OLeH : Ustadz Mukhtar Azizi
💎M a T e R i💎
SEORANG Muslim idealnya memiliki sifat berani. Dalam paparan Buya Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup orang yang patut diberi gelar berani adalah orang yang tiada merasa gentar menghadapi bahaya karena menghindarkan bahaya yang lebih besar.
Maju menghadapi kesulitan, karena yakin di balik kesulitan itu akan tercapai suatu kebahagiaan jiwa. Tidak undur walaupun apa bahaya di hadapannya. (Halaman 245 – 246).
Namun, sifat berani itu akan sulit hadir dalam diri seorang Muslim manakala dirinya sendiri belum mampu ditundukkan atas kebenaran Islam.
Sayyid Qurb dalam bukunya Ma’alim fi ath-Thariqi menyatakan bahwa tidak mungkin seorang Muslim akan memiliki keberanian (berjihad) manakala ia sendiri belum menceburkan diri dalam jihad akbar, yakni melawan setan di dalam dirinya sendiri dengan menepis hawa nafsu dan syahwatnya, ketamakan dan ambisi-ambisinya, kepentingan-kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya.
Dengan kata lain, segala impian keduniawian jika tidak arahkan untuk menolong agama Allah, saat itulah keberanian dalam hati terus terkikis sebagaimana pantai yang terus mengalami abrasi, sehingga raga mungkin masih menjalani ritual sebagai Muslim, tetapi jiwanya sudah kehilangan nyali untuk berbuat lebih besar.
Pernah suatu waktu Umar bin Khaththab berperkara dengan seorang Badui dalam hal transaksi jual beli kuda. Ketika dibeli, kuda itu sendiri dalam keadaan baik alias tidak cacat sedikit pun. Tetapi, dalam perjalanan ke rumah, kuda itu tiba-tiba pincang. Umar pun mengembalikan kuda itu kepada sang Badui. Sang Badui mengatakan keberatan dan meminta agar perkara dirinya dan Amirul Mukminin itu diselesaikan oleh seorang hakim.
Syuraih ibn Al-Harits Al-Kindi pun dipercaya oleh keduanya untuk mengadili perkara tersebut. Syuraih pun bertanya kepada Umar, “Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul Mukminin?” tanya Syuraih.
“Ya, saya menerima kuda itu dalam keadaan tanpa cacat,” jawab Umar. Syuraih pun menjawab, “Kalau begitu, simpanlah apa yang sudah engkau beli. Jika ingin mengembalikannya, maka kembalikan seperti sedia kala tanpa cacat,” tegas Syuraih.
Sembari tertawa Umar pun berkata, “Hanya begini keputusannya? Hanya sesederhana ini?” Syuraih menjawab dengan tegas, “Ya, demikianlah keputusanku, wahai Amirul Mukminin.”
Mendengar jawaban Syuraih, Umar selaku pemimpin berkata, “Beginilah seharusnya putusan itu, diucapkan dengan pasti (berani) dan ditetapkan dengan adil. Pergilah engkau ke Kufah yang banyak persengketaannya. Aku mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”
Demikianlah Muslim terdahulu menghiasi dirinya dengan keberanian, sehingga hidup mereka tidak bersandar selain kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kebahagiaan yang mereka peroleh pun melampaui kesenangan apapun di dunia ini, sehingga hidup mereka terus menginspirasi hingga kini. Mereka berani mengatakan kebenaran, meski di hadapan penguasa tertinggi negeri. Mereka berani berdiri di atas sikap kebenaran Islam tanpa pernah ragu dan takut sedikitpun.
Mengapa umat Islam tidak berani sedangkan Allah memerintahkan kita untuk tidak bersikap lemah dan bersedih hati, asalkan kita benar-benar berdiri di atas landasan iman.
وَلَا تَهِنُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَنتُمُ ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٣٩
“Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, karena kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Erni ~ Jogja
Assalamualaikum Ustadz,
1. Apa tolak ukurnya berani penuh perhitungan karena mencari ridho Allah, dengan berani yang asal-asalan, bonek misalnya?
2. Apa strateginya menegakan kebenaran dengan cara yang benar, santun dan etika?
Mohon pencerahannya.
🌸Jawab:
Wa'alaikum salam,
1. Tolak ukurnya penuh perhitungan yaitu ada perubahan kebaikan di sekitarnya. Bila asal-asalan akan semakin buruk kondisi dan keadaannya.
2. Strategi untuk menebarkan kebaikan yaitu dengan saling berbagi kebaikan dan harmonis sesama umat manusia.
0⃣2⃣ Eriska Novelita ~ Pangkal pinang
Assalamualaikum Ustadz,
Bagaimana cara menghindari dan berani menentang kedzoliman dan ketidakadilan dengan elegan?
🌸Jawab:
Wa'alaikum salam,
Berani untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan kokoh dalam bersikap tanpa ada keraguan.
0⃣3⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum Ustadz,
Apa keberanian kita itu ditunjukan dalam keadaan berjihad di jalan Allah atau dalam keadaan seperti apa?
Lalu apa maksud dari kalimat Lebih Baik Diam Karena Diam Itu Emas? Kadang kalau mau menunjukan keberanian harus melihat kondisi dulu apa dikondisi itu kita harus berani atau tetap diam mengikuti demi kepentingan hidup?
Minta penjelasanya Ustadz.
Terimakasih.
🌸 Jawab :
Wa'alaikum salam,
Tentu dengan jihad fisabilillah.
Diam itu emas bila dalam kondisi yang tidak baik perkataan yang tidak baik munculnya emosi, sebaiknya diam agar stabil hatinya.
💎Iya Ustadz, berarti kalau kita mendebatkan suatu yang menurut kita benar dan menurut orang laing tidak, kita harus tetap berjuang dalam perdebatan itu Ustadz?
Kalau kita udah berani mengeluarkan bukti-bukti dan pendapat kalau tetap tidak ada yang percaya sama kebenaran kita bagaimana?
🌸 Gugur kewajiban, maka serahkan kepada Allah. Tentu ada hikmahnya.
0⃣4⃣ Devian ~ Purwodadi
Assalamualaikum Ustadz,
Bagaimana hukumnya apabila akhwat belajar beladiri untuk berani membela kebenaran dan membantu melindungi keluarga serta orang-orang terdekat di sekitarnya?
Apakah boleh dan seperti apa batasan-batasannya dalam Islam?
Jazaakumullahu khairan khatsir.
🌸Jawab:
Wa'alaikum salam,
Akhwat sangat dibolehkan belajar bela diri (pakaian tetap syar'i dan gerakan ya pun syar'i), maka pelajari beladiri muslim. Maka pembelaan terhadap agamanya terjaga.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎
Kebenaran hanya bersumber dari Rabb dan Rasulnya.
Ikuti ajakannya agar hidup menjadi berkah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar