Rabu, 14 Oktober 2020

ABI ATAU UMI, MANA YANG LEBIH SABAR?

 



OLeH: Bunda Heradini F.,S.Psi

   💎M a T e R i💎

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Segala puji bagi Alloh ﷻ atas segala nikmat iman, Islam, sehat, sehingga pada pagi hari ini bisa sharing dengan ummahat sholihah.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada uswatun hasanah baginda Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, para sahabat, pengikutnya hingga akhir zaman, dan semoga kita mendapat syafaatnya di yaumil akhir, aamiin.

Syukron atas kesempatan yang diberikan. Malam hari ini saya akan sharing tentang ABI ATAU UMI, MANA YANG LEBIH SABAR?


Judul yang sangat menggelitik sekaligus mengundang senyum bagi saya. 
Langsung terbayang, bapak dan ibu dulu, bagaimana mereka mendidik saya, kakak dan adik. 

Demikian pula dengan keadaan sekarang, yang sudah rempong dengan status sebagai guru sekaligus ibu dan 7 anak yang... 

Pertanyaan ini kemudian saya lontarkan pada antunna, dalam rumah siapa yang lebih sabar? Bapak atau ibu, abi atau umi, mama atau papa?

Akhwati sholihah di room Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ....
Jika membandingkan siapa yang lebih sabar, abi atau umi. Bapak atau ibu?

Maka jawabannya, memang yang lebih sabar ngadepi anak-anak itu BAPAK. 

Kenapa? Frekuensi bapak bertemu dan berinteraksi langsung dengan anak-anak itu 3 kali lebih jarang dibandingkan dengan ibu. 
Ibu 3 kali lebih sering berinteraksi dengan anak-anak. 
Mulai dari lahir, siapa yang dicari anak? Pasti ibu. Setelah mandi dan wangi, giliran bapak baru mau pegang. 

Ketika anak riweuh dirumah, bapak menenangkan meraka dengan caranya, jalan-jalan, cari jajan keluar, lebih lembut suaranya, dan lain-lain. 
Ketika anak-anak merajuk kepada ibu, ibu sudah langsung pasang kuda-kuda. Karena dia yang seharian dirumah ngurusi anak-anak.
Bapak dengan rasa merasa bersalah karena seharian pergi mencari nafkah, datang sebagai pahlawan rumah tangga, memberikan apa yang diminta anak. 

Jadi ternyata abilah yang lebih sabar. 
Dengan asumsi, bahwa ibu dirumah sebagai ibu rumah tangga full tanpa asisten. Dan abi keluar rumah dari pagi hingga siang atau sore hari sebagai pencari nafkah. 

Namun ketika peran itu ditukar? Ibu yang keluar dan ayah seharian dirumah. 
Apa yang terjadi kemudian?
Maka terjadilah kehebohan yang tidak terperi. Belum jam 12 siang, sudah berkibar bendera putih sebagai tanda menyerah. 

Benar demikian?????

Beberapa eksperimen sosial pernah dilakukan untuk menegakkan diagnosa atas pernyataan diatas. 
Dan hasilnya. 
Para bapak langsung sujud syukur ketika bunda datang kembali kerumah. 

Peristiwa sederhana saja. 
Ibu sakit. 
Maka seluruh rumah akan merasa sakit. 
Tiba-tiba rumah sunyi senyap. 
Tidak ada yang bersuara. 
Semua berduka. 
Dan meraka akan bilang, mama cepat sembuh ya. Mama marah-marah tidak apa-apa. Mama ceriwis sama kami-kami tidak apa-apa. Mama bawa-bawa sapu buat menyapu mainan yang tidak dirapikan tidak apa-apa. Dan banyak permintaan yang intinya, rumah harus seperti sediakala. 

Akhwati fillah
Kita tidak hendak membandingkan siapa yang lebih sabar, abi atau umi? 

Pun tidak hendak menakar kualitas sabar dari keduanya. 
Karena Alloh ﷻ telah menciptakan dan menjodohkan dua makhluknya dalam ikatan perkawinan dengan masing-masing tugas dan tanggung jawab. 

Wanita diciptkan dengan 90% perasaan dan 10% logika. 

Sebaliknya
Laki-laki diciptakan dengan 90% logika dan 10% rasa. 

Karena apa, ibu tidak akan main logika ketika anak seharian minta nenen dan dikeloni. Ditinggal dikit sudah merengek. Mintanya kita seharian memeluknya. Dengan perasaan yang dominan, maka ibu akan melayani anak-anaknya dengan sepenuh hati. 
Ayah diciptakan dengan kemampuan logika yang dominan. Agar ia dapat menghadapi kuatnya persaingan didunia kerja. 
Coba kalau dibalik, kacau pastinya. 

🌸🌷🌸
Alhwati fillah.....
Kesabaran adalah salah satu modal utama yang harus dimiliki, meskipun melihat perkembangan sang buah hati adalah kebahagiaan, namun tidak jarang tingkah polah anak-anak sangat menuntut kesabaran besar. Jika akhirnya kita tidak mampu mengontrol emosi, maka seringkali anak menjadi tersakiti. Apalagi dalam islam anak tentu memiliki kedudukan yang istimewa, sebab tidak semua pasangan suami istri mendapatkan keberuntungan untuk dapat menimang momongan.

Menjadi orang tua tentu memiliki tuntutan yang luar biasa besar. Terlebih ketika sudah memiliki anak, dibutuhkan rasa sabar yang luar biasa hebat dalam diri seorang ayah atau ibu. Bagaimana tidak sabar? Ketika sedang menikmati makanan tiba-tiba saja si buah hati ingin buang air besar, ketika baru saja mengepel lantai ternyata mereka menumpahkan makanan atau minuman atau malah membawa lumpur bekas bermain dari luar.

Hal-hal yang disebutkan tadi tentu secara tidak sadar membuat kita melatih kesabaran sebagai orang tua. Itulah mengapa menjadi seorang ibu atau bapak merupakan sebuah tantangan tertinggi bagi wanita maupun pria sebagaimana cara membuat hati ikhlas . Kesabaran adalah modal utama yang dimiliki orang tua, walaupun melihat perkembangan anak adalah kebahagiaan tapi tidak jarang tingkah polah mereka membuat kita sebagai orang tua dituntut memiliki kesabaran luar biasa. 

Akhwati fillah, calon ibu maupun sudah jadi ibu-ibu, penghuni room Perindu Surga...

Menjadi seorang Ibu adalah impian bagi setiap wanita. Itu menggenapi impian sebelumnya yakni menjadi seorang istri. Dalam Islam, ibu merupakan sosok yang mulia dan dimuliakan. Ia 3 kali didahulukan daripada ayah dalam masalah siapa yang harus dibaktikan. Begitupula dalam hadist dicantumkan bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu.

Dalam sejarah, banyak profil-profil Ibu teladan. Salah satu sifat paling menonjol yang dimiliki oleh wanita mulia itu ialah kesabaran. Bersama sifat sabar itulah, wanita merubah keadaan dan kondisi ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain, kesabaran wanita merubah gelap menjadi terang.

Bersabar dalam mendidik anak.

Secara fitrah, wanita memang ditugaskan menjadi pendidik. Ia adalah madrasatul ’ula bagi anak-anaknya. Dalam mendidik anak, diperlukan kesabaran ekstra baik dalam menghadapi keadaan si mungil maupun kondisi sekitar. Terdapat teladan indah dari Asiyah istri Firaun yang membesarkan Musa dengan penuh kasih sayang meskipun berada di lingkungan kafir. Meskipun Musa bukanlah anak kandungnya sendiri.
Pendidikan dari seorang Ibu sangat berpengaruh besar bagi si anak. Ayah yang baik, jika ibunya tidak baik, kemungkinan besar anak menjadi tidak baik. Sebagaimana yang dialami Nabi Nuh. Namun, andaikatapun sang ayah tidak baik, tetapi jika sang ibunda mendidik dengan baik, maka sang anak bisa jadi baik. Seperti Musa, meski besar di lingkungan Firaun, ia tetap sholih berkat didikan wanita yang baik, bi idznillah. Apalagi jika kedua orang tuanya baik.

Hal ini juga dicontohkan Ummu Sulaim. Sebelum menikah dengan Abu Thalhah, ia sudah menikah dan punya anak, Anas bin Malik. Ketika dilamar Abu Thalhah, ia memilih untuk menunda pernikahan disebabkan ingin fokus membimbing anaknya hingga ia baligh. Ia berkata, “Aku tidak akan menikah hingga Anas baligh dan duduk di majelis-majelis ilmu.” 

Setelah Anas baligh, Ummu Sulaim menyerahkannya pada Nabi. Ummu Sulaim memohon agar Nabi berkenan mendidik, mendoakan dan membina sang anak. Akhirnya Anas di masa depan menjadi orang yang cerdas dan sholih. Sukses dunia akhirat.

🌸🌷🌸
Akhwati fillah....
Ada beberapa hal penting yang bisa kita lakukan sehubungan dengan melatih diri kita sebagai orang tua dalam upaya meningkatkan kesabaran dalam menghadapi dan mendidik anak, antara lain adalah:

🔹1. Bila kita tidak ‘siap’ menghadapi anak yang saat itu sedang marah, menangis, teriak-teriak, atau menunjukkan perilaku-perilaku tantrum lainnya, maka sebaiknya kita ‘menyingkir’ terlebih dahulu untuk menenangkan diri. 
Segera pindah dari hadapan anak, dan lakukan aktivitas-aktivitas yang bisa membuat kita lebih siap menghadapi anak dengan segala perilakunya. 

Ibu atau bapak bisa mengambil air wudhu, atau mandi, atau sholat sunnah 2 raka'at, atau masuk ke dalam kamar tidur untuk berbaring sebentar, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang bisa membuat kita lebih tenang. 
Setelah kita merasa lebih siap, barulah kita masuk ke ‘arena’ anak tanpa mudah terpancing dengan perilaku tantrum anak.

🔹2. Ketika anak sedang tantrum atau marah, kita tidak perlu menasehati panjang lebar. 
Cukup dengan memasang wajah afek datar dan abaikan segala perilaku tantrum tersebut. 
Nanti, ketika anak sudah tenang, barulah kita peluk, cium sambil kita katakan bahwa betapa kita sangat mencintainya. 

Sampaikan pada anak mengenai perasaan Ibu atau Ayah bila sang anak marah-marah, teriak-teriak, melawan, pukul, banting-banting barang, dan lain-lain, dan tidak perlu nasihat yang panjang dan lebar. 
Jangan lupa, ketika anak menunjukkan perilaku yang positif, berilah apresiasi pada anak. 
Bisa dengan pujian yang disertai dengan senyum termanis dari Ibu dan Ayah, pelukan, ciuman, dan lain-lain. 

Storytelling atau mendongeng atau bercerita pada anak, juga merupakan terapi yang sangat efektif dalam membentuk karakter-karakter positif pada Balita kita. Ayah dan Ibu bisa membeli buku atau cukup “mengarang” cerita dengan konteks yang sesuai dengan masalah anak.

🔹3. Oran gtua, Ayah dan Ibu juga harus memiliki waktu untuk diri sendiri. 
Pada waktu ini, Ayah dan Ibu bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang sifatnya relaksasi atau dengan mengerjakan hobby yang bisa mengobati rasa jenuh. 

Tidak perlu waktu berjam-jam lamanya, mendengarkan musik, membaca buku, berendam di bath tub dengan air yang hangat, olah raga, menelpon teman lama, merangkai bunga, berkebun, makan malam di luar bersama teman, adalah contoh-contoh aktivitas yang bisa dilakukan ayah dan ibu yang bisa membuat otak dan hati kita menjadi lebih fresh. 
Dengan demikian diharapkan kita bisa jauh lebih siap dalam menghadapi segala perilaku anak.

🔹4. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan banyak berdo’a dan selalu memohon kepada ALLOH ﷻ agar kita senantiasa diberikan kesabaran dalam mendidik anak-anak kita.

InsyaaAllah ini informasi yang bisa saya share dimajlis ini. 
Semoga bermanfaat. 

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Shinta ~ Karawang
Assalamualaikum ustadzah, 

Jika posisi ayah dan ibunya justru terbalik, ibunya yang bekerja karena qodarulloh suami sudah tidak bekerja karena suatu hal.

Sedangkan untuk urusan dapur pasti dikerjakan oleh istri setelah pulang kerja, meski pekerjaan rumah lain dikerjakan oleh suami. Kadang ada rasa lelah, bagaimana sebaiknya sikap seorang istri? Bagaimana juga kengontrol emosi anak umur 4 tahunan?

🔷 Jawab
Waalaikum salam, 

Qodarulloh, Alloh ﷻ telah mentakdirkan yang demikian. Haruskah istri mengeluh? Jangan. Karena dia telah mendapatkan pahala yang besar atas apa yang telah dilakukannya. 
Mengeluh, marah, merendahkan suami, hanya akan menghilangkan bagian dari pahalanya tersebut.
Tetaplah bersabar dan banyak-banyak mengharap keridhoan suami. 

Berikut saya tampilkan artikel mengenai hal tersebut. Semoga bisa menjadi pelajaran. 

SANG SUAMI DAN KERIDHOANNYA
~~~~~~~~
Oleh KH Maimun Zubair.

Ada seorang ibu, mau cerai dari suaminya. Lalu dia diskusi panjang dengan saya....

Ibu.: Mbah Mun, saya sudah tidak kuat dengan suami saya. Saya mau cerai saja...
Kyai. : Emangnya kenapa bu?

Ibu. : Ya suami saya sudah tidak ada kerjanya, tidak kreatif, tidak bisa jadi pemimpin untuk anak-anak. Nanti bagaimana anak-anak saya kalau ayahnya modelnya seperti begitu. Saya harus cari nafkah capek-capeK dia santai saja di rumah.

Kyai.: Oooh begitu, cuma itu saja?

Ibu.: Sebenarnya masih banyak lagi, tapi ya itu mungkin sebab yang paling utama.

Kyai.: Oooooh... iya... mau tahu pandangan saya tidak bu?

Ibu.: Boleh Mbah Mun.

Kyai.: Beini... ibarat orang punya kulkas, tapi dipakainya untuk lemari pakaian, ya akhirnya tidak bakal puas dengan produk kulkas tersebut. Sudahlah tidak muat banyak, tidak ada gantungan pakaiannya, tidak ada lacinya, tidak bisa dikunci, malah boros listrik...
Nah... itulah kalau kita pakai produk tidak sesuai fungsi. Sebagus apapun produknya kalau dipakai tidak sesuai peruntukannya ya tidak akan puas.

Ibu.: Mmm... terus apa hubungannya sama suami saya?

Kyai.: Ya... ibu berharap sekali suami ibu jalankan fungsi yang sekunder, bahkan tersier barangkali. Tapi fungsi primernya tidak dipakai.

Ibu.: Saya tidak berharap lebih koq Mbah Mun. Saya cuma ingin dia nafkahi keluarga dengan baik. Saya cuma ingin dia jadi pemimpin yang baik.

Kyai.: Iya... itu mah cuma fungsi sampingan dari suami. Sayang atuh suami cuma diharapkan jadi begitu saja. Fungsi primernya yang paling utama malah tidak ibu harapkan dan kejar.

Ibu.: Mmmmm... emang apa fungsi primernya seorang suami?

Kyai.: Fungsi primer suami ibu itu adalah untuk jadi tameng bagi dosa-dosa ibu di neraka.
Saat ibu dapat ridho dari suami, maka... semua dosa-dosa ibu langsung dimaafkan sama Alloh ﷻ atas keridhoan suami ibu. 
Jadi, seorang suami duduk diam saja, itu sangat manfaat untuk ibu, tinggal ibu aja gunakan fungsinya dengan maksimal. 
Lakukan apapun yang terbaik yang ibu bisa lakukan untuk dapatkan ridho suami. 
Dalam sebuah hadits shohih disebutkan,  “Ayyumam roatin maatat wa zaujuha ‘anha roodhin dakholatil jannah”

Yang artinya “Seorang istri meninggal dunia dan suaminya ridho sepenuhnya kepadanya, maka langsung masuk surga.”

Selebihnya, itu cuma fungsi-fungsi sekunder dari suami. Kejar dulu yang utama ini.
Suami tidak kerja ya tidak apa-apa... yang penting sudah jadi suami ibu. Jangan lepaskan, jangan dicerai. Biarkan dia jadi tameng saja bagi neraka.
Kalau cerai, nanti ibu langsung berhadapan dengan api neraka. Dosa-dosa ibu tidak ada yang menghapusnya, kecuali amalan ibu sangat spesial dan sudah tidak ada dosa sama sekali.
Ibu tinggal cari ridhonya suami. Kalau memang ibu yang cari nafkah ya tidak apa-apa. Semua harta yang ibu berikan ke anak dan rumah tangga itu semuanya terhitung sedekah yang sangat mulia. Jauh lebih mulia daripada sedekah ke anak yatim.

Ibu.: koq bisa lebih mulia dari anak yatim?

kyai.: ya karena anak yatim ini bukan bagian dari hidup ibu. Memberikannya adalah sedekah yang hukumnya sunnah. Sementara suami, sudah terikat dengan akad nikah, sudah menjadi bagian dari ibu. 
Silahkan dibagi sedekah untuk orang lain dengan sedekah untuk keluarga, tapi yang untuk keluarga, itu yang lebih utama.

Ibu.: Tapi... kalau suami zalim bagaimana? Bahkan KDRT ke keluarga?

Kyai.: Ya gak apa-apa juga... tetap pertahankan. Karena semua perbuatan zalim akan kembali kepada yang melakukannya. Suami akan menanggung akibat KDRT yang dilakukannya. Siksaan Alloh ﷻ sangat pedih bagi suami yang tega menyakiti keluarganya.
Sementara... Ibu fokus saja terus cari ridhonya suami.
Pernah dengar? Istrinya Fir’aun masuk surga? Apa kurangnya coba Fir’aun melakukan KDRT? Bukan hanya ke sang istri, Fir’aun bahkan tega membunuh bayi-bayi.
Ke istrinya Asiyah, Fir’aun menyiksanya dan bahkan membunuhnya. Doa terakhir Asiyah diabadikan oleh Alloh ﷻ di dalam Al-Qur’an.

Dia tidak meminta Fir’aun di azab. Dia hanya meminta imbalan atas kesabarannya “ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zalim.” (66:11)

Ibu.: Ya Allah... Mbah Mun ... terimakasih atas diskusinya. Lalu apa yang harus saya lakukan?

Kyai.: Ibu mau ikuti saran dari saya?

Ibu.: Apa itu Mbah Mun..?

Kyai.: Lakukan ini selama 7 hari saja... setiap malam, Tanyakan ke suami, “Abang, berapa persen ridhonya abang sama aku hari ini?”
Kalau dia jawab 95%... jangan tidur. Lakukan apapun untuk membuatnya menjawab sampai 100%. Mungkin dipijitin, mungkin dibuatkan makanan, teh, hidangkan buah, apapun... sampai dia mau jawab 100%. Baru setelah dia jawab “iya, aku ridho sama kamu 100%” nah silahkan tidur....
Lakukan selama 7 hari dan rasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang akan ibu dapatkan.

Ibu.: Baik Mbah Mun

Kyai.: Semoga Allah memuliakan ibu dan suami ibu.

Ibu.: Aaaamiin ya Rabb... terimakasih Mbah Mun...
***

SELANG 5 HARI BERLALU, IBU ITU DATANG KEMBALI MENGHADAP KYAI.

Ibu.: Mbah Mun.... ya Allah... terima kasih banyak... saya ga tahu mau ngomong apa sama Mbah Mun... terima kasih sudah merubah hidup saya... hanya Allah yang bisa memuliakan Mbah Mun dan keluarga...

Kyai.: Alhamdulillah... gimana, saran saya, sudah dijalankan?

Ibu.: Iya Mbah Mun... dan saya rasakan saya lebih bahagia sekarang. Ini suami juga sudah mulai inisiatif cari kerjaan... walaupun belum dapat, saya sudah cukup bahagia Mbah Mun, dia mau bantuin saya nganter ke mana-mana.... ya Allah... enak banget Mbah Mun...

Kyai.: Alhamdulillah...

Ibu.: Saya mau terus lakukan saran Mbah Mun, tidak cuma 7 hari..., tapi mau saya lakukan selama-selamanya boleh Mbah Mun...?

Kyai.: Boleh banget... lakukan sampai salah satu dari ibu atau suami, dijemput malaikat dengan Husnul Khotimah...

Ibu.: Huhuhu... makasiiiiih Mbah Mun...

Kyai.: Sama-sama

Catatan:
Syaikhina KH. Maimun Zubair.
(yang sering dipanggil Mbah Mun). 

0️⃣2️⃣ Safitri ~ Banten 
Assalamualaikum, 

Bund, berarti mendidik anak kita juga tidak boleh terlalu memanjakanya dan jangan terlalu keras juga terhadap anak tapi intinya kita harus bisa tegas dalam situasi-situasi tertentu begitu kah bun? 

Dilingkungan keluarga fitri, fitri ngeliat miris sekali sama ponakan fitri sendiri karena cara orang tua mendidiknya seperti itu jadi ponakan fitri yang begitu kadang fitri sedih bun, ketika kita melihat keluarga sendiri seperti itu apa kelak nanti fitri juga seperti itu bun?  Kadang fitri takut nanti fitri bagaimana kalau punya keluarga sendiri seperti begitu bun. 

🌸Jawab:
Waalaikum salam, 

Dengan kemampuan kita untuk terus belajar dan mencari ilmu, maka itu sekaligus menjadi pelajaran bagii kita bagaiamana kelak sebaiknya menjadi orang tua. 

Kita tahu baik dan buruknya. Tidak hanya sekedar dilihat, tapi juga jadi pelajaran berharga.
Semoga ke depannya jadi orang tua yang lebih baik. 
Karena sejatinya, menjadi orang tua adalah proses  belajar seumur hidup. Mau menerima perubahan dan kritik ke arah kebaikan. 

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Salah satu sifat mulia ialah kesabaran. Kesabaran dalam menanti sang anak, saat mendidik anak maupun kesabaran segala ketentuan Alloh ﷻ. 

Kesabaran itu akan timbul dan menguat jika didasari keyakinan dan prasangka baik pada Alloh ﷻ. 

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar