Sabtu, 08 Februari 2020

MEMBANGUN KESHOLIHAN PERSONAL DAN SOSIAL



OLeH: Ustadz Trisatya Hadi

      💎M a T e R i💎

🌷MEMBANGUN KESHOLIHAN PERSONAL DAN SOSIAL


“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)

Dalam suatu riwayat dikatakan, Rasulullah ﷺ pernah melaksanakan sholat shubuh berjamaah dengan para sahabat beliau sehingga menjelang syuruq (terbit matahari), tidak biasanya beliau mengimani sholat shubuh sedemikian lama terlebih lagi lamanya saat ruku' rakaat kedua.

Sesudah Rasulullah ﷺ mengakhiri shalatnya dengan salam, Umar bin Khattab memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini shalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?”
Rasulullah ﷺ balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?”
“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engkau ruku' dalam rakaat yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau ruku' lama sekali. Kenapa?”
Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku sedang ruku' dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja turun lalu menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsung lama, seperti yang kau ketahui juga.”
Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?”
Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belum menceritakannya kepadaku.”

Dengan perkenaan Alloh ﷻ, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun turun. Ia berkata kepada Nabi ﷺ., “Muhammad, aku tadi diperintahkan oleh Allah untuk menekan punggungmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja agar Ali mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena Allah sangat suka kepada Ali yang menghormati seorang kakek tua Yahudi. Dari penghormatannya itu sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali karena kakek itupun berjalan pelan pula.
Ali tidak sampai hati untuk mendahului si kakek yahudi yang berjalan lambat ketika dilorong yang sempit. Ia khawatir kalau-kalau kakek itu terjatuh atau kena celaka, karena Ali mengingat bahwa setiap muslim harus menghormati semua orang tua siapapun dia, tidak peduli agamanya apa.
Rasulullah ﷺ melanjutkan perkataannya Jibril: ”Jika punggungmu tidak kutekan tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah denganmu hari ini.” SUBHANALLAH.

Riwayat tadi hanyalah salah satu keteladanan tentang bagaimana seorang hamba tidak hanya sholih secara pribadi juga harus sholih secara sosial.

Dalam QS. Al-Hajj:77 diawal tulisan ini, menggambarkan secara ringkas rumus untuk mendapatkan keselamatan dan kemenangan. Di awali dengan perintah untuk ruku' dan sujud yang merupakan gambaran gerakan shalat yang tampak dan jelas, dilanjutkan dengan perintah menyembah Alloh ﷻ secara umum dalam bentuk apapun, yang meliputi segala aktivitas dengan syarat semata mata untuk mencari ridho Alloh ﷻ dengan pahala yang besar.

Selanjutnya Ayat ini di tutup dengan perintah berbuat baik secara umum dalam hubungan horizontal dengan manusia setelah perintah untuk membangun hubungan vertikal dengan Allah subhanahu wata ala sehingga dapat membangkitkan kehidupan pribadi yang mulia dan istiqamah serta kehidupan masyarakat yang penuh dengan suasana kasih sayang.

Seorang Ali Radiallahu Anhu ternyata mempunyai kesholihan pribadi dan sosial yang seimbang, ketika dihadapkan pada keadaan dimana dia harus memilih apakah mengejar pahala sholat subuh berjamaah sebagai penghambaan kepada Alloh ﷻ ataukah berjalan pelan di belakang si kakek itu. Dan beliau lebih memilih untuk menghormati orang tua dari pada memaksakan mendapatkan kemuliaan sholat subuh berjamaah diawal waktu. Tapi, akhirnya pun beliau mendapatkan semua kemuliaan.

Sesuai ayat tadi pula, para sahabat dan salafushalih dalam membangun kesholihan sosial, memulainya dengan kesholihan personal. Karena kesholihan personal akan memberikan kekuatan untuk sholih secara sosial. Bahkan seluruh perintah beribadah kepada Alloh ﷻ dimaksudkan agar lahir darinya kesholihan sosial, seperti shalat misalnya, bagaimana ia bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar:

“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.” (QS. Al Ankabut : 45)

Dan ada juga kisah yang diabadikan oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah haditsnya bagaimana seorang wanita yang sholih secara personal yang diwujudkan dengan ibadah shalat, puasa dan ibadah mahdhah lainnya namun ternyata Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa ia dalam neraka. Karena ternyata kesholihan itu tidak membawanya menuju kesholihan sosial, bahkan ia cenderung tidak mampu menjaga lisannya dari tidak melukai hati orang lain.

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, pernah ditanyakan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya si Fulanah suka sholat malam, shoum di siang hari, mengerjakan (berbagai kebaikan) dan bersedekah, hanya saja ia suka mengganggu para tetangganya dengan lisannya?” Bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tiada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka” (HR. Bukhori)

Bagaimana dengan kita sekarang ini, kalaulah banyak diantara manusia mempunyai kepribadian tidak baik, jahat, dan selalu berbuat kemungkaran karena jauh dari islam, wajar, sunnatullah nya demikian. Seperti Firman Alloh ﷻ:

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ’Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak pula memberi makan orang miskin dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al-Mudatsir : 42-45)

🌸🌷🌸
Lantas, jika ada seorang hamba terlihat taat ibadahnya seperti sholatnya rajin atau dzikirnya oke, namun lisannya tidak lepas dari ghibah dan dusta, khianat atas suatu amanah, dzolim terhadap tetangga, tidak peduli terhadap yatim ataupun orang miskin, suami mendustai istri, istri tidak berbakti, atau sikap tidak terpuji lainnya, orang yang seperti disamping jauh dari keshoilihan sosial jangan-jangan (naudzubillah) bisa masuk dalam kategori “muflis” (bangkrut), Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka." (HR. Muslim)

Jika demikian, maka ada yang salah dalam ibadah vertikalnya (habluminallah). Terkait dengan sholat misalnya, bisa jadi itu dia lakukan hanya sebatas menggugurkan kewajiban, jadi baru melaksanakan belum menegakan sholat (aqimis sholah). Sedekah hanya untuk mendapatkan pujian, dan seterusnya.

Sederhananya dapat kita simpulkan bahwa orang yang sholih pribadi tapi tidak sholih sosial Ibadah-ibadahnya dia tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku yaitu:

1) Ibadahnya tidak ikhlas atau ditujukan hanya mendapatkan ridho Alloh ﷻ.

2) Tidak mencontoh Rasulullah ﷺ.

Dalam tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, terdapat perbandingan lurus antara kesholihan personal dan sosial dengan nilai-nilai mulia dari ajaran Islam. Seperti, untuk menggapai predikat ihsan misalnya, seseorang dituntut untuk mampu sholeh secara individu dan sosial yang diwakili dengan shalat malam dan berinfak. Firman Alloh ﷻ:

“Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat : 16-19)

Ibnu Asyur mengomentari ayat ini dengan menjelaskan bahwa dua bentuk amal inilah yang sangat berat untuk dilakukan karena:
√ Pertama, bangun malam merupakan sesuatu yang sangat berat karena mengganggu istirahat seseorang. Padahal amal itu merupakan amal yang paling utama untuk membangun kesalehan personal seseorang.

√ Kedua, amal yang melibatkan harta terkadang sangat sukar untuk dipenuhi karena manusia pada dasarnya memiliki sifat kikir dengan sangat mencintai hartanya. Di sinilah Alloh ﷻ menguji keshalehan sosial seseorang dengan memintanya untuk mengeluarkan sebagian harta untuk mereka yang membutuhkan.

Selanjutnya Sabda nabiullah Muhammad Salallahu alai wasalam Dalam lanjutan hadits terkait wanita yang sholih tapi ahli neraka di tulisan di awal tadi, sahabat bertanya kembali:

“Sesungguhnya si Fulanah (yang lain) mengerjakan (hanya) sholat wajib dan bersedekah dengan sepotong keju, namun tidak pernah mengganggu seorangpun?”. Bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Dia termasuk penghuni surga”. (HR. Bukhori).

Terakhir, tidak sedikit pula umat sekarang ini yang mementingkan sholih secara sosial tapi lupa akan hubungan baik dengan Alloh ﷻ. Sebaliknya, banyak juga yang sholih secara personal namun ketika berhadapan dengan sosial, ia terwarnai dan ikut larut serta idak mampu membangun kesholihan di antara mereka. Sungguh umat ini sangat membutuhkan kehadiran orang-orang sholih, yang nantinya mereka bisa terikat dalam suatu masyarakat yang sholih secara personal, dalam arti mampu menjaga hubungan baik dengan Alloh ﷻ juga sholih secara sosial dalam arti mampu memelihara hubungan baik dan memberi kebaikan dan manfaat yang besar terhadap sesama manusia pada khususnya dan negeri pada umumnya.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS.7:96)

Wallahu alam


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
      💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Erni ~ Jogja
Assalamualaikum ustadz,

Apa tolak ukur seseorang yang telah bisa seimbang membangun hubungan dengan Alloh ﷻ dan membangun hubungan dengan manusia agar bisa dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari?

Mohon pencerahannya.

💎 Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Sejatinya adalah mempunyai akhlak Rasulullah ﷺ.

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq." (HR. Bukhari).

Namun dalam kondisi zaman ini, butuh usaha yang besar dan sungguh-sungguh untuk mencontoh akhlak beliau.

“Sesuatu yang paling berat di timbangan adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud no. 4778, al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad no.270, dan Ibnu Hibban 2/481.

Dan akhlak yang baik itu muncul karena puasa dan shalat malam.
Karena dengan puasa dia berusaha menahan diri dari perbuatan maksiat dan tercela, tidak bohong, baik sama tetangga, tidak mudah marah, tidak khianat, dan seterusnya. Sedangkan sholat malam akan menghapus dosa, dan membersihkan hati, mempertajam ruhiyah agar semakin ikhlas, dan tawadhu, tidak syirik, sabar, lapang dada, tidak sombong, dan seterusnya.
Dan semua itu tercermin dalam akhlak mulia Rasulullah ﷺ.

“Sesungguhnya dengan akhlaknya yang baik, seseorang benar-benar dapat mencapai tingkatan orang yang bangun (shalat) malam dan berpuasa di siang hari.” (HR. Al-Hakim, I/60)

Wallahu alam.

0⃣2⃣ Erni ~ Jogja
Ustadz, bagaimana untuk memulai langkah awal dengan mengedepankan akhlak Rasulullah disaat  menghadapi orang yang akhlaqnya belum Islami, padahal beliau dalam kedudukan di masyarakat menjadi panutan, suka nyerang saya dengan kata-kata karena ada kekhawatiran-kekhawatiran dari beliaunya, karena Saya dianggap tidak satu fiqroh dengan beliau, tapi ilmu bisa terus nambah walau terhijab di rumah secara dhohir?

Mohon pencerahannya.

💎 Jawab:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Abu Said Alkhudry RA:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tangannya, lalu jika tidak bisa maka dengan lidahnya, lalu jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman.”

Jika kita mempunyai ilmu mampu menyampaikan kebenaran dengan lisan kita sampaikan, Ukhty tentunya dengan mengedepankan akhlak yang baik, dengan bahasa yang santun, jika tidak bisa tinggalkan dengan tetap mendoakan yang terbaik semoga mendapat hidayah.

0⃣3⃣ Erni ~ Jogja
Ustadz bagaimana caranya menanamkan keseimbangan hubungan dengan Alloh ﷻ dan sosial sebagai landasan menanamkan dalam diri hal-hal yang kekal karena sekarang hanyalah bersifat fana.

Mohon pencerahannya.

💎 Jawab:
Kalau habluminallah, perkuat ibadah mahdoh, shalat, dzikir, puasa. Sedangkan sosial habluminnanas yang baik akan muncul seiring proses habluminallah-nya baik.
Hati yang bersih akan memunculkan akhlak yang bersih pula.

"Alaa inna fil jasadi mudghah, idzaa shaluhat shaluha jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasada jasadu kulluhu, alaa wahiyal qalbu". Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dana apabila ia buruk maka buruklah seluruh tubuhnya. Ingatlah ia adalah hati." (Bukhari dan Muslim)

0⃣4⃣ Yuli ~ Jombang
Assalamu'alaikum ustadz,

Masya Allah, betapa Alloh ﷻ sangat menghargai kesholihan sosial.

Ustadz, fenomena saat ini, banyak orang-orang sholih yang merupakan publik figur, tapi dalam kehidupan sosial mereka mengeluarkan pendapat yang menyelisihi Al Qur'an dan Sunnah, dalam hal hijab misalnya, bagaimana kita menyikapinya?

Terima kasih.

💎 Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Berusaha tetap istiqomah dengan kebenaran yang kita pegang sesuai quran dan sunnah yang bisa kita ambil dan belajar dari ulama-ulama yang faqih yang lurus. Bahkan ketika sampai dalam kondisi tinggal sendiri dan terasing pun dalam lingkungan penuh maksiat kita wajib tetap tegar berdiri di atas kebenaran tersebut, hingga ajal menjemput.

Bagaimana caranya, selalu istighfar, perbaiki niat, perbanyak puasa, sholat malam dengan doa terbaik kita saat sujud, dan selalu berkumpul dengan orang-orang sholih insyaa Allah kita akan istiqomah mempertahankan kebenaran dan berharap bisa mewarnai dan merubah ketidakbenaran tersebut.

Wallahu al'am

0⃣5⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum Ustadz,

Ustadz kalau misalkan kita mempunya sifat atau sikap yang tidak bisa berbaur dengan orang-orang, dia tidak punya sikap bersosialisasi yang baik itu gimana, apa dia disebut orang yang sombong, orang yang anti sosial?

Buat Fitri sendiri sih, Fitri tuh tipe orangnya seperti gitu, paling enggak bisa yang namanya sosialisasi di lingkungan, jadi Fitri tuh yah paling sama teman-teman terdekat paling sama grup-grup seperti gini karena sudah ngerasa kloplah gitu tapi kalau sama orang lain enggak bisa initnya, enggak mau nyapa dulu sebelum disapa, enggak mau senyum kalau enggak disenyumin, enggak mau ngomong kalau enggak diajak ngomong.

Makanya orang-orang tuh selalu menganggap Fitri tuh sombong, angkuh, jutek, cuek, itu mesti bagaimana, Ustadz membangun sosialisasi yang baik?

Terima kasih.

💎 Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Panjang pertanyaannya.

Dont’t judge a book by its cover”.
"Janganlah menilai seseorang atau sesuatu hanya dengan melihat penampilan luar semata-mata."

Yang mengetahui sebenarnya diri kita hanya kita dan Alloh ﷻ tentunya. Dan Quran dan sunnah sudah memberikan rambu-rambunya, bahwa akhlak yang baik akan muncul kalau hati kita bersih, lisan dipenuhi dzikir, puasa, shalat malam.

Problemnya apakah benar kita mengenali diri kita, fitrah kita, yang mungkin tanpa sadar, karena hawa nafsu dan sombong, kita menjadi egois, tidak mau jujur, dan memaksa diri untuk tidak sesuai dengan sebenarnya.

Fitrah manusia itu di frame oleh habluminallah dan habluminnanas, sebagai syarat kumulatif tidak bisa dipisah.
Jadi ketika kita merasa sudah benar hubungan dengan Alloh ﷻ namun hubungan manusia (sosial) jelek maka timpanglah fitrahnya begitupun sebaliknya.

Bagaimana solusinya:
√ Kedepankan prasangka baik.

√ Jujur dalam setiap aktifitas kita.

√ Selalu perbaikan diri, dengan banyak belajar dengan orang-orang baik, pengajian, berkumpul dengan orang sholih.

√ Menerima penilaian orang lain dengan lapang dada, walaupun menurut kita tidak sesuai. Yakinlah penilaian akhir datangnya dari Alloh ﷻ.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

 Akhwatifillah...

"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia buruk maka buruklah seluruh tubuhnya. Ingatlah ia adalah hati." (Al hadits)

Maka bersihkan hati kita untuk sholih personal, untuk menghasilkan akhlak yang baik (sholih sosial).

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar