Minggu, 29 Desember 2019

BELAJAR CINTA DARI RABIATUL ADAWIYAH



OLeH: Ibu Irnawati Syamsuir Koto

           💎M a T e R i💎

Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku

Sholehah sudah pernah mendengar atau membaca syair ini?

🔸Baru dengar.

🔸Pernah tapi lupa dimana, nasyid atau syai, lupa...

🌸Bagaimana rasanya setelah membaca syairnya? Apa yang bisa tergambarkan didalamnya?

🔸Maa Syaa Allah...
Bukti kecintaan seorang hamba.

🌸Alhamdulillah

🔸Takut kalau ternyata cintaku tidak tulus.

🌸Alhamdulillah, Cinta yang tulus tidak pernah berharap apapun.

Syair Sayidatina Rabi'ah Al Adawiyah menggugah kesadaran spiritualitas manusia, ia menyadarkan dan mengetuk nurani keimanan, bahwa yang harus dikejar dan di damba adalah cinta kepada Sang Maha Pecinta.

Hal ini bertolak belakang pada pandangan umum yang menjadikan surga dan neraka sebagai tujuan final sebuah kehidupan.

Rabi’ah binti Isma’il Al-‘Adawiyah. Wanita yang dijuluki Syahidatul ‘Isyqil Ilahi (wanita yang syahid oleh kerinduan ilahi) ini lahir dan meninggal di Basrah, Irak.

Banyak versi mengenai tahun lahir dan wafatnya. Yang jelas, sufi wanita ini hidup di abad ke-2 Hijriah.

🌸Orang pertama yang mendokumentasikan kisahnya adalah Al-Jahizh -yang juga orang Basrah- dalam Al-Bayan wa al-Tabyin. Barangkali, Al-Jahizh pernah bertemu Rabi’ah.

Salah satu cerita yang dikisahkan Al-Jahizh tentang Rabi’ah adalah penolakannya saat ada yang hendak menanggung nafkah hidupnya karena iba melihat keadaannya, Rabi’ah menjawab “Sungguh aku malu untuk meminta harta dunia pada sang pemiliknya (Allah), bagaimana mungkin aku memintanya manusia yang mana bukan pemiliknya.”

Seperti biografi yang ditulis Dr. Rasyid Salim Al-Jarrah, Kehidupan pahit Rabi’ah sudah ia jalani sejak masa kecilnya.

Ayahnya meninggal saat ia masih kecil dan ia tak punya apa-apa untuk mencukupi kebutuhannya.

🌸Selanjutnya Rabi’ah menjadi seorang budak. Belum ditemukan sumber bagaimana awal mula dan sebab ia menjadi budak.

Ia memiliki majikan yang zalim. Di kemudian hari majikan tersebut menjualnya pada seorang lelaki yang tidak kalah zalim.

Suatu malam, majikan barunya ini mendengar suara menggema seisi rumahnya, lalu ia keluar kamar mencari sumber suara, hingga kedua telinganya menuntunnya ke kamar Rabi’ah dan kedua matanya melihat hal yang tak dapat ia cerna dengan akalnya, ia takjub melihat sembah Rabi’ah yang memancarkan iman yang sangat dalam, ia pun terhenti dan mendengarkan munajat yang dipanjatkan Rabi’ah.

🔸Maksudnya melihat sembah apa ustadzah?

🌸Maksudnya adalah cara beribadah dan munajat yang dilakukan oleh Rabi'ah.

Keesokan harinya, ia langsung membebaskan Rabi’ah dari status budaknya. “Engkau kini merdeka dan telah bebas, Rabi’ah. Kau boleh tinggal di sini atau pergi ke mana kau suka” katanya. Rabi’ah pun memilih pergi. Al-Zabidi dalam Syarh Ihya ‘Ulumuddin menceritakan kisah tentang Sufyan Al-Tsauri dan Rabi’ah.

Al-Tsauri bertanya perihal hakikat iman Rabi’ah, “Aku tidak menyembah-Nya karena takut neraka dan menginginkan surga seolah aku menjadi buruh tak patuh; jika takut majikan ia akan bekerja, jika dibayar ia baru akan bekerja. Aku menyembah-Nya karena cinta dan rinduku pada-Nya.”

🌸Al-Huraifisy dalam Al-Raudl Al-Raiq menceritakan kisah dari Sa’d bin ‘Utsman tentang perjumpaan Rabi’ah dengan Dzinnun Al-Mishri. Dzinnun menanyainya tentang cinta, awalnya Rabi’ah enggan menjawab, ia mengelak “Subhanallah, engkau sudah mengerti tentang itu, dan engkau berbicara dengan lisan makrifat”. Namun Dzinnun memaksanya “Orang yang bertanya berhak mendapat jawaban”. Lalu Rabi’ah menjawab dengan syairnya yang masyhur “Aku mencintai-Mu dengan dua cinta; cinta karena hasratku dan cinta karena Engkau memang memiliki cintaku.”

Perihal pernikahan, suatu hari beberapa ulama mengunjunginya, mereka bertanya “Mengapa engkau hidup menyendiri dan tidak menikah?”

Rabi’ah menjawab “Ada tiga hal yang mengusik batinku."

√ Pertama, apakah aku akan meninggal dengan membawa iman yang sempurna?

√ Kedua, apakah kelak di hari kiamat lembaran catatan amalku akan kuterima dengan tangan kanan?

√ Ketiga, aku tidak tahu bersama golongan mana kelak aku dikumpulkan di hari kiamat, apakah bersama mereka yang masuk ke surga, atau mereka yang binasa dalam neraka?

Jika aku telah disibukkan dengan hal-hal seperti ini, bagaimana mungkin aku berpikir untuk menikah.

🌸Rabi'ah al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita telah memberi inspirasi bagi para pecinta Illahi.

Rabi'ah adalah seorang sufi legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di dunia sufi maupun akademisi.

Rabi'ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi'ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M.

Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai'ir-sya'irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.

🌸Rabiatul Adawiyah barangkali menjadi salah satu cermin yang bisa kita tengok kembali.

Bagaimana beliau memaknai cinta kepada Tuhan, bagaimana ia tidak memiliki satu kosa kata pun dalam hidupnya tentang musuh. Sepanjang hidup, ia hanya sibuk mencintai Tuhan.

Ia hanya sibuk memadu kasih dengan Tuhan.

Ia bahkan tidak tahu bagaimana cara untuk membenci setan: Karena hatinya hanya dipenuhi cinta kepada lIlahi.

Cinta hanya melahirkan kebaikan. Dan kebaikan akan membawa keberkahan. Benci hanya melahirkan keburukan. Dan keburukan akan membawa petaka.

Jika bibit sudah disemai, mana ada ladang yang tak berbuah?

Jika cinta sudah disemai, mana ada hati yang tak terselimuti rahmah?

Dalam syairnya itu tersirat pesan sipritual yang mendalam, dimana surga bukanlah tujuan akhir yang harus dicapai manusia, akan tetapi cinta Tuhan dan keridhaan Tuhan adalah sesuatu yang patut di damba, karena dengan cinta dan keridhaan-Nya apapaun yang manusia inginkan akan di kabulkan apalagi hanya sekedar surga dan kenikmatannya yang itu jua termasuk hak preogratif Tuhan dalam menentukan siapa yang pantas menjadi penghuninya.

Sholehah Perindu Surga... 

Fenomena beragama kekinian yang hanya memburu pahala dan surga sebagai imbalannya semakin menjadi-jadi.

Mereka tak lebih seperti seorang pedagang yang perhitungan akan apa yang dijual dan berapa keuntungan yang telah di dapat, mereka perhitungan dengan amal-amal yang pernah dilakukan ketika didunia dan akan meminta imbalan surga atas amalan-amalan mereka itu.

Orang yang hebat adalah orang yang menyerahkan cintanya semata kepada Allah, mencintai Allah tanpa syarat .

Demikian dari saya malam ini, mari kita baca dan renungkan apa yang bisa kita petik dari kisah Rabiah Adawiyah.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎
       
0⃣1⃣ Ati ~ Solo
Bagaimana menumbuhkan perasaan cinta yang tulus pada Allah, tanpa ada embel-embel seperti syair tadi ustadzah?

🌷Jawab:
Sama seperti jawaban no. 02 ya.

Untuk mencintai Allah dan berbuat, baik melakukan perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya itu lakukan bukan karena takut, tapi karena Cinta, itu butuh kesadaran dan rasa syukur yang tinggi. 

Dari rasa syukurlah kecintaan itu hadir,  kenapa? Karena kita sadar bahwa tanpa Allah kita tidak ada apa-apanya. Kita sadar bahwa Allah mencintai kita begitu besarnya, kita sadar bahwa Allah memang Maha Pengasih  dan Penyayang, mengasihi dan menyayangi tanpa pamrih, karena tidak adapun ibadah kita, Allah tetaplah Allah, tidak berkurang sedikitpun. 

Bagaimana menumbuhkan rasa syukur? 

Muhasabah, berfikir dan menghitung apa kebaikkan Allah untuk kita, menghitung apa yang telah Allah beri untuk kita. 

Dengan semua itu pantaskah kita berpaling dari mencintai Allah? 

Wallahu a'lam

0⃣2⃣ Erni ~ Yogja
Ustadzah bagaimana caranya mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan karena cinta kepada Alloh dan sadar kalau larangan dan kewajiban yang di berikan Alloh kepada hamba-Nya yang beriman sebagai wujud cinta Alloh kepada kita?

Mohon pencerahannya

🌷Jawab:
Untuk mencintai Allah dan berbuat, baik melakukan perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya itu lakukan bukan karena takut, tapi karena Cinta, itu butuh kesadaran dan rasa syukur yang tinggi. 

Dari rasa syukurlah kecintaan itu hadir,  kenapa? Karena kita sadar bahwa tanpa Allah kita tidak ada apa-apanya. Kita sadar bahwa Allah mencintai kita begitu besarnya, kita sadar bahwa Allah memang Maha Pengasih  dan Penyayang, mengasihi dan menyayangi tanpa pamrih, karena tidak adapun ibadah kita, Allah tetaplah Allah, tidak berkurang sedikitpun. 

Bagaimana menumbuhkan rasa syukur? 

Muhasabah, berfikir dan menghitung apa kebaikkan Allah untuk kita, menghitung apa yang telah Allah beri untuk kita. 

Dengan semua itu pantaskah kita berpaling dari mencintai Allah? 

Wallahu a'lam

0⃣3⃣ Ninick ~ Cilegon
Kewajiban kita kan menjauhi larangan-Nya ya bun, nah kalau kita menjaga jarak terhadap teman yang non muslim apakah itu termasuk salah satu larangan tersebut?

🌷Jawab:
Sebaik-baik teman adalah orang yang mendekatkan kita kepada Allah Azza Wajalla, Jika hubungan kita dengan teman tersebut mengganggu kepada keimanan kita,  maka wajib kita jauhi. 

Jika kita hanya sekedar berteman, dalam artian bukan teman dekat, itu adalah bagian dari muamalah, hubungan sosial kita.

Yang dilarang adalah berteman dekat,  karena teman dekat akan mempengaruhi pola pikir kita.

Wallahu a'lam

0⃣4⃣ Whita ~ Bekasi
Assalamu'alaikum ustadzah...

Apa yang harus kita lakukan supaya kita bisa mencintai Allah tanpa embel-embel tanpa syarat dan bagaimana pula menjelaskan mengajarkan ke anak supaya mereka juga bisa dengan ikhlas menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah tanpa embel-embel.

🌷Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Untuk mencintai Allah dan berbuat, baik melakukan perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya itu lakukan bukan karena takut, tapi karena Cinta, itu butuh kesadaran dan rasa syukur yang tinggi.

Dari rasa syukurlah kecintaan itu hadir,  kenapa? Karena kita sadar bahwa tanpa Allah kita tidak ada apa-apanya. Kita sadar bahwa Allah mencintai kita begitu besarnya,  kita sadar bahwa Allah memang Maha Pengasih  dan Penyayang, mengasihi dan menyayangi tanpa pamrih, karena tidak adapun ibadah kita, Allah tetaplah Allah, tidak berkurang sedikitpun. 

Bagaimana menumbuhkan rasa syukur? 

Muhasabah, berfikir dan menghitung apa kebaikkan Allah untuk kita, menghitung apa yang telah Allah beri untuk kita. 

Dengan semua itu pantaskah kita berpaling dari mencintai Allah? 

Untuk mengajari anak-anak bagaimana?  Pertama yang perlu ditanamkan adalah TAUHID, selanjutnya perkenalkan betapa Maha Pemurahnya Allah,  batapa Maha Penyayangnya Allah. 

Ini harus dilakukan berulang ulang, tentunya dengan cara dan teknik yang berbeda beda agar anak-anak tidak bosan, tapi intinya tetap sama. 

Wallahu a'lam

💎Masyaa allah...
Jazakillahu khairan pencerahannya meleleh nih air mata bacanya...

0⃣5⃣ Safitri ~ Banten
Asslamualaikum ustadzah, 

Bukanya setiap manusia itu disunnahkan untuk menikah yaa...
Karena itu menyempurnakan separuh agamanya. Dan di kisah rabiatul ini kan dia benar-benar sangat mencintai dan sangat menunjung tinggi untuk mendapatkan ridhonya sampai-sampai dia tidak berpikiran untuk mencintai makhluknya.
Mohon penjelasannya ustadzah.

Berarti di kisah ini kita boleh dong memilih untuk tidak mencintai makhluk atau menikah karena kita ingin fokus dan hanya mencintai sang pencipta?

Terimakasih

🌷Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Hidup itu adalah pilihan. 
Tentunya pilihan itu berdasarkan tuntunan Al Qur'an dan hadist. 

Sebagai manusia fitrah kita adalah hidup berpasang-pasangan,  meski memang ada beberapa yang memilih hal lain dengan alasannya masing-masing. 

Memang ada ulama-ulama atau imam-imam yang mengambil pilihan lain yaitu membujang hingga akhir hayatnya, dan mereka lakukan itu karena memang ingin menjaga umat Islam, tidak ingin terlalaikan. 

Tapi kembali lagi, fitrah kita adalah menikah. 

Saat kita memilih untuk hidup sendiri, atas dasar apa? Sudah setarafkan kita dengan para Imam-imam tersebut didalam perjuangan menyelamatkan Umat? 
Ataukah pilihan kita itu karena hawa nafsu semata. 

Wallahu a'lam

💎Hemm masya Allah paham paham saya ya sudah pilihannya menikah saja biar punya Pasangan Halal. 

Terimakasih ustadzah.

0⃣6⃣ Yunita ~ Makassar
Tadi bund irna sempat menyebut tentang Jalaluddin rumi. Afwan agak keluar dari konsep Rabiah al adawiyah.

Saya punya buku beliau jalaluddin rumi yang judulnya "Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya."

Apa semua sufi itu memiliki pemahaman islam yang benar? Termasuk Jalaluddin Rumi, karena saya takut baca bukunya lebih jauh takut tersesat dan salah pilih bacaan.
Demikian bunda.

🌷Jawab:
Malam ini kita membahas tema seperti ini adalah untuk menggambarkan kecintaan kepada Allah Azza Wajalla, bahwa ada yang mampu mencintai Allah begitu dahsyatnya.  Dan kita rasanya belum sebesar debu-debu Cinta mereka.

Untuk sufi sendiri, sampai saat ini, saya berlepas tangan, karena belum sampai mempelajarinya secara mendalam. 

Wallahu a'lam

0⃣7⃣ Hesti ~ Yogja                   
Ustadzah, mengenai kisah tentang Rabiah tadi, setelah membacanya kemudian berpikir ulang tentang rencana pernikahan yang sudah niat dan menuju proses. Merasa bimbang dengan segala kekuatiran.

Bagaimana kiat-kiat untuk memantapkan jenjang menuju pernikahan tersebut?

Mohon pencerahannya.

🌷Jawab:
Seharusnya tidak ada yang membuat bimbang,  karena kembali tadi seperti jawaban saya di pertanyaan sebelumnya, bahwa fitrah kita adalah menikah. Dan didalam Islam malah disuruh untuk berkembang Biak. 

Didalam rumah tangga,  malah banyak amal ibadah yang akan membawa kita kesurga Allah Azza wajalla. 

Setiap rutinitas kita jika diniatkan karena Allah akan bernilai ibadah,  meski itu hanyalah tersenyum kepada suami,  meski hanya menampakkan wajah senang dihadapan suami. 

Lantas apa yang membuat ragu? 

Cintailah keluarga maka melalui Cinta itulah kita mencintai Allah, karena keluarga adalah titipan dari Allah. Tapi kecintaan kepada mereka jangan mengalahkan kecintaan kepada Allah.

Wallahu a'lam

0⃣8⃣ Safitri ~ Banten
Begini ustadzah, kan ada istilahnya Cinta Dalam Diam arti dari kata ini kan seseorang yang mencintai lawan jenisnya tidak ada satupun orang yang mengetahui bahwa dia sedang mencintai si ikhwan.

Nah kalau kasus ini si perempuan sudah tahu nama dari laki-laki ini hanya saja dia cukup berdo'a sama Allah dengan menyebutkan namanya agar dijodohkan, kalau kita tidak tahu dan belum tahu cinta kita untuk siapa bahkan kita tidak tahu laki-laki mana yang akan menjadi jodoh kita tidak kenal dan tidak tahulah namanya pokoknua masih belum tertuju cintanya buat siapa, terus cara apa dan berdo'a seperti apa supaya kita dijodohkan dengan sosok pujaan kita walaupun kita tidak tahu kelak berjodoh dengan siapa?

🌷Jawab:
Cinta dalam diam.

Mencintai dengan do'a.

Kita boleh meminta kepada Allah, merayu Allah agar dijodohkan dengan orang yang kita cintai. 

Dengan bahasa yang kita mengerti saja, tapi perhatikan adab-adab berdo'a dan waktu waktu mustajabnya do'a. 

Tapi dibalik itu Allah Maha Tahu siapa yang terbaik untuk kita. Kita boleh meminta, kita boleh merayu, tapi jangan mendikte keputusan Allah. Jika Allah telah memutuskan maka kita wajib menerimanya. 

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Sholehah Bidadari Perindu Surga yang dicintai Allah...

Sejatinya setiap orang yang mencintai seseorang berharap cintanya terbalaskan, namun cinta yang sesungguhnya ialah seseorang yang mencintainya dengan setulus hati tanpa mengharapkan imbalan dan balasan dari yang kita cintai.

Sesungguhnya cinta sejati adalah selalu mengenang sifat-sifat kekasihnya didalam hatinya, sehingga pada diri pecinta tak ada kenginan sama sekali untuk menoleh kepada selain kekasihnya.

Menyadari bahwa semua kenikmatan yang ada adalah datangnya dari Allah, bukan dari yang lain.

Demikian malam ini dari saya, mohon maaf jika ada kesalahan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar