Rabu, 21 Februari 2018

Prioritas Yang Hilang




Prioritas yang Hilang

By: Slamet Setiawan | ayobuka.id

Judul di atas menurut saya cukup menggambarkan kondisi umat saat ini, dimana kebanyakan muslim mulai kehilangan “rasa” untuk membedakan skala prioritas yang harus dilakukan. Sehingga yang terjadi adalah kekacauan, baik level individu maupun keumatan.

Kita lihat contoh misal anak muda jaman sekarang lebih serius dan perhatian terhadap olah raga daripada olah pikiran dan rohaninya. Mereka lebih suka mendalami kemampuan ototnya namun melupakan asupan pengetahuan dan keimanannya. Contoh lain adalah masih banyaknya orang yang lebih banyak waktunya membahas dan berdebat masalah furu’iyah, yang sebetulnya tidak ada yang salah pada keduanya. Karena masing-masing punya dasar atau mazhab yang shahih. Sehingga dengan keributan itu ada persoalan besar yang terlupakan, yaitu bagaimana menyelamatkan orang-orang yang belum tersentuh Islam, persoalan kemerdekaan Palestina dan lain-lain.

Dari sinilah umat perlu ngaji bareng, dan harus ada yang memberi pencerahan tentang pola pikir priorits mana yang harus di dahulukan. Mana yang harus segera dikerjakan dan mana yang bisa ditunda. Mana yang wajib dan mana yang sunnah, karena tidak sedikit orang yang semangat sekali mengajak melakukan ibadah sunnah namun lalai terhadap kewajibannya. Saya ambil contoh misal seorang guru yang punya kewajiban mengajar di kelas, namun mereka sengaja meninggalkan kelas dengan dalih ingin melakukan shalat dhuha. Padahal kewajiban mengajar hukumnya wajib dan shalat dhuha adalah sunnah. Dan masih banyak contoh lainnya yang saya pikir anda bisa merenungkannya.

Syaikh Yusuf Al Qardhawi merangkum sebab umat Islam mengalami kemunduran disebabkan tidak pekanya mereka pada hal skala prioritas menjadi 7 point:

1. Melupakan fardhu kifayah yang berkaitan dengan kemaslahatan umat secara menyeluruh.
Seperti misal peningkatan kapasitas ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya dan politik. Banyak umat Islam yang cuek, sehingga saat ini yang banyak berperan pada bidang-bidang ini adalah non muslim.

2. Mengabaikan fardhu ‘ain.
Dalam hal ini dapat kita contohkan lemahnya sikap sebagian besar muslim untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. padahal ini merupakan kewajiban bagi setiap individu. Bahkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar disebut lebih dulu sebelum persoalan shalat [lihat QS. At Taubah: 71].

3. Lebih mengutamakan sebagian rukun Islam namun melupakan yang lain.
Khususnya di Indonesia banyak kita temui di bulan ramadhan misalnya, mereka berpuasa namun tidak shalat, atau shalatnya bolong-bolong. Atau dalam keseharian ada sebagian umat kita yang mengerjakan shalat jum’at namun shalat fardhunya bolong-bolong.

4. Lebih perhatian terhadap perkara sunnah ketimbang yang wajib.
Banyak pemeluk agama ini yang gemar berdzikir, namun hubungan baiknya terhadap orang tua tidak dijaga, silaturahim tidak dieratkan dan sebagainya.

5. Lebih fokus dengan ibadah individual.
Mereka lebih senang dengan shalat dan dzikir namun tidak peduli dengan urusan umat seperti kemerdekaan Palestina dan lainnya, bahkan mereka dengan ringan mengatakan bahwa itu bukan urusan kita.

6. Lebih cenderung mengurusi masalah furu’iyah daripada yang pokok.
Akhir-akhir ini marak kita dapati ada pembubaran atau penolakan ceramah seorang ustadz hanya karena berbeda pandangan furu’iyah. Namun di sisi lain mereka abai dengan aqidah, iman, dan akhlaq yang kesemuanya merupakan hal pokok sebagai pondasi dalam berislam.

7. Lebih serius memerangi masalah makruh dan syubhat ketimbang yang sudah jelas keharamannya.
Mereka lebih semangat menyalahkan dan membid’ahkan musik dan foto ketimbang mengurus masalah keumatan yang saat ini cukup mengkhawatirkan.

Kesalahan-kesalahan besar di atas telah merambah umat kita pada saat ini dalam persoalan yang berkaitan dengan parameter prioritas sehingga mereka menganggap kecil hal-hal yang besar, membesar-besarkan persoalan yang kecil, mementingkan hal-hal yang remeh, meremehkan hal-hal yang penting, dan seterusnya. Oleh karena itu tugas kita semua untuk menyadarkan umat agar memahami apa yang menjadi prioritas bagi dirinya, umat, dan juga agama. Wallahu a’lam.

Demikian materi kita hari ini.
Untuk tema lanjutan akan kita bahas di kesempatan mendatang, atau bisa di simak di www.ayobuka.id.

Ganjar Asri Kota Metro, 26 Desember 2017 | 3.25pm


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Nene
Bagaimana cara menentukan parameter prioritas yang benar ustadz?

🌷Jawab:
Parameternya adalah dengan melihat mana yang harus disegerakan dan bisa ditunda, mana yang wajib mana sunnah, mana yang pokok mana cabang. Nanti lengkapnya akan saya bahas di kesempatan lain kalau diundang lagi.

0⃣2⃣ Dyan
Ustad saya mempunyai rekan kerja yang sering bahkan hampir tiap mau ikut majlis dia berbohong terhadap atasannya dan bolos kerja demi ikut pengajian itu ini bagaimana hukumnya ustad, apakah di benarkan sikap demikian dalam agama sedangkan di perjanjian gaji dan kerja di awal sudah jelas jam kerja dan istirahat serta pulangnya?

🌷Jawab:
Sesuatu yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik. Coba dikomunikasikan baik-baik dengan atasan. Cari dulu solusi yang mudharatnya paling minim. Tapi kalau sudah mentok, silahkan ambil yang resikonya paling kecil.

0⃣3⃣ Ani
Assalamualaikum ustadz
Saat kita baru hijrah, prioritas utama memperbaiki ibadah.
Lantas bagamana cara kita Istiqomah kan kadang iman sedang futur?

🌷Jawab:
Jaga keistiqamahan dengan cara menjaga lingkungan. Kalau dulu kumpulnya sama orang-orang yang jauh ibadahnya, sekarang kumpulnya dengan orang-orang shalih. Karena orang-orang shalih akan terus mengingatkan kita dan menjaga akhlak dan ibadah, sehingga kita tidak akan terpengaruh dengan hal-hal negatif.

0⃣4⃣ Serra
Assalamualaikum
Memangnya kenapa? Jika yang di urus makhruh juga shubhat karena kita nggak tahu amalan sepele apa yang berusaha di kerjakan. Jika kita tahu orangnya berarti boleh kita nasehati kalau tidak tahu bagaimana? 
Terima kasih.

🌷Jawab:
من سن بسنة حسنة فله أجر وأجر من عمل بها

Siapa yang beramal atau membiasakan dengan hal yang baik maka pahalanya akan diberikan kepadanya dan kepada orang yang mengikutinya.
Kenapa pula harus mengerjakan yang makruh dan syubhat kalau banyak perkara baik yang bisa kita lakukan?

Kalau tidak tahu orang yang mengerjakan cukup dijadikan pelajaran dan jangan ditiru perbuatan yang tidak baiknya.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSiNG STaTeMeNT💘

Jika kaum muslimin memahami dengan baik kajian ini, dan dengan benar menerapkannya dalam medan perjuangan, maka kita akan merasakan apa yang disebut oleh Bisyr al-Hanafi sebagai, “Kebahagiaan yang lebih besar dan suasana kerohanian yang lebih kuat.”
Bentuknya, antara lain misalnya; mengalihkan dana ibadah haji sunnah untuk memelihara anak yatim, memberi makan orang-orang yang kelaparan, memberi tempat perlindungan orang-orang yang terlantar, mengobati orang yang sakit, mendidik orang yang bodoh, dan memberikan pekerjaan kepada pengangguran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar