Selasa, 31 Maret 2020

DZIKRUL MAUT



OLeH  : Ibu Irnawati Syamsuir Koto

          💎M a T e R i💎

Alhamdulillah segala puji untuk Allah Azza wajalla yang telah memberikan rahmatNya hingga kita bisa hadir nyimak kajian dimajlis Na Nuur ini.  Sholawat dan salam tercurah kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, keluarga serta sahabat beliau dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Bagaimana rasanya kawan-kawan kalau kita mengingat kematian?
Apa yang terpikirkan?

Sahabat-sahabatku....

Ingat mati termasuk salah satu akhlak terpuji dan perilaku luhur lagi mulia.

Bagaimana tidak, mengingat kematian bukan sekadar ingat dan tidak lupa, namun lebih dari itu mengingat kematian berarti mempersiapkan bekal sebelum ajal datang.

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya.

Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorangpun yang dapat menghindar darinya.

Karena Ar-Rahman telah berfirman:
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)

“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)

Kematian akan menyapa siapapun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan.

Kematian akan menyapa siapapun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan.

Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (QS. Ar-Rahman: 26)

Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah ﷺ memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya.

Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat sahabatnya yang mulia Abu Hurairah:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani t berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)

Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:

√ Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.

√ Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)

Ucapan Rasulullah ﷺ  di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena.

Sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia.

Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).”

Disertai firman Alloh ﷻ :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.

Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:

اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ الْأَمَلِ

“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”

Adalah Yazid Ar-Raqasyi  berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”
Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan." (At-Tadzkirah, hal. 8-9)

Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Sahabat yang mulia, putra dari sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar  mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar.

Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah n, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’
Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi.
Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا, أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 1384)

Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh para sahabat tentang siapa “orang-orang yang beruntung.” Maka Rasul menjawab, “Orang yang paling banyak ingat mati, paling baik dalam persiapan menyambut kematian. Merekalah orang-orang yang beruntung, dimana mereka pergi (meninggal) dengan membawa kemuliaan di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah (4259)

Sehebat apapun seseorang, segesit bagaimanapun ia berlari, tidak ada yang bisa lepas dari jaring kematian. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, kematian itu pasti akan datang menyergap, baik dalam keadaan kita siap atau tidak, baik dalam keadaan baik atau buruk, kematian adalah suatu kepastian.

 Al-Imam Al-Qurthubi  berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: Bersegera Untuk Bertaubat, Hati Merasa Cukup, Dan Giat Atau Semangat Dalam Beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah.

Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya.

Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan.

"Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tidak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka.

Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu.

Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut.

Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.

 Al-Hasan Al-Bashri  berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”

Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz  bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah." (At-Tadzkirah, hal. 9)

Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah dan bersegera kepada kebaikan.

Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut.

Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal.

Ibarat ungkapan penyair:
Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut
Hatiku keras bak sebongkah batu.
Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal.
Seakan lupa kematian mengintai di belakang
Padahal, ketika kematian telah datang, tidak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.

“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)

Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal.

Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut.

Perhatikanlah peringatan Rabbmu:
“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Al-Hafizh Ibnu Katsir  menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)

Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

Mengingat kematian, menurut Imam Al-Ghazali, dapat pula mengobati jiwa yang sakit, menyegarkan spiritual yang letih, serta membangun kembali kekuatan dan energi batiniah yang tidak berdaya.

Maka semakin banyak mengingat kematian, semakin meningkat pula ketekunan dan optimisme dalam melaksanakan hak-hak Alloh ﷻ, di samping semakin ikhlas dalam beramal.

Mengingat kematian adalah sarana yang tepat untuk menyucikan jiwa, meredam gejolak nafsu dan melembutkan hati. Sebaliknya lupa akan kematian akan menyebabkan tidak terkontrolnya nafsu, kerasnya hati, sehingga ia lupa terhadap kewajibannya sebagai manusia.

🌸🌷🌸
Sahabat-sahabatku....

Ada banyak cara dan kiat untuk membuat kita selalu ingat mati.

Beberapa di antaranya:

▪Pertama, berusaha sekuat tenang untuk mengingat kematian yang menimpa orang lain, entah itu saudara, keluarga, atau siapa saja di antara manusia yang telah mendahului kita. Misalnya, saat kita berjalan kemudian berpapasan dengan rombongan yang memanggul keranda jenazah, di saat itulah kita berusaha mengingat kematian.

Atau saat tetangga kanan-kiri kita ada yang meninggal, kita juga berusaha mengingat kematian dengan mengatakan dalam diri kita, “Hari ini tetanggaku telah meninggal, mungkin esok, lusa, atau beberapa hari lagi aku yang akan dipanggil oleh Alloh ﷻ.”

Hal demikian jika kita lakukan dengan sungguh-sungguh, akan membuat kita terhindar dari pembicaraan yang tidak berguna kala bertakziah kepada keluaraga yang ditinggal mati kerabatnya seperti yang sering kita perhatikan atau bahkan kita sendiri melakukannya.

Padahal Rasul pernah menegur beberapa orang yang berbicara tanpa guna. Beliau mengatakan, “Andaikata kalian banyak mengingat ‘pemotong kenikmatan’ niscaya kalian tidak banyak berbicara seperti ini, perbanyaklah mengingat ‘pemotong kenikmatan’." (HR. Turmudzi (2648))

▪Kedua, setelah kita mengingat kematian itu sendiri, cobalah kita membayangkan bagaimana sepi dan sunyinya alam kubur itu, tidak ada yang menemani di hari-hari yang dilalui. Suami atau istri yang paling cinta sekalipun tidak ada yang sanggup menemani jika kita telah wafat, terkubur dalam tumpukan debu dan tanah.

Diceritakan dari Abu Bakar Al-Isma`ili dengan sanandnya dari Usman bin Affan, bahwa apabila mendengar cerita neraka, ia tidak menangis. Bila mendengar cerita kiamat, ia tidak menangis. Namun, apabila mendengar cerita kubur, ia menangis.

“Mengapa demikian, wahai Amirul Mukminin,” tanya seseorang kepada beliau. Usman menjawab, “Apabila aku berada di neraka, aku tinggal bersama orang lain, pada hari kiamat aku bersama orang lain, namun bila aku berada di kubur, aku hanya seorang diri.” (Syeikh Muhammad bin Abu Bakar Al-`Ushfuri, Syarh Al-Mawaa`idz Al-`Ushfuuriyyah, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, hal. 28)

Kesendirian dan sepi senyapnya alam kubur dapat berubah menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan, tergantung amal kita selama hidup di dunia. Kuburan dapat menjadi lumbung kebahagiaan atau menjadi sumber siksa dan sengsara. “Kubur itu bisa merupakan salah satu kebun surga atau salah satu parit neraka,” sabda Nabi SAW. (HR. Turmudzi (2460))

▪Ketiga, termasuk hal sangat dianjurkan dalam upaya kita mengingat mati adalah berziarah ke kubur. Ziarah kubur merupakah perkara yang disunnahkan dan sangat direkomendasikan oleh rasul.

Lewat kegiatan ziarah, kita mengambil pelajaran dan hikmah tentang keadaan alam kubur, dan apa yang terjadi di dalamnya, serta kehidupan yang akan dilewati usai dari alam kubur nantinya.

Dalam sebuah hadits, nabi berpesan, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, namun sekarang berziaralah sebab ia dapat mengingatkan akan kehidupan akhirat dan menjauhi kemewahan dunia.” (HR. Muslim (977))

Saudari-saudariku...

Saat ini, musibah terjadi di mana-mana setiap saat. Sementara di sisi lain, banyak manusia tidak sadar bahwa detak jantung, denyut nadi mereka bisa saja berhentik berdetak sewaktu-waktu.

Entah karena tabrakan, karena kecelakaan, karena banjir, tsunami atau bahkan saat mereka sedang bersendau gurau dengan sanak keluarga.

Sesungguhnya kematian merupakan langkah yang sudah pasti, kita hanyalah menunggu gilirannya.

Dan ketika nyawa telah dicabut –bahkan ketika kita sedang bergembira sekalipun— apa yang telah kita siapkan untuk menghadap-Nya?

Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya!

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Demikian dari saya  majlis saya kembalikan ke Kiki selaku momod malam ini.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Uni,

Ketika takziah atau sekedar berita lelayu pasti hati bergejolak. Ada rasa ngeri dan takut akan siksa kubur. Merasakan bekal yang sangat minim dan dosa yang menumpuk.
Salahkah muncul rasa seperti ini?
Karena ada teman yang berkata, yang wajib kita lakukan adalah mempersiapkan kematian sebaik mungkin. Diterima atau tidak itu urusan Allah. Jangan terbelenggu pada rasa yang kita sendiri tidak tahu.
Bagaimana menurut Uni?

🌴Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Jika tidak ada rasa takut,  lantas apa yang akan membuat kita kuat untuk mematuhi Allah? 

Memang urusan diterima atau tidak itu hak Allah Azza wajalla, tapi perlu kita perhatikan bahwa kita itu disuruh meminta dan berdoa kepada Allah agar Allah terima segala amal ibadah kita,  sebagai penghambaan kita kepada-Nya. Dengan perkataan seperti itu kok yaa merasa ada kesombongan begitu ya, seolah-olah dia berkata begini, ini aku sudah ibadah sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya, selanjutnya terserah engkau ya Allah.

Padahal rasa takutlah yang membuat kita terus berusaha memperbaiki amalan kita, terus belajar agar amalan itu tidak sia-sia, dan terus berharap kepada Allah dengan doa-doa kita agar Allah terima. 

Doa adalah simbol bahwa kekuasaan itu ada ditangan Allah, dan kita merayu dengan menghiba agar Allah meridhoi amalan kita. 

Wallahu a'lam

0⃣2⃣ Ridha ~ Bekasi
Ustazah, rasa cemas itu terkadang datang membuat badan menggigil & dada merasa sesak.

Khawatir taubat & ibadah tidak diterima.

Tawaqqal seperti apa atau harus bagaimana ya diri ini ya ustazah?

🌴Jawab:
Khawatir dan takut bukan berarti kita tidak tawaqqal, justru khawatir dan takut itu harus tetap kita jaga agar kita terus memperbaiki ibadah dan memperbanyak amal sholeh. 

Khawatir dan takut itu akan menggiring kita kepada memperbanyak taubat dan amalan. 

Apa ingin kalau kita yakin ibadah kita diterima dan hal itu akan membuat kita merasa cukup dalam beribadah? Tentu tidak kan?

Tawaqqal kepada Allah itu dengan hasil usaha kita, khawatir dan takut itu menjaga ghirah dan semangat kita. Jagalah kedua-duanya.  Menyerahkan itu tanda kita tidak punya daya upaya apapun. 

Wallahu a'lam

0⃣3⃣ Eriska Novelita ~  Pangkal pinang
Mati adalah sudah ajal kita. Tapi bagaimana menyiapkan diri agar istiqomah?

🌴Jawab:
Mati memang sudah ajal,  tidak ajal pantang mati kata orang tua-tua dahulu. 
Berhubung kita tidak tahu kapan dan dimana ajal kita. Karena itu kita harus waspada serta terus berjaga-jaga.
 
Dengan mengingat bahwa mati bisa kapan dan dimana saja boleh menemui kita tanpa diundang dan tidak mampu kita melarangnya, hal ini seharusnya mampu membuat kita istiqomah. 

Dan ingatlah bahwa mati menghantar kita ke kehidupan abadi yang tiada lagi kesempatan untuk beramal disana,  hanya menikmati amalan kita selama didunia saja.  Hal ini yang harus benar-benar kita renungkan. 

Wallahu a'lam

0⃣4⃣ Fatma ~ Pondok Kelapa
Ustazah, apakah kesulitan Istiqomah karena terlalu banyak dosa?

🌴Jawab:
Iyaa salah satu faktor sulitnya kita untuk istiqomah dalam kebaikkan dan kesholehan adalah dosa dosa kita. Karena itulah kita harus selalu membersihkan hati dari titik-titik noda dosa. Rasulullah ﷺ menyuruh kita memperbanyak istighfar setiap harinya.

Wallahu a'lam

0⃣5⃣ Fatimah ~ Bandung
1. Setiap baca atau nyimak kajian tentang maut dan neraka hati menjadi segitu takut, namun ketika kmbali menjalani aktifitas dan kumpul dengan keluarga (anak dan cucu) hati kembali terlena, kenapa begitu ya bun?
Mohon pencerahannya. 

2. Bagaimna agar hati selalu terpaut pada kehidupan akhirat, agar selalu sadar dengan kesenangan dunia yang smntara, hati sulit menangis padahal sadar dosa segitu banyak dilakukan terlebih di masa lalu.
Tolong bantu bun. 

🌴Jawab:
1. Itulah manusia, rasa takut dengan kematian itu hanya sementara, kenapa? Karena belum didepan mata kita sendiri, lihat bagaimana ketakutan orang-orang yang terkena virus yang menyebabkan kematian dan bedakan dengan ketakutan orang-orang yang hanya melihat dari kejauhan saja, pasti akan sangat berbeda.

Karena itulah, kita disuruh sering-sering mengingat kematian agar hati selalu terjaga hingga tidak lalai. 

Wallahu a'lam

2. Salah satunya dengan memperbanyak ilmu agama, karena semakin kita banyak tahu, maka akan semakin terasa bahwa kita ini jauh dari Allah, maka kita akan berusaha untuk terus mendekat kepada-Nya. 

Menjaga keimanan kita kepada Allah SWT. 

Wallahu a'lam

0⃣6⃣ Safitri ~ Banten
Bund, kan jodoh atau maut tidak ada yang tahu ya. Itu rahasia Allah kalau  seseorang yang belum dikasih jodoh sama Allah dan malah maut yang lebih dulu menjemput berarti agamanya belum sempurna ya?
Minta penjelasanya bun.

🌴Jawab:
Apa orang yang tidak sempat menikah berarti agamanya tidak sempurna? 
Kita juga harus tahu bahwa hadist tersebut adalah hadist dhoif, lemah.

Dan kita juga harus memahami bahwa menikah itu disunnahkan,  agar terhindar dari dosa-dosa syahwat. Jadi menikah sama dengan melindungi kesucian agama yang kita anut. 

Wallahu a'lam

0⃣7⃣ Utami ~ Pontianak
Ustazah, dari penjelasan ini (pertanyaan no. 01) ingin bertanya sedikit.

Kalau kita benar-benar beristiqomah itukan banyak sekali godaan godaan yang membuat kita lemah dan goyah, mengingat akan perkembangan zaman sekarang yang awalnya kita sudah beristiqomah dan mengingat akan kematian dan akhirnya pikiran akan hal itu hilang, bahkan mereka beranggapan didunia hanya sekali dan harus menikmatinya selagi bisa. Itu bagaimana penjelasannya bun!

🌴Jawab:
Itulah orang-orang yang telah dirasuki oleh setan!  Dengan berpikiran seperti itu setan sudah bertepuk tangan itu.

Pikiran orang-orang sekular dan liberal memang seperti itu,  mereka memframing keindahan dunia untuk dinikmati, rugi kalau ibadah terus, rugi karena terpenjara oleh aturan agama. Padahal kita tahu keindahan dunia ini adalah sarana bagi kita untuk mensyukuri nikmat Allah dan membuat kita semakin tunduk kepada-Nya

Wallahu a'lam

#Materi ini disadur dari berbagai sumber.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Saudari-saudariku yang kucintai karena Allah...

Kematian merupakan sesuatu yang pasti. Setiap yang bernyawa pasti mengalaminya.

Bagaimanapun, kematian bukanlah akhir kehidupan. Ia hanya pintu gerbang menuju alam akhirat.

Di sana setiap manusia akan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya selama di dunia.

Kemudian, tiap manusia akan memeroleh balasan sesuai dengan apa-apa yang telah diperbuat.

Prinsipnya, dunia adalah tempat menanam dan akhirat menjadi tempat menuai.

Disinilah letak pentingnya mengingat kematian.

Setiap Muslim berpeluang untuk menyimpang dari jalan lurus. Jalan yang diyakininya dapat mengantarkan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Jangan lengah dan terbuai dengan keindahan dunia yang hanyalah fatamorgana.

Mohon maaf atas segala kekurangan malam ini,  semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya saya sebagai penyampai. 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar