Selasa, 31 Maret 2020

FENOMENA BULLYING DAN PENDIDIKAN MISKIN VISI



OLeH  : Bunda Rizki Ika S.

          💎M a T e R i💎

🌷FENOMENA BULLYING DAN PENDIDIKAN MISKIN VISI


Pengaduan anak kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait perundungan (bullying) bagaikan fenomena gunung es. Artinya, masih sedikit yang terlihat di permukaan karena dilaporkan, sementara di bawahnya masih tersimpan kasus-kasus lain yang besar namun tidak dilaporkan.

Komisioner Komisi KPAI, Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan sepanjang 2011 hingga 2019, KPAI mencatat 37.381 pengaduan mengenai anak. Terkait dengan kasus perundungan, baik di media sosial maupun di dunia pendidikan, laporannya mencapai 2.473 laporan. (nasional.republika.co.id, 10/2/2020)

Menurut Jasra, tontonan kekerasan, dampak negatif gawai, dan penghakiman media sosial merupakan pemicu anak melakukan perundungan. Masyarakat tentu dibuat sangat khawatir atas tren perundungan ini.

Mulai dari Januari sampai Februari 2020, setiap hari publik kerap disuguhi berita fenomena kekerasan anak. Seperti siswa yang jarinya harus diamputasi, kemudian siswa yang ditemukan meninggal di gorong-gorong sekolah, serta siswa yang ditendang lalu meninggal.

Sangat disayangkan, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku belum punya terobosan baru mencegah kekerasan dan perundungan yang masih terjadi di sekolah.

Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Haris Iskandar, mengatakan bahwa kasus-kasus perundungan yang terjadi sudah ditangani. Sementara untuk antisipasi, belum dapat come up dengan ide baru. (cnnindonesia.com, 7/2/2020)

Sikap yang ditunjukkan oleh Kemendikbud, sebenarnya mengonfirmasikan pada publik bahwa pemerintah gagal dalam membangun sumber daya manusia bangsa lewat sistem pendidikan sekuler yang saat ini diterapkan.

Karena begitu entengnya mengatakan belum memiliki terobosan baru mencegah kekerasan dan perundungan di sekolah, sementara korban dari kekerasan dan perundungan di kalangan remaja terus meningkat setiap tahunnya. Apakah begitu murah harga nyawa dalam sistem sekuler hingga tidak ada langkah serius guna menyelesaikan masalah ini?

Bullying itu duri dalam pendidikan Indonesia. Jika disebut sebagai duri dalam pendidikan di Indonesia, sudah semestinya duri tersebut dicabut agar tak menimbulkan sakit berkepanjangan. Akan tetapi, agaknya duri tersebut dibiarkan berada dalam tubuh pendidikan di negeri ini.

Hampir setengah dari seluruh siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami bullying atau perundungan. Hasil ini didapat dari Penilaian Siswa Internasional atau OECD’s Programme for International Student Assessment (PISA) 2018.

Penilaian bertaraf internasional ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa secara komprehensif, sekaligus iklim pendidikan di setiap negara anggota OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development).

Sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD sebesar 23 persen. (cnnindonesia.com, 5/12/2019)

🌸🌷🌸
Lantas yang menjadi pertanyaan publik, mengapa kasus ini semakin marak tanpa ada pencegahan yang berarti? Bahkan negara lebih dominan mengambil peran kuratif ketimbang preventif. Sudah terjadi, lalu baru sibuk memikirkan langkah menyelesaikannya. Hal itupun jika mereka mendapatkan ide baru. Jika tidak, justru akan muncul kasus baru yang sama setiap harinya.

Kalaupun pemerintah mengambil langkah lewat peningkatan prestasi akademik siswa di sekolah untuk menghadapi masalah bullying. Hal tersebut tidak menjadi jaminan bagi siswa untuk mengatasi masalah pribadi dan interaksi mereka dengan lingkungan.

Inilah salah satu bahaya menjadikan sekularisme sebagai landasan dalam sistem pendidikan di negara ini. Pendidikan ditujukan untuk meraih nilai-nilai materi semata, bukan nilai moral apalagi spiritual.

Orang tuapun tidak berperan dengan baik dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Akhirnya tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah, dan miskin empati.

Sementara negara juga ‘mandul’ untuk menghadapi lingkungan sosial remaja yang hedonis. Negara justru menakut-nakuti remaja dan orang tua mereka dengan ide radikalisme, hingga merangkul mereka untuk melawan radikalisme di sekolah dan di tengah masyarakat. Tapi tidak membangun kepedulian untuk mencegah tawuran, pergaulan bebas, dan kekerasan serta bullying.

Sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara sangat penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian remaja. Sistem pendidikan tersebut haruslah terintegrasi sejak pendidikan di sekolah dasar. Jika kita melihat saat ini, pendidikan di negara ini nyata hanya melihat keberhasilan prestasi siswa didik dari nilai di atas kertas.

Prestasi demi prestasi dibanggakan namun jauh dari pembentukan kepribadian dan akhlak terpuji. Hal ini adalah buah dari sistem pendidikan sekuler. Maka berharap lahirnya generasi terbaik serta unggul pada sistem sekuler-demokrasi sungguh mustahil.

Islam memberikan perhatian besar kepada generasi, bahkan sejak dini. Pada masa Islam berjaya, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Alquran dengan cara memperdengarkan bacaannya.

Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal Alquran sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas (golden age) seperti ini, anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun, tergantung orang tuanya.

Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadis. Saat usia sepuluh tahun, merekapun bisa menguasai Alquran, hadis, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik.

Karena itu, di era Khilafah bermunculan remaja yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.

Begitu juga riset dan penemuan juga bisa mereka hasilkan ketika usia mereka masih sangat belia. Semuanya itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya.

Juga dampak dari penerapan sistem pendidikan Islam yang luar biasa, yakni bervisi dunia-akhirat.

Jadi melalui visi pendidikan yang benar, yakni visi yang menghasilkan kebaikan dunia-akhirat, maka remaja harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadis, kitab-kitab tsaqafah para ulama, juga berdakwah di tengah-tengah umat.

Dengan cara seperti itu, mereka tidak akan sibuk melakukan maksiat. Dengan disibukkan dalam ketaatan, waktu, umur, ilmu, harta, dan apapun yang mereka miliki insya Allah menjadi berkah.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ iKa ~ Sukoharjo
Bagaimana sikap kita sebagai orang tua ketika memiliki putri usia 6 tahun masih cedal karena dulu speech delay? Kadang diolok-olok ngomongnya kurang jelas.

🌸Jawab:
Bunda Ika yang disayang Allah...

Sebagai orang tua anak, pasti sedih ya, mendapat perlakuan semacam itu. Big huge.

Ada 2 hal yang perlu Bunda lakukan:
(1) Menguatkan anak,
(2) Berusaha menghentikan perbuatan bullying terhadap anak.

Menguatkan anak bisa dilakukan ketika Bundanya juga kuat. Anak akan melihat, jika Bundanya merespon santuy olok-olok tersebut, anak akan mengimitasi respon Bunda.

Bunda juga bisa menyampaikan kepada anak agar tidak menanggapi olok-olok tersebut. Sampaikan bahwa ananda adalah istimewa, Allah berikan kelebihan maupun kekurangan pada setiap hamba. Yang paling mulia adalah yang paling taqwa.

Begitu ya, Bund

0⃣2⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadzah,

Sebenarnya pemerintah sudah mencoba menerapkan pendidikan berkarakter lewat kurikulum 13. Setiap guru wajib untuk mengutamakan penanaman karakter dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Ada juga jadwal pembiasaan yang diisi berbagai hal yang bertujuan membangun karakter.

Tetapi mengapa kasus perundungan malah semakin marak?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Benar sekali, Bunda...
Pendidikan karakter sudah dimulai sejak lama. Tapi pendidikan tersebut baru dijalankan sebatas normatif dan jargon saja, belum mampu memberi pengaruh signifikan kepada perilaku dan kepribadian anak. Banyak akademisi menilai pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah gagal.

Terlebih, pendidikan karakter ini tidak integral dengan berbagai disiplin ilmu yang ada, dan semata ditujukan untuk menghadapi globalisasi dunia kerja, bukan untuk mewujudkan syakhsiyah Islam yang lahir dari keimanan yang kokoh.

Wajar, jika kemudian bullying dan berbagai problem generasi tidak kunjung reda.

Begitu, Bunda.

0⃣3⃣ Erni ~ Yogja
Assalamualaikum Ustadzah.

Tapi mungkin pertanyaannya agak menyimpang.

1.Apa yang dimaksud dengan UU ketahanan keluarga?

2. Bagaimana menumbuhkan ketahanan anak ketika di bully tidak ngefek? Biasa saja. Mohon pencerahannya.

3. Bagaimana cara menghindari bully dalam keluarga? Misal, karena anak terbiasa hidup di pondok, saat pulang, sering merasa di bully dengan ucapan budhenya, simbahnya atau mungkin kami ortunya, padahal menurut kami itu gurauan biasa saja?

4. Saat bergurau saling membully, sehatkah ini dalam ketahanan keluarga?

Mohon pencerahannya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Banyak ya, pertanyaannya, borongan.

1. UU Ketahanan Keluarga, sebagaimana namanya, ditujukan untuk memperkuat ketahanan keluarga, supaya keluarga tidak mudah terguncang apalagi hancur. Namun faktanya, banyak konten UU Ketahanan Keluarga yang justru kontraproduktif dengan tujuannya. Mungkin nanti bisa diusulkan dalam pembahasan khusus ya, soal ini.

2. Kuatkan keimanan atau aqidah anak. Bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa, tidak ada hubungannya dengan bentuk fisik atau kelemahan apapun yang merupakan qadha Allah, seperti soalan rizki (kaya-miskin), dan seterusnya.

3. Musti paham definisi bully itu apa, Bund. Termasuk anak, juga harus dipahamkan. Jangan-jangan bukan bully yang terjadi tapi anak yang sesungguhnya sensitif perasaannya, mudah baper. Maka berproses untuk menurunkan tingkat baper anak, plus kita keluarganyapun berupaya menahan diri agar tidak menyinggung perasaan anak. Jadi sama-sama berproses.

4. Bully itukan bentuk kedzaliman ya, bukan bentuk candaan. Kalau semua anggota keluarga memahami itu sebagai candaan berarti bukan bully. Jadi bully itu sudah masuk kategori kejahatan yang dilarang syariat.
Dan, ada rambu-rambu juga saat bercanda. Kita harus mengupayakan untuk tidak melanggar ketentuan syariat, seperti berbohong misalnya.

Begitu ya, Bund.

🔷Nggih Ustadzah. Berarti untuk poin 4 harus lebih longgar lagi menerima keadaan beliau-beliau... Bagaimana caranya agar anak-anak tidak merasa nyambung silahturahim dengan beliau-beliau seperti halnya bunyi hadits kebaikannya seperti halnya membasuh muka beliau-beliau dengan abu api neraka dan bisa, menjadikan beliau-beliau muflis di akhirat?

🌸Menurut saya, kondisi keluarga yang belum sepenuhnya memahami hukum-hukum Islam, termasuk bagaimana hukumnya saat bercanda, adalah ladang dakwah yang menjadi andil kita untuk menyuburkannya.

Ajak anak-anak berdakwah di hadapan budhenya, omnya, tantenya, kakek-neneknya, dan seterusnya.

Saya suka diskusi juga dengan anak-anak soal kondisi keluarga yang belum Islami, misal belum menutup aurat, dan seterusnya. "Coba Kakak tanya ke tante, kenapa tidak pakai kerudungnya?" dan seterusnya.

Semangat menebar kebaikan ya, Bunda Erni InsyaAllah menjadi amal shalih yaa.

0⃣4⃣ Khonika Cahya ~ Solo
Assalamu'alaikum ustadzah...

1. Bagaimana membentengi anak-anak supaya tidak terpengaruh terhadap hal-hal yang negatif, lingkungan dan teman yang tidak baik? Walaupun In Syaa Allah dirumah sudah kita bekali pondasi agama yang cukup (menurut kita) tapi sebagai orang tua kita sadar tidak bisa terus membersamai anak-anak selama 24jam.

2. Dan bagaimana tentang beberapa kasus yang tengah marak pada anak-anak remaja saat ini tentang bullying prank teman yang berujung maut?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

1. Membentengi anak, artinya membuat anak kebal terhadap virus kerusakan yang luar biasa ya, Bund...  Membentenginya tentu dengan iman. Keimanan yang tertanam kuat akan mengendalikan setiap ucapan dan tindakannya. Karena anak memahami semua akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak. Meski kita orang tuanya tidak melihat, anak meyakini Allah Maha Melihat dan malaikat senantiasa mencatat. Nah, sejauh mana kita sudah menghunjamkan keimanan ini di dalam diri anak-anak Itu PR kita.

2. Kasus tersebut, jika berdampak bukan hanya kepada psikis anak tapi hingga fisik dan hilangnya nyawa misalnya, sudah masuk kategori kriminal.

Maka harus ada hukuman yang tegas terhadap bullying semacam ini.
Namun, seperti yang saya sampaikan di edifikasi atau prolog, kita jangan hanya fokus pada kuratifnya, tapi preventifnya juga harus digalakkan, yakni menyelenggaranan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam yang nyata melahirkan generasi bertaqwa.

Sistem pendidikan sekular hari ini, bagaimanapun diupayakan untuk disuntik dengan beragam konsep pendidikan karakter, tidak akan pernah mampu menghilangkan bullying, karena asasnya (berupa sekularisme) telah menyingkirkan agama dari ruh pendidikan. Maka pendidikan akan berjalan di atas materialisme (tujuan bersifat materi atau duniawi saja), jauh dari nilai-nilai agama.

Begitu, Bunda

0⃣5⃣ Tia ~ Klaten
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadzah, 

Cara untuk menasehati teman yang suka mengejek teman lain dan agar kita terhindar dari itu juga begitu.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Salam kenal Ukhti Tia.

Islam mengajarkan untuk menasehati dengan cara yang ma'ruf, seperti tidak menggurui, juga menyampaikannya dengan bahasa yang ahsan.

Yang jelas, kita semua harus menjadikan aqidah atau iman sebagai pengendali atas setiap ucapan dan perilaku kita, agar tidak terjerumus pada perilaku bullying. Jadi ucapan dan perilaku kita harus distandarkan kepada syariat Islam, boleh-tidak boleh nya harus menyesuaikan dengan syariat.

Begitu ya, Ukhti.

0⃣6⃣ Devian ~ Grobogan
Assalamualaikum,

Bunda, bagaimana jika bullying itu terjadi di hadapan kita baik pelakunya anak-anak usia dini atau remaja, bagaimana sikap  yang harus kita lakukan untuk menghentikan bullying tersebut?

Jazakillahu khair.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Ukhti Devian dan sahabat muslimah yang disayang Allah...

Bullying termasuk perilaku yang dilarang oleh syariat, termasuk ke dalam kemunkaran. Maka Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk menghilangkan kemunkaran tersebut.

Pertama dengan tangan, artinya dengan kewenangan atau kekuasaan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Jika tak mampu, maka dengan hati yakni menolaknya atau tidak meridhai perbuatan bullying tersebut. Dan menolak dengan hati adalah selemah-lemah iman.

Maka jika kita punya kewenangan, misal kita adalah guru di sebuah sekolah, kita bisa memberi hukuman kepada anak yang bersangkutan. Jika tak memiliki kewenangan, dan melarang dengan lisan tidak menimbulkan dampak dharar (bahaya) bagi kita, maka harus melarangnya dengan lisan. Yang terakhir, jika tidak sanggup dengan lisan, dengan hati. Dan itu selemah-lemah iman.

Begitu, Ukhti.

0⃣7⃣ Lestari ~ Solo
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakaatuh ustadzah,

Bagaimana metode atau cara membesarkan hati dan melindungi anak yang dibullying?

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Jazakillah khair.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Saya bisa merasakan kesedihan Bunda karena anak saya pun pernah mengalami dibully.

Saya biasanya akan menjadi pendengar yang baik, memperhatikan setiap ceritanya dengan seksama. Kemudian menyatakan empati seperti misalnya "Ya Allah, Umi dengernya kesel begitu . Mas juga pasti marah sama anak itu, ya?" "Trus Kaka bagaimana? Sedih?" dan seterusnya.

Setelah itu saya sampaikan kisah Nabi atau Rasul atau para sahabat yang memiliki kemiripan. Atau kisah anak-anak Palestina atau Suriah atau Turkistan, dan seterusnya. Tujuannya untuk memberi inspirasi semangat dan ketangguhan kepada anak-anak kita. Serta memberi gambaran bahwa keimanan bisa membuat seorang yang keadaannya lemah sekalipun (fisiknya, dan seterusnya) bisa berani dan tangguh.

Saya pernah menceritakan kisah Abdullah bin Mas'ud yang meski tubuhnya kecil dan kurus, karena keimanannya berani berhadapan dengan kaum Qurays menyampaikan Qur'an kepada mereka.

Saya pernah sampaikan kepada anak saya, kalau kamu diperlakukan dzalim, jangan diam saja, lawanlah, dengan kata-kata bisa juga dengan berupaya mempertahankan diri. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, bahkan kamu mati, kamu dapat pahala syahid.

Begitu ya, Bunda.

0⃣8⃣ Whita ~ Bekasi
Assalamu'alaikum, 

Ustadzah, bagaimana menghadapi orang yang masih suka mengejek kita padahal kita sudah sama-sama berumur mungkin bagi dia dianggap bercanda semisal dengan kata-kata "makanya berdiri dong jangan duduk saja supaya nyampe..." (karena yang diejek pendek).

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh

Ukhti yang disayang Allah, bercanda tidak dilarang oleh Islam. Tapi harus mematuhi rambu-rambunya, tidak boleh melanggar syariat Allah, misalnya tidak boleh berbohong, tidak boleh menyakiti perasaan orang lain.

Bila candaan tadi sampai menyakiti hati saudaranya, maka bisa menjadi penghalang masuk surga kelak.

Bisa bercanda lebih sehat, bercanda yang disukai. Misalnya, enak sekali ya kalau bertubuh mungil, bisa nolongin anak kejebak dalam reruntuhan yang sempit ya. Pahalanya besar tuh.

Begitu, ya, Ukhti.

0⃣9⃣ Mala ~ Garut
Assalamualaikum...

Bunda, aku mau bertanya, saat ini anak aku yang sering dibullying kalau di kelasnya ada salah satu temannya iri padanya sehingga menghasut teman-teman yang lainnya untuk tidak menemani anak saya.

Minta solusinya bagaimana menyikapi temannya yang tersebut?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Kondisi hari ini jamak ya, Bund, sebagaimana kondisi yang Bunda sebutkan. Anak saya kadang pulang dulu keadaan nangis karena tidak di temanin.

Saya biasanya dengerin dulu semua ceritanya. Baru beri respon. Misal saya nanya, mungkin Kaka jahilin teman ya pas main tadi jadi teman-teman tidak mau main bareng?

Setelah ngobrol, dan saya dapat jawaban dari anak, maka saya kuatkan anak dan kasih alternatif solusi.

Kaka sedih? Sini Umi peluk... Bagaimana kalau kita jalan-jalan atau beli kue ke warung atau main petak umpet? Dan seterusnya.

Anak merasa perasaannya ada yang memahami dan masalahnya mendapat solusi.

Mudah-mudahan bisa mengisnpirasi ya, Bunda.

1⃣0⃣ Yuli ~ Jombang
Ustadzah, saat anak kita mengalami bullying yang dilakukan oleh orang dewasa, wali murid temannya atau guru, terkait prestasi akademik, atau fisiknya.

Apa yang harus kita lakukan terhadap orang tersebut dan bagaimana menguatkan hati anak?

Terimakasih.

🌸Jawab:
Mirip-mirip ya dengan pertanyaan sebelumnya.

Yang jelas, orang tuanya kudu kuat dulu sebelum menguatkan anaknya.

Next, bisa lihat jawaban pertanyaan sebelumnya yaa.

1⃣1⃣ Ni'amah ~ Rembang
Ustadzah, bagaimana kalau orang tua yang kasar terhadap anak, sering memarahi, menghukum mengatakannya anak nakal?

Apa termasuk bullying juga? Lalu bagaimana caranya, menangani anak-anak korban bullying tersebut?

🌸Jawab:
Bisa, karena bullying itu termasuk yang verbal juga ya.

Pahami bahwa anak melakukan kesalahan itu hal yang wajar, karena memang mereka masih anak-anak masih belum bisa berpikir sempurna, belum bisa membedakan dengan clear mana benar-salah.

Kalau mereka selalu benar, namanya malaikat, hehee...  Sementara kita yang dewasa saja masih sering melakukan kesalahan. Iya apa iya banget?

Nah, instropeksi buat kita semua, di usia itu anak-anak butuh bimbingan, arahan, bukan amarah dan kekerasan, atau kata-kata yang membuat down.

Kalau anak ngepel lantai tidak bersih misalnya, maka ambil pel di tangan anak, ajarkan cara mengepel yang benar. Jangan hanya dimarahi, tidak akan banyak pengaruhnya. Besok anak ngepel bakalan salah lagi, tidak bersih lagi, kita capek lagi kan ya.

Menangani anak korban bully yakni dengan menguatkan konsep diri positif dalam dirinya. Dengan menggambarkan konsep aqidah yang lurus, bahwa dirinya adalah hamba Allah, tidak ada yang paling baik diantara hamba Allah kecuali yang taqwa. Itu intinya.

Begitu ya, Ukhti.

1⃣2⃣ Evi ~ Jaksel
Assalamualaikum,

1. Ada kisah dari seorang guru TK yang tidak sengaja terekam kamera video ketika anak-anak sedang shalat berjamaah ada murid laki-laki yang bercanda lalu si guru ini memperingatkan dengan cara menoyor kepala.

Setelah viral di grup sekolah ibu dari anak ini protes tapi sikap si guru dan kepala sekekolah berdalih tidak seperti itu cuma pegang pundak.

Jelas sekali berbohong dan apakah hal ini termasuk perundungan terhadap anak bagaimana sikap kita sebagai orang tua dari anak tersebut?

2. Bagaimana menasehati anak-anak remaja yang gemar berkata kasar terhadap teman nya sedang kan kita mengetahui si kakak atau orang tua dari anak tersebut?

Terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

1. Bunda Evi, bullying bisa verbal bisa perbuatan ya. Jika perbuatan menoyor tersebut dilakukan dalam konteks merendahkan, meremehkan, menyakiti, menzalimi, anak, maka masuk kategori bullying.

Tapi kalau tindakan tersebut bentuk kasih sayang, candaan, dan dipahami sebagai hal yang sama oleh anak (kasih sayang, candaan), maka itu bukan bullying.

Kan kita sebagai orang tua juga sering tuh nguyek-uyek kepala anak karena gemas, misalnya, itu kan bukan bully, ya.

Jika masuk kategori bully, maka kita bisa meminta pihak sekolah untuk memberikan klarifikasi dan upaya pemulihan mental anak di sekolah (jika memang sampai berpengaruh secara mental), dengan meminta maaf kepada anak misalnya, berjanji akan menyayangi anak sebagai siswa, dan seterusnya.

Sebagai orang tua, kita coba menggali seberapa besar pengaruh tindakan guru terhadap anak. Jika berpengaruh besar, maka bisa dilakukan mental recovery dengan meminta bantuan psikiater atau psikolog.

Jika kita bisa handel sendiri, tidak masalah di handle sendiri sebagaimana yang saya sampaikan di jawaban pertanyaan sebelumnya ya.

2. Kalau saya ya langsung saya larang. Tentu dengan cara ma'ruf yaa.. Misal, saya langsung sampaikan hadist, "Ssssttt... Berkata yang baik atau diam." Biasanya mereka langsung diam.

Begitu ya, Bund.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Pendidikan bervisi dunia-akhirat, yakni pendidikan Islam, yang melahirkan bukan saja generasi yang berprestasi dalam mempersembahkan karya terbaik bagi peradaban dunia tapi juga berambisi meraih surga, hanya bisa diwujudkan ketika tegak sistem Islam, sebagaimana di masa Rasul, para Khulafaur Rasyidin dan pada masa tegaknya Kekhilafahan.

Maka menerapkan Islam dalam bingkai Khilafah menjadi urgensi yang tidak bisa ditawar lagi, bukan saja dalam rangka meminimalisir bullying tapi juga menggulung seluruh kerusakan yang semakin menjadi.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar