Minggu, 29 Desember 2019

MENGAPA ILMU TIDAK MERUBAH AKHLAK



OLeH: Ustadz Erwan Wahyu Wibowo

           💘M a T e R i💘

 ‎الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

‎رَبِّ اشْرَحْ لِىْ صَدْرِىْ وَيَسِّرْلِىْ اَمْرِىْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِىْ يَفْقَهُوْاقَوْلِى
 ‎‏﴿١١﴾ يٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

(11) Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al Mujaadalah 58:11)

Segala puji bagi Alloh ﷻ yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman dan islam. Salawat dan doa keselamatan smoga terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung Muhammad Saw berserta keluarga dan para sahabat-sahabat Nabi semuanya.

Good people Kakak Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ.

Para ulama jaman dahulu terbiasa mendahulukan dan memberi porsi lebih untuk belajar akhlak daripada ilmu.
Salah satunya adalah Abdullah bin Mubarak yang bertutur dalam Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro :

“Saya mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama dua puluh tahun, dan mereka (para ulama) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu.”

Jadi, bisa dibilang: Bukan ilmu yang bisa atau tidak bisa merubah akhlak.

Tapi akhlak yang harus digunakan untuk mempelajari ilmu. Akhlak dulu baru ilmu.

Begitu pentingnya akhlak dalam Islam hingga Rasulullah  ﷺ  menyebut dirinya diutus Allah bukan untuk tujuan lain selain untuk menyempurnakan akhlak.

Jadi, akhlak digunakan sebagai pijakan utama bagi setiap Muslim dalam melakukan berbagai hal, baik yang terkait dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Termasuk dalam belajar atau menuntut ilmu.

Akhlak adalah pembeda untuk pintar dan benar.
Orang yang berilmu tentulah pintar, namun jika tidak melengkapi dirinya dengan akhlak, maka tak ada jaminan kepintaran yang dimilikinya mampu mengantarkan pada kebenaran.

Good people Netizen Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ.

Saya ingat diawal-awal saya mengaji. Kyai di dusun saya, sebelum beliau menyampaikan tetang ilmu Tauhid, Fiqh, dll. Beliau menyampaikan kajian sebuah kitab judulnya Adabul Alim wal Muta’allim karya Hadratusy Syaikh Hasyim Asya’ary.

Syeikh Hasyim dalam kitabnya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim menulis delapan bab yang terdiri dari:

(1) Bab keutamaan ilmu dan ahli ilmu,
(2) Bab adab murid kepada dirinya sendiri,
(3) Bab adab murid kepada gurunya,
(4) Bab adab murid kepada pelajarannya,
(5) Bab adab guru kepada dirinya,
(6) Bab adab guru kepada pelajarannya,
(7) Bab adab guru bersama murid, dan diakhiri dengan,
(8) Bab adab kita kepada buku.

Jadi, beliau sampaikan tentang adab terlebih dahulu sebelum sampekan tentang ilmu tauhid, tafsir, hadits, fiqh dan lain-lain.
Harapannya dengan belajar adab maka keberkahan ilmu bisa kita dapatkan.

Kitab itu kalau dikaji bisa setahun lebih. Jadi saya coba sampaikan beberapa point saja sebagai pengingat terutama bagi diri saya sendiri.

Oiya mengapa kita perlu agar ilmu yang kita peroleh susah payah itu berkah?
Agar ilmu itu bisa memberikan kebaikan yang terus menerus bertambah seiring waktu. Baik bagi kita sebagai pemilik ilmu maupun orang lain.

Nah agar ilmu itu berkah, kita musti belajar adab dalam mempelajari ilmu.

💎BAGIAN KESATU, TENTANG KEUTAMAAN ORANG BERILMU.

Di awal sudah saya kutip QS Al Mujaadalah: 11, disebutkan bahwa Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukan antara ilmu pengetahuan dan pengamalannya.

Ibnu Abbas RA berkata: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun.”

Ulama merajuk pada orang yang memiliki ilmu. Ini menunjukan tingginya derajat orang yang berilmu dibanding yang tidak. Kalau ada orang yang berilmu lulus S3 (bukan SD, SMP dan SMA ya) tapi doktor atau PhD,
tapi dia derajatnya rendah di mata manusia, berarti ilmunya tidak berkah.
Tau darimana? Kalau ada yang komen doktor kok begitu?

Suatu ketika di samping Rasulullah ﷺ disebutkan ada dua orang laki-laki, yang pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli ilmu. Kemudian Rasulullah ﷺ berkata: “Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan ku melebihi kalian semua.”

Kenapa bisa seperti ini? Karena orang beribadah itu juga perlu ilmunya. Kita kenal ilmu fiqh. Dan banyak lagi keutamaan orang berilmu.

Nah, Hadratusy Syaikh Hasyim Asya’ary ini mau bilang begini : Kalian mau mencapai derajat tinggi dari orang berilmu?
Sok atuh belajar adab dalam mempelajari ilmu pada bab-bab berikut ini.
Artinya derajat orang berilmu sebagaimana disebutkan pada Bab pertama hanya bisa dicapai dengan adab-adab pada bab-bab berikutnya.

Good people Nyisanak Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ.

Saya coba sampekan secara sekilas bab-bab tentang adab dalam kitab tersebut, karena seperti saya bilang tadi itu kitab tidak akan selesai disampekan dalam kurun waktu 1 tahun. Seingat saya seperti itu.

💎BAGIAN KEDUA, TENTANG ADAB ATAU AKHLAQ MURID (SANTRI) PADA DIRINYA SENDIRI.

🔸Pertama, "harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasad, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia  pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat.”

Ibarat kita itu teko. Mau diisi dengan ilmu. Jadi teko harus bersih, supaya air (ilmu) tidak terkontaminasi dan air yang dituangkan tetap bersih.

🔸Kedua, harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Alloh ﷻ, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan  mendekatkan diri kepada Alloh ﷻ.

Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan teman saingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya.

Menutut ilmu itu seperti kita beli kambing di pasar.
Kita beli kambing pasti dapat tali pengikatnya. Tapi kalau kita beli tali pengikat saja, tidak mungkin dikasih kambing sama penjualnya kan?

Kalau menuntut ilmu orientasi kita akhirat, mencari ridho Alloh ﷻ, mampu mengamalkan, mendekatkan diri pada Alloh ﷻ niscaya jabatan, harta benda, dihormati juga akan kita dapat. Tapi belum tentu kalau orientasinya dibalik.

🔸Ketiga, harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya.

Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar.

Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yang bisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan. Maka sesungguhnya hal itu akan menjadi pemutus jalan proses belajar.

Cari ilmu jangan ditunda so ada banyak sisa umur kita untuk mengamalkanya.

Saya terkesan denga apa yang saya jumpai di Jepang sini. Binaan-binaan saya di sini adalah calon-calon doktor atau PhD dari Tohoku University yang usianya semua di bawah 30 tahun.

🔸Keempat, harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehidupan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnya hati akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan mengalir kedalam hati.

Imam Al Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan."

Cari ilmu itu harus prihatin.

Saya merasakan betul poin keempat ini. Saat ini saya sedang melanjutkan studi di Sendai, setelah sebelumnya di Kota Malang, meninggalkan pekerjaan yang artinya tunjangan-tunjangan putus. Tak ada mobil, banyak jalan kaki, naik angkutan umum, sering naik sepeda naik turun bukit (sudah seperti ninja hatori).

Semoga tersebab point keempat ini keberkahan ilmu bisa saya dapat.
Kok jadi curhat gini ya saya.

🔸Kelima harus mengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya  ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu.

Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan pada tempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab-sebabnya, karena Alloh ﷻ menyukai kemurahan-kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapan-Nya dilaksanakan.

Ini juga effort sekali di Jepang sini. Tidak hanya buat saya, juga buat hampir semua kawan-kawan muslim di sini. Kita di sini makan harus pilih-pilih. Bukannya sombong, tapi susah cari makan halal.
Masak sendiri memang pilihan tapi pilih bahan dan bumbu juga ada usaha tersendiri.

Good People Warganet Perindu Surga yang dirahmati Alloh ﷻ.

Mungkin saya hanya akan sampaikan sampai Bab 3. Saya discounts banyak.
Karena seperti Bab 2 itu sebenernya ada 10, saya sampaikan 5.

Baik, lanjut.

💎KETIGA, TENTANG ADAB MURID TERHADAP GURUNYA.

◼Kesatu, menurut terhadap gurunya dalam segala hal dan tidak keluar dari nasihat-nasihat  dan aturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan muridnya itu ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dengan anjurannya dan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhanya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh sungguh dalam memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Alloh ﷻ dengan cara melayaninya.

Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannya merupakan keterangkatan derajatnya.

Karena kami tugas belajar. Yang mana ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mendapat beasiswa untuk sekolah lagi. Seringkali kejadian kami diajar oleh dosen yang pangkat dan golonganya lebih rendah dari kami. Ini kejadian saat saya dan kawan-lawan menyelesekan program master kemarin.
Walau begitu kami tetap hormat dan nurut dengan dosen tersebut.

◼Kedua memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.

Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemuliaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan : ” yaa sayyidi”, wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku."

Juga ketika seorang guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang di ucapkan pelajar: "Al Syekh Al Ustadz berkata begini, begini“ atau “guru kami berkata” dan lain sebagainya.

Makanya saya tidak habis pikir ya, ada murid membully gurunya, memukul dan menantang. Bagaimana generasi Indonesia di masa mendatang berkah ilmunya dan negara menjadi makmur jika seperti ini?

Saya yakin banyak itu murid-murid yang manggil gurunya dengan panggilan-panggilan yang tidak patut saat gurunya tidak ada bersama mereka. Apalagi dengan guru yang bukan favorit mereka. Miris.

◼Ketiga, hendaknya murid mengetahui kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau masih  hidup atau setelah meninggal dunia.

Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan orang-orang yang beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam beliau untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yang membutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.

Saya terharu saat perpisahan dengan binaan-binaan di Pati. Saat awal saya mulai program master di Brawijaya Malang. Ada salah satu binaan saya yang menyampaikan:
Kalau butuh bantuan jemput anak-anak sekolah bilang saja, in sha Allah saya siap bantu. Karena anak-anak memang selalu pulang saya jemput, dengan terpisah kota, saya tidak bisa lagi jemput. Ukhuwah dalam majelis ilmu. Masya Allah.

Kandidat-kandidat doktor yang sekarang menjadi binaan saya di sini. Saat MR (Meester in de Rechten-sebuah gelar) mereka sebelum saya.

abtu lalu kembali ke Indonesia setelah menyelesekan doktoralnya jg membantu packing di apator, beberes apato, menyewakan mobil untuk antar ke bandara, bantu angkat 7 koper.

◼Keempat, murid harus mengekang diri, untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau budi pekerti, perilaku beliau yang kurang diterima oleh muridnya.

Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan murid lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri, menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dan dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya, dengan pena’wilan dan penafsiran yang baik.

Apabila seorang guru berbuat kasar kepada muridnya, maka yang perlu dilakukan pertamakali adalah dengan cara meminta ampuan kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih sayang guru.

◼Kelima, murid juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya.

Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun.

Baik, itu in sha Allah yang bisa saya sampaikan.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Setyaning ~ Karanganyar
Assalamualaikum Ustadz,

Bagaimana bila santri tahfidz (tingkat SMP) yang mempunyai pendapat, bahwa sekarang baru masanya menghafalkan, sedang memahami maknanya nanti kalau sudah berada di kelas atasnya, begitu Ustadz?

Syukron.

🔷Jawab:
Alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Membaca (tilawah), menghafal (tahfidz) dan memahami artinya (tadabur) itu memang masing-masing ada pahalanya. Tapi alangkah lebih baiknya bila kita berikhtiar semaksimal mungkin untuk bisa melakukan semuanya.

Di Pati, saya sempat punya binaan 2 orang hafidz, musyrif pondok tahfidz SMP. Kalau mutabaah atau sesi curhat saat melingkar dan mereka cerita 3 hal tadi sepaket mereka programkan di pondok. Dan bisa. Waktu 24 jam di pondok bisa diatur untuk melakukan 3 hal tadi. Bagaimana kalau di luar pondok?

Sebelum berangkat ke Jepang, Kenzie anak saya masuk kelas tahfidz, tentu 3 hal tadi diprogramkan di sekolahnya. Di Jepang saya dan istri berusaha melanjutkan program tersebut di apato kami.

Mohon doa supaya kami dan Kenzie istiqomah.

0⃣2⃣ Erni ~ Yogja
Assalamu'alaikum Ustadz,
1. Bagaimana caranya menyelaraskan antara adab akhlaq dan ilmu, utamanya untuk memberi tauladan yang baik bagi anak-anak, agar kami orang tua bisa move on dari masa kecil, bahagia tanpa syarat dan selesai dengan masalah diri sendiri untuk perbaikan akhlaq kami dan anak-anak kami?

2. Sewaktu saya SD dulu ada Mentri Pendidikan dan Kebudayaan namanya Daud Yusuf. Beliau yang mencabut pendidikan budi pekerti dari sekolah-sekolah, apa mungkin ini salah satu dari akibat keputusan beliau saat itu?

3. Anak zaman sekarang itu pintar-pintar tapi adab dan akhlaqnya dan adabnya kepada guru dan orang tua bisa dibilang sudah hilang, bagaimana cara menatanya kembali agar kami bisa menjadi orang tua yang berkah dan anak-anak kami anak-anak yang berkah?

Mohon pencerahannya.

🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Terima kasih atas pertanyaanya Mbak Erni. Ini biasanya materi tersendiri tentang parenting. Saya coba jawab sekilas ya.

1. Kehidupan pernikahan itu pembelajaran seumur hidup. Tak perlu menunggu kita selesai perbaikan diri untuk bisa membina keluarga dan mendidik anak. Kita bisa saling berproses memperbaiki diri; suami, istri dan anak-anak. Ilmunya darimana?

Sekarang ilmu itu mudah dan murah untuk diakses. Walau demikian penting bagi kita untuk memiliki guru atau ustadz supaya sanad ilmunya menyambung dan bisa dirunut sampai sumber aslinya Quran, sunnah dan pendapat ulama.

2. Tentang Daud Yusuf saya hanya punya info dari membaca karena saya tidak mengalami sendiri. Yang jelas budi pekerti atau akhlaqul karimah itu diajarkan dalam agama kita (Islam). Jadi, bila beroleh pengajaran tentang dienul Islam itu seharusnya sudah sepaket tentang akhlaq dan budi pekerti.

3. Pendidikan anak sekarang, pada prinsipnya pendidikan anak adalah tanggungjawab orang tua, walau anak bisa saja disekolahkan di sekolah Islam terpadu atau pondok pesantren, tapi interaksi paling banyak adalah dengan orang tuanya, apalagi waktu lebih begini.

Jadi penting bagi kita orang tua untuk selalu mengupgrade diri tentang pengetahuan-pengetahuan keIslaman karena di dalamnya tidak hanya tentang ibadah, melainkan akhlaq Islami seperti Sabda Rasulullah ﷺ yang saya sampaikan di awal, bahwa Rasulullah ﷺ diutus untuk menyempurnakan Akhlak.

0⃣3⃣ iNdika ~ Kartasur
Bagaimana mengajari anak tentang adab terhadap orang tua atau orang yang lebih tua dalam rangka menuntut ilmu?

Bagaimana mengajarkan kepada anak, adab dalam berdebat atau memberi tahu terhadap orang yang lebih tua?

🔷Jawab:
Mengajari anak tentang adab bisa dengan kisah-kisah Nabi dan Rasul, para sahabat dan para salafu shalih.

Anak-anam paling senang diceritain. Tapi perlu diingat, pengajaran yang paling efektif dan penting bagi anak adalah tauladan langsung. Jadi, orang tua beri contoh bagaimana berakhlak yang baik.

Setelah diceritain tuh. Lalu kasih contoh deh sama kita. Kita tidak mungkin dong hanya omdo alias ngomong doang. Seharusnya kita pun harus berperilaku sebagaimana yang kita ucapkan pada anak. Jadi, yang mana artinya kita juga otomatis melakukan upaya-upaya perbaikan diri.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Saya mau tutup dengan wejangan profesor saya:

Bahwa ilmu itu haruslah amaliah.
Dan amal itu haruslah ilmiah.

Ilmu itu harus diamalkan sehingga bermanfaat bagi diri sendiri (pahala jariyah) dan bagi orang lain.

Dan dalam beramal itu juga haruslah ada ilmunya, ada landasan ilmunya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar