Selasa, 25 Agustus 2020

KETAATAN ISTRI PADA SUAMI, Part 2



OLeH : Ibu Irnawati Syamsuir Koto

       💎M a T e R i💎

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Ukhty sholehah...

Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami menjadi keridhoan Alloh ﷻ. Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat.

"Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada beliauu mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa diantaranya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya. (HR. Bukhari Muslim)

Shalihah, patut kita sadari dan renungkan bahwasanya taat kepada suami adalah ciri perempuan penghuni surga. Menjadi perempuan yang taat kepada suami merupakan jalan cepat menuju surga. Ketaatan kepada suami dan bersikap hormat kepadanya dapat meninggikan derajat pahala seorang istri sampai derajat pahala orang-orang yang berjihad di jalan Alloh ﷻ.

Sungguh menakjubkan bukan? Hal tersebut sebagaimana hadits dari Abdullah ibnu `Abbas bahwa seorang perempuan berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah utusan kaum perempuan kepadamu.” Lalu ia menyebutkan keuntungan yang diperoleh kaum laki-laki dari berjihad dan lainnya berupa pahala dan harta rampasan perang. Dan ia berkata, “Lalu apa yang kami peroleh dari semua itu?” Kemudian beliau menjawab, “Sampaikanlah kepada tiap perempuan yang kamu jumpai bahwa ketaatan kepada suami dan mengakui haknya mengimbangi pahala semua itu, tetapi sedikit sekali di antara kalian yang mampu melakukannya.” (HR. Al-Bazzar dan Ath-Thabrani).

Ketaatan istri kepada suami juga merupakan ciri atau sifat perempuan shalihah tentunya.

Dalam hal ini, Alloh ﷻ telah menegaskan dalam tema ayat kepemimpinan suami, setelah penetapan prinsip kepemimpinan suami dan bentuk-bentuknya kemudian Alloh ﷻ mensifati perempuan shalehah melalui firman-Nya, “...Maka perempuan-perempuan yang shalehah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka)….” (QS. An-Nisa: 34).

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa ciri perempuan shalehah adalah “qanitat” dan “hafizhatul lil ghaibi”. Kata “qanitat” diambil dari kata “qunut” yang berarti taat dan kata “qanit” yang berarti orang yang taat. Jadi, kata “qanitat” mempunyai arti perempuan yang taat kepada Alloh ﷻ dan suami dengan menunaikan hak-hak Alloh ﷻ dan suami.

Imam Ar-Razi menjelaskan makna “qanitat” dalam tafsirnya, Ketahuilah bahwa seorang perempuan tidak dikatakan shalehah, kecuali jika taat kepada suaminya karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Maka perempuan yang shaleh adalah yang taat kepada Allah.”

Sedangkan Al-Wahidi berkata, “qanitat” berarti ketaatan yang bersifat umum, yaitu ketaatan kepada Alloh ﷻ dan kepada suami. Makna ini dapat merujuk kepada perempuan yang sudah menikah atau belum. Jika belum menikah, ia akan senantiasa taat dan istiqamah kepada Alloh ﷻ. Adapun jika ia sudah menikah, ketaatannya ditambah dengan ketaatan kepada suami. Jadi, taat kepada Alloh ﷻ juga taat kepada suami.

Adapun kata “hafizhat” mencakup segala bentuk amanah yang wajib dijaga oleh seorang istri ketika suami tidak di rumah, baik bersifat material maupun non material, seperti menjaga jiwa, keperempuanan, kehormatan, rahasia suami, keluarga, anak-anak, dan harta. Sedangkan, kata “al-ghaib” mencakup segala sesuatu yang tidak diketahui yang harus dirahasiakan ketika suami berada di rumah atau tidak. Oleh karena itu, istri yang menjaga segala bentuk amanah ketika suami tidak berada di rumah, ia berhak menyandang gelar istri shalehah dan taat.

Jika kita lihat makna “qanitat” dan “hafizhat” di atas, tampak sedemikian dalam maknanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketaatan kepada suami tidak dibatasi oleh tempat dan waktu karena ketaatan ini bersifat mutlak.

Syaikh Ibnu Taimiyah dalam Majmu` Al-Fatawa mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang istri setelah menunaikan kewajiban terhadap Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, kecuali terhadap suaminya.

Dalam konteks kehidupan berumah tangga, ketaatan dan penghormatan istri terhadap suaminya dapat diwujudkan dalam sikap-sikap sebagai berikut:

🔹Tidak Melanggar Hak Batin Suami

Hak ini merupakan hak khusus suami, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai….” (QS. Al-Baqarah: 223).

Jika istri mempunyai rasa enggan (tanpa ada udzur) dalam menunaikan hak ini, termasuk salah satu dosa besar yang dilakukan istri terhadap suaminya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan hal itu dalam sabdanya, “Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, tetapi ia tidak memenuhi ajakan suaminya, lalu si suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, niscaya malaikat melaknatnya sampai pagi hari.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, tetapi ia menolak melainkan penghuni langit akan murka hingga suami meridhainya.”

🔹Tidak Mengizinkan Orang Lain Masuk Ke Rumah Tanpa Izin Suami

Islam memerintahkan kepada suami dan istri untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan rumah. Salah satunya adalah istri harus menunjukkan kesucian dirinya dengan tidak mengizinkan orang lain masuk ke rumah tanpa kehadiran dan izin suaminya. Alasannya adalah kehadiran orang lain (khususnya laki-laki) dapat menimbulkan fitnah dan memudarkan kehormatan rumah sehingga dikhawatirkan orang yang masuk ke dalam rumah adalah orang yang tidak disukai oleh suami. Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak diperkenankan bagi seorang istri untuk mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahnya, kecuali atas izin suaminya.” (HR. Bukhari-Muslim).

🔹Mengikuti Suami Dalam Hal Tempat Tinggal

Termasuk ke dalam ketaatan dan penghormatan kepada suami adalah istri mengikuti keinginan suami dalam masalah tempat tinggal, dengan catatan memenuhi syarat agama dan suami telah memenuhi hak-haknya secara baik. Dengan kata lain, jika suami sudah merasa mampu untuk menyediakan tempat tinggal, kemudian mengajak istrinya pindah dari rumah orang tuanya, maka istri wajib mengikuti ajakan suaminya tersebut. Sebab ciri perempuan shalihah adalah memenuhi hak suami sebagai pemimpin rumah tangga secara sempurna.

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Abi Aufa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jikalau aku (diperbolehkan) memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, niscaya aku perintahkan perempuan bersujud kepada suaminya. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang istri memenuhi hak Tuhannya hingga ia menunaikan semua hak suaminya, sehingga jikalau suami meminta dirinya, sedangkan ia berada di tungku (di dapur), janganlah ia menolaknya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban).

🔹Tidak Keluar Rumah Tanpa Izin Suami

Diceritakan, ada seorang istri yang mendapatkan amanah atau perintah dari suaminya agar ia tidak meninggalkan rumah untuk kepentingan apapun hingga suaminya pulang dari jihad di jalan Alloh ﷻ. Beberapa hari setelah suaminya pergi jihad, datanglah seorang utusan yang mengatakan bahwa ia diminta ibunya untuk datang karena ibunya sedang sakit.

Namun perempuan itu menolak dengan alasan suaminya melarang ke luar rumah sampai ia pulang. Hari berikutnya utusan itu datang lagi dan menyampaikan pesan bahwa sakit ibunya bertambah parah dan ia diminta untuk menengok ibunya itu. Namun perempuan tersebut tetap menolak dengan alasan yang sama, yakni karena suaminya tidak mengizinkannya kemana-mana. Hari berikutnya utusan itu muncul lagi dan menyampaikan kabar bahwa ibunya telah meninggal dunia dan ia diminta untuk datang melihat jasadnya sebelum dimakamkan. Tetapi, perempuan tersebut tetap menolak bahwa ia tidak bisa pergi ke luar rumah sampai suaminya pulang dari jihad.

Kejadian di atas kemudian dilaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, apakah perempuan itu termasuk anak yang durhaka kepada orang tuanya?” Beliau menjawab, “Tidak, la melakukan hal tersebut karena ingin menaati perintah suaminya. Sedangkan ibunya sekarang diampuni oleh Alloh ﷻ dan dimasukkan ke dalam surga karena ketaatan anaknya itu kepada suaminya.”

Islam memberikan ketentuan kepada para istri agar tidak meninggalkan rumah, kecuali atas izin suaminya. Hal ini dimaksudkan supaya suami senantiasa mengetahui keberadaan istrinya, sehingga tidak murka ketika membutuhkannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Istri manapun yang keluar dari rumah tanpa izin suaminya, ia berada dalam murka Allah Ta`ala sampai ia kembali ke rumahnya atau suaminya meridhainya.” (HR. Tirmidzi).

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamualaikum,

1. Apakah istri harus taat kepada suami yang telah menyakiti hatinya maaf berbuat kasar dan selingkuh tetapi tidak pernah meminta maaf?

2. Kalau kita lagi tidak mood, suami mengajak ke kasur, tetapi kita menservicenya tidak bagus apakah berdosa. Intinya biar suami tidak marah?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

1. Yang namanya taat itu tetap dilakukan dalam kondisi tersakiti atau tidak. Selama posisinya masih disebut suami,  maka selama itu pula taat harus dilakukan,  selama itu dalam batas yang telah ditentukan oleh agama. 

2. Selama melakukannya dengan dengan baik, dan tidak menampakkan wajah tidak suka, boleh boleh saja, karena dengan menampakkan wajah tidak suka, maka akan membuat suami tidak senang. 

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Gia ~ Sultra
Assalamualaikum ustadzah,

Saya ambil kisah dari poin TIDAK KELUAR RUMAH TANPA IZIN SUAMI, dari kisah itu seorang istri yang taat walaupun dapat kabar ibunya sakit. Lalu ustadzah bagaimana kita menyikapi perkataan orang-orang yang mencap "anak durhaka."  Berhubung di zaman sekarang orang lebih mengikuti arus perkembangan zaman sedangkan pemahaman agamanya kurang (jika kisah tersebut real ada di dunia nyata).

Terima kasih.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Benar sekali, cap negatif akan begitu gampang disematkan untuk seseorang yang terlihat tidak baik dimata manusia. 

Kita pulangkan saja kepada Alloh ﷻ tentang itu semua, dan kita terus berdoa semoga kita tidak mengalami hal seperti itu,  semoga semua baik-baik saja. 

Jika kita menginginkan pandangan manusia,  begitu berat perjuangan yang harus kita lakukan, karena setiap manusia punya cara pandang dan cara berpikir sendiri sendiri. 

Jadi, sebaiknya kita mencari kedudukan yang baik dimata Allah Azza wajalla.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Hana ~ Rembang
Assalamualaikum,

Apakah berdosa jika meminta kepada suami agar diijinkan untuk fokus di rumah bersama keluarga? Agar istri tidak usah bekerja diluar?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

Dirumah memang posisi dasar bagi seorang Istri,  karena rumah adalah tempat pengabdiannya. 

Jadi tidak ada dosa, jika meminta kepada suami agar membiarkan istrinya di rumah saja. Ini sebuah kebaikkan. Jarang jarang ada istri yang biasanya bekerja ingin fokus pada keluarga. Seharusnya suami yang meminta kepada istrinya. 

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Rochma ~ Yogja
Assalamualaikum,

1. Bunda, tadi dijelaskan kalau seorang istri tidak boleh menolak ke tempat tidur jika suami mengajak. Nah kalau kasusnya terbalik bagaimana bunda jika istri yang mengajak tetapi suami menolak karena alasan tidak mood?

2. Bagaimana caranya taat pada suami jika suaminya sudah meninggal?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

1. Sama-sama ada laknat Alloh ﷻ bunda, baik untuk istri yang menolak, ataupun untuk suami yang menolak, meski tidak dijabarkan seperti untuk istri.

Kita simak hadist berikut ini:

"Sesungguhnya Alloh ﷻ akan meminta setiap pemimpin untuk bertanggung jawab. Apakah dia menjaga tanggung jawab itu atau dia lalai? Sampai-sampai, seorang lelaki akan diminta bertanggung jawab atas keluarganya.” (HR. Ibnu Hibban)

Hadis yang lain Nabi shalallahu alaihi wa sallam menerangkan,

ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصحه إلا لم يجد رائحة الجنة

“Tidaklah seorang hamba dibebankan tanggung jawab oleh kemudian dia abai, melainkan dia pasti tak mencium aroma surga.” (HR. Bukhari)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت

“Seseorang sudah pantas disebut berdosa bila dia menyepelekan tanggung jawabnya.” (HR. Ahmad)

Masing-masing punya tanggungjawab untuk memelihara dan menjaga pasangan.

2. Memperbanyak sedekah dan mendoakan suami. 

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Assalamualaikum bunda Irna,

Harus tetap taatkah seorang istri jika suami tidak memenuhi ketaatannya pada Alloh ﷻ dan banyak mengabaikan hak-hak istri yang seharusnya di penuhi suami?

Jazaakillahu khoiran bunda.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam bunda,

Ketaatan itu tetap harus dilakukan selama statusnya adalah suami.  Soal kewajiban dia kepada Alloh ﷻ dan tanggungjawab yang dia abaikan itu urusan pribadinya dengan Allah Azza Wajalla. Kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban untuk hal yang bukan kewajiban kita, dan sebaliknya juga begitu.  Maka lakukanlah kewajiban kita sendiri agar kita selamat di akhirat kelak dari beban tanggungjawab pribadi. 

Namun, kita tetap harus mengingatkan suami dengan cara yang ahsan.  Ini ladang amal dan ladang dakwah.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Yulianti ~ Bogor
Assalamualaikum ibu, 

Apa saja yang sebaiknya dilakukan istri agar tetap jadi istri kesayangan di hati suami?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Kasih pelet...
Dipelet dengan kasih sayang yang ikhlas karena Alloh ﷻ, service suami dengan sebaik-baiknya, lakukan kewajiban kita sebaik-baiknya dan bermohon kepada Alloh ﷻ agar hati saling ditautkan dalam kasih sayang, disatukan dalam rumah tangga yang sakinah mawadda warahmah.

Wallahu a'lam

0️⃣7️⃣ Bunda Khansa ~ Bekasi
Assalamualaikum ustadzah,

Apa hukumnya kalau istri dilarang belajar agama atau belajar membaca Al Quran ke majelis taklim tapi si istri nekat pergi belajar karena si suami tidak bisa mengajarinya di rumah karena suami juga tidak banyak ilmu agamanya atau belum bisa membaca Al Quran dengan benar?

Terimakasih ustadzah jawabannya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Dalam hal-hal yang wajib,  suami tidak boleh melarang istrinya untuk menghadiri majlis ilmu. Kecuali dia mampu mengajari atau mampu mendatangkan ustadz atau ustadzah ke rumah untuk mengajari istri dan keluarga. Jika tidak mampu maka suami tidak boleh melarangnya. 

Tapi hal ini dibatasi pada hal hal wajib ya. Seperti pelajaran Aqidah dan hukum hukum Islam.  Dimana semua itu memang dibutuhkan dan wajib diketahui oleh masing-masing pribadi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لا تمنعوا إماء الله مساجد الله، وليخرجن إذا خرجن تفلات

“Janganlah kalian melarang para wanita untuk menuju ke masjid, hendaknya mereka keluar tidak berhias dan memakai wangi-wangian.” (HR.  Bukhari no. 849, dan Muslim no. 668).

Fungsi masjid di zaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wassalam adalah untuk sholat dan belajar agama.

Wallahu a'lam

0️⃣8️⃣ Sumy ~ Bandung
Bismillah...

Ustadzah saya suka keluar rumah tanpa ijin dulu suami, karena suami jauh dan pulang cuman sebulan sekali dan saya tidak pernah bilang dulu kalau ada acara apa-apa.  Jadi seolah-olah saya tidak ada suami begitu dan suami juga tidak pernah nanyain masalah ini. Dosakah saya atau benarkah sikap saya ini?

Ustadzah maaf kepanjangan.

🌸Jawab:
Ada atau tidaknya suami didekat kita, kita tetap harus izin keluar rumah, kecuali untuk hal-hal rutin yang kita lakukan setiap harinya. Apakah suami mempermasalahkan atau tidak, itu bukanlah patokan. 

Jika selama ini tidak meminta izin, berarti bunda sudah melakukan sebuah kesalahan.  Berubahlah mulai saat ini.

Wallahu a'lam

💎hal-hal rutin seperti antar jemput sekolah anak, kajian rutin, tidak perlu minta ijin lagi ya ustazdah?

🌸Na'am Bunda.

0️⃣9️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Assalamualaikum,

Ibu saya lagi sakit keras dan saya sudah menjaga ibu selama 2 minggu di kampung. Tiba saatnya suami mengajak pulang ke rumah di kota yang berbeda karena suami besoknya harus bekerja. Dan saya meninggalkan ibu saya yang lagi sakit dan mengikuti kata suami. Seminggu di rumah ternyata ibu saya meninggal dunia. Saya merasa bersalah sekali. Apakah saya termasuk anak yang durhaka. Karena saya sangat merasa bersalah atas kepergian ibu saya.

Terimakasih sebelumnya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Dalam soal ini, in syaa Allah tidak, hanya saja rasa bersalah itu wajar dirasakan, tapi bukan berarti harus dipelihara terus, karena apakah dengan merasa bersalah ibu akan kembali? Tentu tidak kan, yang ada mungkin hubungan dengan suami akan sedikit terganggu karena ada perasaan menyalahkan suami. 

Doa lebih dibutuhkan ibu daripada sebuah rasa bersalah. Perbanyak doa dan sedekah serta amal kebaikkan yang bisa mengalir untuk ibu, ini lebih bijak dan lebih baik daripada memelihara rasa bersalah, terkadang setan disini juga bermain dengan menghembuskan terus rasa tersebut hingga akhirnya menyalahkan takdir yang telah terjadi. 

Wallahu a'lam

1️⃣0️⃣ Anna ~ Solo
Assalamualaikum Bund,

Bagaimana jika Suami dalam memberikan nafkah suka angin-anginan atau sepunyanya saja dan suami terkesan pelit?

Untuk tempat tinggal suamipun terkesan abai dan tidak serius menyediakan tempat tinggal yang semestinya, hingga istri dan anaknya masih numpang tinggal di rumah orang tua istri!

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam bund,

Jika kita bicara dalam konteks tema kita malam ini tentang ketaatan,  selama statusnya masih suami apapun kondisinya wajib kita ta'at sejauh koridor yang telah ditetapkan Islam. 

Sehubungan dengan 2 pertanyaan bunda di atas,  itu berpulang kepada kesepakatan berdua dan kemampuan suami. 

Dibutuhkan komunikasi yang baik antara suami istri, dan mungkin juga nasehat dari pihak ketiga yang bisa dipercaya serta disegani oleh suami untuk penyadaran baginya. 

Jika bunda Ikhlas dengan kondisi ini dan mampu mencukupkan, serta sabar itulah posisi sebaik-baiknya seorang hamba di mata Alloh ﷻ. 

Wallahu a'lam

1️⃣1️⃣ Cici ~ Lampung
Assalamualaikum Bunda,

Bagaimana jika suami ketahuan selingkuh apakah kita tetap harus patuh sama suami?  Walau dia sudah meminta maaf dan tidak akan mengulanginya.  Tetapi sebagai seorang istri kita tetap takut hal itu terjadi lagi.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Kita harus bisa melihat kewajiban masing-masing suami dan istri. 

Ta'at kepada suami itu adalah kewajiban istri,  bagaimanapun kondisinya. Terjadi perselingkuhan itu kesalahan pribadi yang tidak bisa dicampur adukkan. Dosa ditanggung masing-masing bunda, kelalaian bunda, bunda yang nanggung,  kesalahan suami, suami yang nanggung. Jadi lakukan saja kewajiban kita agar kita tidak dimintai lagi tanggungjawab di akhirat kelak. Untuk perselingkuhannya biarlah suami yang mempertanggungjawabkannya kelak. 

Jika bunda tidak taat kemungkinan terulangnya perselingkuhan itu akan semakin besar, tapi jika meningkatkan ketaatan, bisa jadi suami akan berfikir ulang untuk melakukannya.

Semailah kebaikkan. in syaa Allah kita akan menuai kebaikkan juga. 

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Sholehah ukhtyfillah yang dicintai Alloh ﷻ.

Semua ketentuan yang telah Alloh ﷻ tetapkan  sama sekali bukan bertujuan membatasi ruang gerak para wanita, merendahkan harkat dan martabatnya, sebagaimana yang didengungkan oleh orang-orang kafir tentang ajaran Islam.

Semua itu adalah syariat Alloh ﷻ yang sarat dengan hikmah. Dan hikmah dari melaksanakan dengan tulus semua ketetapan Alloh ﷻ di atas adalah berlangsungnya bahtera rumah tangga yang harmonis dan penuh dengan kenyamanan.

Ketaatan pada suami pun dibatasi dalam perkara yang baik saja dan sesuai dengan kemampuan. Mudah-mudahan Alloh ﷻ mengaruniakan kepada kita semua keluarga yang barakah.

Wallahu ‘alam.

Mohon maaf atas kekurangan malam ini. Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar