Selasa, 25 Agustus 2020

KEPRIBADIAN ISLAMI (Part 2)



OLeH  : Ustadz Farid Nu'man Hasan

           💎M a T e R i💎

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

🌷KEPRIBADIAN ISLAMI, PART 2


◼️6. Mujahidun Linafsih (Bersungguh-sungguh Menundukkan Hawa Nafsunya)

Bagi manusia, godaan terkuat mereka adalah nafsunya, amarah maupun syahwatnya. Oleh karena itu Islam sangat memberikan penghargaan bagi para pemuda yang mampu mengendalikan nafsunya. Bagi para pemuda yang rajin beribadah kepada Allah Taala dan pemuda yang diajak berzina seorang wanita, lalu dia berkata aku takut kepada Allah, Allah Taala akan menaungi mereka pada hari mahsyar nanti, dan saat itu tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

Dari Fadhalah bin Ubaid, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 المجاهد من جاهد نفسه

“Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap hawa nafsunya.” (HR. At Tirmidzi No. 1621, katanya: hasan shahih. Abu Daud No. 1258)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

Tidak diragukan bahwa berjihad mengendalikan diri adalah diperintahkan, begitu pula menguasai hawa nafsu dan syahwat. Sebagaimana telah tsabit (kuat) dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda:
"Mujahid adalah orang yang berjihad melawan nafsunya di jalan Allah, dan orang pintar adalah orang mampu menguasai dirinya dan berbuat untuk hari setelah kematiannya, dan orang lemah adalah orang yang jiwanya mengikuti hawa nafsunya, dan berangan-angan kepada Allah. Tetapi seorang muslim hanya mengikuti syariat Islam, dia mengharamkan apa yang Allah dan Rasul-Nya haramkan, dia tidak mengharamkan yang halal dan tidak berlebihan dalam menikmatinya, tetapi dia menggunakannya sesuai kebutuhan saja baik berupa makanan, nikah, dia sederhana dalam hal itu, dan sederhana pula dalam hal ibadah, dia tidak membebani dirinya dengan apa-apa yang tidak dia mampu. (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa, 3/302)

◼️7. Harishun Ala Waqtihi (Pandai Mengatur Waktu)

Tidak sedikit  manusia yang hobinya hura-hura. Di satu sisi, memang banyak yang pada kenyataannya demikian. Umumnya yang nongkrong di pinggir jalan, mall, balapan liar, tawuran pelajar, dan sebagainya, memang dilakukan anak-anak muda. Ini merupakan kesia-siaan. Tidak mengapa kita menghibur diri, sebab kita bukan robot dan bukan malaikat. Tetapi, hendaknya dengan hiburan dan cara-cara yang baik, syukur-syukur hiburan dengan membuat akifitas yang bermanfaat.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ

Dua nikmat yang dilalaikan banyak manusia: sehat dan lapang waktu. (HR. At Tirmidzi No. 2304, katanya: hasan shahih)

◼️8. Munazhaman fi Syu'unih (Tertata Rapi Pekerjaan dan Penampilan)

Ketahuilah, Islam agama yang amat mencintai kebersihan dan keteraturan, sebagaimana tertera dalam Al Quran dan As Sunnah. Tapi, tidak sedikit pemuda Islam yang tidak memedulikan ini.

Rambut-rambut gue ya terserah gue ... badan-badan gue ya terserah gue ..., masalah buat lho?

Dari Syaddad bin Aus Radhiallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ

Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan atas segala hal. (HR. Muslim No. 1955)

Al Ihsan adalah melakukan perbuatan dengan cara, niat, memulai, dan mengakhiri yang terbaik. Ini berlaku untuk semua aktifitas. Maka, Islam tidak mengenal kekacauan, berantakan, kecerobohan, dan semisalnya.

Imam Ibnu Alan mengatakan tentang Al Ihsan, yakni itqaanul fili (perbuatan yang sempurna atau profesional). (Dalilul Falihin, 5/105)

Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla meyukai jika kalian melakukan pekerjaan dilakukan secara itqan. (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath No. 897, Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 4929.  Hasan. Lihat Shahihul Jami’ No. 1880)

Al Jauhari menulis dalam Ash Shihah fil Lughah:

إتْقانُ الأمر: إحكامهُ. ورجلٌ تِقْنٌ بكسر التاء: حاذق

Itqanul Amri artinya menyempurnakannya. Rajulun Tiqnun dengan huruf ta dikasrahkan berarti haadziq (cerdas, pandai, cakap). (Al Jauhari, Ash Shihah fil Lughah, 1/64. Mawqi Al Warraq)

◼️9. Nafiun Lighairih (Bermanfaat Bagi Orang Lain)

Pribadi muslim membuat hidup mereka bermanfaat dimanapun saja mereka berada, dan sebagai apapun posisinya. Posisi sebagai anak di keluarga, posisi sebagai ayah, ibu, anak, mahasiswa, siswa  dan posisinya sebagai anggota masyarakat.

Penerimaan manusia kepada seseorang tergantung sejauh mana kontribusi orang tersebut di masyarakat. Jika dia tidak melakukan apa-apa, maka dia bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Adanya seperti tidak ada.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath No. 5787. Al Qudha’i, Musnad Syihab No. 129. Hasan. Lihat Shahihul Jami’ No. 6662)

◼️10. Qaadirun Alal Kasbi (Mandiri Secara Ekonomi)

Pribadi Islami bukan pribadi yang cengeng, lembek, lemah, dan tidak bergairah. Mereka senantiasa percaya diri dengan potensi diri yang Allah Taala titipkan kepadanya. Tidak bergantung kepada orang lain pada hal-hal yang dia sendiri mampu menjalankannya. Tidak mudah menyerah apalagi meminta-minta, termasuk di dalamnya dalam hal kemandirian ekonomi.

Jiwa wirausaha sudah ditanamkan sejak dini, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sudah diajak berdagang oleh pamannya ke berbagai negeri sejak masa kanaknya. Sehingga terpatri kemandirian sejak masa kecil, serta tidak layu menghadapi tantangan hidup.

Dari Al Miqdam Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud Alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri. (HR. Bukhari No.2072).

Dari Rafi bin Khadij Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Ada seseorang bertanya, Penghasilan apakah yang paling baik, Wahai Rasulullah? Beliau jawab:

عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور

"Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no.16628)

Wallahu A’lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Eriska Novelita ~ Pangkal Pinang
Assalamualaikum Ustadz,

Bismillah...
Saat ini, anak ana usia 17 tahun sebentar lagi mau mengikuti UTBK. Belum tahu lulus dimana yang jelas jauh dari kami orang tuanya.

Alhamdulillah dirumah semua sudah diajarkan. Anak ana insyaa Allah tergolong anak yang patuh dan menjalankan syariat Islam dengan benar.

Namun melihat zaman yang semakin kelam, persiapan apa yang lebih diberikan kepada anak ana?

Wassalam.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Semoga Allah Ta'ala jaga Ibu dan keluarga.

Yang perlu dipesankan oleh anak-anak kita saat jauh dari orang tuanya adalah shalat, bagi anak laki-laki tekankan lagi shalat di masjid.

Kemudian, pergaulannya. Arahkan dan ingatkan agar jangan salah milih teman, pergaulan, dan lingkungan.

Amanah kuliah, karena posisi mereka sebagai mahasiswa, maka itu yang harus mereka fokus. Seandainya mereka menjadi aktifis, maka tetaplah kuliah adalah tugas utama.

Wallahu A’lam.

0️⃣2️⃣ Anna ~ Solo
Assalamualaikum Ustadz,

Untuk poin yang ke 10. Mandiri secara ekonomi,
Semisal kita berwira usaha dengan berdagang, namun rejeki yang kita peroleh ternyata hanya cukup untuk makan, bahkan untuk biaya sekolah anakpun masih nunggak-nunggak.

Kebetulan secara tidak sengaja bercerita tentang keadaan ekonomi kita dan kemudian ada saudara sesama muslim yang membantu secara ekonomi, apakan itu membuat kita jadi lemah dan terkesan meminta minta?

Terimakasih untuk waktu dan kesempatannya.

Wassalamualaikum.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Mandiri itu yang terpenting adalah menjaga harga diri. Itu tujuannya. Mandiri bukan berarti menjadi cukup bahkan berlimpah. Sebab, bisa jadi penghasilan seseorang memang lebih besar pasak dari pada tiang.

Ketika ada dermawan yang membantunya, dan dia tidak meminta-minta, itu tidak masalah. Selama dia tidak merengek atau meminta-minta maka itu tidak merusak makna berusaha untuk mandiri.

Wallahu A’lam.

0️⃣3️⃣ Yeyen ~ Semarang
Ustadz, untuk point ke 8...
Apakah ada batasan dalam penampilan kita yang harus rapi terutama akhwat?

Apakah rapi nanti tidak menimbulkan menarik untuk dipandang ketika kita keluar rumah?

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim

Asalkan memenuhi kriteria pakaian muslimah yang syar'i, bersih, serasi, itu sudah cukup.

Longgar, tebal, menutupi aurat secara sempurna dari ujung kepala sampai kaki. Jika warnanya sejenis saja dari kepala sampai bawah, bagus. Jika ingin kombinasi dua warna atau lebih, jika tidak apa-apa. Sebab, di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagian muslimah juga memakai yang seperti itu.

Wallahu A’lam.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Belajar dan berupaya menjadi muslim yang terbaik memang banyak ujiannya, tapi dari mana kita tahu "terbaik"  jika belum pernah diuji?

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

Tidak ada komentar:

Posting Komentar