Selasa, 31 Maret 2020

ADAB PADA PEMIMPIN



OLeH  : Ustadzah Lilis N.

         💘M a T e R i💘

Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh

🌷ADAB PADA PEMIMPIN


Sebelum bab ilmu, bab  ADAB adalah hal yang harus lebih dulu dipelajari. Karena setinggi apapun ilmu seseorang tanpa akhlak yang baik tidak akan disukai orang-orang di sekitar kita.

Adab juga meliputi banyak, yakni Adab pada orang tua, adab pada guru, adab pada tetangga, adab pada binatang, adab pada alam dan lain-lain termasuk adab pada pemimpin.

Saat ini banyak yang menyuarakan kebenaran, menegakkan keadilan, memperbaiki ummat tapi tidak melalui adab-adab yang benar, sehingga sekalipun niatnya baik tapi tidak dengan adab yang baik dan benar maka hal itu menjadi tidak nyaman di dengar apalagi diikuti.

Tidak ada perintah dalam Al-Qur'an ataupun hadist kecuali untuk kebaikan. Termasuk perintah Alloh ﷻ menunaikan hak-hak  penguasa atau pemerintah negeri-negeri kaum muslimin.
Diantara hak-hak pemimpin dari rakyat  yang diurusinya adalah:

◼1. Mentaati Pemimpin Kecuali Ia Memerintahkan Kemaksiatan Kepada Alloh ﷻ.

"Wahai orang-orang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan Ulil Amri kalian."
(QS. An-Nisa: 59)

Ulil Amri yang dimaksud di sini adalah para ulama dan pemimpin yang mengurusi kita.

"Siapa yang taat kepadaku, dia telah taat kepada Alloh ﷻ dan siapa yang menyelisihi, dia telah menyelisihi Alloh ﷻ'

◼2. Menasihati Pemimpin Jika Terjatuh Pada Hal Yang Tidak Diridhoi Alloh ﷻ.

"Sesungguhnya Allah meridhoi kalian dalam tiga hal dari kalian, salah satunya adalah kalian senantiasa menasihati pemimpin yang Allah berikan kekuasaan untuknya atas urusan kalian." (HR. Ahmad)

Dan hendaknya nasihat itu tidak dilakukan terang-terangan di depan umum dilakukan tersembunyi.
Maksudnya tidak di depan umum, di medsos apalagi dihujat di depan banyak orang di media-media sosial.

"Siapa yang ingin menasihati pemerintah, hendaknya ia jangan menampakkan terang-terangan, akan tetapi hendaknya ia memegang tangannya dan berdua dengannya, apabila nasihatnya diterima maka itulah yang diinginkan, dan jika tidak dia telah melakukan kewajibannya.' (HR. Ahmad)

◼3.Mendoakan Pemimpin.

Adalah salah satu hak pemimpin adalah didoakan yang baik oleh rakyatnya, dan mendoakan pemimpin merupakan bagian dari syariat Islam.

Para ulama terdahulu seperti Imam Ahmad dan  Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

"Jika aku memiliki satu doa yang dikabulkan Allah, maka doa itu aku peruntukkan untuk pemimpin."
(Majmu Fatawa Ibn Taimiyah: 28/392)

Ibnu Taimiyah menjelaskan mengapa jika ia memiliki satu doa yang pasti terkabul ia akan peruntukkan buat pemerintah, beliau menjawab:

"Jika aku memperuntukannya untuk diriku, yang akan mendapatkan manfaatnya hanya diriku. Dan jika aku memperuntukannya untuk pemerintah, mereka akan baik dan dengan baiknya mereka rakyat dan negeri akan ikut baik."

Oleh karena itu kita diperintahkan untuk mendoakan kebaikan untuk pemerintah dan tidak mendoakan keburukan untuk mereka meskipun mereka berbuat zalim. Karena kedzoliman dan kejahatan mereka, mereka yang akan merasakan balasannya, sedangkan kebaikan mereka adalah untuk mereka dan kaum muslimin.

Fenomena yang terjadi sekarang adalah rakyat dan para pemimpin saling mendoakan keburukan.
Negara akan hancur jika rakyat dan pemimpinnya saling mendoakan keburukan.

◼4. Bersabar Atas Keburukan Yang Mereka Lakukan.

"Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak mengamalkan petunjuk dan sunnahku, dan di antara mereka ada orang-orang yang hati mereka ibarat hati setan yang berada dalam jasad manusia."

Aku (Hudzaifah ibn- Yaman) berkata: "Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah jika aku mendapat keadaan tersebut?"
Beliau menjawab:

"Engkau harus mendengar dan mentaati pemimpin. Meskipun punggungmu dipukul, hartamu diambil engkau tetap harus mendengar dan mentaati." (HR. Muslim)

Lalu bagaimana jika para pemimpin kita bersikap egois?

"Tunaikan hak mereka para pemimpin itu dan mintalah apa yang menjadi hak kalian kepada Allah."(HR. Bukhari).

Satu-satunya dzat yang bisa mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan atas kehidupan kita adalah Alloh ﷻ, buka pemimpin atau pemerintah.
Kita harus bergantung sepenuhnya kepada Alloh ﷻ meminta sekuat mungkin.

Namun, sekarang kita menganggap pemimpin atau pemerintah adalah sumber kebahagiaan dan kesejahteraan kita. Dan menganggap sumber kehancuran hidup kita adalah pemimpin dan pemerintah juga.
Sehingga segala macam cara dilakukan untuk saling berebut kekuasaan. Kita melakukan tindakan yang melampaui batas rambu-rambu. Sudah tidak mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ.

Padahal pemimpin hanyalah salah satu jalan atau pintu dari sekian banyak jalan untuk bahagia dan sejahtera.
Pemimpin atau pemerintah bukanlah segalanya. Bukan penentu kehidupan kita.

Kebahagiaan dan kesejahteraan kita ditentukan oleh ketaatan kita kepada Alloh ﷻ.

Alloh ﷻ tampakkan negeri-negeri yang tandus tapi rakyatnya sejahtera, juga sebaliknya.

Ada sebagian yang menganggap bahwa pemimpin itu yang dijadikan Imam oleh masing-masing kelompok.
Padahal pemimpin itu yang dimaksud adalah pemimpin yang mengurusi kita, mengurus administrasi pernikahan, mengurus Haji umrah kita, mengurus kesehatan kita, keamanan kita dan lainnya.

Bukan pemimpin kelompok-kelompok yang mana masing-masing berbai'at pada pemimpin kelompoknya.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Nenock ~ Surabaya
Poin nomor 4 ustadzah.
Bersabar atas keburukan yang mereka lakukan.

Bagaimana itu caranya?

🔷Jawab:
Perintah yang sesuai Qur'an kita taati, apabila hak kita dirampas, meminta hak kita pada Allah sekuat mungkin lewat tahajud bukan dengan memberontak.

Kalaupun dengan usaha yang tidak bertentangan dengan Qur'an juga.

Semisal kita melalui pengadilan, ke KPK, polisi, Ombusnan dan perangkat lain yang disediakan oleh negara.

0⃣2⃣ Yunita ~ Makassar
"Bersabar atas keburukan yang mereka lakukan"

Maksudnya membiarkan begitu saja kah? Bagaimana dengan negara yang menganut sistem demokrasi?

Bagaimana dengan hak kebebasan pers dalam menyampaikan berita dalam suatu negeri, bagaimana menyampaikan berita akibat dari "kekacauan" yang diakibatkan pemimpinnya?

🔷Jawab:
Tadi dijelaskan bahwa memperbaiki pemimpin itu dengan menasihati.
Dan menasihati itu ranahnya orang-orang berilmu seperti ulama dan cendikia, bukan setiap orang  bebas bicara dan berteriak.

Dan yang  standar ulama itu yang faham Qur'an dan hadist, dan tampak pada akhlaknya mengikuti Qur'an dan Sunnah Rasulullah.

Cendikia seperti dosen, dokter sesuai dengan keahlian dia di bidangnya. Dokter mengemukakan perihal kesehatan, bukan bicara tentang keamanan negara.
Tidak keluar dari kapasitasnya.

0⃣3⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Ustadzah, di beberapa tempat banyak yang menyuarakan keinginannya mengkritik pemerintah dan pemimpin dengan penuh emosional terkesan memaksa. Apakah hal ini termasuk bentuk ketidakpuasan terhadap pemimpin?

Jazaakillahu khoiran

🔷Jawab:
Ketidakpuasan itu manusiawi.
Sampaikan ketidakpuasan dan kritik itu lewat para ulama atau cendikia kita dan disampaikan tidak di muka umum.
Bisa lewat surat.
Ulama itu tahu kapan perlu bicara dan tidak.
Ulama itu dengan ilmunya bisa mencerna permasalahan masyarakat.

Kita lihat bagaimana Buya Hamka, ulama besar, menasihati presiden. Selalu datang menemui presiden dan bicara berdua. Tidak membawa masa. Sekalipun pada akhirnya sempat dipenjara, beliau tetap Istiqomah berfikir dan bertindak sebagai ulama.

💎Masya Allah...  Seharusnya menegur dengan lemah lembut ya ustadzah?

🔷Ya. Coba buka Qur'an, kisah Nabi Musa menasihati Fir'aun yang jelas-jelas mengaku Tuhan.
Baca berulang ayat yang berisi perintah Allah kepada Musa agar berlemah lembut.

Berlemah lembut bukan berarti tidak tegas.
Ayat-ayat Allah itu sangat tegas walau dengan bahasa yang indah.

Kebenaran yang datangnya dari Allah itu tidak bisa dibantah. Dan sesuai dengan fitrah manusia.

0⃣4⃣ Mila ~ Jakarta
Assalamu'alaikum,

Ustadzah, kalau mereka tidak mau mendengarkan bagaimana? Dan banyak yang di zholimi juga!

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Kita serahkan urusan ini pada ulama. Ulama yang sesuai Sunnah Rasulullah bukan yang menyalahi Sunnah.

Jika ulama tetap diam dan kita merasa tidak puas, maka kita harus bersabar dan minta tolong pada Allah. Kita juga harus menghargai keputusan ulama sekalipun kita tidak merasa puas. Ulama bicara tentu dengan ilmunya.

0⃣5⃣Dira ~ Batam
Ustadzah, di tempat saya bekerja, saya punya tupoksi yang cukup berat, sedangkan saya diberi tugas tambahan yang seharusnya jadi tupoksi atasan saya, saya sempat menolak. Tapi tidak diterima, saya memberi syarat, saya terima tugas tambahannya, asalnya saya diizinkan selesaikan tupoksi utama saya dahulu dan mereka setuju, tapi seiring perjalanan waktu, mereka selalu menuntut saya mengerjakan tugas tambahan lebih dahulu, dan saya kerjakan namun saya tidak tuntaskan. Dan saya serahkan ke beliau yang seharusnya mengerjakan untuk menuntaskan.

Apakah sikap saya salah satu bentuk tidak tunduk pada atasan, karena ada rekan saya bilang kalau saya itu pembangkang!

🔷Jawab:
Hak dan kewajiban itu sudah jelas. Bicara langsung pada atasan. Atau adukan pada pihak yang berwenang.
Pada umumnya bawahan itu lemah, maka ajukan masalahnya pada Allah saat tahajud.

Sambil terus berusaha bicara baik-baik pada atasan. Kalau tidak digubris, kita punya senjata, yaitu do'a orang yang terdzolimi.

Kalau di perusahaan karyawan bisa mengadu ke Disnaker.

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Untuk ikhlas itu membutuhkan ilmu.

Maka teruslah menuntut ilmu agar hidup kita tenang dalam kondisi apapun.

Duduklah dengan para ulama agar mudah bagi kita ikut mendakwahi masyarakat dan pemimpin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar