Jumat, 30 Oktober 2020

MEMBANGUN SIKAP OPTIMIS DALAM ISLAM



OLeH  : Ustadz Asyari S.


     💘M a T e R i💘

🌸MEMBANGUN SIKAP OPTIMIS

Optimis merupakan karakter indah seorang mukmin. Mukmin sejati harus senantiasa berpikir positif dan memotivasi diri menjadi pribadi yang memiliki visi akhirat, perfeksionis, dan punya standar yang tinggi untuk perkara-perkara yang dicintai Alloh ﷻ.

Sikap optimis harus ditanamkan dalam hati manakala suatu saat menghadapi badai masalah, ia akan tegar dan terus bersemangat mencari solusi penyelesaian masalah. Tidak mudah putus asa dan yakin pasti ada hikmah besar di balik semua takdir Alloh ﷻ. Islam mengajarkan umatnya untuk bangkit menyongsong hari esok dengan obsesi baru, harapan dan semangat membara agar hidupnya lebih baik, amalnya lebih shalih, imannya bertambah kuat, serta hatinya dipenuhi buhul cinta kepada Alloh ﷻ, tidak menyesali peristiwa masa lalu yang mungkin menumbuhkan kesedihan mendalam.

Hadapi perkara mendatang dengan penuh kebahagiaan dan menepis dan melawan perasaan negatif yang belum terjadi. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِيْ الْفَأْلُ

“Tidak ada penyakit yang menular sendiri dan tidak ada kesialan. Al-fa`lu (kata-kata yang baik) membuatku kagum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Hulaimi rahimahullah mengatakan: “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam suka dengan optimisme, karena pesimis merupakan cermin persangkaan buruk kepada Alloh ﷻ tanpa alasan yang jelas. Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud persangkaan yang baik. Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka baik kepada Alloh ﷻ dalam setiap kondisi.” (Fathul Bari`, 10/226)

Optimisme butuh action dan langkah nyata seorang yang ingin sukses menempuh studi atau menuntut ilmu agama perlu belajar sungguh-sungguh, bekerja keras, dan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya. Menjalankan usaha-usaha atau ikhtiar dalam mencapai tujuannya. Begitu pula ketika berniat berumah tangga, semangat saja belum cukup, butuh kesiapan fisik dan ilmu yang terkait dengan kerumahtanggaan agar bahtera pernikahannya berkah di sisi Alloh ﷻ. Hidup ini hakikatnya adalah belajar, beramal dan bersabar serta mengiringi semua yang kita lakukan dengan penuh optimisme, Alloh ﷻ akan memberi kita yang terbaik sesuai takdirnya. Yakinlah setelah kesulitan ada kemudahan. Allah Ta’ala berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah : 5-6)

Seorang mukmin sejati dalam segala situasi dan kondisi harus bergantung hatinya kepada Alloh ﷻ. Memperbanyak doa dan husnudzan kepada Alloh ﷻ akan memberikan pilihan terbaik sesuai dengan ilmu Alloh ﷻ meski terkadang tidak selaras dengan nafsu manusia.

Al-Hasan al-Basri mengatakan : “Sesungguhnya tawakal seorang hamba kepada rabbnya adalah ia meyakini bahwa Alloh ﷻ itu sumber kepercayaan dirinya.” (Al-Fawa’id, 149).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكِ، وَ اسْتَعِنْ بِاللّٰهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah kepada Allah. Dan jangan kau lemah.” (HR. Muslim).

Perhatikan ayat berikut: 

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَؤُوساً

“Apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya berpalinglah ia dan membelakang dengan sikap sombong; dan apabila ia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa.” (QS: Al-Isra: 83).

Dalam menjelaskan makna ayat tersebut, Sayyid Qutb dalam karyanya Fii Zhilalil Qur’an berpendapat bahwa, kenikmatan, tabiatnya memang menyesatkan dan menyombongkan selama manusianya tidak mengingat Allah Ta’ala, sehingga memuji dan bersyukur.

Sedangkan, kesengsaraan itu tabiatnya membuat manusia putus asa dan pesimis selama manusia tidak berhubungan kepada Alloh ﷻ. Tetapi, kalau berhbungan dengan Alloh ﷻ, mereka tetap bisa berharap dan bercita-cita, tenang dengan rahmat dan karunia-Nya, sehingga ia dapat bersikap optimis dan bergembira.

Tidak larut dalam masalah yang menimpa, kemudian kehilangan semangat dan berpikir buruk yang pada akhirnya justru akan merugikan diri sendiri. Dengan demikian, teranglah bagi kita semua bahwa salah satu langkah untuk tetap optimis adalah mengingat Alloh ﷻ. Namun bagaimana perwujudan dari mengingat Alloh ﷻ yang harus kita upayakan?

◼️Pertama, Husnudzon Billah. Husnudzon billah adalah manivestasi dari mengingat Alloh ﷻ secara konkret. Hal ini didasarkan pada apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, berkata, bersabda Rasulullah ﷺ:

Alloh ﷻ berfirman: “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari.” (HR. Bukhari-Muslim).

Jadi, peristiwa apapun yang menimpa kita, terlebih hal-hal yang membuat kita malu, sedih dan kecewa. Kembalikan saja semua kepada Allah Ta’ala dengan tetap berprasangka baik kepada-Nya (husnudzon billah). InsyaAllah hati akan tetap tenang dan jiwa akan terus optimis mengisi kehidupan fana ini.

Kalau merasa sulit untuk bisa menerima keadaan dengan tetap husnudzon billah, cobalah pikirkan makna bahwa Alloh ﷻ Maha Adil, Alloh ﷻ Maha Melihat, Alloh ﷻ Maha Mendengar, Alloh ﷻ Maha Mengetahui.

Pertanyaannya, adakah Alloh ﷻ tidak tahu masalah buruk yang menimpa kita? Jelas Alloh ﷻ mengetahui. Karena itu, alasan apa yang membuat kita tidak mau husnudzon billah!

Logikanya sederhana, bagaimana mungkin kamu mengharap kebaikan, sementara cara berpikirmu bahkan prasangkamu sendiri tidak pernah positif? Nah….kan!

◼️Kedua, Continous Improvement. Istilah continous improvement (perbaikan diri terus menerus) sebenarnya populer dalam dunia bisnis. Tetapi tidak salah jika spiritnya kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Langkah ini bisa kita lihat pada apa yang dilakukan Nabi Yusuf Alayhissalam. Ketika beliau dikucilkan, difitnah bahkan dipenjara tanpa alasan yang jelas, beliau tidak sibuk menuntut ini dan itu kepada siapapun. Tetapi beliau fokus membina ‘hubungan baik’ dengan Allah Ta’ala.

Beliau fokus mengasah ilmu yang dimiliki dari apa yang telah Alloh ﷻ ajarkan. Setiap hari itu terus diasah dengan terus berdoa dan berusaha agar Alloh ﷻ memberikan jalan keluar dari masalah ketidakadilan yang menerpa hidupnya.

Umumnya orang, begitu merasa dirinya disalahkan, dikucilkan dan lain sebagainya, langsung teriak-teriak membela diri dengan beragam argumen. Bahkan kadang kala, karena terlalu over, sampai perkataan tidak patut pun dilontarkan. Padahal, ketika seseorang merespon kejelekan dengan cara yang tidak patut, keduanya menjadi sama tidak baiknya.

Jadi, daripada fokus dengan masalah buruk yang menimpa, ataupun ucapan orang yang merendahkan kita. Lebih baik kita gunakan waktu dan energi kita untuk melakukan hal-hal yang memang perlu untuk kita lakukan dan kembangkan. Bukankah kita sama-sama mengetahui bahwa pahitnya jamu itu  menyehatkan hehe.... 

So, mari kita isi hidup ini dengan ketaatan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, kemudian kita hadapi apapun yang terjadi dan akan terjadi dengan senjata selalu husnudzon billah dengan tekad terus memperbaiki diri. insyaAllah kebahagiaan akan menjadi kenyataan. Aamiin. 

Wallahu a’lam.

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷

         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadz, 

Sebatas apa kita harus membangun sikap optimis?

Semisal kita mengikuti ujian terus merasa banyak sekali kesalahan menjawab sampai down saat selesai dan keluar ruangan.

Apakah tetap harus membangun sikap optimis dalam situasi seperti itu?

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam, 

Bismillahirrahmanirrahim

Menjawab pertanyaan Mbak Atin...

Sikap optimis harus terus dimunculkan dalam diri. 

Optimis dalam hal akan ada jalan keluar, optimis ada hikmah besar dari setiap ujian, optimis mendapat pelajaran berharga dari ujian yang sudah dilakukan. 

Dalam hal ujian tulis, yang pertama dilakukan ketika merasa banyak jawaban yang salah adalah instrospeksi diri bagaimana persiapan dalam menghadapi ujian. 

Jika ikhtiar sudah maksimal maka optimislah bahwa Alloh ﷻ akan memberikan "yang terbaik". Meskipun yang terbaik itu belum tentu sesuai harapan kita, melainkan terbaik di sisi Alloh ﷻ. 

Sikap optimis berarti juga berhusnudzan pada Alloh ﷻ. Dan Alloh ﷻ sesuai dengan prasangka hamba-Nya. 

Wallahu A'lam

0️⃣2️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum ustadz, 

Kita kan harus selalu punya sifat berhusnuzon sama Alloh ﷻ ya, harus tetap optimis ketika di hati dan pikiran menanamkan optimis dan yakin sama Alloh ﷻ tapi disaat bersamaan ada bisikan hati yang ingin menyerah seperti sudah tidak bisa kalau seperti ini. Bagaimana ustadz, harus dengan cara apa?

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam, 

Bismillahirrahmanirrahim

Mbak Safitri... 

Perhatikan surat Al Baqarah ayat 286 ...

Yang berisikan tentang Alloh ﷻ tidak akan menguji hamba-Nya "diluar" kemampuan dirinya. 

Dan untuk setiap perjuangan sikap optimistis pasti ada godaan syaithon yang melemahkan semangat optimisme tersebut. 

Kalau sudah begitu yakinkan diri bahwa ujian, tantangan yang dihadapi sudah sesuai dengan kapasitas diri kita. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. 

Maka cara untuk bisa mengatasi perasaan tersebut berdoalah kepada Alloh ﷻ mohon dikuatkan hati dan upaya yang dilakukan. Serta yakinkan diri bahwa inilah cara Alloh ﷻ untuk mengangkat derajat kita, dengan memberikan ujian sesuai kapasitas diri kita.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Titin ~ Jambi
Assalamualaikum ustadz, 

Pada saat diri disalahkan biasanya akan membela diri, apabila pembelaan itu kebenarannya bagaimana ustadz apakah kita tidak boleh membela diri bila disalahkan ustadz, apakah kita harus tetap diam saja dan apa yang seharusnya dilakukan ustadz? 

Terima kasih. 

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam, 

Bismillahirrahmanirrahim

Mbak Titin ...

Membela diri perlu tetapi harus sesuai dengan proporsi dan introspeksi diri. Jangan sampai membela diri padahal kita sudah melakukan kesalahan. 

Akan lebih baik kalau tabayun terlebih dahulu secara bijak mengurai duduk persoalannya sehingga tahu apakah kita dalam posisi salah atau benar. 

Jangan sampai kebenaran yang kita pertahankan berdasarkan hawa nafsu bukan membawa kemaslahatan untuk semua. 

Wallahu A'lam

0️⃣4️⃣ Erni ~ Yogja
Assalamualaikum Ustadz, 

Belakangan ini, jarang mengerjakan sholat tahajud, bahkan sholat subuh sering sudah fajar. Satu keluarga yang kami rasakan, sepertinya sudah bangun jam 3 seperti biasa, tahajud, sejenak bincang-bincang dengan keluarga, sembari menunggu subuh. Tapi kami tiba-tiba terbangun sudah terbit fajar dalam keadaan setengah sadar, dalam kepala seperti ada yang bercakap-cakap. Begitu juga dengan suami dan anak-anak. 

Apa yang harus kami lakukan untuk memohon pertolongan Alloh ﷻ tanpa menyerahkan diri kepada orang lain untuk di ruqyah, baik dari sisi akhlak maupun ibadah agar pertolongan Alloh ﷻ dekat? 

Mohon pencerahan.

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam, 

Bismillahirrahmanirrahim

Mbak Erni, 

Ruqyah bisa dilakukan secara mandiri bersama keluarga. Ada banyak panduan ruqyah Syar'iyah yang bisa  tersedia baik cetak maupun secara online. 

Meminta pertolongan orang lain untuk meruqyah dimungkinkan jika tingkat gangguannya cukup berat.

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷

 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Intinya tetap berusaha OPTIMIS dan senantiasa HUSNUDZON kepada Alloh ﷻ yang InsyaAllah akan menguatkan diri kita dalam menghadapi berbagai persoalan.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar