belajar!

🌷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh

Bunda Afni dan muslimah shalihah semua,

Sama dengan orang dewasa, anak pun punya ego, yang merupakan manifestasi dari gharizah baqa' atau naluri mempertahankan diri. Dengan ego tersebut anak menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah, berambisi jadi yang terbaik, dan sebagai modal kepemimpinan dalam dirinya.

Hanya saja, ego tersebut haruslah dikelola agar tidak kontraproduktif, melahirkan kesewenangan kepada yang lainnya misalnya, atau seperti yang Bunda ceritakan, anak jadi sulit diatur.

Tapi tidak apa, karena anak di usia ini sedang dalam tahap belajar menundukkan dan manage egonya. Bantu dan bimbing anak melampaui proses belajarnya.

Dengan cara apa? Dengan komunikasi yang efektif tentunya. Tanpa justifikasi atau bersikap menyalahkan dan menggurui.

Misal memberi masukan dengan cara yang santai, dan tidak menjatuhkan anak...

"Mama suka sekali sama tulisan Kakak, bagus! Tapi tahu tidak, tulisan Kakak bisa jauh lebih bagus lagi loh. Mau Mama kasih tau rahasianya?" Seperti itu contohnya.

Semoga bisa bermanfaat ya, Bunda.

0⃣4⃣ iSnaini ~ Tangsel
Assalamualaikum,

Jika ada kasus, anak banyak tetapi tidak punya handphone, tapi tugas sekolah banyak sekali, (sementara anak 9, hp 1 dibawa kerja).

Bagaimana mensikapinya dengan metode home schooling ini?

Jazakillah

🌷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh

Homeschooling dalam konteks materi saya, bukanlah homeschooling yang sesungguhnya, makanya saya beri tanda petik ('), saya tulis 'homeschooling'.

Karena homeschooling yang sesungguhnya, orang tua bukan hanya mendampingi anak belajar materi pelajaran sekolah, tapi orang tua juga harus siap mendesain kurikulum, materi belajar, dan semua proses belajar, sesuai dengan visi pendidikan dan keluarga yang hendak dicapai.

Nah, inilah kelemahan sistem belajar 'homeschooling' yang hari ini diterapkan. Setengah hati kalau saya bilang. Karena sistem ini tidak bisa mengcover semua siswa. Hanya siswa tertentu saja, yang memiliki gadget, yang bisa mengikuti proses belajar. Yang tidak memilikinya akan kesulitan bahkan bisa ketinggalan materi pelajaran.

Maka pemerintah harus melakukan evaluasi atas proses 'homeschooling' yang dilakukan beberapa hari ini. Mencari alternatif bagi mereka yang tidak bisa mengakses internet. Memberi solusi yang menenangkan orang tua maupun guru.

Untuk sementara ini, ibu bisa mencari informasi kepada wali murid yang lainnya, atau langsung kepada teman-teman si anak (yang mereka punya hp). Yang lokasinya terjangkau dari rumah. Bisa minta anak datang ke rumah teman-temannya, menyalin tugas-tugas sekolah hari itu apa saja, kemudian mengerjakannya di rumah. Lalu bisa kembali meminta bantuan teman yang punya hp untuk menyetorkan tugas.

Mudah-mudahan banyak yang bersedia membantu. Apalagi dalam situasi dan kondisi sekarang, tentu para orang tua juga memiliki empati kepada orang tua dan anak-anak yang belum memiliki hp.

Demikian Bunda.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

'Homeschooling' atau tidak itu bukan masalah dalam sistem pendidikan kita. Yang menjadi persoalan inti adalah bahwa sistem pendidikan kita belum mampu secara fleksibel bertransformasi saat dibutuhkan, juga yang lebih penting, ia gagal melahirkan output pendidikan manusia yang seutuhnya, yang bertaqwa dan bervisi jauh ke depan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar