Kamis, 30 Juni 2022

SABAR TERHADAP KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH

 


OLeH: Bunda Rizki Ika Sahana 

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 SABAR TERHADAP KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH

Ada sebuah hadist yang memerintahkan kepada kita untuk bersabar terhadap penguasa, termasuk terhadap berbagai kebijakan dan keputusannya yang bisa jadi menyusahkan bahkan dzalim.

Dari lbnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang membenci sesuatu tindakan dari amirnya – yang memegang pemerintahannya, maka hendaklah ia bersabar, sebab sesungguhnya saja barangsiapa yang keluar – yakni membangkang – dari seseorang sultan – penguasa negara – dalam jarak sejengkal, maka matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah.” (Muttafaq ‘alaih)

Perlu kita pahami bahwa penguasa atau amir yang dimaksud dalam banyak hadist, termasuk hadist-hadist yang memerintahkan ketaatan kepada mereka (penguasa atau amir), sesungguhnya adalah penguasa kaum muslimin, yakni ulil amri kaum muslimin. Mereka adalah para khalifah kaum muslimin yang telah dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdi yang merupakan perwakilan dari seluruh kaum muslimin. Kepemimpinan mereka dalam konteks ini adalah kepemimpinan yang menyeluruh bagi seluruh kaum muslimin sehingga khalifah ini dikatakan juga sebagai pemimpin jamaatul muslimin. Mereka memimpin dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ. Sehingga wajar jika Alloh ﷻ memerintahkan kita untuk mentaati mereka setelah ketaatan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh ﷻ dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 59)

Siapapun yang menyaksikan adanya kepemimpinan jama’atul muslimin ini maka diwajibkan baginya untuk berbaiat atau tunduk dan mentaatinya serta dilarang baginya untuk membangkang atau meninggalkan ketaatan terhadapnya.

Imam Ahmad mengatakan, ”Barangsiapa yang mati dan diatas tengkuknya tidak ada baiat, maka ia mati jahiliyah.” Apa maksudnya? Ia menjawab, ”Tahukah kamu, siapakah imam itu? Dia adalah imam, seluruh umat Islam bersatu di bawahnya dan semua mengakui bahwa dia adalah imam."

"Ibnu Taimiyah juga menyebutkan bahwa para pembangkang yang keluar dari ketaatan terhadap penguasa dan dari Jamaatul Muslimin dan jika setiap mereka yang membangkang mati maka matinya seperti mati orang jahiliyah. Sesungguhnya orang-orang jahiliyah, mereka tidak memiliki para imam." (Majmu’ Fatawa juz VI hal 421)

Dan ketika seorang imam atau khalifah ini melakukan suatu kedzaliman maka diwajibkan bagi seseorang yang melihatnya atau merasakan kedzalimannya pada saat itu untuk bersabar terhadapnya atau menahan diri untuk tidak memeranginya karena hal ini dapat berakibat munculnya fitnah, kekacauan dan perpecahan didalam tubuh umat ini. Inilah yang diinginkan dari hadits Ibnu Abbas di atas.

DR. Shalah Shawi menyebutkan pula bahwa Imam Ahmad dalam kitab Al i’tiqad telah mengatakan, ”Adalah wajib mendengar dan taat kepada para imam dan amirul mukminin, baik yang adil atau dzalim, dan kepada orang yang memegang tampuk khilafah dimana umat bersatu dan ridha kepadanya.”

Ia (Imam Ahmad) juga mengatakan, ”Barangsiapa memberontak imam kaum muslimin padahal umat telah bersatu di bawahnya dan mengakui kekhalifahannya, baik dengan kerelaan maupun dengan kekuatan maka ia telah memecah-belah kesatuan umat Islam dan menyalahi hadits-hadits Rasulullah ﷺ. Kalau ia mati, maka ia mati dengan kematian jahiliyah. Tidak halal bagi seorang pun memerangi dan menyerang sultan (penguasa). Barangsiapa melakukannya, maka ia adalah pelaku bid’ah, menyimpang dari sunnah dan jalannya.” (Prinsip-prinsip Gerakan Da’wah hal 257 – 258)

Adapun maksud dari ”bersabar dari suatu kezaliman seorang amir (khalifah)”—sebagaimana disebutkan di atas—adalah tidak menentangnya dengan melakukan perlawanan terhadapnya dengan mengangkat senjata.

Imam asy Syaukani memasukan hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, ”Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari amir (pemimpinnya) maka hendaklah bersabar. Tidaklah seseorang yang keluar dari sultan (penguasa) sejengkal saja lalu dia mati kecuali ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim) 

Ke dalam bab “Sabar terhadap Kedzaliman Para Imam, Tidak Memerangi mereka dan Menahan Diri dari Mengangkat Senjata.”

Hal itu dikuatkan oleh hadits lainnya yang diriwayatkan dari Auf bin Malik dari Rasulullah ﷺ bersabda, ”Pemimpin terbaik dari kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Sedangkan pemimpin terburuk dari kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka mencaci kalian.” Beliau ﷺ ditanya, ”Wahai Rasulullah apakah (boleh) kami memerangi mereka dengan pedang (senjata)?’ beliau ﷺ menjawab, ”Tidak selama mereka (para pemimpin) itu masih melaksanakan shalat. Dan jika kalian melihat sesuatu (perbuatan) dari para pemimpin kalian yang kamu benci maka janganlah tanganmu melepaskan dari ketaatan (kepadanya).” (HR. Muslim)

Akan tetapi bersabar di sini bukan berarti ridha dengan kedzaliman yang dilakukan seorang muslim sekali pun ia adalah seorang khalifah atau imam padahal ia juga berhak mendapatkan nasihat dan peringatan meskipun nasihat itu datang dari rakyatnya, sebagaimana diriwayatkan dari Tamim ad Dariy berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda, ’Agama adalah nasehat.’ —tiga kali— lalu kami bertanya, ’Bagi siapa wahai Rasulullah ﷺ?’ beliau ﷺ menjawab, ’Bagi Alloh ﷻ, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam (pemimpin) kaum muslimin dan orang-orang awam dari mereka (kaum muslimin).” (HR. Muslim)

Jadi lafazh “Amir atau sultan” di dalam hadits yang disebutkan di awal tulisan, "Konteksnya adalah khalifah kaum muslimin dan bukan bermakna umum atau semua bentuk kepemimpinan." Ia bukanlah dimaksudkan kepada para pemimpin negeri yang bukan berasas Islam, pemimpin perusahaan, proyek sosial, organisasi, partai, jama’ah dakwah, komunitas, atau yang lainnya.

Kemudian yang juga perlu dicatat adalah bahwa kesabaran terhadap kerusakan, kemaksiatan kedzaliman yang dilakukan seorang pemimpin bukanlah berarti orang tersebut berdiam diri, menunggu dengan pasif sambil berharap akan adanya perubahan tanpa melakukan suatu upaya perubahan atau mengatakan, ”Bersabarlah, terima aja nanti juga dia berhenti.” atau "Bersabarlah, doakan saja yang terbaik." Atau ucapan-ucapan pesimis lainnya. Sungguh ini bukanlah kesabaran yang dimaksud oleh Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, yakni dengan membiarkan kemaksiatan di hadapan kita dan tidak menerangkan kebenaran kepada pelakunya. Karena dengan itu kita bagaikan setan yang bisu.

Imam Nawawi di dalam “Syarh” nya mengutip pendapat Abu Ali ad Daqqoq bahwa orang yang diam terhadap kebenaran adalah setan bisu.

Firman Alloh ﷻ:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ ﴿٧٨﴾
كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ ﴿٧٩﴾

“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al Maidah : 78 – 79)

Wallahu a’lam bishawab

**Dari berbagai sumber

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Syukron Ustadzah juga moderator serta notulen

Saya pernah mendengar dari celotehan orang bawa "Mendingan pilih pemimpin yang kafir tapi jujur daripada memilih pemimpin Muslim yang tidak jujur."

Dalam benak berpikir, saya rasa tidak ada orang yang kafir jujur, sebab bagi mereka tidak berpikir halal, tapi haram dan hantam.

Terus tidak bisa dibandingkan kafir dengan Muslim. Tapi perbandingan itu harus yang sama misalnya Pemimpin Muslim yang jujur dengan Muslim yang tidak jujur.

Bagaimana jawaban yang bijaksana dalam mengomentari pernyataan di atas?

🌸Jawab:
MasyaAllah, good question.

Sebagai muslim, maka standar dalam amal adalah perintah dan larangan Alloh ﷻ, termasukl dalam memilih, dalam hal suka atau tidak suka, semuanya harus berdasar kepada apa yang diperintahkan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya.

Maka, pilihan antara pemimpin muslim yang tidak jujur atau pemimpin kafir yang jujur, sama-sama buruk, tidak layak untuk dipilih. Keduanya bukanlah karakter pemimpin yang diperintahkan Alloh ﷻ untuk diwujudkan. Muslim yang baik pasti memilih pemimpin yang muslim sekaligus jujur lagi amanah terhadap tugas-tugasnya.

Di zaman ini, banyak sekali perbandingan-perbandingan yang disodorkan kepada umat untuk menyesatkan umat ini dari jalan kebenaran. Seperti, mending tidak nutup aurat tapi baik hati daripada berjilbab tapi hatinya busuk. Mending tidak sholat tapi dermawan daripada rajin berjamaah tapi pelit, dan seterusnya.

Jadi umat disodori 2 hal yang sama-sama tidak layak untuk diadopsi. Sementara pilihan yang seharusnya diambil oleh umat ini malah disembunyikan atau dikaburkan.

Musti waspada yaa teman-teman dari narasi-narasi bathil yang sengaja diciptakan untuk menjerumuskan.

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sabar itu dalam 3 hal, ketika ditimpa ujian, ketika menjalankan perintah Alloh ﷻ, dan sabar ketika menjauhi larangan-Nya. 

Maka termasuk dalam kesabaran ketika kita melakukan amar ma'ruf nahi munkar kepada penguasa yang dzalim bahkan seringkali mendiskreditkan islam dan memonsterisasi ajaran islam. Sebab amar ma'ruf nahi munkar adalah bagian dari perintah Alloh ﷻ untuk ditegakkan.

Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar