Selasa, 31 Maret 2020

HAID, NIFAS, & ISTIHADHAH



OLeH  : Ustadz Farid Nu'man Hasan

           💎M a T e R i💎

💎HAID

◼Definisi:

Imam Khathib Asy Syarbini mengatakan, secara bahasa artinya As Saylaan -  السيلان, yang maknanya mengalir. Ada pun secara syariat:

دم جبلة أي تقضيه الطباع السليمة (وهو) الدم (الخارج من فرج المرأة) أي من أقصى رحمها (على سبيل الصحة) احترازا عن الاستحاضة (من غير سبب الولادة) في أوقات معلومة احترازا عن النفاس

Darah yang cacat, artinya darah yang tidak disukai oleh tabiat yang sehat, yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita yang berasal dari ujung rahimnya dalam kondisi sehat, yang bebas dari darah penyakit (istihadhah) yang keluarnya bukan karena melahirkan, di waktu-waktu yang telah diketahui, dan tidak ada hubungan dengan nifas. (Al Iqna’, 1/107)

√ Dalil-Dalilnya:

Allah ﷻ berfrman:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al Baqarah: 222)

Rasulullah ﷺ bersabda:

هَذَا شَيْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ

Ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan atas  anak-anak Adam yang wanita. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

√ Sifat-Sifatnya:

Imam Ibnu Hazm mensifatkan:

الْحَيْضُ هُوَ الدَّمُ الْأَسْوَدُ الْخَاثِرُ الْكَرِيهُ الرَّائِحَةِ خَاصَّةً

Darah Haid adalah darah hitam yang kental, berbau busuk, dan khas.  (Al Muhalla, 1/380)

Imam Asy Syarbini mengatakan:

(ولونه) أي الدم الأقوى (أسود) ثم أحمر فهو ضعيف بالنسبة للأسود وقوي بالنسبة للأشقر، والأشقر أقوى من الأصفر وهو أقوى من الأكدر وما له رائحة كريهة أقوى مما لا رائحة له، والثخين أقوى من الرقيق والأسود
 
Warnanya darahnya yang paling kuat adalah hitam, lalu merah, dia lebih lemah dibading hitam tapi lebih kuat dibanding asyqar (merah kekuning-kuningan), dan asyqar lebih kuat dibanding kuning, tapi kuning lebih kuat dibanding keruh, yang berbau busuk lebih kuat dibanding yang tidak berbau, dan yang tebal lebih kuat dibanding yang tipis dan hitam. (Al Iqna’, 1/107)

◼Kuning Dan Keruh Di Hari Haid, Apakah Haid?

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ الصُّفْرَةَ وَالْكُدْرَةَ فِي أَيَّامِ الْحَيْضِ حَيْضٌ، لأَِنَّهُ الأَْصْل فِيمَا تَرَاهُ الْمَرْأَةُ فِي زَمَنِ الإِْمْكَانِ، وَلأَِنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَ النِّسَاءُ يَبْعَثْنَ إِلَيْهَا بِالدُّرْجَةِ فِيهَا الْكُرْسُفُ فِيهِ الصُّفْرَةُ وَالْكُدْرَةُ: فَتَقُول لَهُنَّ: لاَ تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ الْقَصَّةَ الْبَيْضَاءَ

Menurut mayoritas ulama, bahwa kuning dan keruh yang terjadi di hari-hari haid adalah haid. Karena, pada dasarnya itu adalah yang mungkin bisa dilihat oleh wanita saat itu. Dahulu kaum wanita mendatangi Aisyah Radhiallahu ‘Anha sambil membawa potongan kapas (pembalut) yang terdapat kuning dan keruh, maka Aisyah berkata kepada mereka: “Jangan terburu-buru sampai kalian melihat cairan putih.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah,  18/295)
 
Tapi, Malikiyah mengatakan itu sudah bukan haid, begitu pula satu pendapat dari golongan Syafi’iyah, sebab kuning dan keruh bukanlah warna darah.

وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَجْهٌ أَنَّ الصُّفْرَةَ وَالْكُدْرَةَ لَيْسَتَا بِحَيْضٍ، لأَِنَّهُمَا لَيْسَتَا عَلَى لَوْنٍ، وَلِقَوْل أُمِّ عَطِيَّةَ كُنَّا لاَ نَعُدُّ الصُّفْرَةَ وَالْكُدْرَةَ شَيْئًا  وَهَذَا قَوْل ابْنِ الْمَاجِشُونِ أَيْضًا. قَال الدُّسُوقِيُّ: وَجَعَلَهُ الْمَازِرِيُّ وَالْبَاجِيُّ هُوَ الْمَذْهَبُ.

Menurut Syafi’iyyah dalam salah satu pendapatnya, bahwa kuning dan keruh bukanlah haid, karena keduanya bukanlah warna. Hal ini juga berdasarkan perkataan Ummu ‘Athiyah: “Kami tidak menganggap warna kuning dan keruh sebagai bagian dari haid sedikitpun.” Ini juga perkataan Ibnu Majisyun. Berkata Ad Dasuqi: “Al Maziri dan Al Baji menjadikan ini sebagai pendapat resmi madzhab (Malikiyah).” (Ibid)

◼Konsekuensi Haid

Imam Ibnu Hazm mengatakan:

فَمَتَى ظَهَرَ مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ لَمْ يَحِلَّ لَهَا أَنْ تُصَلِّيَ وَلَا أَنْ تَصُومَ وَلَا أَنْ تَطُوفَ بِالْبَيْتِ وَلَا أَنْ يَطَأَهَا زَوْجُهَا وَلَا سَيِّدُهَا فِي الْفَرْجِ، إلَّا حَتَّى تَرَى الطُّهْرَ

Maka, disaat nampak haid dari kemaluan wanita, saat itu tidak halal baginya shalat, puasa, thawaf, hubungan badan dengan suaminya dan Tuannya di kemaluan, kecuali sampai dia  suci. (Al Muhalla, 1/380)

Apa yang disampaikan Imam Ibnu Hazm, yaitu larangan shalat, puasa, thawaf, dan jima’, adalah hal yang disepakati ulama semua madzhab.

Adapun Thawaf, Abu Hanifah mengatakan wajib suci, tapi bukan rukun, sehingga menurutnya tetap SAH tapi wajib bayar dam. Bahkan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan sahnya thawaf wanita haid dan tanpa bayar dam. Imam Ibnu Hazm tidak memasukkan membaca Al Quran dan berdiam di masjid sebagai larangan, itulah madzhab yang dianutnya, madzhab Zhahiriyah.

Imam An Nawawi mengatakan (Lihat Raudhatuth Thalibin, 1/199-200), bahwa larangan orang haid dan nifas sama dengan orang junub; yaitu haram baginya shalat, shaum, berdiam di masjid, jima’, membaca Al Quran, boleh lewat di dalam masjid jika tidak khawatir menetes, tapi jika khawatir menetes maka tidak boleh. Bahkan wanita istihadhah pun jika khawatir menetes juga tidak boleh lewat masjid. Untuk shalat yang ditinggalkan tidak wajib qadha, adapun shaum yang ditinggalkan wajib di qadha. Jima’ tidak boleh, sampai dia suci dan mandi. Kalau tidak mampu mandi, maka tayamum. Jika tidak ada air buat mandi atau tidak ada debu buat tayammum, maka shalat tetap wajib, tapi jima’ tetap haram menurut pendapat yang shahih.

Jika sengaja jima’ dalam keadaan haid, padahal dia tahu, maka ada dua pendapat dalam madzhab Syafi’i.

√ Pertama, dalam pendapat Al Jadid (baru), bahwa tidak ada denda, tapi diwajibkan baginya memohon ampun dan bertobat, dan disunnahkan bersedekah sau Dinar jika dia jima’nya saat darah haid masih awal, setengah Dinar jika jima’nya saat darah haid menjelang berakhir. Dalam pendapat Al Qadim (lama), wajib denda, dendanya seperti yang disunnahkan dalam Al Jadid sebelumnya.

√ Kedua membebaskan budak bagaimana pun keadaannya. Kemudian, Dinar yang wajib atau sunnah tersebut adalah harus emas murni, diserahkan kepada fakir miskin, dan denda ini berlaku bagi suami, bukan istri. Adapun jika jima’, karena lupa, atau tidak keharamannya, atau tidak tahu sedang haid, maka tidak ada hukuman apapun secara qath’i (pasti). Ada juga yang mengatakan dikenakan seperti pendapat Al Qadim. (selesai dari Imam An Nawawi)

◼Rentang Waktu Haid

Berapa harikah lamanya haid? Terjadi perbedaan pendapat para ulama.

Imam Abu Hanifah Rahimahullah:

أقله ثلاثة أيام بلياليهن وأكثره عشرة أيام

Paling sedikit adalah tiga hari tiga malam, paling banyak adalah 10 hari.

Imam Malik Rahimahullah:

لا حد لأقله ، فلو رأت بقعة كان حيضا وأكثره خمسة عشر يوما

Tidak ada batasan minimalnya, jika dia lihat ada gumpalan darah maka dia haid, adapun maksimalnya 15 hari.

Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad Rahimahumallah:

أقله يوم وليلة .وروي عنهما : يوم وأكثره خمسة عشر يوما

Minimal adalah sehari semalam. Diriwayatkan dari keduanya bahwa maksimal adalah 15 hari.  (Lihat Abu Muzhafar bin Hubairah,  Ikhtilaf Al Aimmah Al ‘Ulama, 1/73-74)

Namun, Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menyodorkan pendapat lain bahwa haid itu tidak ada batasan minimal dan tidak ada pula batasan maksimal.
 
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah berkata:

وذهب شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله رحمه الله على أنه لاحدّ لأقلّه وأكثره بل متى وُجد بصفاته المعلومة فهو حيض قلّ أو كَثُر

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berpendapat bahwa tidak ada batas minimal dan maksimal haid, tetapi kapan pun didapati sifat-sifat darah haid yang telah diketahui maka itu haid, baik keluarnya sedikit atau banyak.  (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 5595)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

والعلماء منهم من يحدُّ أكثرَه وأقلَّه ، ثمَّ يختلفون في التحديد ، ومنهم من يحد أكثره دون أقله والقول الثالث أصح : أنَّه لا حدَّ لا لأقله ولا لأكثره

Para ulama ada yang membuat batasan maksimal dan minimal, lalu mereka berselisih dapam batasan itu. Di antara mereka ada pula yang membuat batasan maksimal tanpa batasan minimal. Pendapat yang ketiga adalah yang paling benar, yaitu bahwa haid tidak ada batasan waktu, baik batasan minimal dan maksimal.  (Majmu Al Fatawa, 19/237)

Tapi, umumnya manusia mengikuti pendapat mayoritas ulama yaitu 15 hari maksimalnya, minimalnya sehari semalam. Dalam kehidupan umumnya, rata-rata kaum wanita mengalami enam sampai tujuh hari. Maka, hendaknya masing-masing wanita mengikuti kebiasaannya. Sesuai kaidah:  Al ‘Aadah muhakkamah, kebiasaan itu menjadi standar hukum.

Demikian. Wallahu a'lam

💎NIFAS

◼Definisi:

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang arti nifas:

تعريفه: هو الدم الخارج من قبل المرأة بسبب الولادة وإن كان المولود سقطا.

Definisinya: yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita dengan sebab melahirkan, walaupun keguguran.  (Fiqhus Sunnah, 1/84)

Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah disebutkan definisi nifas, sebagai berikut:

النِّفَاسُ دَمٌ يَخْرُجُ عَقِبَ الْوِلاَدَةِ ، وَهَذَا الْقَدْرُ لاَ خِلاَفَ فِيهِ ، وَزَادَ الْمَالِكِيَّةُ فِي الأْرْجَحِ : وَمَعَ الْوِلاَدَةِ ، وَزَادَ الْحَنَابِلَةُ : مَعَ وِلاَدَةٍ وَقَبْلَهَا بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ

“Nifas adalah darah yang keluar setelah kelahiran, dan bagian ini tidak ada perbedaan pendapat ulama. Malikiyah menambahkan dalam pendapat yang lebih kuat: darah yang keluar bersamaan dengan kelahiran. Hanabilah (Hambaliyah) menambahkan: darah yang keluar bersamaan dengan kelahiran dan juga sebelumnya baik dua atau tiga hari sebelumnya.”    (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 3/198)

Dengan demikian, darah yang keluar karena melahirkan, baik menjelang melahirkan (selama dibarengi mulas melahirkan), saat melahirkan, dan setelahnya, maka itulah nifas. Jadi, bukan sekedar flek-flek biasa tanpa dibarengi rasa mulas melahirkan.

◼Ciri Fisik Darah Nifas

 Keluarnya lebih deras dibanding haid, warnanya tidak sampai hitam, tidak sekental haid, dan baunya juga menyengat. 

◼Hukum Wanita Nifas

Hukum wanita nifas sama dengan wanita haid atau orang junub.

Berkata Imam Ibnu Hazm Rahimahullah:

وحكمه حكم الحيض في كل شئ لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم لعائشة: (أنفست؟ قالت: نعم (فسمى الحيض نفاسا، وكذلك الغسل منه واجب باجماع

Hukumnya sama dengan hukum haid dalam segala hal, karena Rasulullah ﷺ  bersabda kepada ‘Aisyah: “Apakah engkau sedang nifas?” ‘Aisyah menjawab: “Ya.” Pada hadits ini Rasulullah menamakan haid dengan nifas, maka mandi bagi wanita nifas (setelah berhenti) adalah wajib menurut ijma’ (kesepakatan ulama).  (Al Muhalla, 2/184)

◼Masa Waktu Nifas

Untuk batasan minal nifas, tidak ada ketentuannya. Para ulama menegaskan:

ذهب جمهور الفقهاء إلى أنه لا حد لأدنى النفاس ، ففي أي وقت رأت الطهر اغتسلت وصلت

Mayoritas ahli fiqih mengatakan tidak ada batasan terpendek tentang nifas, maka di waktu kapanpun dia melihat darahnya terhenti maka hendaknya dia mandi dan shalat.   (Fathul Qadir wal Kifayah, 1/166, Bada’i Ash Shana’i, 1/41, Raudhatuth Thalibin, 1/174, Mughni Muhtaj, 1/119, Kasyaf Al Qina’, 1/218-219, Al Mughni, 1/245, 247)

Jadi, jika baru 1, 2, 3, 7, 10 hari sudah berhenti keluar darahnya, maka selesailah nifasnya, dan selesai pula hukum-hukum nifas baginya.

Adapun batasan maksimal nifas, ada dua pendapat. 

◼Pertama. Empat Puluh hari.

Syakh Muhammad Na’im Saa’iy mengatakan:

أكثر العلماء من الصَّحابة والتابعين ومن بعدهم على أن أكثر النفاس أربعون يومًا. حكاه عنهم الترمذي والخطابي وغيرهما

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat nabi, tabi’in, dan generasi setelah mereka bahwa nifas paling lama adalah 40 hari. Hal ini diceritakan dari mereka oleh At Tirmidzi, Al Khathabi, dan lainnya. (Mausu’ah Masaail Al Jumhur fi Fiqhil Islamiy, 1/115)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

وأما أكثره فأربعون يوما. لحديث أم سلمة رضي الله عنها قالت: (كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما).رواه الخمسة إلا النسائي وقال الترمذي - بعد هذا الحديث -: قد أجمع أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم، على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك، فإنها تغتسل وتصلي، فإن رأت الدم بعد الاربعين، فإن أكثر أهل العلم قالوا: لا تدع الصلاة بعد الاربعين.

Adapun paling lama adalah 40 hari, berdasarkan hadits Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha: "Pada masa Rasulullah ﷺ , kaum wanita yang nifas duduk-duduk saja selama 40 hari." (HR. Al Khamsah kecuali An Nasa'i).

Berkata Imam At Tirmidzi-stelah menyebutkan hadits ini:
"Telah ijma' atau sepakat para ulama sejak masa sahabat, tabi'in, dan setelahnya, bahwa wanita yang nifas mereka meninggalkan shalat selama 40 hari kecuali jika mereka mendapatkan suci sebelum itu maka hendaknya dia mandi dan shalat. Jika dia melihat ada darah lagi setelah 40 hari, maka mayoritas ulama mengatakan: jangan tinggalkan shalat setelah 40 hari.  (Fiqhus Sunnah, 1/185)

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

ذهب جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة - وهو مقابل المشهور عند المالكية - إلى أن أقصى مدة النفاس أربعون يوما ، وهو غالب مدة النفاس عند الشافعية ، وقال أبو عيسى الترمذي : أجمع أهل العلم من أصحاب النبي - صلى الله عليه وسلم - ومن بعدهم على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما ، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك فتغتسل وتصلي ، وقال أبو عبيد : وعلى هذا جماعة الناس وروي هذا عن عمر ، وابن عباس ، وعثمان بن أبي العاص ، وعائذ بن عمرو ، وأنس ، وأم سلمة ، وبه قال الثوري ، وإسحاق ؛ لما روي عن أم سلمة قالت : " كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما " (1) . وما روي عن أم سلمة أنها سألت النبي صلى الله عليه وسلم : كم تجلس المرأة إذا ولدت ؟ قال : " تجلس أربعين يوما إلا أن ترى الطهر قبل ذلك " (2) ، فإن زاد دم النفاس على أربعين يوما فصادف عادة الحيض فهو حيض ، وإن لم يصادف عادة فهو استحاضة .

Mayoritas ahli fiqih dari kalangan hanafiyah, Hanabilah (Hambaliyah), -dan ini juga pendapat kebalikan dari yang Masyhur-nya Malikiyah- bahwa paling akhir nifas adalah 40 hari, dan ini merupakan waktu yang umum menurut Syafi’iyah. Abu Isa At Tirmidzi berkata: "Telah ijma' atau sepakat para ulama sejak masa sahabat Nabi ﷺ,  dan setelahnya, bahwa wanita yang nifas mereka meninggalkan shalat selama 40 hari kecuali jika mereka mendapatkan suci sebelum itu maka hendaknya dia mandi dan shalat.”  Abu ‘Ubaid berkata: “Segolongan  manusia berpegang atas dasar ini.” Pendapat ini juga dari Umar, Ibnu Abbas, ‘Utsman bin Abi Al ‘Ash, ‘Aidz bin ‘Amr, Anas, Ummu Salamah, dan ini juga pendapat Ats Tsauri dan Ishaq. Dasarnya adalah dari Ummu Salamah: “Dahulu kaum wanita yang nifas duduk-duduk (santai-santai atau istirahat) pada Rasulullah ﷺ  selama 40 hari.” Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia bertanya kepada Nabi ﷺ : “Barapa lama kaum wanita istirahat sesudah melahirkan?” Beliau bersabda: “Selama 40 hari, kecuali sudah mendapatkan suci sebelum itu.” Jika darah haid masih ada lewat 40 hari dan kebetulan bersamaan dengan kebiasaan haidnya maka itu haid, jika tidak bersamaan, maka itu istihadhah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 41/7)

◼Kedua. Enam Puluh Hari

Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah berkata:

وأكثر النفاس ستون يوما  وقال المزني أربعون يوما والدليل على ما قلناه ما روي عن الأوزاعي أنه قال عندنا امرأة ترى النفاس شهرين  وعن عطاء والشعبي وعبيد الله بن الحسن العنبري والحجاج بن أرطأة أن النفاس ستون يوما وليس لأقله حد

Nifas paling lama adalah 60 hari. Berkata Al Muzani: 40 hari. Dalil apa yang kami katakan adalah apa yang diriwayatkan dari Al Auza’i, dia berkata: “Wanita-wanita kami nifas selama dua bulan.” Dan, dari ‘Atha, Asy Sya’bi, ‘Ubaidillah bin Al Hasan Al ‘Anbari, Al Hajaj bin Artha’ah, bahwa nifas adalah 60 hari, dan tidak ada batas minimal.  (Al Muhadzdzab, 1/45, Lihat juga Al Mughni, 1/392, Syarhul Kabir, 1/368, Kifayatul Akhyar, Hal. 76)

Demikian. Nampak pendapat golongan pertama (40 hari) berdasarkan riwayat yang lebih shahih dan lebih dekat dengan masa Rasulullah ﷺ , sebagaimana dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, istri Nabi ﷺ sendiri.

Wallahu a'lam

💎ISTIHADHAH

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلَاةَ قَدْرَ الْأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي

Dari 'Aisyah bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada Nabi ﷺ   katanya, "Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?" Beliau menjawab: "Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat." (HR. Bukhari no. 325)

◼Definisi

Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:

الاستحاضة هي سيلان الدم في غير وقت الحيض والنفاس من الرحم

Istihadhah adalah mengalirnya darah di luar waktu haid dan nifas yang berasal dari rahim. (Al Fiqhu ‘alal Madzahib Al Arba’ah, 1/119)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan:

سَيَلاَنُ الدَّمِ فِي غَيْرِ أَوْقَاتِهِ الْمُعْتَادَةِ مِنْ مَرَضٍ، وَفَسَادٍ مِنْ عِرْقٍ يُسَمَّى (الْعَاذِل)

Mengalirnya darah di luar waktu-waktu biasa (haid), baik karena sakit, atau darah rusak karena keringat yang dinamakan Al ‘Aadzil. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 18/292)

Sebagian ulama menyebut darah penyakit, sedangkan haid darah sehat. (Ibid)

Jadi, sederhananya jika seorang wanita mengeluarkan darah dari kemaluannya di luar jadwal haidnya, baik setelah atau sebelumnya, atau saat tidak nifas, maka itu darah istihadhah.

◼Status Hukum Wanita Yang Istihadhah

Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:

والمستحاضة من أصحاب الأعذار، فحكمها حكم من به سلس بول، أو إسهال مستمر، أو نحو ذلك من الأعذار

Wanita yang istihadhah termasuk golongan yang memiliki ‘udzur (dimaafkan), maka hukum mereka sama dengan orang yang mengalami beser, mencret terus menerus, atau udzur-udzur lain semisalnya. (Ibid, 1/120)

Beliau melanjutkan:

وحكم الاستحاضة أنها لا تمنع شيئاً من الأشياء التي يمنعها الحيض والنفاس، كقراءة القرآن، ودخول المسجد، ومس المصحف والاعتكاف. والطواف بالبيت الحرام وغير ذلك

Hukum bagi wanita istihadhah, dia tidak terhalang melakukan apa-apa yang terhalang bagi wanita haid dan nifas. Seperti membaca Al Quran, masuk ke masjid, menyentuh mushaf, i’tikaf, dan thawaf di baitul haram, dan lainnya. (Ibid)

Dalam Al Fiqhu Al Muyassarah:

وهو لا يمنع الصلاة ولا الصيام ولا الوطء؛ لأنها في حكم الطاهرات. ودليله حديث فاطمة بنت أبي حبيش: قالت: يا رسول الله إني أُسْتَحَاضُ، فلا أطهر، أفأدع الصلاة؟ فقال: (لا، إن ذلك عِرْق وليس بالحيضة، فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة، فإذا أدبرت فاغسلي عنك الدم وصلي

Darah istihadhah tidak mencegah dari shalat, puasa, dan hubungan suami istri, sebab dia dihukumi suci. Dalilnya adalah hadits Fathimah binti Hubaisy, dia berkata: “Wahai Rasulullah, Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?" Beliau menjawab: "Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat."  (Al Fiqh Al Muyassar fi dhau’il Kitab was Sunnah, Hal. 41)

Bagaimana dengan jima’ (hubungan suami istri) ? Mayoritas ulama mengatakan BOLEH, sebab itu bukan haid, itu adalah suci. (QS. Al Baqarah: 222).

Inilah pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Ibnul Mundzir mengatakan bahwa Ini juga pendapat dari Ibnu Abbas, Ibnul Musayyib, Al Hasan, ‘Atha, Qatadah, Sa’id bin Jubeir, Hammad bin Abi Sulaiman, Bakr bin Abdillah Al Muzani, Ats Tsauri, Al Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnul Mundzir mengatakan: ‘Ini juga pendapatku.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 44/20)

Sebagaian ulama mengatakan tidak boleh, seperti Hambaliyah, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Al Hakam, Ibnul ‘Ulayyah dari Malikiyah. (Ibid, 44/21)

◼Sifat Darahnya

Syaikh Muhammad bin Ibrahim At Tauwaijiriy mengatakan:

ولون هذا الدم أحمر، رقيق، غير منتن، يتجمد إذا خرج؛ لأنه دم عرق عادي.

Warna darahnya merah, encer, tidak bau busuk, tapi ketika keluar akan membeku, karena ini darah yang bercampur keringat yang biasa. (Al Mukhtashar Al Fiqh Al Islamiy, Hal. 441)

◼Wudhu atau Mandi?

Wanita istihadhah dihitung hadats kecil, bukan hadats besar. Sehingga wajib baginya wudhu tiap akan shalat. Tapi, bagi yang haidnya berlanjut ke istihadhah, tetap wajib mandi, yaitu mandi karena berakhirnya haid.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

أنه لا يجب عليها الغسل لشئ من الصلاة ولا في وقت من الاوقات إلا مرة واحدة، حينما ينقطع حيضها.
وبهذا قال الجمهور من السلف والخلف. أنه يجب عليها الوضوء لكل صلاة، لقوله صلى الله عليه وسلم في رواية البخاري : (ثم توضئي لكل صلاة)

Tidak wajib mandi atasnya baik karena shalat dan tidak pula waktu-waktu lain kecuali sekali saja yaitu saat selesai haidnya. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf. Yang wajib adalah WUDHU pada tiap akan shalat, berdasarkan hadits riwayat Bukhari: “Kemudian wudhulah untuk tiap shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/88-89)

Para ulama telah sepakat bahwa darah istihadhah membatalkan wudhu. Oleh karena itu mestilah wudhu setiap kali akan shalat, yaitu bersihkan dulu (cebok), lalu wudhu.

Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah mengatakan:

وأجمعوا على أن دم الاستحاضة ينقض الطهارة، وانفراد ربيعة، وقال: لا ينقض الطهارة

  Para ulama ijma’ bahwa darah haid membatalkan wudhu, namun Rabi’ah punya pendapat lain sendiri, dia mengatakan: “Tidak membatalkan thaharah.”  (Al Ijma’, Hal. 33)

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadz,

Jika kebiasaan haid satu pekan. Sudah bersih dan satu kali sholat misalnya ashar ngeflek lagi. Sampai isya' tidak keluar lagi. Apakah dia harus menunggu sampai esok hari untuk memastikan sudah berhenti haid atau belum. Atau sebaiknya dia mandi junub lagi terus sholat isya'?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Masalah seperti ini terkait bagaimana mengetahui akhir haid dulu. Ada beberapa cara pendekatan sederhana untuk mengetahuinya sesuai keadaan masing-masing haid wanita, sehingga masalah ini tidak bisa dipukul rata.

1. Bagi wanita yang haidnya lancar, maka yang menjadi batasan adalah kebiasaan durasi haidnya.

 Sesuai kaidah:

Al 'Aadah Muhakkamah : adat atau kebiasaan itu bisa menjadi standar hukum

Jadi, jika kebiasaan seorang wanita haidnya 7 hari, maka itu menjadi standarnya. Jika dia sdh berhenti darahnya sebelum hari 7, maka jangan terburu-buru merasa sudah suci. Dia masih berlaku hukum-hukum haid, di antaranya larangan shalat, shaum, dan jima'. Sehingga kalau dia tidak shalat dihari 6, maka tidak ada qadha.

Jika baru berhentinya setelah hari 7,  atau sudah berhenti tapi keluar lagi, maka darah yang keluar selebihnya dugaan kuatnya adalah darah istihadhah, atau sisa darah haid yang lalu, bukan darah haid itu sendiri. Dia sudah suci dan tidak lagi berlaku lagi hukum hukum haid. Maka, sudah wajib lagi shalat, boleh shaum, dan lain-lain. Ini relatif mudah.

2. Bagi wanita yang haidnya eror. Kadang 4 hari, kadang 6 hari, pernah 10 hari, dan sebagainya, dan eror ini memang menjadi kebiasaannya, maka caranya dengan memperhatikan warna darahnya, sebab darah haid itu sudah dikenal. Adapun maksimal menurut jumhur ulama adalah 15 hari, selebihnya itu adalah istihadhah atau penyakit.

Hal ini sesuai hadits:

 فَإِنَّهُ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي

"Apabila darah haid maka darah itu berwarna hitam dan dikenal,  Apabila darah itu ternyata demikian, maka tinggalkanlah shalat. Apabila darah itu berwarna lain, maka berwudhulah dan shalatlah". (HR. Abu Daud No. 261, hasan)

Sehigga, di masa-masa tidak keluar darah maka dia dihukumi suci, maka boleh shalat, shaum, dan lain-lain. Sebaliknya di masa keluar darah di dihukumi haid, dengan syarat sifat darahnya memang dikenal sebagai darah haid. Ini memang agak ribet apalagi terjadi sepanjang tahun.

3. Bagi wanita yang tadinya teratur lalu berubah menjadi eror haidnya gara-gara obat, KB, dan lain-lain.

Maka, pendekatan pertamanya adalah dengan mengikuti kebiasaannya dulu, sebab pada awalnya memang teratur. Ini sebagai antisipasi bahwa dia masih teratur. Tapi, jika akhirnya eror, maka barulah dengan cara mengenali sifat darahnya, sebagaimana hadits Abu Daud di atas. Lalu berobatlah atau konsultasi dengan dokter agar kembali normal.

Demikian. Wallahu a'lam

0⃣2⃣ Asih ~ Solo
Assalaamu'alaikum ustadz,

Jika kita sudah bersih dari haid waktu duhur, tapi karena sesuatu hal baru bisa mandi junub waktu asar kemudian menjama' sholat dhuhur dan asar apakah diperbolehkan?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bukan jamak, tapi wajib baginya qadha. Yaitu dzuhur dulu lalu ashar. Kemudian banyak istighfar karena telah menunda-nunda shalat.

Wallahu A’lam

0⃣3⃣ Wahyuni ~ Sukoharjo
Assalamualaikum ustadz, 

Kalau pas selesai haid pas malamnya saat Isya' apa harus mandi besar pas malam terus sholat Isya', atau kalau menunggu subuh baru mandi besar ustadz?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ya, jika bersih malam hari segeralah mandi wajib di malam tersebut, lalu shalat Isya', jangan nunggu sampai pagi, kalau dalam keadaan sakit atau menggigil, boleh tayamum dulu. Lalu mandi keesokkan harinya jika sudah sembuh.

Wallahu A’lam

0⃣4⃣ Khonika Cahya ~ Solo
Assalamu'alaikum ustadz,

Pertanyaan titipan, (kasusnya hampir sama seperti pertanyaan nomor 1) selang hari besoknya karena sudah yakin bersih, malam harinya buat berjima' dengan suami dan keesokan paginya keluar flek lagi ustadz. Apakah itu bisa dikatakan darah haid atau tidak? Mengingat sudah 2 hari bersih.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jawaban ada dipertanyaan nomor 1.

0⃣5⃣ Abidah ~ Solo                           
Assalamualaikum, ustadz

Bagaimana dengan haid yang tidak lancar.  Misalnya sehari kita cuma keluar sedikit terus sudah tidak keluar lagi besoknya lagi begitu lagi apakah kita tetap bisa melaksanakan sholat saat darah haid kita tidak keluar!

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jawaban ada di pertanyaan nomor 1.

0⃣6⃣ Yanti ~ Jakarta
Jika kebiasaan haid 4-5 hari, selanjutnya ada tetes-tetes darah sedikit hari ke-6 sampai dengan ke-8.

1. Kapan sebaiknya mulai puasa?

2. Jika hari ke-6 sudah bersih, sudah mandi, kemudian hari ke 8 keluar lagi darah sedikit, apakah sebaiknya lanjut puasa atau dibatalkan?

3. Untuk kasus pertanyaan nomor 2, jika hari ke-8 membatalkan puasa, bayar puasanya 8 hari atau 5 hari + 1 hari hari ke-8 saja?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Masalah seperti ini terkait bagaimana mengetahui akhir haid dulu. Ada beberapa cara pendekatan sederhana untuk mengetahuinya sesuai keadaan masing-masing haid wanita, sehingga masalah ini tidak bisa dipukul rata.

1. Bagi wanita yang haidnya lancar, maka yang menjadi batasan adalah kebiasaan durasi haidnya.

 Sesuai kaidah:

Al 'Aadah Muhakkamah : adat atau kebiasaan itu bisa menjadi standar hukum.

Jadi, jika kebiasaan seorang wanita haidnya 7 hari, maka itu menjadi standarnya. Jika dia sudah berhenti darahnya sebelum hari 7, maka jangan terburu-buru merasa sudah suci. Dia masih berlaku hukum-hukum haid, di antaranya larangan shalat, shaum, dan jima'. Sehingga kalau dia tidak shalat dihari 6, maka tidak ada qadha.

Jika baru berhentinya setelah hari 7,  atau sudah berhenti tapi keluar lagi, maka darah yang keluar selebihnya dugaan kuatnya adalah darah istihadhah, atau sisa darah haid yang lalu, bukan darah haid itu sendiri. Dia sudah suci dan tidak lagi berlaku lagi hukum-hukum haid. Maka, sudah wajib lagi shalat, boleh shaum, dan lain-lain. Ini relatif mudah.

2. Bagi wanita yang haidnya eror. Kadang 4 hari, kadang 6 hari, pernah 10 hari .., dan sebagainya, dan eror ini memang menjadi kebiasaannya, maka caranya dengan memperhatikan warna darahnya, sebab darah haid itu sudah dikenal. Adapun maksimal menurut jumhur ulama adalah 15 hari, selebihnya itu adalah istihadhah atau penyakit.

Hal ini sesuai hadits:

 فَإِنَّهُ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي

"Apabila darah haid maka darah itu berwarna hitam dan dikenal,  Apabila darah itu ternyata demikian, maka tinggalkanlah shalat. Apabila darah itu berwarna lain, maka berwudhulah dan shalatlah". (HR. Abu Daud No. 261, hasan)

Sehingga, di masa-masa tidak keluar darah maka dia dihukumi suci, maka boleh shalat, shaum, dan lain-lain. Sebaliknya di masa keluar darah di dihukumi haid, dengan syarat sifat darahnya memang dikenal sebagai darah haid. Ini memang agak ribet apalagi terjadi sepanjang tahun.

3. Bagi wanita yang tadinya teratur lalu berubah menjadi eror haidnya gara-gara obat, KB, dan lain-lain.

Maka, pendekatan pertamanya adalah dengan mengikuti kebiasaannya dulu, sebab pada awalnya memang teratur. Ini sebagai antisipasi bahwa dia masih teratur. Tapi, jika akhirnya eror, maka barulah dengan cara mengenali sifat darahnya, sebagaimana hadits Abu Daud di atas. Lalu berobatlah atau konsultasi dengan dokter agar kembali normal.

Demikian. Wallahu a'lam

0⃣7⃣ Mala ~ Garut
Assalamualaikum ustadz,

Semenjak saya pasca kuret 1 oktober 2019  haidnya jadi tidak teratur kadang 1 bulan dapatnya 2 kali awal bulan dan pertengahan tapi kadang banyak kadang tidak, sekarang dari hari rabu saya haid keluarnya cuma pagi sampai sore saja, itu bagaimana ya ustadz?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Itu ada jawaban dari pertanyaan nomor 6 ya.

0⃣8⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualikum ustadz,

1. Ustadz kan di atas dijelaskan ya wanita haid itu tidak boleh masuk masjid, jangankan masuk kedalam halaman masjid saja tidak boleh tapi ada juga kan yang berpendapatan boleh yang penting tidak tembus. Kadang suka bingung ustadz ada 2 pendapat yang membolehkan ada juga yang tidak membolehkan.  Terus kalau seperti itu kita mesti ngikutin yang mana ustadz (kalau fitri ngikutnya sih yang tidak boleh masuk karena masjid itukan tempatnya suci jadi tidak boleh dimasuki orang yang lagi tidak suci).

Tapi kadang suka kalau ada teman-teman kan sudah masuk saja tidak apa-apa yang penting tidak tembus begitu, terus kalau kita masuk dosa tidak ustadz?

2. Terus pak ustadz jelasnya dan benarnya dalam Islam itu ketika orang haid itu boleh tidak berziarah?

3. Kan fitri kalau haid biasanya lama yah bisa sampai 10 hari tapi walaupun sudah 10 hari belum tentu bersih juga kadang masih keputihan.  Nah itu boleh sholat walaupun keputihan terus.
Minta penjelasanya ustadz.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Masalah ini memang diperselisihkan ulama.

Pihak yang melarang seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy Syafi'i..

Pihak yang membolehkan Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ibnu Hazm, Imam Al Khathabi, dan sebagian sahabat nabi.

Jadi, bagi yang meyakini benarnya pendapat pertama. Silahkan diambil.

Bagi yang meyakini benarnya pendapat kedua, juga silahkan.

Dalam masalah yang masih debat ulama tidak ada sikap pengingkaran, sebab ini bukan hal yang munkar.

Yang ikut 1 tidak boleh menuduh dosa kepada yang 2.

Yang ikut 2 tidak boleh menuduh dosa kepada yang ikut 1.

Wallahu A’lam

2. Wanita haid, atau tidak haid, ziarah kubur menurut mayoritas ulama mengatakan boleh.

Selengkapnya lihat di bawah ini:

http://kumpulanartikelsyariah.blogspot.com/2014/02/wanita-berziarah-kubur-terlarangkah.html?m=1

3. Keputihan itu masa suci, tapi cairan keputihan sendiri diperselisihkan najis atau bukannya. Tapi pendapat yang hati-hati adalah sebaiknya cebok dulu dan bersihkan celana dalamnya atau ganti. Lalu wudhu dan shalat.

Wallahu A’lam

0⃣9⃣ Andri ~ Jateng
Assalamualaikum ustadz,

1. Kita dapat haid sudah masuk waktu isya' tapi belum solat isya'.
Terus suci 4 hari, sudah masuk waktu isya' lagi.
Qodho solat isya'nya 2 kali ya?

2. Bila haid kan dilarang jima'?
Bila sudah hampir selesai hanya flek-flek tetap tidak boleh ya?

3. Istikhadah saat ramadhan tetap puasa atau mengganti puasa di waktu lain dan membayar fidyah?

Sebelumnya terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Afwan, itu masa suci hanya 4 hari?

🔹Iya ustadz, haid 4 hari saja.

🌸Ya, kalau begitu harus Isya' 2 kali, yang pertama qadha yang dulu. Lalu isya' yang sekarang.

Wallahu A’lam

2. Tidak boleh, kecuali setelah mandi wajib, tidak sekedar selesai haid. Harus mandi dulu. Inilah pendapat mayoritas ulama.

3. Ya, istihadhah tetap suci, boleh puasa dan shalat. Bukan haid dan bukan nifas.

Wallahu A’lam

1⃣0⃣ Fatimah ~ Bandung
Assalamualaikum ustadz,

Kalau sholat sudah beres dilaksanakan dzikir dan doa juga sudah, baru ingat bahwa baju kepipisan bayi laki-laki umur 5-8 bulan, apakah sholatnya sah? Apakah harus diulang tadz? Kalau diulang sholatnya saja atau dengan dzikir dan doa juga?
Afwan wa jazakalloh khoir ustadz.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Tidak usah diulang kalau lupa atau tidak sadar.

Allah Ta'ala berfirman:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan (tidak sengaja).
(QS. Al-Baqarah: 286)

Dalam hadits:

 إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

Sesungguhnya Allah membiarkan kesalahan umatku yang: salah tidak sengaja, lupa, atau dipaksa untuk melakukan kesalahan.

(HR. Ibnu Majah no. 2043, shahih)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah shalat, lalu Jibril memberi tahu di sendalnya ada kotorannya. Lalu Beliau melepaskan sendalnya, lalu melanjutkan shalatnya, bukan mengulang shalatnya.

Wallahu A’lam

1⃣1⃣ Fatma ~ Jakarta
Saya sedang pendarahan kehamilan etopik (di luar rahim atau hamil anggur) pendarahan sebulan lebih. Sama dokter tidak boleh jima' Ustadz, tapi kasian suami. Tapi juga ngeri pecah yang bisa membahayakan jiwa. Mohon arahannya menyikapi ini baiknya bagaimana ya.

🌸Jawab:
Layani suami pakai tangan saja. Suami dipahamkan.

Ini ada pertanyaan dari yang lainnya.
√ Suami Mengeluarkan Mani Dengan tangan Istri.

Assalamualaykum wr.wb.

Afwan ustadz, saya ikhsan fahmi dari banjarnegara.
Saya mengikuti kajian sudah sekitar 3 tahun.
Alhamdulillah banyak wawasan agama yang saya dapat.
Jazakallah atas materi-materi yang telah diberikan.

Ada teman cerita kalau pada suatu ketika istrinya sedang haid, tapi dia ingin berhungan badan.
Dah ahirnya si istri cuma memainkan kemaluan suami sampai keluar maninya.
Itu hukumnya bagaimana ya ustadz?
Jazakallah...

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Jika dengan tangan istri tidak apa-apa.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah berkata:

وهو استخراج المني بغير جماع حراما كان كإخراج بيده أو مباحا كإخراجه بيد حليلته.

Yaitu mengeluarkan air mani dengan tanpa jima' adalah haram seperti mengeluarkannya dengan tangannya, atau BOLEH dengan tangan istrinya.
(Tuhfatul Muhtaj, 3/409)

Imam Al Hijawiy Rahimahullah berkata:

وللزوج الاستمتاع بزوجته كل وقت على أي صفة كانت إذا كان في القبل، وله الاستمناء بيدها

Seorang suami boleh bersenang-senang  terhadap istrinya ditiap waktu yaitu  dalam berbagai sifat (cara) jika melalui kemaluan, dan baginya boleh mengeluarkan air maninya dengan tangan istrinya. (Al Iqna', 3/239)

Dalil pembolehan ini adalah ayat:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

"Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela." (QS. Al-Mu'minun: 5-6)

Demikian. Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Diantara Ilmu Yang Wajib Diketahui Oleh Muslimah.

Dalam kitab Hasyiyah Al Qalyubi wa 'Amirah disebutkan:

يجب على المرأة تعلم احكام الحائض و ما معه، و يحرم على زوجها منعها من الخروج لتعلمه الا علمها بنفسه أو بسؤاله

Wajib bagi seorang wanita mempelajari hukum-hukum haid dan apapun yang terkait dengannya, dan haram bagi suaminya melarangnya keluar untuk mempelajarinya, kecuali jika suami sendiri yang mengajarinya atau bertanya kepadanya.

(Hasyiyah Al Qalyubi wal 'Amirah, 1/110)

Dalam Al Mausu'ah Al Fiqhiyah:

يجب على المرأة تعلم ما يحتاج إليه من احكام الحيض ، و على زوجها أو وليها أن يعلمها ما تحتاج إليه منها ان علم، و الا اذن لها بالخروج لسؤال العلماء

Wajib bagi seorang wanita mempelajari apa-apa yang dibutuhkannya berupa hukum-hukum haid, dan wajib pula bagi suaminya atau walinya mengajarkan apa yang dibutuhkannya itu jika tahu ilmunya, jika tidak tahu maka hendaknya diizinkan baginya untuk keluar bertanya kepada para ulama.

(Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 18/294)

Selamat menuntut ilmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar