Sabtu, 08 Februari 2020

AGAR JIMA' BERNILAI IBADAH



OLeH: Ustadz Farid Nu'man Hasan

           💎M a T e R i💎

🌷AGAR JIMA' MENJADI IBADAH


Allah Ta'ala menciptakan manusia dari tiga unsur utama:

1. Fisik
2. Akal
3. Jiwa

Fisik dipenuhi kebutuhannua oleh makan, tidur, dan olah raga. Akal dengan menuntut ilmu, berpikir, tadabbur. Jiwa dipenuhi kebutuhannya oleh berdzikir, shalat, tilawah, hiburan yang halal, dan pernikahan.

Pernikahan, selain bertujuan ibadah, juga ada tujuan lain yang penting yaitu:

√ Rekreasi (bersenang-senang) yang halal, yang dengannya jiwa menjadi tenang, tentram, bahkan melahirkan pahala.

√ Pro kreasi (melanjutkan keturunan), yang dengannya manusia tetap langgeng dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berbangga dengan jumlah umat yang banyak.

Kedua tujuan itu bisa dicapai oleh jima'. Rekreasi tentu bisa dicapai juga dengan bergurau suami dan istri, berbincang sebelum tidur, dan sebagainya.

💎Jima' Itu Berpahala Dan Dinilai Sedekah

Pada dasarnya jima' adalah aktifitas duniawi, yang juga dilakukan oleh orang kafir, orang fasik, bahkan hewan. Tapi, dalam Islam urusan duniawi bisa menjadi ibadah jika niatnya untuk ibadah. Begitu pula jima' dinilai sebagai ibadah jika niatnya ibadah, seperti agar dapat anak yang shalih, menundukkan pandangan, memelihara kemaluan dari yang haram, dan memanjakan diri dengan cara yang halal.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

 وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا

"Sungguh pada kemaluan seorang dari kalian pun terdapat sedekah." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, jika salah seorang diantara kami menyalurkan nafsu syahwatnya, apakah akan mendapatkan pahala?" beliau menjawab: "Bagaimana sekiranya kalian meletakkannya pada sesuatu yang haram, bukankah kalian berdosa? Begitupun sebaliknya, bila kalian meletakkannya pada tempat yang halal, maka kalian akan mendapatkan pahala."
(HR. Muslim no. 1006)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَفِي هَذَا دَلِيل عَلَى أَنَّ الْمُبَاحَات تَصِير طَاعَات بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَات ، فَالْجِمَاع يَكُون عِبَادَة إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاء حَقّ الزَّوْجَة وَمُعَاشَرَتَهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّه تَعَالَى بِهِ ، أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ ، أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَاف الزَّوْجَة وَمَنْعَهُمَا جَمِيعًا مِنْ النَّظَر إِلَى حَرَام ، أَوْ الْفِكْر فِيهِ ، أَوْ الْهَمّ بِهِ ، أَوْ غَيْر ذَلِكَ مِنْ الْمَقَاصِد الصَّالِحَة .

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa perkara yang mubah (boleh) akan dinilai sebagai ketaatan dengan niat-niat yang benar, maka jima’ menjadi ibadah jika diniatkan untuk memenuhi hak istri dan pergaulan yang baik dengannya yang mana  Allah ﷻ telah  perintahkan terhadapnya, atau demi untuk mendapatkan anak yang shalih, atau menjaga kehormatan diri dan istri, dan mencegah mereka berdua dari pandangan yang haram, atau memikirkan hal yang haram, atau hasrat haram, atau maksud-maksud baik selain itu.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/92)

💎Jima' Yang Diharamkan

Ada beberapa keadaan jima yang terlarang:

1. Dilakukan Bukan Pasangan Suami Istri

Ini salah satu dosa besar dan hukuman duniawinya pun juga sangat keras.

~ Jika dilakukan oleh orang yang pernah nikah, maka dirajam sampai mati.

~ Jika dilakukan oleh perjaka dan gadis maka dicambuk 100 kali. (QS. An Nuur: 2)

2. Jima' Saat Haid

Allah Ta'ala berfirman:

وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِۖ قُلۡ هُوَ أَذٗى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ

"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
(QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat ini jelas larangan jima' saat haid. Baru dibolehkan jima' saat suci, yaitu SETELAH MANDI. Inilah pendapat jumhur ulama. Sebagian ulama membolehkan wudhu saja tanpa mandi, lalu jima'. Tapi, pendapat yang lebih aman dan hati-hati adalah setelah mandi haid.

3. Jima' Melalui Dubur

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu bahwa Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Barangsiapa menggauli wanita haid, atau menggauli wanita dari dubur, atau mendatangi dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam."
(HR. At Tirmidzi no. 135, shahih)

Kafir di sini bukan murtad tapi kafir amali, perbuatannya meniru orang kafir. Ini diharamkan.

4. Jima' Saat Nifas

Ini juga diharamkan, hukum nifas sama dengan hukum haid.

BERSAMBUNG...

Insya Allah


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum tadz,

Bagaimana jika dalam jima' TIDAK sesuai Adab, apakah TIDAK berpahala dan Berdosa? (Pasangan Islam yang sudah sah tapi tidak memahami adab dalam berhubungan suami istri ini). 

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Adab itu perhiasan, jima' butuh dihias dengan adab. Tapi, tanpa adab pun - selama tidak sampai melakukan larangan- jima' tetap ibadah selama tujuannya untuk ibadah seperti memanjakan diri secara halal, mendapat anak yang shalih, menjaga kehormatan, dan sebagainya.

Wallahu A’lam

0⃣2⃣ Phity ~ Yogja
Assalamu'alaykum ustadz,

Saya pernah dapat kisah dari teman. Ada pasangan yang baru menikah, namun sang suami tidak mau menyentuh istrinya sampai beberapa bulan, tanpa alasan yang jelas. Kemudian si istri mengajukan gugatan cerai karena ini.

Pertanyaannya: Kalau seperti ini, apakah si istri sudah melakukan langkah yang benar? Atau harusnya masih bertahan?

Terima kasih.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Sudah benar dan boleh dilakukan. Kalau mau sabar, lalu  menelisik dulu apa masalahnya, apakah suami impoten, atau gay, maka itu lebih baik lagi.

Hal itu pernah dialami seorang wanita yang bertanya ke saya tentang suaminya yang tidak pernah sama sekali menyentuhnya selama 1 tahun. Belakangan diketahui bahwa suaminya gay. Kepergok oleh adik iparnya sedang jalan berduaan bergandengan dengan laki-laki. Akhirnya cerai.

Wallahu A’lam

0⃣3⃣ Ulfa ~ Bogor
Assalamualaikum...

Misal setelah haid kan mandi besar lalu melayani suami tetapi besok paginya kadang suka keluar flek kecoklatan itu bagaimana ya!

Sudah berkeluarga.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Apakah memang sudah jadwalnya berhenti haid? Jika belum, maka flek itu haid. Jangan tergesa-gesa.

Tapi, jika memang sudah jadwalnya selesai, maka kemungkinan itu sisa darah haid, bukan haid itu sendiri.., tidak apa-apa. Tidak dinilai jima' sedang haid.

Wallahu A’lam

🔹Ustadz, Itu dari baris jawaban yang bawah tidak dinilai jima' sedang haid...
Lalu apa?
Berdosakah kami melakukan hal itu?

Masa selasai haid 5 hari.

🌸 Berarti itu dinilai jima'  saat suci, JIKA kejadiannya di luar jadwal haid. Tidak ada dosa. Apalagi karena tidak tahu.

Wallahu A’lam

0⃣4⃣ Erni ~ Jogja Assalamualaikum Ustadz,

1. Bagaimana jika jima' sudah sesuai adab tapi tidak semua sunnah dalam jima' dikerjakan. Karena kalau sudah kepala empat dan suami sudah kepala lima kan jima'nya sudah tidak menggebu lagi seperti pengantin baru, tapi sekedar membunuh rindu rasa rindu ketenangan jiwa, kejernihan pikir, kebahagiaan hati dan rasa nikmat di jasad?

2. Bagaimana sikap kita terhadap anak-anak yang sudah mencapai baligh di usia 9 tahun, tapi kemandirian dan kedewasaan berpikir baru di capai pada usia lulus kuliah?

3. Bagaimana menghadapi anak-anak sekarang yang cerdas luar biasa secara akademik, tapi belum dewasa dalam kemandirian dan mudah putus asa. Semua inginnya serba instan dan dilayani?

4. Bagaimana sikap kita dengan anak-anak yang ingin mati saja, dengan alasan dari hari senin sampai ahad. Semua hari ahad. Tidak ada sekolah, les, dimarahi orang tua di bully teman, dan lain-lain?

Mohon pencerahan.

🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Tidak apa-apa Bu. Yang penting apa yang sudah menjadi kewajiban atau hak sudah dijalankan dengan baik. Sebab, jima'  tidak selalu memburu keindahan, atau kenikmatan dunia, tapi juga mempererat hubungan lagi. Usia kepala empat itu biasanya lebih butuh sakinah dan rahmah, dibanding mawaddah. Sakinah dan rahmah itu di jiwa, sedangkan mawaddah itu difisik dan nafsu.

Wallahu A’lam

🔹Benar. Bahkan kami sudah tidak tahu lagi atas alasan apa saling mencinta.

2. Walaupun dia belum dewasa, tetap ajarkan adab, khususnya adab   bergaul dengan lawan jenis. Sebab dia sudah baligh, sudah haid, berarti sudah bisa hamil. Maka, orang tua mesti Mengajarkan adab, kewajiban mandi, wajibnya shalat, dan lainnya.

Yang penting terinstall dulu dalam diri dan ingatannya, walau bisa jadi dia belum paham karena kedewasaannya belum ada. Tidak apa-apa. Semoga itu menjadi contioning bagi anak, sekaligus perisai diri jika ada pengaruh negatif, dia sudah ada saringan.

Wallahu A’lam

3. Kecerdasan itu banyak. Kecerdasan artistik, lingustik, spasial, interpersonal, intrapersonal, kinestetik, matematik, sosial dan seterusnya.

Bisa jadi anak-anak ada yang hebat kecerdasan matematik dan spasial (desain, arsitek), kecerdasan sosialnya belum bagus sehingga doa cuek, tidak gaul, tidak mandiri.

Kecerdasan harus dipoles, diasah, lalu diarahkan. Agar muncul dan terarah.

Termasuk buat anak yang belum mandiri, harus dimotivasi, disugesti bahwa dia itu bisa dan hebat, peduli. Sehingga itu menjadi cara pandang dia atas dirinya sendiri.

Wallahu A’lam

4. Ini perlu dialog dengan anaknya. Diselami masalahnya dulu apa, kenapa, dan seterusnya. Orang tua harus hadir dalam masalah tersebut, apa yang kurang, apa yang salah dari orang tua.

Apakah anaknya broken home, depresi, kecewa dengan orang tua, salah gaul, atau obsesi dengan suatu hal, terbawa atau terinspirasi oleh tokoh tertentu kah? Dan lain-lain.

Setelah tahu sebab atau masalahnya barulah kita bisa susun perjuangan untuk membantu anak itu menyelesaikan masalahnya.

Wallahu A’lam

0⃣5⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Tadz, adakah hari atau waktu terbaik melakukan jima' dalam Islam?

🌸Jawab :
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Tidak ada hari khusus dalam sunnah tentang itu secara tegas. Tapi, secara isyarat ada yaitu hari Jumat (bukan malam Jumat). TAPI, hari apapun ketika keduanya siap, itulah hari terbaik.

Kalau siapnya tiap hari, itu luar biasa. Sebab pada prinsipnya itu adalah aktifitas yang bisa dilaksanakan hari apapun.

Selengkapnya ini:

◼Jima' Di Malam Jumat Atau Hari Jumat

Assalamualaikum tadz, Apa benar hubungan suami istri sunnah di malam Jumat, soalnya banyak yang bilang begitu?

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Perlu diketahui tidak ada satupun dalil, baik Al Qur'an dan As Sunnah yang Shahih, yang menyunnahkan suami menjima' istrinya di malam Jumat (kamis malam). Apalagi di embel-embel fadhilah seperti membunuh seribu Yahudi. Ini hoax-hoax sedap.

Yang ada adalah "isyarat" menjima' istri di hari Jumat yaitu pagi hari sebelum berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. Pendapat inipun tidak dianut oleh mayoritas ulama.

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ وَغَدَا وَابْتَكَرَ فَدَنَا وَأَنْصَتَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ كَأَجْرِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barangsiapa yang ghassala (membuat istrinya mandi junub) dan ia pun mandi, lalu ia berangkat ke masjid dan bersegera, kemudian ia mendekat kepada imam dan diam mendengarkan khutbah serta tidak berbuat sia-sia, maka setiap langkahnya seperti pahala puasa dan sholat setahun.” (HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma. Dihasankan Imam An Nawawi dalam Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab)

Imam As Sindi menjelaskan arti dari "ghassala" adalah ghuslul a'dha lil wudhuu ... yaitu memandikan anggota badan untuk wudhu, lalu dilanjutkan dengan ihgtasala yang artinya mandi junub, karena tata cara mandi junub adalah wudhu dulu, baru mandi. (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad, 11/545 ). Jadi, bukan membuat junub Istri.

Makna ghassala adalah menjima' istri dulu, memang ada dari sebagian ulama. Tapi, itu lemah, kalau dikaitkan hadits-hadits lain yang setema.

Imam Abdullah bin Al Mubarak mengatakan maksud ghassala wa ightasala dalam hadits tersebut adalah ghasala ra'sahu waghtasal adalah dia memandikan kepalanya dan mandi junub. (Lihat Sunan At Tirmidzi, 1/625)

Kata Imam An Nawawi: wal arjah 'indal muhaqqiqin at takhfif wal mukhtar an ma'nahu ghasala ra'sahu, artinya
Pendapat yang benar menurut para peneliti adalah tanpa tasydid dan itulah pendapat yang dipilih, bahwa maknanya adalah memandikan kepalanya. (Lihat Hasyiyah As Suyuthi 'ala Sunan An Nasai, 3/95)

Para imam lebih mengartikan mandi di pagi hari Jumat adalah kaifiyah (tata caranya) yang sama dengan mandi Junub, bukan bermakna benar-benar junub lalu mandi.

Imam An Nawawi Rahimahullah telah menyanggah keras pendapat bahwa mandi di pagi Jumat adalah mandi junub secara hakiki karena Jima'. Kata Beliau:

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ) مَعْنَاهُ: غُسْلًا كَغُسْلِ الْجَنَابَةِ فِي الصِّفَاتِ، هَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ فِي تَفْسِيرِهِ .
وَقَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا فِي كُتُبِ الْفِقْهِ: الْمُرَادُ غُسْلُ الْجَنَابَةِ حَقِيقَةً. قَالُوا: وَيُسْتَحَبُّ لَهُ مُوَاقَعَةُ زَوْجَتِهِ، لِيَكُونَ أَغَضَّ لِلْبَصَرِ وَأَسْكَنَ لِنَفْسِهِ . وَهَذَا ضَعِيفٌ أَوْ بَاطِلٌ، وَالصَّوَابُ مَا قَدَّمْنَاهُ " انتهى

Sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: "Barang siapa yang mandi di hari Jumat dengan mandi janabah", maknanya mandinya seperti cara mandi janabah dalam hal sifatnya, inilah yang terkenal tentang tafsir ucapan tersebut.

Sebagian sahabat kami (Syafi'iyah) mengatakan dalam kitab-kitab fiqih: maksud mandi junub adalah mandi janabah  secara hakiki. Mereka mengatakan: disunnahkan menggauli istri agar lebih menundukkan pandangan dan menentramkan jiwa. INI PENDAPAT LEMAH ATAU BATIL. Yang benar adalah pendapat sebelumnya.
(Syarh Shahih Muslim, 6/135)

Pendapat sebelumnya, maksudnya mandi janabah yang dimaksud adalah mandi di hari Jumat tata caranya seperti mandi Janabah, bukan karena benar-benar Junub.

 Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

" وَفِي رِوَايَة ابن جُرَيْجٍ عَنْ سُمَيٍّ عِنْدَ عَبْدِ الرَّزَّاقِ: (فَاغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ كَمَا يَغْتَسِلُ مِنَ الْجَنَابَةِ) وَظَاهِرُهُ أَنَّ التَّشْبِيهَ لِلْكَيْفِيَّةِ ، لَا لِلْحُكْمِ، وَهُوَ قَوْلُ الْأَكْثَرِ .

وَقِيلَ: فِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى الْجِمَاعِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِيَغْتَسِلَ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ، وَالْحِكْمَةُ فِيهِ: أَنْ تَسْكُنَ نَفْسُهُ فِي الرَّوَاحِ إِلَى الصَّلَاةِ ، وَلَا تَمْتَدُّ عَيْنُهُ إِلَى شَيْءٍ يَرَاهُ، وَفِيهِ حَمْلُ الْمَرْأَةِ أَيْضًا عَلَى الِاغْتِسَالِ ذَلِكَ الْيَوْمَ.

قَالَ النَّوَوِيُّ: ذَهَبَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا إِلَى هَذَا، وَهُوَ ضَعِيفٌ أَوْ بَاطِلٌ، وَالصَّوَابُ الأول. انْتهى .

Dalam sebuah riwayat Ibnu Juraij, dari Sumayyin, pada hadits Abdurrazzaq: "Mandilah kalian seperti mandi janabah". Secara zahirnya, ini adalah penyerupaan dalam hal tata cara, bukan secara hukum, inilah pendapat mayoritas.

Dikatakan: ini mengisyaratkan berjima' di hari Jumat agar dia mandi junub saat itu, hikmahnya adalah untuk menentramkan jiwa saat berjalan menuju shalat Jumat, dan matanya pun tidak jelalatan, dan ini juga bermakna bahwa wanita mandi juga di hari itu.

An Nawawi berkata: Sebagian sahabat kami berpendapat seperti ini, dan ini LEMAH ATAU BATIL. Pendapat yang BENAR adalah yang pertama. Selesai.
(Fathul Bari, 2/366)

◼Kesimpulannya:

√ Tidak ada dalil yang bisa dipertanggungjawabkan tentang Jima' di malam Jum'at.

√ Ada pun Jima' di hari Jumatnya juga diperselisihkan, dan  mayoritas ulama tidak memaknai demikian.

√ Sebagian Syafi'iyah mengatakan sunnah, tapi oleh Imam An Nawawi Rahimahullah dikatakan itu pendapat lemah atau batil.

Demikian.
Wallahu a'lam

🔹Bagaimana kalau dengan Waktunya tadz?
Yang sering dan ada luang waktu biasanya malam, tapi pernah baca kalau berhubungan di pagi hari itu bagus untuk kesehatan. Bagaimana Islam memandang

🌸 Secara dalil juga tidak ada. Tapi, kebiasan manusia memang malam, karena itu waktu mereka kembali berjumpa setelah suami seharian di luar rumah.

Sebagian ulama ada yang menganjurkan pagi seperti Imam Ibnul Qayyim, sebab saat itu darah mengalir kuat dan kekuatan masih prima.

Wallahu A’lam

🔹Jazakallah tadz.

Jadi benar ya tadz kalau jima' pagi lebih menyehatkan.

0⃣6⃣ Han ~ Gresik
Sudah kewajiban sebagai Istri melayani suami, kalau suami meminta tidak boleh ditolak dan berdosa kalau menolak. Bagaimana jika sebaliknya ustadz, istri yang meminta duluan dan suami menolak, apakah dosa juga?

Apakah memang sudah kodratnya sebagai istri harus mengiyakan atau melayani walau dalam kondisi yang lelah dan capek.

🌸Jawab:
Suami menolak istri juga berdosa jika tanpa dasar. Sebab, itu nafkah wajib dari suami ke istri.

Imam Malik memfatwakan bolehnya istri minta cerai jika semasa masa suci  suami tidak menggauli istrinya. Imam Al Ghazali mengatakan paling tidak suami menggauli istri 1 kali dalam 4 hari. Sementara Imam Asy Syafi'i mengatakan itu sunnah, bukan wajib.

Untuk masalah ISTRI MENOLAK karena lelah. Pernah saya bahas di grup lain.

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Bismillahirrahmanirrahim ...

Pada dasarnya, terlarang wanita menolak ajakan suami memenuhi hajatnya.

Hal ini berdasarkan hadits:

 إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh.
(HR. Muttafaq 'Alaih)

Bahkan, kemarahan suami ini dapat membuat shalat si istri saat itu tidak diterima.

Nabi ﷺ menyebutkan di antara manusia yang shalatnya tidak diterima adalah:

 وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ

Istri yang tidur dimalam hari sedangkan suaminya sedang marah kepadanya. (HR. At Tirmidzi no. 369, Hasan)

Namun, jika penolakan istri memiliki ALASAN SYAR'IY maka dia tidak salah, tidak berdosa, apalagi dikatakan nusyuz lebih tidak lagi.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

هَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ امْتِنَاعِهَا مِنْ فِرَاشِهِ لِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ

Ini adalah dalil haramnya bagi istri menolak ajakan suami TANPA 'UDZUR SYAR'IY.
(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/7)

Di udzur syar'iy tersebut adalah istri sedang haid, shaum wajib, sakit, dan sangat lelah.

Alasan ini benar, dan bukan kesalahan. Jika alasannya benar, maka berkata Imam Mulla Ali Al Qari Rahimahullah;

أما إن كان سخط زوجها من غير جرم فلا إثم عليها

  Adapun jika kemarahan suaminya itu bukan karena kesalahan ini maka tidak ada dosa bagi si istri.

(Misykah Al Mashabih, 4/109)

So...
Dalam rumah tangga, termasuk urusan ranjang ada 3 sikap: Memahami Pasangan, Memaklumi, Dan Memaafkannya.

Tanpa 3 sikap ini, berumah tangga dengan siapapun akan bubar.

Maka, istri harus paham kebutuhan suami, apalagi kebutuhan suami yang tidak mungkin dilakoni kecuali oleh istrinya.

Suami pun  harus mengerti, istrinya bukan wonder woman, wanita bertenaga super dan penampilan selalu menarik.

Tapi, suami masih bisa bersenang-senang dengan istri dengan cara lain yang minimalis.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah berkata:

وهو استخراج المني بغير جماع حراما كان كإخراج بيده أو مباحا كإخراجه بيد حليلته.

Yaitu mengeluarkan air mani dengan tanpa jima' adalah haram, seperti mengeluarkannya dengan tangannya sendiri, atau BOLEH dengan tangan istrinya.

(Tuhfatul Muhtaj, 3/409)

Imam Al Hijawiy Rahimahullah berkata:

وللزوج الاستمتاع بزوجته كل وقت على أي صفة كانت إذا كان في القبل، وله الاستمناء بيدها

Seorang suami boleh bersenang-senang  terhadap istrinya ditiap waktu yaitu  dalam berbagai sifat (cara) jika melalui kemaluan, dan baginya boleh mengeluarkan air maninya dengan tangan istrinya. (Al Iqna', 3/239)

Dalil pembolehan ini adalah ayat:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

"Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela." (QS.  Al-Mu'minun: 5-6)

Demikian. Wallahu a'lam

🔹Jadi intinya harus saling ngertiin kondisi masing-masing ya tadz, tidak boleh memaksakan.   Walau memang sudah sifat laki-laki yang gengsinya besar dan egonya tinggi harus terpenuhi.

🌸Ya... 
Harus begitu... 
Siapa yang mengalah dia yang lebih mulia dalam hal itu.

0⃣7⃣ Han ~ Gresik
Bagaimana Ustadz yang LDR bukan sepekan atau sebulan, tapi tahunan. Bagaimana menyalurkan hasrat berhubungan suami istri?

Bolehkan dengan Vidio Call? Tapi bagaimana ya tadz caranya.

🌸Jawab:
Di buku Fiqih Perempuan Kontemporer, sudah saya bahas tentang LDR tapi sedang muncul syahwat.

Yang jelas para ulama berselisih tentang istimna' (masturbasi).

√ Haram, ini pendapat Imam Asy Syafi'i dan Imam Malik.

√ Haram, tapi jika sudah tidak bisa nahan diri maka masturbasi jadi WAJIB daripada dia berzina, menghindari dosa besar dengan melalukan yang lebih kecil. Ini pendapat Imam Abu Hanifah.

√ Imam Ahmad bin Hambal mengatakan sama dengan Abu Hanifah tapi tidak sampai mengatakan wajib, sekedar boleh saja jika memang syahwatnya sudah tidak bisa dibendung.

√ Ibnu Abbas, Ibnu Hazm, mengatakan makruh.

√ Sebagian tabiin ada yang membolehkan seperti yang dikatakan Syaikh Sayyid Sabiq.

Untuk kasus LDR, maka lebih baik video call biar tetap bersama suami, kalaupun dia terjatuh pada istimna' dia tidak sampai berzina dengan pikirannya sendiri, tapi tetap ditemani suaminya. Ini adalah kekeliruan yang lebih ringan untuk menghindar yang lebih parah dan besar.

Wallahu A’lam

🔹Terus bagaimana tadz kalau masturbasi atau onani itu dilakukan oleh yang belum menikah atau berkeluarga. Banyak kasus kemarin itu para artis beberapa melakukan itu. Dan tidak menutup kemungkinan remaja-remaja sekarang juga melakukan seperti itu tadz?

🌸 Hukum yang saya paparkan di atas berlaku umum, baik yang sudah nikah atau belum.

Sebenarnya bagi yang sudah nikah lebih tidak pantas, karena sudah ada suami atau istri kenapa kok masih melakukan?

Wallahu A’lam

🔹Njih tadz.
Walaupun LDR nya tahunan jadi harus bisa nahan ya tadz.

Jazakalllah.

0⃣8⃣ Phity ~ Yogja
Ustadz, apakah ada kehidupan pernikahan yang tanpa jima' ?

Maksudnya tetap happy dan baik-baik saja meskipun tidak jima'? Atau memang jima' adalah kunci bahagia rumah tangga?

🌸Jawab:
Bisa jadi ada, tapi itu tidak normal dan biasanya tidak bertahan lama. Apalagi setelah kita tahu bahwa secara fiqih jima' itu wajib bagi suami sebab itu termasuk nafkah.

Wallahu A’lam

0⃣9⃣ Sri ~ Jawa Barat
Assalamu'alaikum,

1. Ini tentang Oral seks.
Apakah oral seks di perbolehkan dalam islam, bagaimana hukumnya?

2. Bagaimana seharusnya sikap istri ketika suami punya fantasi atau imajinasi yang tinggi dalam biologis misal dalam gaya seks?

3. Dosakah istri ketika melayani suami hanya sebagai penggugur kewajiban (tanpa ada rasa ingin atau tidak menikmati)?

🌸Jawab:
Wa 'Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Bismillah wal hamdulillah was Shalatu was Salamu 'ala Rasulillah wa 'ala Aalhi wa ashhabihi wa man waalah, wa ba'd:

Hukum oral seks, baik yang melakukan adalah suami (cunilingus), atau istri (fellatio), para sejak dulu dan sekarang  berbeda pendapat. Mereka terbagi atas tiga golongan. Ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan membolehkan. 

Wallahu Alam.

◼(1) Pihak Yang Mengharamkan

Golongan yang mengharamkan, mereka beralasan dengan najisnya madzi yang ada pada kemaluan baik laki atau wanita ketika sedang syahwat, yang jika tertelan maka itu haram. Tentang najisnya madzi, para ulama kita semua sepakat, tidak berbeda pendapat.

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً فَأَمَرْتُ رَجُلًا أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَسَأَلَ فَقَالَ تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ
           
Dari ‘Ali, dia berkata: “Saya adalah laki-laki yang mudah keluar madzi, maka aku perintah seseorang untuk bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lantaran posisiku sebagai mantu beliau (maksudnya Ali malu bertanya sendiri), maka orang itu bertanya, lalu Rasulullah menjawab: Wudhulah dan cuci kemaluanmu." (HR. Bukhari No. 269)

Hadits ini menunjukkan kenajisan madzi, hanya saja tidaklah wajib mandi janabah, melainkan hanya wudhu sebagaimana teks hadits tersebut. Oleh karena madzi adalah najis maka ia haram tertelan, yang sangat mungkin terjadi ketika oral seks.

Alasan lainnya, karena oral seks merupakan cara binatang, dan kita dilarang menyerupai binatang.
Wallahu Alam.

Imam Abul Walid Ahmad  bin Rusyd Rahimahullah  mengatakan:

 Dalam kitab Ibnul Mawaz disebutkan menjilat dengan lidah adalah lebih jelek. (Al Bayan wat Tahshil, 5/79)

◼(2) Golongan Memakruhkan

Golongan yang memakruhkan, mereka beralasan bahwa oral seks belum tentu menelan madzi melainkan hanya sekedar kena saja, baik karena dikecup atau jilat. Mulut atau lidah yang terkena madzi, tentunya sama saja dengan kemaluan suami yang menyentuh madzi isteri ketika coitus (jima). Sebab ketika jima,  otomatis madzi tersebut pasti mengenai kemaluan lawannya. Nah, jika itu boleh, lalu apa bedanya jika mengenai anggota tubuh lainnya, seperti mulut? Sama saja. Hanya saja, hal tersebut merusak muruah (akhlak baik) dan menjijikan. Lagi pula tidak sepantasnya, mulut dan lidah yang senantiasa berdzikir dan membaca Al Quran, digunakan untuk hal itu. Oleh karena itu bagi mereka hal tersebut adalah makruh, tidak sampai haram.

Jangankan menjilat kemaluan, sebagian ulama ada yang memakruhkan melihat kemaluan istri seperti yang masyhur dari Imam Al Ghazali Rahimahullah. Namun, hadits-hadits larangan melihat kemaluan istri adalah dhaif bahkan palsu, dan bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang justru membolehkannya.

◼(3) Golongan Yang Membolehkan

Golongan yang membolehkan, mereka beralasan bahwa suami bagi istri, atau istri bagi suami adalah halal seluruhnya, kecuali dubur dan ketika haid.

Sedangkan alasan-alasan pihak yang mengharamkan (tertelannya madzi) sudah dijawab, dan alasan pihak yang memakruhkan (merusak muruah dan menjijikkan) pun bagi golongan ini tidak bisa diterima.

Alasan merusak muruah (citra diri atau akhlak baik) adalah alasan yang lemah, sebab dahulu Umar bin Al Khathab ketika dia menjima' isterinya dari belakang (tapi bukan dari dubur) istilahnya doggy style yang jelas-jelas menyerupai binatang, ternyata itu dibolehkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Padahal Umar Radhiallahu Anhu merasa bersalah, karena itu bukan kebiasaannya dan bukan kebiasaan kaumnya. Sebagaimana oral seks hari ini bukanlah kebiasaan orang Timur, melainkan kebiasaan orang Barat.

Namun, demikian tidak ada satupun riwayat yang berindikasi mencela Umar dalam hal ini, yang ada justru sebaliknya.

Alasan menjijikan juga  alasan yang lemah, sebab jijik atau tidak, sifatnya sangat relatif dan personally (pribadi). Tidak sama pada masing-masing orang. Bila ada  orang merasa jijik dengan kulit ayam, tidak berarti kulit ayam adalah haram atau makruh. Khalid bin Walid pernah makan Dhab (mirip biawak) di depan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam namun tidak dilarang oleh Rasulullah, walaupun dia tidak suka, walau itu menjijikan, karena makan Dhab bukanlah kebiasaan manusia di daerah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. 

Dalam riwayat yang shahih dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menyuruh suku Urainah untuk meminum air kencing Unta untuk obat. Padahal, bisa jadi bagi sebagian orang kencing Unta adalah menjijikan, tapi riwayat itu dijadikan dalil oleh sebagian ulama tentang sucinya air kencing Unta. Wal hasil, masalah perasaan jijik bukanlah ukuran dan alasan diharamkannya sesuatu.

Golongan yang membolehkan juga beralasan pada ayat berikut:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah: 223)

Anna syi’tum (bagaimana saja kamu kehendaki) hanya berlaku pada qubul (kemaluan) bukan dubur.

✔ Pendapat Ulama Terdahulu

Imam Al Qurthubi –seorang ulama tafsir madzhab Maliki- berkata:

وقد قال أصبغ من علمائنا: يجوز له أن يلحسه بلسانه.

“Telah berkata Ashbagh dari golongan ulama kami (Maliki): “Boleh bagi suami menjilat kemaluan isterinya dengan lidahnya.”  (Imam Al Qurthubi,  Jami’ Li Ahkamil Qur’an, Juz. 12, Hal. 222. Dar Ihya Ats Turats Al ‘Araby, Beirut – Libanon. 1985M-1405H)

Imam Al Hathab Rahimahullah berkata:

قد روي عن مالك أنه قال : لا بأس أن ينظر إلى الفرج في حال الجماع ، وزاد في رواية : ويلحسه بلسانه ، وهو مبالغة في الإباحة ، وليس كذلك على ظاهره

Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa dia berkata: “Tidak apa-apa melihat kemaluan istri ketika jima'. Dia menambahkan dalam riwayat lain: Dan dia menjilatnya dengan lidahnya,” dan ini merupakan penekanan atas kebolehannya, namun tidak demikian pada kenyataannya. (Mawahib Al Jalil, 5/23. Cet edisi khusus. 2003M-1423H. Dar Alim Al Kutub)

Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah mengatakan dalam Ashlus Sima tentang pertanyaan seorang suami yang melihat kemaluan istrinya ketika jima, dia berkata: Ya (boleh), dan dia menjilatnya.  (Ibid, 5/24)

Para ulama Syafiiyyah pun membolehkan, Imam Zainuddin Al Malibari Rahimahullah mengatakan:

يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها ....

"Dibolehkan bagi suami semua bentuk bersenang-senang terhadap istrinya, kecuali pada duburnya, walau pun menjilat clitoris istrinya..." (Fathul Mu’in, 3/340. Darul Fikr. Beirut)

Imam Abu Bakar Ad Dimyathi Rahimahullah menjelaskan kalimat di atas:

أي ولو كان التمتع بمص بظرها فإنه جائز

"Yaitu walau dia bersenang-senang dengan menjilat clitorisnya maka itu boleh." (I’anatuth Thalibin, 3/340. Darul Fikr. Beirut)

Sementara pandangan kalangan Hambaliyah, disebutkan Imam Al Buhuti Rahimahullah:

(قال القاضي يجوز تقبيل فرج المرأة قبل الجماع ويكره) تقبيله (بعده)

Berkata Al Qadhi, “Boleh mencium kemaluan istri sebelum jima’ dan dimakruhkan menciumnya setelah jima." (Kasyyaaf Al Qina,' 1/2. Darul Fikr)
 
Pandangan Syaikh Al Allamah Yusuf Al Qaradhawy hafizhahullah:

Beliau berkata: Di dalam masyarakat seperti Amerika dan masyarakat Barat lainnya, terdapat tradisi dan kebiasaan dalam hubungan biologis antara suami isteri yang berbeda dengan kebiasaan kita, seperti bertelanjang bulat, suami melihat kemaluan isteri, atau isteri mempermainkan kemaluan suami, atau mengecup kemaluan suami, dan sebagainya yang apabila telah menjadi biasa menjadi tidak menarik dan membangkitkan syahwat lagi, sehingga memerlukan cara-cara lain yang kadang hati kita tidak menyetujuinya. Ini merupakan suatu persoalan dan mengharamkannya atas nama agama- juga merupakan persoalan lain lagi. Dan tidak boleh sesuatu diharamkan kecuali jika ditemukan nash (teks agama) yang sharih (jelas) dari Al Quran dan As Sunnah yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash, maka pada dasarnya adalah boleh.
Ternyata, tidak ada nash yang shahih dan sharih yang menunjukkan haramnya tindakan suami isteri seperti itu. Oleh karena itu, dalam kunjungan saya ke Amerika yakni ketika menghadiri Muktamar Persatuan Mahasiswa Islam dan mengunjungi pusat-pusat Islam di berbagai wilayah di sana, apabila saya menerima pertanyaan mengenai masalah itu biasanya pertanyaan datangnya dari wanita muslimah Amerika- maka saya cenderung memudahkannya, bukan mempersulit, melonggarkannya bukan mengetatkannya, memperbolehkannya dan tidak melarangnya. (Dr. Yusuf Al Qaradhawy, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid. 2, Hal. 492-493. Cet. 2 1996M. Gema Insani Press, Jakarta)

Demikian.
Wallahu Alam.

2. Fantasi seksual selama tidak sampai yang haram dan membahayakan tidak apa-apa.

Misalnya fantasinya ingin berhubungan dengan beberapa orang dalam satu ranjang, atau ingin lewat dubur, atau kekerasan, maka ini terlarang dan perlu disampaikan. Walau ini baru imajinasi tapi tetap perlu direm.

Tapi jika imajinasinya sekedar ingin berhubungan di kolam renang pribadi, atau di kebun pribadi, maka ini imajinasi yang belum berbahaya.

Wallahu A’lam

3. Tidak berdosa, itu adalah standar minimal saja yang penting bisa meredam gejolak syahwat suami yang bisa uring-uringan jika tidak dituntaskan malam itu.

Wallahu A’lam

1⃣0⃣ Dia ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum tadz,

10 tahun yang lalu suami selingkuh. Sejak mengetahui itu, walaupun masalah perselingkuhan sudah reda tapi istri merasa segan melayani suami.
Dia melayani sebatas merasa itu kewajiban tapi tidak pernah merasa bahagia apalagi terpuaskan.
Karena dia masih butuh kepuasan akhirnya dia suka baca cerita seks dan berfantasi seks sampai terpuaskan.

Bagaimana hukumnya dan bagaimana mangatasi 'mati rasa' terhadap suami?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Membaca cerita seks dan berfantasi seks untuk mencari kepuasan sendiri, tentu terlarang. Sebab itu zina hati.

Dari pada berlama-lama seperti itu, lebih baik belajar untuk memaafkan suami seikhlas-ikhlasnya, selapang-lapangnya. Ini berat memang, tapi demi maslahat rumah tangga yang lebih besar dan berkepanjangan, itu memang mesti diupayakan secara serius.

Wallahu A’lam

1⃣1⃣ Diana ~ Bandung
Assalamu'alaikum tadz,

Dalil pembolehan ini adalah ayat:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

"Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela." (QS.  Al-Mu'minun: 5-6)

Saya mau bertanya tentang ayat di atas. Bagaimana maksud dari ayat "memperbolehkan dengan hamba sahaya yang mereka miliki",  hamba sahaya itu seperti apa? Bukannya tidak boleh dengan non muhrim.

Mohon penjelasannya ustadz, semoga paham dengan maksud pertanyaan saya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Status budak (hamba sahaya) seseorang bagi tuannya, sudah cukup bagi seorang Tuan menggauli budaknya, di zaman itu. Tapi, itu bukan sebuah kehormatan apalagi jika sampai hamil. Sedangkan menikahi budak juga boleh sebagaimana Rasulullah ﷺ  menikahi Mariah al Qibtiyah.

Hal ini sesuai zahir ayat:

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

"Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela."
(QS. Al-Mu'minun: 6)

Oleh karena itu Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

ومن ملك جارية فله أن يطأها بملك اليمين دون حاجة إلى عقد زواج، لكن الرق لم يعد موجوداً في عصرنا الحاضر تقريباً، فالطريق المشروع الآن للاستمتاع بالمرأة هو الزواج الشرعي

Barang siapa yang memiliki budak wanita maka dia punya hak menggaulinya tanpa membutuhkan adanya akad nikah. Tetapi, perbudakan tidak lagi eksis di masa kita sekarang. Maka, jalan yang dibenarkan syariat untuk bersenang-senang dengan wanita adalah dengan istri yang dinikahi secara syar'iy.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 262030)

Demikian.
Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

JIMA' hanyalah potongan kecil nikmat surga yang hakiki nantinya, maka kejarlah surga yang hakiki itu.

 Jika potongannya saja sudah banyak manusia yang menghalalkan segala cara untuk memperolehnya, maka sudah sepantasnya surga yang hakiki kita serius memperjuangkannya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar