Selasa, 25 Agustus 2020

ALL ABOUT CABIN FEVER



OLeH : Ustadzah Rizki Maulida Amalia

      💎M a T e R i💎

Alhamdulillah malam ini kita bisa berjumpa lagi dalam rangka bertholabul ilmi, semoga Alloh ﷻ ridhoi dan mencatat sebagai amal soleh kita semua. Pada kesempatan ini, insyaAllah kita akan berdiskusi bersama mengenai topik “Cabin Fever.”

Kalau dilihat, Cabin Fever itu pada umumnya pada anak kecil, anak usia dini atau anak balita. Tapi tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa bisa terkena. Namun yang dibahas pada kesempatan kali ini adalah insyaAllah khusus di anak-anak.

Mudah-mudahan malam jum’at yang diberkahi Alloh ﷻ ini, Alloh ﷻ sehatkan kita berserta keluarga kita semua dan Alloh ﷻ mudahkan kita beribadah pada Alloh ﷻ serta sampaikan salawat serta salam kepada baginda Rasulullah ﷺ, insyaAllah.

🔹Pengertian Cabin Fever

Cabin Fever secara harfiah  dalam Bahasa Indonesia, adalah serangkaian emosi atau gejala yang dialami seseorang ketika mereka harus bertahan di rumah untuk waktu yang lama.
Dan keadaan ini memang sangat pas dan mungkin memang keadaan ini yang tengah dialami anak-anak kita, adik-adik kita, ponakan atau sepupu kita yang usia balita, usia dini, usia anak kecil yang memang dalam kondisi pandemic covid, School from Home, beraktivitas di dalam rumah ini sudah hampir 4 bulan atau 3 bulan lebih. Di beberapa kota sudah mulai dilonggarkan, tapi di beberapa kota yang lain semakin ketat, yakni peningkatannya drastis sekali. Dan beberapa provinsi sudah meegaskan bahwa dimulainya sekolah, yaitu bulan Juli, itupun masih wait and see, apakah akan dilakukan pertemuan tatap muka atau dengan online. Jika hasilnya keputusannya adalah pertemuan dengan online, mungkin akan terus hingga akhir semester atau akhir ajaran tahun 2020 ini.

Nah ini bagi anak kecil, adik atau keponakan atau sepupu kita ini, bisa menjadi suatu kendala sendiri. Ini karena merasa harus berada di rumah. Kalau anak kecil kan lebih senang bermain dengan teman, karena ada sebayanya. Kalau di rumah kan bertemu dengan orang tua saja, kalau di sekolah kan bisa melihat teman sebayanya, kemudian melihat alam bebas dan sebagaimana biasanya.

Kalau di rumah bisa jadi merasa terkungkung atau terkurung gitu. Mungkin untuk sebagai anak kecil kan belum paham dengan apa yang terjadi, sedangkan orang tua mungkin bisa paham dan mencoba memahami. Sedangkan anak kecil perlu cara untuk paham dan itu juga membutuhkan pertolongan orang tua.

Nah kalau menurut Cambridge Dictionary, Cabin Fever adalah suatu kondisi saat seseorang merasa tidak bahagia atau bosan karena menghabiskan terlalu banyak di rumah.

Nah ini yang mungkin timbul dengan anak-anak khususnya, mungkin karena mereka bosan, biasanya kan mereka bisa explore, ketemu dengan teman-temannya, ketemu dengan bu Guru, mungkin ada beberapa yang merasa di sekolah gurunya lebih baik dari orang tua yang mungkin marah-marah. Terus kondisi ini yang tadi membuat emosi negative karena merasa terkungkung dan merasa terpisah sama teman-teman, sama bu guru. Mungkin juga kan seperti ke mall dan tempat hiburan kan ga boleh ya? Ini yang jadi PR juga.

Jadi Cabin Fever ini adalah serangkaian emosi negative dan sensasi menyedihkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang jika mereka terisolasi atau terpisah dari dunia.

🔹Gejala Cabin Fever

Beberapa gejala diantaranya kalua ada di anak kita, di tetangga, saudara atau ponakan kita, misalnya:

1. Gelisah.
2. Motivasi menurun.
Misalnya ketika ada tugas biasanya semangat, ini menjadi ga semangat kemudian malas-malasan.
3. Mudah marah; misalnya karena melakukan sesuatu yang keliru lalu ditegur.
4. Rasa putus asa.
Mungkin karena ga ketemu dengan teman-temannya, atau ingin bermain di luar lalu dicegah.
5. Sulit berkonsentrasi.
6. Gangguan tidur.
Yang biasanya teratur, sekarang jadi bergeser tengah malam karena kondisi ini.
7. Lesu.
8. Tidak percaya orang di sekitar.
9. Cenderung tidak sabar.
10. Depresi berkepanjangan.
11. Sedih.
12. Bosan.
13. Mudah tersinggung.
14. Tidak bisa diam.
15. Suka mengeluh.
16. Restless.

Mungkin maunya main tapi hanya di rumah saja malah mungkin banyaknya dengan gadget karena keterbatasan keluar.
Dan gejala ini bisa dideteksi di anak-anak. Nah orang dewasa bisa juga, tapi kita focus ke anak kecil dulu. Harapannya orang dewasa sudah bisa sadar diri, mengobati diri sendiri dan terdeteksi, dan tahu solusinya. Kalau anak kecil kan belum tahu dan perlu kita ajarkan supaya ada solusi dan supaya lebih sehat.

🔹Cara Mengatasi Cabin Fever Anak

Kemudian beberapa cara untuk mengatasi Cabin Fever yaitu:
1. Meningkatkan spiritualitas anak.

Mengajak anak solat berjamaah utamanya. Kalau mulai malas kita coba beri hadiah, bujuk dengan cara-caranya. Lalu ajak banyak berdoa.

2. Mengajak anak bercerita (Story Telling).

Termasuk menceritakan kondisi apa yang sebenarnya terjadi supaya mereka paham dengan bahasanya. Dengan banyak bercerita maka ikatan komunikasi jadi lebih lancar dan lebih senang. Jadi, rasa bosannya anak hilang karena cerita dari hari ke hari berbeda.

3. Bermain bersama
diusahakan untuk mempunyai waktu untuk bermain bersama walaupun sebentar. Kalau memang WFH jadi lebih sibuk karena online sini, online sana, usahakan punya waktu walau sedikit tapi berkualitas dan itu harus rutin.

Jangan sekali-kali diberi sisa waktu. Harus kumpulkan energy, kumpulkan tenaga untuk bermain bersama, bercerita bersama.

4. Melibatkan anak pada kegiatan rumah tangga yang sederhana.

Misalnya anak harus diajarkan untuk bisa makan sendiri, menata piring, melipat baju atau mencari bajunya sendiri, termasuk misalnya mandi sendiri. Biasanya kan kalau anak sudah di rumah, urusan makan, urusan mandi, waktunya agak berantakan. Nah ini yang perlu dibenahi, dimanaje dengan baik agar kita sehari-hari itu sama pada umumnya, hanya saja mungkin lebih banyak dirumah tapi secara umum sama aktivitasnya.

🔹Cara Merawat Kesehatan Mental Anak

Gejala Cabin Fever ini sebetulnya ada kaitannya dengan kesehatan mental pada anak, jadi perlu kita jaga agar jangan sampai anak jadi bosan, stes, depresi dan lain sebagainya yang mengakibatkan fatal.

Diantara beberapa tipsnya yaitu:
▪️1. Listen Attentively And Respect Their Feelings.

Coba mendengarkan, perhatikan anak-anak ketika mereka menyampaikan ide-ide atau kita diajak ngobrol atau nangis sekalipun, atau mereka ingin menyampaikan sesuatu.

Misalnya kalau nangis kan tandanya agar mereka diperhatikan atau ketika melakukan perbuatan dengan berteriak-teriak, mereka ingin diperhatikan.

▪️2. Be Patient And Gentle With Them.

Harus selalu sabar. Pastinya tidak mudah memang apalagi di dalam kondisi pandemik ini. Namun dengan berproses, belajar terus, beradaptasi terus, mudah-mudahan bisa bersabar dalam menghadapi anak-anak yang mungkin mereka juga beradaptasi dalam kondisi ini. Dan selalu berlemah lembut.

Tentunya anak kecil jangan terlalu keras. Yang kurang dari 2 tahun jangan sampai diteriaki, jangan sampai sering mendengar suara teriakan karena bisa menyebabkan kerusakan sarafnya.

▪️3. Show Confidence And Believe In Them.

Tunjukkan kalau kita nyaman sama dia, ngobrol sama dia, main sama dia atau saat dia berusaha membantu, kita percaya. Jangan sampai anak sudah membantu, kan memang masih anak-anak pasti hasilnya tidak sesuai dengan yang kita kerjakan. Misalnya mereka membantu menyapu masih berantakan, ya kita apresiasi, sambil pelan-pelan kita beritahu cara yang benar seperti apa.

▪️4. Show Them Love And Acceptance.

Tunjukkan kalau kita sayang sama mereka, menerima mereka. Boleh dengan sambil bermain bersama, kegiatan-kegiatan yang mereka sukai, cerita-cerita yang mereka sukai. Hal itu menambah bonding (ikatan) dan mengurangi kebosanan.

▪️5. Ask About Their Activities And Interests.

Misal ketika ada kesulitan tugas sekolah yang sulit, kita perlu membantu.

▪️6. Help Them Set Realistic Goals.

▪️7. Spend Quality Time With Them Daily.

Berikan waktu yang berkualiltas bersama setiap hari untuk bermain, bercerita atau sekedar makan bersama sambil bercerita.

▪️8. Recognize And Praise Their Efforts.

Ketika mereka sudah berusaha, jangan lupa memuji. Pujian artinya ada hasil yang diakui.

▪️9. Encourage Physical Activities.

Misal sholat bersama atau olahraga bersama.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Fani ~ Padang
Ustadzah, misalkan memberi Gadget ke anak itu bisa jadi solusi tidak dzah?

Soalnya saya perhatikan kebanyakan orang tua sekarang tidak mau repot ngajakin anak main atau hal lainnya. Cukup kasih gadget anaknya anteng, orang tuanya bisa kerjain yang lain.

Hal seperti itu bagaimana tuh ustadzah? Apakah bisa jadi solusi? Atau malah makin memperburuk keadaan anak?

Jazakillahu khayran Ustadzah

🌸Jawab:
Sebelumnya kita perlu tahu ada 2 sisi baik dan buruk. Sisi baiknya, seiring kemajuan teknologi, hal tersebut menjadi bahan atau fasilitas untuk memudahkan.

Misal ketika jaman pandemik atau PSBB ini kan memudahkan untuk belajar yang harus SFH atau dalam rangka komunikasi ketika jauh temannya atau gurunya atau saudara-saudaranya atau hal lain dalam rangka belajar.

Tapi dalam sisi yang lain ternyata punya efek negatif juga yaitu ketika terlalu lama terpapar radiasi, memperburuk saraf mata, dan sebagainya. Kemudian yang ditonton atau dilihat adalah tayangan kekerasan dan lain sebagainya, berdampak buruk juga.

Artinya dua hal ini harus bisa dijembatani. Solusinya adalah tidak mungkin melepas itu semua di jaman yang seperti ini. Artinya akan dibilang ketinggalan jaman lalu ortodok atau terlalu kaku karena tidak bisa mengikuti perkembangan jaman.

Nah yang harus dilakukan adalah selalu mendampingi selaku orang tua, mendampingi ketika anak menggunakan itu, apalagi anak masih kecil kan belum punya sendiri. Tentunya hal ini harus selalu didampingi. Ketika dia misal bermain game, atau misal menonton youtube, artinya di youtube pasti ada tayangan-tayangan seperti, bisa saya sebutkan, Nussa dan Rara, Riko The Series atau film kartun yang ada nuansa agamanya dan bisa belajar banyak sebenarnya dari tayangan itu.

√ Nah perlu didampingi ketika:
a. Ada konten yang tidak mereka mengerti walau tentang agama, kita bisa menjelaskan.

b. Ketika tiba-tiba muncul sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya ada iklan-iklan yang tidak nyambung misal iklan rokok atau lainnya.

Nah itu bisa kita dampingi ketika hal-hal buruk itu lewat, termasuk misalnya penggunaannya ternyata over waktu (berlebihan), dan lain sebagainya. Jangan sampai dilepas yang menjadikan kecanduan.

Kalau untuk games sendiri misalnya, lebih baik sebenarnya tidak main games. Kalaupun mau cari permainan yang ada nuansa religiusnya, nuansa agamanya, misal tebak-tebakan huruf hijaiyah atau permainan lain yang mendidik dibandingkan games berantem atau yang lainnya. Kalaupun terpaksa karena tidak ada pilihan, didampingi agar dia paham ini sedang apa, boleh atau tidak, dan sebaiknya seperti apa.

Jangan menjadikan itu karena kita sibuk daripada dia resek atau mengganggu, diberi saja. Ini salah sebenarnya, artinya penggunaan itu harus diawasi terus. Pengawasan dan pendidikan itu tetap dari orang tua, dari keluarga, dan gadget itu tidak bisa menggantikan.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0️⃣2️⃣ Ayu ~ Boyolali
Assalamu'alaikum ustadzah,

Ustadzah depan rumah saya itu ada 1 keluarga yang sering berteriak-teriak, berkata-kata keras bahkan kasar juga ketika sedang bercek-cok dengan anggota keluarganya. Nah karena rumahnya yang begitu dekat jadi kita sering sekali mendengarkan itu ustadzah termasuk juga anak saya yang berumur 2,5 tahun ustadzah. 

Bahkan ketika kita sedang berada didalam rumah pun masih terdengar ustadzah dan itu sering sekali ustadzah,  saya takut itu akan berdampak buruk pada anak saya yang masih kecil ustadzah, maka saya mohon nasihat dan saran apa yang harus saya lakukan untuk kebaikan keluarga terutama anak saya yang masih kecil!

Syukran jazakillah ustadzah

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Ketika di rumah sering terdengar cek-cok atau suara-suara yang mengganggu menyebabkan anak bertanya, misal itu suara apa, misal saat tetangga sedang rebut atau apa.

Nah, makanya dalam Islam sebetulnya sangat penting untuk mencari lingkungan atau tetangga yang tadi, bisa menjaga satu sama lain, saling dukung karena bisa jadi hal-hal tersebut ada efeknya juga. Kalau memungkinkan, kurang tahu juga seperti apa, kalau dianggap sangat mengganggu orang lain atau tetangga yang lain, RT/RW kan bisa memberikan solusinya bagaimana.

Atau setidaknya malu lah sering diomongin. Ternyata sering ngomongi tentanga itu bisa membuat efek juga agar malu.

Mudah-mudahan seperti itu atau lapor ke RT/RW atau tokoh masyarakat yang berpengaruh. Harusnya secara norma umum, malu sudah sampai RT/RW, apalagi diomongin orang karena hal-hal tadi di rumah tangga tersebut. Tapi kalau sudah tidak malu ya tadi butuh efek lagi dan lainnya.

Mudah-mudahan bisa diselesaikan secara baik-baik secara kekeluargaan. Jangan sampai, misalnya, anak yang jadi korban. Jika memang terlalu buruk, Islam sebenarnya mengajarkan untuk pindah ke tempat lebih baik untuk mendukung ibadah juga.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0️⃣3️⃣ Anna ~ Solo
Assalamualaikum Ustadzah,

Mungkin hampir mirip dengan pertanyaan Bunda Ayu dari Boyolali.
Anak saya perempuan usia 10 tahun 6 bulan, setiap hari selalu mendapat kata-kata yang tidak baik dari ibu saya (eyangnya). Selalu dikata-katai, bahkan setiap apa yang dilakukan anak saya selalu saja salah di mata eyangnya. Sampai anak saya mengatakan kalau tidak kerasan di rumah, maunya main terus.
Bagaimana harus mensikapinya Ustadzah?

Syukran jazakillah Ustadzah.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Saya kurang paham akar masalahnya dimana, tapi biasanya perlakuan itu ada akar masalahnya. Mungkin bisa dicek dulu, mohon maaf, hubungan bunda sendiri dengan eyangnya itu dan soal pernikahan atau keluarga itu seperti apa. Mungkin ada hal-hal yang belum terselesaikan, atau hal-hal yang belum beliau sukai atau ridhoi. Jadi itu berakibat ke cucunya.

Nah apa memungkinkan beliau diberikan sekedar masukan atau nasehat. Mungkin orang tua agak sulit tapi barangkali dengan adanya yang dipercaya, ada anak atau saudara yang beliau turuti, mungkin bisa.

Harusnya si anak kecil, bukan kecil juga, agak besar sudah 10 tahun, artinya ada yang keliru antara nenek dan cucunya ini yang perlu diluruskan. Siapa yang yang bisa merangkul keduanya? Harusnya bunda bisa. Kan eyang jalurnya dari bunda, anak juga dari bunda. Bunda yang bisa menyatukan.

Mudah-mudahan bisa dikomunikasikan, atau ketika memang benar-benar salah anaknya bisa diberikan masukan, misalnya buang sampah sembarangan, atau sering corat-coret. Tapi kalau menurut saya, 10 tahun sudah sadar, sudah tahu diri, sudah lebih bisa diberi tahu, diberi nasehat.

Ketika salah dan sebagainya, sudah paham, kecuali kalau anak bayi atau balita, kan tidak mengerti corat-coret tembok, kan tidak paham. Jadi bisa dikomunikasikan apalagi jalurnya 1 darah, sambil berdoa mudah-mudahan Alloh ﷻ tingkatkan, apalagi ini keluarga.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Cabin Fever ini memang khususnya untuk anak-anak atau balita. Bisa jadi anak kita, saudara, adik, keponakan kita sebagainya, termasuk tetangga.

Artinya misal karena tidak ada balita atau anak kecil, tapi ketika kita perduli artinya ini tetap kita perlukan untuk kepedulian pada sesama. Barangkali ada tetangga yang membutuhkan, nah kita bisa gunakan ini. Karena intinya dalam Islam itu saling bermanfaat satu sama lain, saling menasehati dalam kebaikan.

Kemudian situasi pandemik ini, Cabin Fever sesuatu yang akan atau sedang dialami oleh anak-anak di seluruh kota, di seluruh negeri. Hal ini terjadi rasa bosan, terkungkung, sedangkan biasanya bermain atau sekolah di luar. Hal ini yang perlu kita berikan tips-tips atau langkah-langkah untuk terhinndar dari rasa itu. Soalnya kalau sudah akut, sudah terlalu bosan dan lain sebagainya, bisa jadi stres.

Anak kecil stres kan kasihan, jadi perlu kita perkuat terus sambil ajak ibadah bersama, sholat bersama, berdoa bersama, dan lain sebagainya. Selalu kita kontrol, selalu buat semuanya happy, bagi-bagi tugas supaya sehat wal afiat, bisa menjalankan tugas masing-masing dan ibadah semuanya.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

Tidak ada komentar:

Posting Komentar