Selasa, 25 Agustus 2020

DILEMA MASUK SEKOLAH DI ERA NEW NORMAL




OLeH  : Bunda Rizki Ika S.

     💎M a T e R i💎

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Terkait pemberlakuan new normal life, berdasar survei Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) didaptkan kalkulasi 80 persen responden yang berasal dari orang tua menolak sekolah dibuka kembali saat tahun ajaran baru. Meski dengan aturan normal baru, para orang tua tersebut tetap khawatir karena situasi pandemi yang masih belum menentu.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti meminta pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan para epidemiolog sebelum memutuskan membuka kembali sekolah pada tahun ajaran baru 2020-2021. Menurutnya, keselamatan anak-anak harus menjadi pertimbangan utama saat pemerintah hendak mengambil kebijakan menyangkut anak. Kenyataannya, meski memiliki sistem kesehatan baik dan memberlakukan protokol kesehatan ketat misalnya, Finlandia dan Perancis menghadapi masalah klaster baru penyebaran Covid-19 setelah membuka sekolah.

Kekhawatiran orang tua dan berbagai pihak terkait masuk sekolah ini tidak berlebihan, sebab mengacu pada kalender pendidikan Indonesia, sekolah akan memasuki ajaran baru pada 13 Juli 2020. Dinas Pendidikan DKI Jakarta misalnya, juga telah menetapkan hari pertama masuk sekolah tahun pelajaran 2020/2021 dimulai 13 Juli 2020. Kebijakan ini berlaku untuk siswa-siswi di jenjang PAUD, TK sampai SMA yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 467 Tahun 2020 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021.

Teka teki kapan masuk sekolah di masa pandemi Virus Corona atau covid-19, masih diperbincangkan. Kabar terbaru, Presiden Jokowi memberi arahan untuk menunda masuk sekolah di era New Normal. Sementara itu, Menko PMK Muhadjir Effendy akan membahas khusus kapan masuk sekolah bersama Kemendikbud dengan mempertimbangkan arahan Presiden Joko Widodo.

Konsep “New Normal” sebagai formula dan peta jalan bagi solusi persoalan pandemi yang memggejala di seluruh dunia hari ini sesungguhnya berasal dari PBB.

Dimuat dalam lamannya melalui artikel tertanggal 27 April 2020 bertajuk “A New Normal: UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after Covid-19” (New Normal: Peta jalan yang diletakkan PBB bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Covid-19). Dinyatakan, “Kondisi ‘normal yang dulu’ tidak akan pernah kembali, sehingga pemerintah harus bertindak menciptakan ekonomi baru dan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.” Bahkan, “New Normal” telah ditetapkan PBB sebagai kerangka kerja dunia, dan dipromosikan untuk suatu kehidupan baru yang lebih baik.

Sejalan dengan fungsi PBB, World Health Organization (WHO), underbow PBB di bidang kesehatan, telah memberikan dukungan resmi melalui News Release 15 Mei 2020 bertajuk “Local epidemiology should guide focused action in ‘New Normal’ Covid-19 world.”

Sebagai negara pengekor, tentu saja Indonesia mengadopsi konsep New Normal ini. Dimuat pada laman kompas.com, “Kementerian perekonomian mengeluarkan skenario “hidup normal” atau “New Normal” dengan timeline pemulihan ekonomi nasional usai pandemi Covid-19. Skenario ini dibuat mulai awal Juni mendatang. Dalam timeline tersebut dirumuskan lima fase atau tahapan yang dimulai tanggal 1, 8, 15 Juni, dan 6, 20, 27 Juli 2020. Adapun fase itu akan diikuti dengan kegiatan membuka berbagai sektor industri, jasa bisnis, toko, pasar, mal, sektor kebudayaan, sektor pendidikan, aktivitas sehari-hari di luar rumah.”

Mencermati konsep New Normal ini, maka kita menyaksikan dengan nyata, bahwa pertimbangan ekonomi menjadi hal yang paling penting, bahkan menjadi prioritas dibanding keselamatan dan nyawa milyaran penduduk dunia. Meski dengan narasi memposisikan kesehatan sebagai hal yang diutamakan, tetapi bukanlah untuk kesehatan keselamatan jiwa umat manusia. Akan tetapi untuk tujuan nilai materi dan industrialisasi.

Kapitalisme global memang berkepentingan membuat kesehatan masyarakat tidak benar-benar terjaga. Bahkan ada yang curiga, dibalik keputusan Lembaga Kesehatan Dunia WHO soal darurat kesehatan global akibat corona, ada kepentingan “Big Farma” dan “Big Money” yang menyetirnya.

Mereka mempropagandakan narasi New Normal Life, membiarkan rakyat dunia “bekerja” serta memulai aktivitas meski dengan menyabung nyawa. Karena apapun dampaknya, bahkan jutaan nyawa rakyat melayang sekalipun, toh artinya keuntungan buat mereka.

Pengabaian kebenaran sains juga tampak pada “New Normal.” Hal ini telah membuat kekhawatiran para ahli memuncak, khususnya ahli kesehatan. Seperti Anthony S. Fauci, dokter ahli penyakit menular dan direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease. Ia menentang langkah Trump yang membuka kembali sekolah dan ekonomi saat wabah sedang mengganas, dan menyatakan kepada sejumlah gubernur negara bagian, “Ada risiko nyata bahwa Anda akan memicu wabah yang mungkin tidak dapat anda kendalikan.”

🌸🌷🌸
Hal yang sama juga terjadi di negeri +62. Para ahli yang salah satunya direpresentasikan oleh IDI, melalui Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19, Prof. Dr. Zubairi Djoerban menyebut bahwa kebijakan New Normal atau pola hidup normal baru, tidak tepat jika diterapkan dalam waktu dekat.

Jadi, yang menjadi alasan kuat kapan aktivitas kehidupan bisa kembali normal, bukan ekonomi, melainkan timeline kalender epidemiologi (kondisi virus penyebab pandemi), dan hal ini membutuhkan data saintifik.

Sementara data saintifik sendiri belum menunjukkan landaian kurva Covid-19, di dunia maupun di Indonesia. Bahkan di sejumlah negara, kurva melandai yang kembali naik menunjukkan adanya gelombang pandemi kedua.

Semakin jelas bagi kita, “New Normal” tidak lain adalah mekanisme yang berasal dari peradaban Kapitalisme (Barat) dengan karakter keji, yakni membiarkan pandemi meluas (Herd Immunity), demi meraih nilai materi yakni terbebas dari tekanan resesi.

Artinya, negara semakin abai terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Di saat yang bersamaan, setiap orang harus berjuang lebih berat lagi mengurusi kehidupannya, berhadapan dengan kerakusan korporasi dan agenda hegemoni yang disupport negara di tengah keganasan wabah.

Sungguh berbeda dengan peradaban Islam yang cemerlang, yang menjaga keselamatan serta menghargai nyawa manusia dengan sangat istimewa.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Tirmidzi 1455).

Jika kehilangan satu nyawa saja lebih berharga daripada kehilangan dunia, bagaimana keadaan kita hari ini yang sudah kehilangan banyak nyawa akibat kelalaian penguasa?

Peradaban Islam dengan karakternya yang mulia sebagai pewujud kesejahteraan seluruh alam, benar-benar telah teruji selama puluhan abad, hingga meliputi dua per tiga dunia. Ini semua telah diukir oleh tinta emas peradaban sejarah.

Dengan karakternya yang begitu sempurna, hari ini peradaban Islam adalah satu-satunya harapan dunia. Pembebas dari pandemi Covid-19 yang berlarut-larut. Juga pembebas dunia dari agenda hegemoni. Baik di Timur oleh China dan sekutunya, maupun di Barat oleh AS dan sekutunya. Berikut dengan lembaga internasional seperti WHO, PBB, WB, IMF, dan korporasi raksasa dunia yang menjadikan kesehatan dan nyawa manusia sebagai objek hegemoni.

Dengannya, kita tidak perlu was-was melepas anak-anak generasi kembali ke sekolah, bahkan dengan senang hati dan bahagia melepas mereka menuntut ilmu demi meraih cita-cita mulia.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ iNdika ~ Semarang
Adakah Pemerintahan di dunia saat ini, yang menuju ke Pemerintahan sesuai dengan Peradaban Islam?

🌸Jawab:
Pertanyaan menarik.

Dunia saat ini sedang menuju titik kritis. AS dan China sebagai negara besar saat ini mengalami krisis akibat pandemi. Bahkan isu rasis beberapa waktu lalu membuat AS menghadapi kekacauan dan instabilitas yang mengancam keamanan dalam negerinya.

Islam tidak dipungkiri mulai menjadi magnet sebagai alternatif solusi. Di Eropa misalnya, adzan mulai diperdengarkan diruang publik, ayat-ayat Quran dan hadist Rasul terkait penanganan wabah terpampang dengan gagah di berbagai papan iklan. Masyarakat pun mulai melihat Islam sebagai penyelesai masalah.

Tapi kondisi ini tidak cukup. Perasaan berupa kerinduan masyarakat untuk keluar dari wabah dan mencari solusi yang bisa menghargai nyawa manusia, haruslah dipandu dengan pemikiran yang sahih. Sehingga aktivitas dakwah menyeru kepada Islam, serta memaparkan solusi komprehensif Islam harus digencarkan, sehingga perasaan masyarakat kembali kepada Islam dilandasi oleh kesadaran yang sempurna.

Kembalinya peradaban Islam ini semakin kita yakini dengan adanya bisyarahabar gembira dari Nabi tentang kembalinya kekuasaan Islam atas bumi Alloh ﷻ.

Semoga kita termasuk  orang-orang yang memperjuangkan kebangkitan Islam ini, yaa.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣2⃣ Anda ~ Bekasi
Bagaimana sekarang sudah ada kelonggaran PSBB orang tua khawatir dengan anak masuk sekolah nanti?

🌸Jawab:
Benar Bund, wajar sekali orang tua merasa khawatir karena tidak ada jaminan bagi kesehatan dan keselamatan anak saat belajar di sekolah.

Anak-anak dengan segala kepolosannya, akan sulit mengikuti protokol kesehatan yang diberlakukan misalnya. Kalau sudah ketemu teman, pastinya ingin main bersama, seru-seruan dan seterusnya.

Sekolah dan guru pun juga belum siap menghandle dan mengontrol anak-anak yang jumlahnya tidak sedikit dalam satu ruang kelas. Bagaimana membuat anak-anak duduk berjauhan, tidak berinteraksi, bukankah itu butuh mekanisme tertentu?

Maka, untuk kondisi yang Bunda prediksi sangat membahayakan anak, menurut saya lebih baik anak belajar di rumah dulu, atau jika tidak diizinkan pihak sekolah, bisa mengajukan cuti. Banyak orang tua yang bahkan memilih anak tinggal kelas dibanding mempertaruhkan nyawa anak.

Silahkan dipertimbangkan untuk yang terbaik bagi ananda.

Begitu ya, Bund.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣3⃣ Rochma ~ Bantul
Bagaimana solusinya agar anak-anak kita bisa aman saat sekolah disaat pandemi seperti ini?

Saat ini anak-anak sudah mengalami kejenuhan belajar dari rumah bagaimana solusinya?

🌸Jawab:
Ini terjadi hampir secara umum, Bund. Anak-anak mulai jenuh, bosan, ingin kembali ke sekolah. Hasil survey KPAI juga menyebut demikian.

Tidak ada formula pasti untuk menjamin anak-anak bebas covid-19 selama mereka diberi kesempatan untuk berinteraksi dan bergerak secara sosial, dalam kasus ini adalah pergi ke sekolah. Bagaimanapun ketatnya protokol kesehatan diberlakukan, kemungkinan terpapar virus tetapi terbuka lebar. Jangankan di negeri kita yang kualitas sarana dan prasarana pendidikannya sebagian besar masih jauh dari baik, Perancis dan Finlandia saja yang negara maju dengan fasilitas pendidikan WOW tidak mampu menjaga anak-anak dari paparan virus. Kalau tidak salah, baru sehari sekolah dibuka, di Perancis ada 70 anak positif Covid-19.

Maka cara paling aman adalah belajar dirumah dulu, cuti dulu, atau mengadopsi cara belajar Home Schooling.

0⃣4️⃣ Osri ~ Bandung
Jazakillah khoir bunda atas pemaparannya.

Terkait dengan New Normal tidak lain adalah mekanisme yang berasal dari peradaban kapitalisme (barat). Kebijakan New Normal juga sedang diaplikasikan oleh negara kita tercinta. Kita sebagai rakyat hanya bisa mendengar dan taat dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Apa yang hrus dilakukan sebagai muslim dalam menghadapi hal ini?

Jazakillah khoir bunda.

🌸Jawab:
Ukhti Osri dan sahabat muslimah semua yang disayang Alloh ﷻ.

Menghadapi pemberlakuan New Normal, maka kita jangan terjebak mengikuti narasi New Normal penguasa. Karena New Normal sejatinya berbahaya bagi kehidupan rakyat di semua lini. Maka New Normal harus ditolak.

Saya membaca beberapa masjid mulai dibuka, meski dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Ini artinya kita mengiyakan New Normal. Padahal di zona merah, OTG bisa saja berkeliaran dimana saja termasuk di masjid. Bisa menginfeksi siapa saja, termasuk kita.

Maka, saat ini yang bisa kita lakukan adalah berupaya secara personal menghindari dharar atau bahaya. Melakukan protokol kesehatan seperti pakai masker, rajin cuci tangan, dan seterusnya semata karena itu adalah bentuk ketaatan kepada Alloh ﷻ.

Sembari kita sampaikan kepada orang-orang di sekitar kita bahwa New Normal itu bukan solusi hakiki. Kita edukasi mereka untuk mengambil solusi Islam dalam masalah penanganan wabah. Karena New Normal jelas upaya untuk menutupi abainya penguasa terhadap Handling wabah.

Semoga Alloh ﷻ menjaga kita semua dari wabah ini, yaa.

🌴Berarti, kita sebaiknya tetap beribadah di rumah ya ustadzah?

🌸Untuk zona merah, ya. Ini bukan soal Iman yang lemah, karena lebih takut kepada virus daripada kepada Alloh ﷻ. Big No! Justru kita sedang mentaati Alloh ﷻ dan Rasul-Nya yang memerintahkan kita stay di rumah dan bersabar saat wabah.

Nah, persoalannya saat ini kita tidak bisa tahu persis, mana zona merah dan mana zona hijau. Karena pergerakan orang tidak dikontrol.

Jika memang mengkhawatirkan keselamatan diri, silahkan beribadah di rumah.

🌴Bagaimana dengan karyawan yang pekan ini mulai kembali bekerja? Satu sisi khawatir terpapar virus, satu sisi lagi terdesak dengan kewajiban sebagai seorang karyawan.

🌸Untuk karyawan memang agak susah ya, karena terikat kontrak kerja (akad) dengan perusahaan tempat bekerja. Disatu sisi kita tetapi harus memenuhi akad, tentunya dengan ikhtiar yang serius dan selalu berdoa agar terlindungi dari virus.

Disisi lain, semakin membuktikan bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas negara ini dalam mengelola dan mengurus rakyatnya. Negara memberi jalan kepada para pelaku bisnis untuk menjalankan kembali industrinya tanpa mempertimbangkan keselamatan karyawan.

Semoga Alloh ﷻ melindungi Ukhti dan kita semua yaa.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣5️⃣ Safitri ~ Banten
Bun, dengar-dengar di berita, 2020 kegiatan naik haji bakal ditiadakan. Kalau seperti ini bagaimana jadinya yah bun makin menjadi saja sistem kapitalisme di Indonesia?

Padahal pemerintah di Arab, Raja pernah berbicara: jika disana tidak ada peraturan ditutupnya ibadah umroh maupun haji. 

Harus bebuat apa lagi sedangkan jeritan masyarakatpun tidak didengar seakan-akan mereka tuli tutup telinga bahkan tutup mata.

🌸Jawab:
Memang benar, sayapun membaca informasi yang sama, bahwa kemungkinan ibadah haji tahun ini ditiadakan.

Terkait alasan Indonesia menunda pemberangkatan jamaah haji, sebabnya adalah Arab Saudi belum membuka akses untuk jamaah haji dari luar masuk ke wilayahnya (dengan alasan keselamatan saat wabah). Menurut saya ini sangat wajar, mengingat penyebaran virus Corona adalah antar manusia.

Kalaupun Arab Saudi membuka haji untuk negara lain, tetap saja potensi penularan tidak hilang. Karena wabah corona masih berlangsung di dunia.

Maka, yang kita lakukan adalah bersabar atas qadha Alloh ﷻ berupa ujian terhadap wabah ini. Selain itu, kondisi ini sebenarnya adalah efek dari kegagalan para penguasa global (di seluruh dunia) yang mengadopsi Kapitalisme dalam menangani wabah. Wabah menjadi sangat sulit dikendalikan dan semakin menjadi. Sehingga kaum Muslim sangat kesulitan melaksanakan ibadah yang Alloh ﷻ perintahkan, seperti sholat berjamaah di masjid, termasuk haji dan umroh.

Jadi makin rindu sistem Islam ya Bund, yang mampu menaungi umat manusia dalam kesejahteraan dan keamanan.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣6️⃣ Yuli ~ Jombang
Assalamualaikum Ustadzah,

Mohon maaf sebelumnya, untuk peradaban Islam, sepertinya belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.

Andaikata bisa, langkah konkrit apa yang dilakukan saat ini, dalam meghadapi situasi pandemi saat ini?

Untuk saat ini, kami selaku orang tua murid, apa yang seharusnya dilakukan menggapai situasi "New Normal" tersebut?

Terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Memang perjuangan menegakkan Islam hingga terwujud Islam kaffah, butuh waktu dan proses, Bund. Meski kita tidak pernah tahu kapan masa itu datang, karena itu bagian dari qadha Alloh ﷻ, kita tetap fokus dakwah, menyeru umat kembali kepada penerapan aturan Islam yang sempurna, mengedukasi mereka agar menyadari bahwa kebutuhannya terhadap syariat Islam itu tidak bisa ditunda.

Untuk saat ini kita memang baru bisa melakukan upaya personal melindungi anak dan keluarga. Ikhtiar yang terbaik: Seperti menjaga kebersihan, menggunakan masker, menjaga jarak, menghindarkan anak dari kerumunan, memberi menu bergizi, dan seterusnya.

Tentang keputusan melepas anak ke sekolah, untuk saat ini sama, semata menjadi ranah pilihan orang tua (kita tidak bisa mengandalkan negara), apakah tetapi melepas anak ke sekolah dengan serangkaian protokol kesehatan ketat atau orang tua izin kepada pihak sekolah untuk belajar di rumah dulu atau mau ambil opsi Home Schooling.

Jika nyawa menjadi taruhan, sementara anak-anak belum memahami bagaimana menjaga jarak (malah heboh main sama teman) misalnya, atau belum bisa bertahan lama-lama pakai masker (karena memang anak tidak bebas bernafas), dan pihak sekolah juga kesulitan mengontrol siswanya dengan SDM guru yang terbatas, belum ada mekanisme yang jelas bagaimana pihak sekolah memberlakukan Physical Distancing, ETC. maka menurut saya, menjauhi dharar adalah tuntutan syariat yang lebih dulu kita prioritaskan.

Semoga Alloh ﷻ segera mengangkat wabah ini dan melindungi anak-anak kita.

Begitu ya, Bund.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣7️⃣ Rahmi ~ Brunei
Assalamu'alaikum Ustadzah,

Bagaimana ya cara menyikapi orang-orang yang kita kenal dekat tapi mereka bersikeras dengan mengatasnamakan  mengagungkan bahwa masjid itu rumah Alloh ﷻ?

Sehingga mereka ngeyel mau berjama'ah, bersalam-salaman dengan yang lainya dengan keyakinan mereka: Masjid itu tempat ibadah yang bersih yang jauh dari virus.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Memang benar, masjid adalah tempat yang sangat layak mendapat penghormatan karena masjid adalah tempat yang mulia. Masjid memang bersih, suci, tapi masjid tidak steril.

Bersih dan suci itu terkait dengan bebas dari kotoran dan najis (yang tampak oleh mata). Tapi kita tidak bisa memastikan masjid bebas dari kuman dan virus (yang tidak terlihat) bukan? Virus tersebut bisa berasal dari orang yang terinfeksi kemudian mereka sholat di masjid. Orang ini tampak sehat, tidak menunjukkan gejala sakit, karena daya tahan tubuh dan imunnya kuat. Mereka berpotensi membawa dan menularkan virus dalam tubuhnya kepada orang atau jamaah yang lain.

Ada kesaksian satu keluarga di FB yang terpapar corona padahal sudah menjalankan protokol kesehatan dengan ketatnya. Ayah, ibu, juga anak-anak semuanya positif. Tapi hanya ayahnya saja yang menunjukkan gejala sakit hingga dibawa ke RS dan mendapat perawatan di sana. Sementara ibu dan ketiga anaknya yang positif, mereka tidak menunjukkan gejala sakit, sehingga mereka hanya melakukan isolasi di rumah. Nah OTG (Orang Tanpa Gejala) inilah yang bisa membahayakan orang lain di sekitarnya.

Kuat lemahnya iman seseorang tidak diukur dari apakah dia tetap sholat di masjid saat pandemi, atau dia memilih sholat di rumah . Tapi diukur dari ketaatan kepada perintah Alloh ﷻ.

Sholat di masjid memang diperintahkan, tapi itu dalam situasi normal. Dalam kondisi yang mengancam nyawa, seperti kondisi sekarang yakni ada wabah yang mengancam (walau tidak kasat mata), Islam memerintahkan kita menjaga nyawa sebagai prioritas. Maka sholat di rumah menurut saya adalah bentuk nyata keimanan dan ketundukan kita kepada syariat Alloh ﷻ.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣8️⃣ Devian ~ Grobogan
Jika kita menolak New Normal dengan tetap Stay At Home, bagaimana tips Ustadzah agar masyarakat tetap bisa bertahan pangan dalam kondisi seperti ini? 

Mengingat tidak semua masyarakat miskin tentunya mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Jazaakillahu khayr.

🌸Jawab:
Nice question

Stay At Home dalam jangka waktu yang tidak bisa diprediksi itu memang bukan pilihan mudah. Sebab Stay At Home membutuhkan daya dukung, dan yang paling vital adalah ketahanan pangan.

Dalam sistem Kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator (pembuat aturan), bukan periayah (pengurus) urusan rakyat. Maka wajar jika dalam sistem Kapitalisme, rakyat dipaksa berjibaku memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Negara memberi bantuan hanya sekadarnya, semata agar dilihat bekerja di hadapan rakyatnya, padahal bantuannya tidak mengcover seluruh rakyat yang terdampak dan tidak pula mengcover kebutuhan mereka. Bayangkan, 600 ribu itu misalnya, untuk hidup sebulan saja tidak cukup, terlebih untuk keluarga yang anggotanya banyak (ada kakek-nenek, dan seterusnya).

Ini berbeda dengan Islam. Islam mewajibkan penguasa mengurus urusan rakyat hingga tuntas, bagaimanapun caranya, sebab kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawaban hingga ke akhirat.

Khalifah Umar misalnya, rela memanggul gandum sendiri untuk seorang ibu yang miskin karena takut hisab Alloh ﷻ. Beliau juga sangat khawatir melihat jalanan berlubang karena setiap kuda yang terperosok dan penumpang yang celaka, itu semua menjadi tanggung jawabnya.

Karenanya, dalam kondisi hari ini, sesungguhnya negara telah berlaku dzalim kepada rakyat. Mereka digaji dari keringat rakyat (dari pajak yang dipungut), tapi mereka bekerja tidak untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan para Kapitalis.

Kita menolak New Normal dalam arti kita tidak ridha tidak tidak rela New Normal diberlakukan. Sebab itu sejatinya adalah kedzaliman, kejahatan.

Maka mengutip apa yang disampaikan Nabi. Jika melihat kemungkaran, maka kita harus mengubah atau mencegahnya dengan tangan (kekuasaan atau wewenang), dengan lisan, dan yang terakhir dengan hati (yakni dengan membenci dan menolak kemungkaran tersebut).

Kita tidak bisa Stay At Home terus, bukan? Karena memang tidak ada yang menjamin kebutuhan pangan kita. Kita tetap harus ke pasar, suami tetap harus bekerja, dengan harap-harap cemas bisa terhindar dari virus.

Semoga Alloh ﷻ selalu menjaga kita. Dan Alloh ﷻ pun segera menumbangkan para penguasa dzalim yang abai terhadap persoalan dan penderitaan masyarakat.

Oh ya, jika kita memiliki kelebihan harta, kita juga dianjurkan untuk berbagi ya, kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Tetap semangat dalam menyampaikan kebenaran.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0⃣9️⃣ Anna ~ Solo
Harus bagaimana mensikapi New Normal ini, Bund?

🌸Jawab:
Secara personal, kita tetapi harus menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi, pakai masker, rajin cuci tangan, dan seterusnya, semata karena ketaatan kita kepada perintah Alloh ﷻ.

Tapi kita tidak boleh terjebak pada narasi New Normal. Dengan membenarkan dan ridha menerima pemberlakuan New Normal ini.

Kata Nabi ketika melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangan (dengan kekuasaan atau wewenang, dengan lisan, yang terakhir dengan hati dengan menolaknya, tidak ridha atau tidak rela). Dan menolak dengan hati inilah selemah-lemah Iman.

Maka, Ukhti bisa mengedukasi umat (dengan lisan) terkait bahaya New Normal. Bisa juga menolak dengan hati, jika tidak memungkinkan menyampaikan nahi munkar dengan lisan.

Semoga Alloh ﷻ senantiasa melindungi kita yaa...

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

1️⃣0️⃣ Yeni ~ Yogya
Bunda menyampaikan tentang kurva yang kembali naik namun di akhir disampaikan bahwa kita tidak perlu was-was melepas anak-anak kembali ke sekolah...

Mohon penjelasannya pada penjelasan tersebut Bun.

🌸Jawab:
Kita tidak perlu was-was melepas anak-anak ke sekolah itu adalah ketika sistem Islam tegak, dimana keamanan terjamin, kesejahteraan terwujud, kesehatan dan keselamatan nyawa terjaga.

Jadi kalimat terakhir itu ada kaitannya dengan kalimat sebelumnya ya, Ukhti.

🌴Jujur nih bun...
Dengan situasi dan kondisi sekarang saya luar biasa khawatir dengan Herd Immunity.

Kedua, melepas anak untuk sekolah dirasa jauuuuuh belum bisa dalam waktu dekat.

Anak saya ada 2.
1 masuk SMA.
1 masuk SD.
Tetap ikut proses pendaftaran tapi semoga tidak dalam waktu dekat mulai tahun ajaran baru.

Ngerii bun...ya Allah.

1️⃣1️⃣ Agustin ~ Purwodadi Grobogan
Assallamu'allaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bismillaah...
Jika New Normal benar-benar diterapkan di negara kita dengan angka kasus positive yang masih terus naik mencapai angka lebih dari 500.

Apakah tepat jika orang tua mengambil keputusan untuk tetap tidak memasukkan putra putri mereka ke sekolah sampai grafik kasus positive minimal menjadi landai?

Hal ini disebabkan dilema orang tua yang tidak hanya takut putra putri mereka tertular tapi justru yang menularkan!

Jazakillahu khair, Bunda.

🌸Jawab:
Bunda shalihah...  Memang bagi orang tua ini pilihan yang berat ya. Di satu sisi, kita khawatir terhadap keselamatan anak. Tapi di sisi lain anak-anak sudah bosan di rumah, ingin ke sekolah, dan kitapun ingin anak-anak bisa belajar sekolah normal kembali.

Tapi mengingat grafik yang menurut ahli bahkan puncaknya saja belum terlihat, kita patut berhitung dengan cermat. Tentang segala kemungkinan yang bisa terjadi termasuk bagaimana jika anak kita terpapar covid-19.

Banyak orang tua yang memilih untuk tetap stay di rumah, memilih anak belajar di rumah. Jika tidak diizinkan pihak sekolah, bisa mengambil cuti. Bahkan para orang tua ini rela anaknya tinggal kelas dibanding harus menghadapkan anak kepada bahaya yang taruhannya nyawa.

Monggo, silakan dipertimbangkan baik-baik...

Islam memerintahkan anak-anak untuk belajar, bukan bersekolah. Jadi selama anak tetap dikontrol belajarnya, menurut saya tidak masalah sementara mereka belajar di rumah dulu atau bisa ambil opsi Home Schooling. Saya sudah mempraktikkannya jauh sebelum Covid-19 mewabah.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

1️⃣2️⃣ Dias ~ Bandung
Mohon di jelaskan tentang Herd Immunity?

Jazakillah khair ustadzah.

🌸Jawab:
Herd Immunity itu semacam cara untuk mendapatkan kekebalan dengan memaparkan sebanyak-banyaknya populasi kepada virus atau kuman penyakit. Jadi nanti akan ada seleksi alam, yang kuat bertahan sementara yang lemah tersisih (dikorbankan).

New Normal ini diindikasi banyak pihak adalah bentuk Herd Immunity terselubung. Mengingat negara melepaskan tanggung jawab menjaga komunitas masyarakat. Negara sekadar memberi himbauan kepada mereka untuk berhati-hati, menjaga kesehatan, ikuti protokol Physical Distancing, dan seterusnya. Negara membiarkan rakyat bergulat sendiri menghadapi ganasnya wabah.

Terbukti, bandara mulai dibuka. Transportasi diberi ijin bergerak. Termasuk pergerakan orang mulai dilonggarkan. Kafe dan restoran juga mulai buka. Orang kumpul-kumpul tidak lagi dilarang.

Ini sesungguhnya menunjukkan negara sudah gagal menyelesaikan wabah. Kemudian bikin narasi New Normal sebagai alibi. Padahal New Normal mengarah kepada Herd Immunity yang berbahaya.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Tidak ada yang bisa kita harapkan dari sistem Kapitalisme yang bathil ini selain kerusakan dan kesengsaraan manusia (muslim maupun non muslim).

Hanya sistem Islam satu-satunya pilihan paling rasional dan menyelamatkan. Sebab sistem Islam datang dari Dzat yang menciptakan manusia, juga menciptakan virus beserta qadarnya (ketetapan-ketetapan yang tertentu). Sistem tersebut jelas akan mampu mengeluarkan manusia dari wabah dan resesi, sebagaimana dahulu saat Islam tegak.

Maka untuk keluar dari pandemi, pilihannya adalah New Sistem, yakni Sistem Islam, bukan New Normal.

Allahu Akbar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar