Senin, 10 Februari 2020

KESETIAAN CINTA



OLeH: Ummi Yulianti

           💘M a T e R i💘

Baiklah...

بِسْــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمُ


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الحمد لله
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ...

ام بعد

Segalanya milik Alloh ﷻ apa yang ada di langit dan bumi, kenikmatan dan kesusahan asalnya dari Alloh ﷻ sudah selayaknya kita panjatkan puji dan syukur hanya kepada Alloh ﷻ.

Agama Islam adalah agama yang mengangkat dan membebaskan manusia dari jaman jahiliah jaman kegelapan menuju ke jaman yang terang benderang, sudah selayaknyalah kita sebagai umatnya senantiasa menghaturkan sholawat dan salam hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

◼Kesetiaan Cinta

Kesetiaan tak ternilai harganya. Tak terbeli dengan uang sebanyak apa pun, tak bisa ditukar dengan benda paling mahal sekalipun.

Sebagai seorang istri, wanita memiliki tugas untuk mendampingi suami dimanapun dan kapanpun, termasuk saat sang suami sedang berada dalam kesulitan. Dari sana kita bisa mengetahui apakah sang istri layak dikategorikan sebagai pendamping setia atau tidak.

Pada suatu hari, Fathimah Radhiyallahu ‘anha (RA) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapakah perempuan yang akan masuk surga pertama kali. Rasulullah menjawab, ”Seorang wanita yang bernama Mutiah.”

Tentu saja Fathimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa orang lain, padahal dia adalah putri Nabi?

Timbullah keinginan untuk mengetahui siapakah Mutiah itu. Apa gerangan yang diperbuatnya sampai mendapat kehormatan yang begitu tinggi?

Sesudah meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib RA, Fathimah berangkat mencari rumah Mutiah. Putranya yang masih kecil, Hasan, menangis ingin ikut. Maka digandengnya Hasan.

Tiba di depan rumah yang dituju, Fathimah mengetuk pintu, “Assalaamu’alaikum…!”

“Wa’alaikumsalaam. Siapa di luar?” terdengar jawaban dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.

“Saya Fathimah, putri Rasulullah.”

“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini. Fathimah sudi berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam, terdengar lebih gembira, dan makin mendekat ke pintu.

“Sendirian Fathimah?” tanya Mutiah.

“Aku ditemani Hasan.”

“Aduh, maaf ya,” suara itu seperti menyesal. “Saya belum mendapat izin untuk menemui tamu laki-laki.”

“Tapi Hasan masih kecil.”

“Meski kecil, Hasan laki-laki. Besok saja datang lagi, saya akan minta izin kepada suami saya.”

Sambil menggeleng-nggelengkan kepala, Fathimah akhirnya minta permisi.

Besoknya ia datang lagi. Kali ini Husain, adik Hasan, diajak juga. Bertiga dengan anak-anak yang masih kecil itu, Fathimah mendatangi rumah Mutiah.

Setelah memberi salam dan dijawab gembira, Mutiah bertanya dari dalam, “Jadi dengan Hasan? Suami saya sudah memberi izin.”

“Ya, dengan Hasan dan Husain.”

“Ha! Mengapa tidak bilang dari kemarin? Yang dapat izin cuma Hasan, Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerima juga.”

Lagi-lagi Fathimah gagal bertemu.

Esok harinya barulah mereka disambut baik-baik oleh Mutiah. Keadaan rumah itu sangat sederhana. Tidak ada satu pun perabot mewah, namun semuanya teratur rapi.

Ada tempat tidur yang terbuat dari kayu kasar namun tampak bersih. Alasnya putih, agaknya baru dicuci. Bau di dalam sangat segar. Membuat orang betah tinggal berlama-lama.

Fathimah kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu. Hasan dan Husain pun yang biasanya kurang begitu senang berada di rumah orang, kali ini tampak asyik bermain-main.

“Maaf, saya tidak bisa menemani Fathimah duduk, sebab saya sedang menyiapkan makan buat suami saya,“ kata Muthiah sambil sibuk di dapur.

Mendekati tengah hari, masakan itu sudah rampung. Mutiah menatanya di atas nampan. Juga, menaruh cambuk.

Fathimah bertanya, ”Suamimu kerja di mana?”

“Di ladang.”

“Penggembala?”

“Bukan. Bercocok tanam.”

“Tapi mengapa kau bawakan cambuk, untuk apa?”

“Oh, itu,” Mutiah tersenyum. “Cambuk itu saya sediakan untuk keperluan lain.”

Fathimah penasaran.

“Maksud saya begini. Kalau suami saya sedang makan, maka akan saya tanyakan apakah cocok atau tidak. Kalau dia bilang cocok, tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya agar punggung saya dicambuk sebab tidak bisa menyenangkan hati suami.”

“Atas kehendak suamimu kah kau bawa cambuk itu?”

“Oh, sama sekali tidak. Suami saya adalah orang yang lembut dan pengasih. Ini semua semata-mata kehendak saya agar jangan sampai saya menjadi istri yang durhaka kepada suami.”

Usai mendengar penjelasan ini, Fathimah minta permisi. Dalam hati ia berkata, pantas ia akan masuk surga buat pertama kali. Baktinya kepada suami begitu besar dan tulus.

◼Kesetiaan Yang Bersejarah

Bukan berarti Fathimah tidak termasuk tipikal wanita yang setia terhadap suaminya. Kesetiaan dan ketaatan buah hati Rasulullah ini kepada suami tidak diragukan lagi. Kehidupan rumah tangganya serba kekurangan, nemun kesetiaannya yang didasari keimanan dan perjuangan syiar Islam tidak luntur walau sedebu. Darah kesetiaan nampaknya mengalir deras dari ibundanya, Khadijah RA, Muslimah pertama yang mempelopori kecintaan dan kesetiaan kepada suami.

Mari kita kenang kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan jantung Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di Gua Hira.

Sekembalinya ke rumah, Nabi berkata kepada istrinya yang tercinta, “Aku merasa khawatir terhadap diriku.”

Saat itu Khadijah dengan segala kelembutannya berkata, “Wahai Kakanda, demi Allah, Tuhan tidak akan mengecewakanmu karena sesungguhnya Kakanda adalah orang yang selalu memupuk dan menjaga kekeluargaan, serta sanggup memikul tanggung jawab. Kakanda dikenali sebagai penolong kaum yang sengsara, sebagai tuan rumah yang menyenangkan tamu, ringan tangan dalam memberi pertolongan, senantiasa berbicara benar dan setia kepada amanah,” tuturnya.

Apakah ada wanita lain yang dapat menyambut sedemikian baik peristiwa bersejarah yang berlaku di Gua Hira seperti yang dilakukan oleh Khadijah? Betapa besarnya kepercayaan (kesetiaan) dan kasih sayang seorang istri kepada suami yang dilandasi iman yang teguh. Sedikitpun Khadijah tidak berasa ragu-ragu di dalam hatinya.

Jika ada wanita yang berkurang kadar kesetiaannya karena alasan penghasilan dan kekayaan, maka Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Beliau wanita yang hidup mewah dengan hartanya sendiri. Namun semua itu dengan rela dikorbankannya untuk memudahkan tugas-tugas suaminya. Baginya, apa yang dimiliki tidak lebih mulia daripada mendukung misi suci yang diemban suaminya. Sikap inilah yang menjadi sumber kekuatan rumah tangga Rasulullah sepanjang kehidupan mereka bersama.

Khadijah begitu setia menyertai Nabi dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira, beliau pasti menyiapkan segenap perbekalan dan keperluan. Seandainya Rasulullah agak lama tidak pulang, Khadijah akan mengunjungi untuk memastikan keselamatan suaminya tercinta.

Ketika Rasulullah khusyu’ bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sehingga suaminya pulang. Apabila Nabi mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, istri teladan ini mencoba sedapat mungkin menenteramkan dan menghiburnya sehingga suaminya benar-benar merasakan ketenangan.

Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama. Malah dalam banyak kegiatan peribadatan Rasulullah, Khadijah pasti bersama dan membantu, misalnya menyediakan air untuk mengambil wudhu.

Kecintaan dan kesetiaan itu bukan sekadar kepada suami, namun jelas berlandaskan keyakinan yang kuat tentang keEsaan Allah. Segala pengorbanan untuk suaminya adalah ikhlas untuk mencari keridhaan Allah.

Allah Maha Adil dalam memberi rahmat-Nya. Setiap amalan yang dilaksanakan makhluk-Nya dengan penuh keikhlasan, pasti mendapat ganjaran yang berkekalan.
Allah berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

 “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

Janji Allah itu pasti benar. Wujud kesetiaan yang telah ditunjukkan oleh Mutiah, Fathimah, dan juga Khadijah bukan sekadar menghasilkan kekuatan yang mendorong kegigihan dan perjuangan suaminya, namun juga membawa barakah yang besar kepada rumah tangga mereka. Anak-anak yang lahir dari wanita-anita seperti ini adalah anak-anak yang shalih yang mendorong para orang tua menuju surga.

Kalaulah di zaman sekarang ini ada anggapan bahwa kesetiaan di atas merupakan lambang perbudakan pria kepada wanita, jelas itu tidak benar. Justru sebaliknya, itu merupakan cermin cinta, ketulusan, dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan perilaku yang sama dalam rangka mencari ridha-Nya.

Demikian Paparan kali ini
Yang benar datangnya dari اللّه
Yang salah dari ketidaktahuan ana yang masih fakir ilmu agama.

Mohon maaf jika ada salah salah kata dalam penulisan.

 العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر

Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.

 جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...

والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Yanti ~ Jakarta
Apakah kita harus berbakti kepada suami, walaupun misalnya, suami kita bukan ahli ibadah, bahkan cenderung suka berbuat maksiat?

🔷Jawab:
Ya kita tetap harus taat, selama yang diperintahkan suami tidak bertentangan dengan syari'at.

Suami cenderung suka maksiat, jadikan hal tersebut sebagai peluang ibadah. Mengajak suami untuk meninggalkan ma'siyat, bersabar ketika suami belum terlihat perubahan, selalu mendoakan suami dalam sujud panjang. Semua itu peluang ibadah. Semoga Allah mudahkan.

0⃣2⃣ Yanti ~ Jakarta Apakah seorang istri yang sudah berupaya sebaik-baiknya seperti cerita di atas, tapi suami tetap merasa kurang dan tidak ridho, maka kita tetap dikatakan tidak berbakti?

🔷Jawab:
Niatkan karena Allah setiap kita berbuat baik, apapun itu, termasuk berbakti pada suami, sehingga ketika ada protes kurang ini itu, tidak mempengaruhi kita.  Yang terpenting sudah berbuat maksimal. Penilaian Allah nomor 1, penilaian manusia nomor kesekian.

0⃣3⃣ Erni ~ Jogja
Assalamualaikum,

Ustadzah bagaimana caranya bisa merelakan yang terlepas dari diri dalam rangka membackup dakwah suami seperti khodijah, walau senyatanya tidak begitu adanya dan suami tidak sesholih dan seamanah Rasululloh?

Bagaimana caranya  untuk bisa menerima kembali suami setelah menyadar semua kekeliruannya dan kembali bersinergi dengan beliau?

Disaat suami khilaf, anak-anak masih kecil, bagaimana caranya menata kembali semuanya untuk bisa menerima ini semua, mengikhlaskan semua, agar anak-anak bisa menjadi seperti fatimah?

Mohon pencerahannya.

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memaafkan kesalahan suami, berdamai dengan masa lalu. Memang tidak akan pernah bisa melupakannya, tetapi ketika kita mengingatnya sambil tersenyum, menandakan kita sudah bisa memaafkan kesalahan suami.
Kemudian fokus pada kelebihan suami. Sehingga kita tidak sempat memikirkan kekurangannya.

Dengan demikian kita bisa bersinergi dalam menegakkan da'wah dalam keluarga maupun di masyarakat.

🌷Ustadzah, bagaimana caranya agar anak-anak bisa memaafkan kami orang tuanya yang sekarang lebih dekat dengan hp dan lebih percaya dengan orang lain karena dulu alasan saya masukan pondok, agar punya tempat yang nyaman dan aman untuk mengadu ketika kami orang tuanya terpaksa harus melepas ikatan pernikahan.

Sekarang bagaimana caranya meraih kembali hati mereka, karena mereka juga dalam bimbang, yang selama ini di sekolah IT dan di rumah tahfidz bersama para ammahnya yang peduli, tiba-tiba harus pindah ke madrasah, karena abinya ngajar di madrasah, anak-anaknya di pindah karena maunya segala kebaikan datangnya dari beliau, saya tidak bisa menahan anak-anak, karena sudah tidak punya uang lagi?

Mohon pencerahannya.

🔷Perceraian memang akan melukai perasaan anak-anak. Anaknya mba emi sudah menjelang remaja sepertinya. Dari kedua orang tua ada perasaan bersalah, tetapi jangan sampai menebus rasa bersalah dengan menuruti semua keinginan anak. Tetap berikan batasan. Kalau bisa jangan berikan HP pribadi, kalaupun sudah terlanjur diberikan, orang tua harus tahu password di setiap medsos yang diikutinya.

Ketika anak sudah remaja, kita berusaha menjadi temannya, sehingga anak tidak segan untuk curhat kepada orang tua.

0⃣4⃣ Khodijah ~ Solo
Afwan ikut nimbrung pada jawaban ustadzah....

Bagaimana cara mengelola hati agar bisa benar-benar melupakan masa lalu suami?
Sudah berusaha memaafkan dan berusaha mengikhlaskan tapi terkadang terlintas kembali  kekesalan itu dan membuat hati sedih hingga futur!

🔷Jawab:
Kalau melupakan sama sekali, rasanya suatu hal yang tidak mungkin. Seperti yang saya katakan pada jawaban di atas, mengingat peristiwa tersebut dengan tersenyum. Bagaimana caranya, ya dengan memaafkan dengan tulus.

Memaafkan bukan hanya kebutuhan dari orang yang telah menyakiti kita. Kita yang disakiti pun butuh memaafkan. Karena dengan memaafkan hati kita akan merasa nyaman damai bersih dari dendam bersih dari penyakit hati. Banyak kerugian yang didapatkan bila kita belum bisa memaafkan dengan tulus ikhlas, seperti yang mba katakan kalau ingat membuat sedih dan futur, rugi dua kali jadinya, sudah tersakiti ditambah sedih dan futur.

Kehidupan harus tetap berjalan, kejadian masa lalu jadikan pelajaran agar berhati-hati melangkah.


0⃣5⃣ Dira ~ Batam
Bagaimana mengahadapi suami yang moody an? Saat kita bekerja protes namun beliau sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat dia ada masalah di tempat kerjanya cenderung membawa kerumah, hingga anak-anak pun kena imbas emosinya!

Bagaimana menyelaraskan pola pendidikan anak antara suami istri?

Syukran jazakumullahu khair.

🔷Jawab:
Komunikasikan dengan suami yang kita inginkan dalam mendidik anak, demikian juga sebaliknya, kemudian diskusi kan dari hati ke hati. Sesekali menghadiri acara parenting berdua. Agar punya visi misi yang sama.

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

"Boleh jadi, kita itu harus belajar dari dibenci lebih dulu, untuk paham arti kasih sayang dan kepedulian. Belajar sendiri dan kesepian, untuk paham arti kebersamaan dan menghargai setiap detiknya. Belajar dari dikhianati dan disakiti, untuk mengerti arti kesetiaan dan komitmen. Boleh jadi demikian…. Tapi sungguh beruntung, yang bisa memahami tiga hal tersebut, tanpa harus melewati rasa sakit sebelumnya.” 'Tere Liye'

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar