Jumat, 30 Oktober 2020

TOXIC POSITIVITY

 



OLeH: Bunda Heradini Faizah, S.Psi

 💘M a T e R i💘

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Alhamdulillah kita bertemu dalam majelis yang penuh berkah ini untuk bersama sama mengkaji tentang:
TOXIC POSITIVITY. 

Akhwati fillah penghuni room Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ.
Siapa tahu apa itu Toxic Positivity?

Secara umum, pengertian dari Toxic Positivity adalah generalisasi yang berlebihan dan tidak efektif dari keadaan bahagia, optimis di semua situasi. Toxic Positivity menghasilkan penyangkalan, minimisasi, dan invalidasi pengalaman emosional manusia yang otentik.

Masih bingung? 
Contoh mudahnya begini, ketika seorang teman kita sedang ditimpa musibah, serta merta kita akan menghiburnya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya memberikan kata-kata motivasi seperti : Nggak papa kok... aku juga pernah ada dikondisi seperti itu, semuanya akan baik baik saja, tetap bahagia ya..., jangan biarkan diri terus menerus bersedih, yuk tersenyum.

Sekilas, nampaknya itu kata kata positif. Namun sejatinya itu kata-kata yang menekan perasaan.

Akhwati fillah yang dirahmati Alloh ﷻ.
Pernahkah kamu beranggapan bahwa berpikir positif tentang semua hal adalah cara untuk menjalankan hidup dengan mudah? Atau pernahkah  berpikir untuk tidak boleh merasa sedih, tetap bersemangat, dan harus tetap tersenyum? Atau saat bercerita ke teman mengenai suatu masalah yang kita hadapi, teman kita mencoba menyemangati dengan kata-kata “Jangan sedih!” “Masih banyak hal yang bisa disyukuri…” dan “Gak perlu sedih.. masih banyak yang lebih menderita dibanding kamu!”.

Banyak orang yang menganggap bahwa ketika selalu berpikir positif akan membuat seseorang merasa senang dan mampu mengatasi tantangan yang dihadapi. Hal itu mungkin saja benar, tetapi ternyata berpikir positif juga perlu ada “batasannya”. Pada masa-masa tertentu berpikir positif bisa menjadi “toxic” yang justru bisa membuat kalian menghindari masalah yang sedang dihadapi.

Toxic Positivity  menjelaskan mengenai konsep yang mengatakan bahwa berpikir positif merupakan cara yang tepat untuk menjalani hidup. Kita melakukan generalisasi secara tidak efektif terhadap perasaan dan keadaan bahagia, untuk diaplikasikan ke dalam setiap situasi yang dihadapi. Kemudian hal tersebut tertanam menjadi pola pikir yang tidak realistis serta memaksa seseorang untuk menekan perasaan mereka yang sebenarnya untuk terus menjadi positif. Dengan kata lain, kita dipaksa untuk fokus pada hal positif dan membuang emosi yang sebenarnya dirasakan.

Ada kalanya kata-kata penyemangat ini cukup ampuh mengurangi pikiran dan perasaan buruk mereka. Tapi jangan salah, bagi sebagian lain menganggap hal ini justru membuat mereka makin merasa berkecil hati, bahkan memicu depresi.
 
Kata penyemangat ini bukan berarti kita tidak butuh disemangatin ya. Pastinya kita senang masih ada teman yang peduli dan menaruh perhatian pada masalah kita. Kadang kita tidak sadar kalau seseorang tidak butuh disemangati dan tidak butuh kata-kata positif, melainkan empati dari diri kita.

Akhwati fillah, di bawah ini adalah beberapa ekspresi umum dan pengalaman Toxic Positivity yang dapat membantu kita untuk mengenali dan melihat bagaimana Toxic Positivity muncul dalam kehidupan sehari-hari.

~ Menyembunyikan atau menutupi perasaan yang sebenarnya.

~ Mencoba bersikap jalani saja dengan menjejalkan atau menghilangkan emosi.

~ Merasa bersalah karena merasakan apa yang sedang dirasakan (emosi negatif).

~ Mengecilkan atau meremehkan pengalaman orang lain dengan kutipan atau pernyataan positif.

~ Mencoba memberikan perspektif kepada seseorang (misal, "masih mending daripada...") alih-alih memvalidasi pengalaman emosional mereka.

~ Mempermalukan atau menghukum orang lain karena mengekspresikan rasa frustrasi atau emosi apapun selain emosi positif.

Terus apa yang sebaiknya kita lakukan agar kita tidak termasuk dalam golongan orang orang yang menebar Toxic Positifity?

◼️1) Belajar Menjadi Pendengar yang Baik

Cara mudah menghindari Toxic Positivity yang pertama ialah dengan belajar menjadi pendengar yang baik. Ketika kamu menjadi pendengar yang baik, kamu akan berusaha memahami bukan menghakimi atau seolah yang paling tahu tentang semua rasa sedih.

Saat seseorang mulai terbuka dan bercerita masalahnya denganmu, hal yang mereka butuhkan adalah didengarkan dengan baik. Sebenarnya orang yang sedang curhat tahu bahwa masalahnya harus ia selesaikan sendiri namun ia membutuhkan orang untuk bisa memahami dan mengerti perasaannya. Maka dari itu, belajarlah menjadi pendengar yang baik agar kamu bisa ikut berempati.

◼️2) Beri Waktu Untuk Meluapkan Emosi

Kedua, cara mudah untuk menghindari Toxic Positivity ialah dengan memberi waktu pada dirimu atau temanmu yang sedang bersedih untuk meluapkan emosi yang mereka rasakan. Bisa dengan menangis atau merenung dan lain sebagainya. Biarkan emosi tersebut keluar dan lepas dulu agar bisa menjadi lebih tenang setelahnya.
Toxic Positivity hanya akan membuat orang berpikir bahwa kesedihan adalah hal yang tidak wajar sehingga mereka akan menutup perasaan tersebut dan memendamnya. Tentu hal itu tidak baik karena selain memengaruhi psikis, penyakit lain juga bisa muncul akibat memendam emosi terlalu lama.

◼️3) Jangan Menghakimi Tetapi Berusaha Memahami

Ketiga, cara mudah untuk menghindari Toxic Positivity ialah dengan tidak menghakiminya tetapi memahaminya. Orang yang sedang sedih tidak butuh dihakimi, mereka butuh dipahami. Mungkin pada awalnya kamu berniat untuk memberikan semangat namun ternyata hal tersebut malah memperburuk. Ada baiknya kamu berpendapat ketika temanmu memintanya. Selama dia tidak meminta maka cukup dengarkan saja.

Tentunya kamu harus mampu menempatkan diri dalam posisi ini agar temanmu yang bersedih tahu bahwa dia tidak salah memilih orang untuk berbagi. Jika sekiranya ada hal yang ingin kamu ingatkan kepadanya dan kalimat itu terasa menyakitkan maka tahan saja dulu. Tunggu kondisi sudah stabil maka kamu boleh mengingatkannya.

◼️4) Jangan Membanding-bandingkan Masalahmu

Berikutnya, cara mudah agar kamu terhindar dari Toxic Positivity ialah belajar untuk tidak membanding-bandingkan masalahmu dengan orang lain karena sebenarnya bukan itu esensinya.

Membanding-bandingkan masalah tidak akan menyelesaikan masalah, malah justru membuat perasaan semakin terpuruk.
Hal ini karena takaran apa yang kamu anggap mudah dan sulit itu berbeda dengan orang lain. Bisa saja kamu sebut mudah padahal bagi orang lain sulit, dan bisa saja kamu sebut sulit padahal bagi orang lain mudah. 

Maka dari itu, tidak ada gunanya membandingkan masalah, lebih baik berusaha memahami dan menghibur agar kondisi kembali pulih.

◼️5) Jangan Memberi Tekanan Lewat Kata Penyemangat

Terakhir, ini merupakan cara yang paling penting untuk menghindari Toxic Positivity bahwa kamu tidak boleh memberi tekanan dengan kata-kata yang kamu pikir dapat menyemangatinya. Hal ini karena terkadang apa yang kamu maksud belum tentu direspon dan ditangkap sama oleh temanmu yang sedang dikuasai emosi negatif.

Bukan kata-kata penyemangat tetapi bantulah ia memahami masalahnya dengan mengumpamakan hal buruk lain yang bisa terjadi dari yang dihadapi serta apa yang bisa dipelajari dari apa yang ia alami saat ini. Katakan bahwa walaupun kondisi ini sulit namun kamu bisa melihat bahwa kamu tetaplah orang yang beruntung dan memaknainya sebagai suatu proses. Hal itu akan lebih mudah diterima tanpa harus membuatnya merasa rendah diri.

Akhwati fillah penghuni Room Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ...
Untuk menghindarkan diri kita menjadi korban Toxic Positivity cobalah untuk memilih lingkungan sosial yang membuat kita bisa lebih berkembang. Ijinkan juga diri kita untuk merasakan sedih, kecewa dan emosi negatif lainnya. 

Merasakan emosi negatif tidak salah dan justru dapat (di lay out tambahin kata “karena dapat”) membuat kita lebih mampu memahami kondisi diri kita yang sebenarnya. Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah konteks kejadian dan situasi yang sedang dihadapi. Tidak serta merta semua kondisi maupun kalimat yang membangun semangat pasti akan termasuk Toxic Positivity.

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Safitri ~ Banten 
Assalamualaikum bunda, 

Kadang memang bingung kalau diri ini dijadikan teman curhat apalagi kalau tidak punya pengalaman, bun kadang kalau teman fitri ingin curhat, nah fitri persilahkan, fitri dengerin dia saja sampai benar benar dia tuntas ngeluarin semuanya terus teman fitri ngomong sudah selesai giliran lu ngomong. 

Setelah itu fitri kasih nasihatlah begitu, kalau begini tuh bagaimana bun, kadang diri kita juga tidak tahu ini kata-kata tepat tidak buat dia.

🔷Jawab:
Wa'alaikum salam, 

Yang dilakukan fitri sudah benar. 
Mendengarkan curhatan teman sampai tuntas. Bahkan ketika dia menangis mengharu biru, biarkan. Elus-elus saja punggungnya, biarkan emosinya terlepas semua. 
Mendengarkan saja itu sudah mengatasi separuh masalah. 

Separuhnya lagi diperoleh dengan cara:
★Jangan menghakimi (ah, gitu aja nangis), 
★Jangan membandingkan (lu pikir masalah lu sudah segede gunung?, gue nih, punya masalah segunung himalaya. Nyatanya kuat), 
★Jangan Mengeluarkan kalimat positif tapi kandungannya negatif (sudahlah, lupakan, jangan nangis terus, ayo bangkit).

Kalau kamu sudah melakukan separu hal di atas, berarti fix, kamu benar-benar teman sejati yang layak dimiliki.

🌷Teman-teman fitri kalau ingin curhat apapun itu selalu ke fitri apalagi kalau masalah masalah pribadi mereka curhat ke fitri kadang fitri bingung dan mempertanyakan kenapa fitri jadi tempat curhat masalah mereka padahal fitri tidak punya pengalaman itu dan kadang kalau fitri capek, lelah, fitri tidak bisa dengan mudahnya curhat ke mereka fitri lebih pendam sendiri.
Bagaimana yah bun?

🔷Ya mungkin mereka memandang fitri enak diajak curhat.
Fitri curhatnya sama Alloh ﷻ saja. Nangisnya diatas sajadah saja.
Tidak harus curhat ke orang ya. Yang penting  emosi terlampiaskan.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ iiN ~ Boyolali
Begini bunda, kalau kita sedih dan ingin nangis, tapi kemudian diri ini menahan dan berucap ke diri sendiri "sudah ga papa, ga papa, besok akan baik-baik saja" dengan menahan air mata, sikap seperti itu apakah juga Toxic Positivity? Dan keadaan itu bisa terjadi terus menerus, 

Sikap ini baik atau buruk?

🔷Jawab:
Itu malah kita yang jadi Toxic buat diri sendiri.
Sebaiknya ketika sedih, tumpahkan seluruh air mata hingga tuntas. Ada dengan cara sujud panjang tengah malam, ada pula dengan cara pergi ke pantai, menangis seru ditengah deburan ombak, ada pula dengan cara pergi ke tempat sepi dan teriak sekeras mungkin, dan lain-lain.

Kita pilih saja salah satunya. Yang penting tidak menahan kesedihan. Itu sudah melegakan hati.
Setelah pikiran jernih, baru mencari solusi.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Titin ~ Jambi
Assalamu'alaikun bunda,

Bunda, saya sering sekali menyembunyikn atau menutupi perasaan saya yang sebenarnya dengan mencoba untuk menetralkan sendiri perasaan saya. Apakah dampaknya untuk saya bunda apakah itu termasuk Toxic Positivity ya bun?

Terima kasih

🔷 Jawab:
Wa'alaikum salam,

Sama saja, itu Toxic buat diri sendiri. Kesedihan jangan ditekan.
Ada ibu teman yang mempunyai benjolan di otaknya. Dan sekarang  dioperasi, karena kata dokter sering memendam masalah. Kalau ada masalah dipendam sendiri. Dirasakan sendiri. Dia ingin nampak baik-baik saja. 
Jadi kesedihan itu perlu dilampiaskan. Jalannya saja yang harus benar.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Phity ~ Yogja
Assalamu'alaykum bunda...

Wah ternyata Toxic Positivity bahaya juga ya bun...
Selama ini sering kali saya setelah mendengarkan keluh kesah teman atau murid atau orang lain serasa semangat 45 memberikan kata-kata penyemangat.

Ternyata hal ini tidak baik ya bun... 

Terus bagaimana kalau lawan bicara kita tidak meminta pendapat kita, apakah kita mendiamkannya saja? Atau diatur bagaimana caranya tetap kasih nasihat atau saran atau arahan?

Terima kasih bunda 

 🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam, 

Iya. Seseorang menceritakan masalahnya kepada kita, sebenarnya tidak mesti karena dia butuh nasihat. Dia hanya ingin didengarkan.
Ketika dia bilang, sebaiknya aku bagaimana?

You can say, menurutmu sendiri, bagaimana baiknya. Mari kita diskusikan.

Jadi usahakan agar jalan keluarnya dari dia dulu. Baru kemudian kita cari pertimbangan lain. Sehingga seolah-olah dia sendiri yang mencari jalan keluarnya. Toh yang akan menjalani dan melakukan dia. Dia yang lebih tahu apa yang terbaik. Kalau tidak menerima nasihat kita, ya biarkan. Doakan saja agar Alloh ﷻ memberi yang terbaik.

🌷Bun, kalau yang punya masalah itu orang tua, biasanya kan mereka punya pemikiran sendiri dan sudah merasa berpengalaman, namun cara yang diambil, kita rasa tidak tepat. Bagaimana baiknya ya?

Misal, sudah tahu sakit yang harus ke dokter, tapi lebih memilih pengobatan alternatif... Selain itu, selalu cemas dengan kondisi sakitnya. Mohon pencerahannya bun?

🔷Sebagai anak, kita tidak bisa menasihati bahkan memaksa mereka menerima saran kita.
Sebaiknya sampaikan pelan-pelan.
Kalau tidak mempan, cari orang yang dipercayakan. Minta mereka yang memberi nasihat.

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Sebagai manusia, wajar jika kita pernah merasa senang, sedih, kecewa, gugup dan kesal.

Merasakan perasaan terhadap sesuatu adalah bagian dari menjadi manusia.

Tidak apa-apa jika kita merasa tidak baik-baik saja karena semua orang pasti akan mengalami hal yang sama.

Yang perlu dilakukan adalah menyadari akan perasaan yang sedang kita rasakan dan tidak memaksakan diri untuk selalu terlihat bahagia.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar