Minggu, 31 Oktober 2021

MEMELIHARA NILAI MORAL DAN AKHLAK

 


OLeH: Ustadz H. Syahirul Alim

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌷MEMELIHARA NILAI MORAL DAN AKHLAK

Menyadarkan Tugas Manusia Sebagai Khalifah: Memelihara Moral dan Akhlak

Sejatinya, suatu peristiwa yang tidak diharapkan baik itu musibah, bencana, atau situasi lain yang dirasakan kurang baik, erat kaitannya dengan kondisi perbuatan manusia yang dianggap buruk, merusak, atau bertentangan dengan tugas mulia manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hampir dipastikan, suatu kondisi menurunnya tingkat moralitas atau dekadensi moral linier dengan ketidakstabilan sosial, ekonomi, bahkan politik. Belakangan kita sendiri seringkali menyaksikan, betapa bencana dan musibah terus bergantian mengisi peristiwa-peristiwa kemanusiaan, bahkan hampir-hampir memporak-porandakan sisi solidaritas sosial yang selama ini telah terbangun.

Musibah dan berbagai peristiwa buruk yang ada dalam suatu masyarakat, tentu saja harus dipandang sebagai “pengingat” agar setiap orang dapat meningkatkan kesadaran dirinya, baik secara vertikal kepada Tuhan ataupun horizontal dengan saling mengingatkan kepada sesamanya. 

Paling tidak, ada 4 kesadaran yang harus dibangun, agar peristiwa seburuk apapun yang terjadi dapat diperbaiki melalui serangkaian pembelajaran oleh manusia itu sendiri. Kesadaran ini merupakan suatu proses agar setiap orang menjadi lebih baik sekaligus mampu memperbaiki setiap kerusakan yang telah mengakibatkan peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi dalam lingkungannya.

◾Kesadaran pertama yang harus ditumbuhkan adalah “kesadaran Ketuhanan” (Divine Conscience). 

Manusia patut sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang tugas utamanya adalah beribadah. Ibadah yang teraktualisasikan dari bentuk “ketundukan” atau “kepasrahan” (al-khudlu’) dan sikap “rendah diri” kepada Tuhan (Adz-dzall), akan meningkatkan kesadaran manusia akan keberadaan Tuhan sebagai “Pengatur” 
(Rabb) alam raya ini. Maka, dengan kesadaran ini, setiap orang akan memahami, betapa aturan-aturan Tuhan yang telah ditetapkan yang melekat dalam diri manusia sebagai “khalifah” di muka bumi tidak akan pernah dilanggar. Ibadah berarti taat, tunduk dan patuh, serta berserah diri sepenuhnya terhadap segala yang diperintahkan Tuhan dan sekaligus menjauhi segala apapun yang dilarang-Nya.

◾Kesadaran kedua adalah “kesadaran kemanusiaan” (humanities conscience). 

Kesadaran ini akan menumbuhkan rasa saling menyayangi, menghargai, sekaligus menghormati antar sesama yang mewujud dalam sikap dan prilaku yang saling memberi manfaat kepada sesamanya. Dalam bahasa agama, hal ini disebut sebagai “hablun minannaas” yang justru belakangan ini tampak mulai terganggu keberadaannya. Manusia sebagai makhluk Tuhan dituntut untuk saling kenal-mengenal (ta’aruf) dan bekerjasama, bukan untuk saling membenci, memusuhi, atau saling menumpahkan darah demi kepentingan segolongan atau segelintir kelompok. Kesadaran kemanusiaan, justru akan membentuk ikatan-ikatan solidaritas sosial yang lebih kuat, menjauhi perpecahan dan permusuhan dan saling bekerjasama dalam membangun peradaban ke arah yang lebih baik.

◾Kesadaran ketiga adalah “kesadaran kealaman” (universe conscience). 

Manusia harus selalu disadarkan bahwa dirinya merupakan “bagian” (mikrokosmos) dari alam semesta yang tidak terbatas (makrokosmos). Miniatur alam raya ini adalah manusia, sehingga ia patut disadarkan bagaimana dirinya mampu menyeimbangkan, berbuat adil, dan menjadi bagian terpenting yang harus memelihara alam raya ini. Alam yang dirusak oleh tangan-tangan manusia, tentu akan mengakibatkan ketidakseimbangan sehingga pada akhirnya timbul bencana alam yang sangat merugikan kehidupan manusia itu sendiri. Alam sesungguhnya sudah ditundukkan oleh Alloh ﷻ untuk manusia agar manusia mau mengelola, memanfaatkan, dan memperbaiki setiap kerusakannya.  

◾Kesadaran keempat adalah “kesadaran keakhiratan” (hereafter conscience).

Menumbuhkan kesadaran keakhiratan memang tidak mudah, karena harus ditopang oleh keimanan yang kuat. Prinsip “kedisanaan” yang tumbuh dalam setiap pemikiran manusia, akan berdampak pada prilaku manusia yang lebih bernilai kebajikan dan moral, karena menyadari bahwa kehidupan di dunia pada hari ini semata-mata merupakan bekal yang dikumpulkannya kelak ketika mencapai alam akhirat. Dunia yang saat ini menjadi tempat tinggal manusia tentu saja sementara, karena keabadian pada akhirnya hanya ada “disana”. Menyadari sepenuhnya akan prinsip “kedisanaan” akan mendorong setiap orang berlomba-lomba dalam kebaikan dan kemanfaatan dan berupaya menghindari segala apapun yang merusak, mengotori, atau mengganggu upaya-upaya yang bernilai kebajikan itu sendiri.

Ditengah menurunnya tingkat moralitas yang berdampak pada kerusakan sisi sosial-kemanusiaan, terjadinya berbagai musibah atau bencana alam, atau tercerabutnya makna kemakmuran dan keadilan pada suatu negeri, tentu saja dapat dihindari melalui proses peningkatan kesadaran baik kesadaran Ketuhanan, kemanusiaan, kealaman, dan keakhiratan. Jika keempat proses kesadaran ini ditumbuhkan, maka manusia benar-benar memfungsikan dirinya sebagai “khalifah” di muka bumi, menjadi agen-agen Tuhan yang senantiasa berbuat kebajikan, baik untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Kita patut senantiasa meneladani tugas mulia kerasulan Muhammad ﷺ sebagai agen Tuhan yang membawa nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin, sekaligus menyempurnakan akhlak mulia (liutammima makaarima al-akhlaaq).

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Devi ~  Balikpapan
Assalamu'akum Ustadz. 

1. Setelah saya dapat musibah bertubi-tubi, saya berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi.

Apakah saya perlu keluar dari lingkungan lama yang agak hedon.

2. Terkait dengan moral. Apakah dengan selektif memilih teman (hanya berteman dengan yang Islam dan baik akhlaknya) termasuk kesadaran keakhiratan.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

1. Musibah yang menimpa setiap orang hanya diberikan Alloh ﷻ kepada mereka yang sanggup memikul nya. Dengan musibah, Alloh ﷻ hendak menguji hamba-Nya, apakah mereka sabar atau tidak.

Sabar adalah inti dari agama, sebab untuk melihat orang baik dalam beragama, dapat diukur melalui kesabarannya terhadap musibah dan rasa syukurnya terhadap nikmat yang Alloh ﷻ anugerahkan. Musibah yang bertubi-tubi, tidak sebanding dengan nikmat Alloh ﷻ yang tidak mungkin dapat kita hitung. Nikmat kita enak makan, merasakan nyaman tidur, bernafas, bergerak, bahkan pada saat kita mengedipkan mata, semua nikmat Alloh ﷻ lebih banyak dan bertubi-tubi dibanding musibah yang hanya sesekali.

Perlukah kita keluar dari lingkungan? Tidak perlu, justru kita harus membawa pengaruh baik pada lingkungan. Nabi dulu hijrah ke Madinah, tetapi pada akhirnya tetap kembali ke Mekah, menatap kehidupan yang baru yang lebih baik. Hijrah itu sementara, bukan untuk seterusnya.

2. Moral itu kebiasaan baik yang mewujud dalam prilaku yang muncul tanpa dipikirkan terlenih dahulu (spontan). Teman jelas harus selektif, pilihlah teman yang membawa pengaruh baik pada moral dan akhlak bukan yang menjerumuskan kepada keburukan. Kesadaran keakhiratan lebih kepada bagaimana kita tidak begitu terlena dengan kehidupan dunia, tetapi bagaimana kita cukup mengambil bagian dari kehidupan di dunia. Sisanya ambillah kehidupan untuk akhirat, karena kita hidup di dunia semestinya mengumpulkan bekal untuk kelak hidup abadi di akhirat.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Safitri ~ Banten 
Asssalamualaikum ustadz.

Kita dituntut untuk saling kenal mengenal bersama manusia lain, saling berteman satu sama lain, apakah salah jika kita menjauh bukan bermaksud untuk tidak berteman tapi lebih ke menghindar dari pertemanan yang membawa mudhorotnya, cukup tahu saja begitu ustadz bagaimana kalau seperti ini?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ya boleh, menjauh bukan berarti kita memutuskan tali silaturrahim, tapi menjauh dari pengaruh-pengaruh buruk yang seringkali diperoleh dari teman kita. Kitapun jangan pernah merasa lebih baik dari dia, senyatanya kita tidak pernah tahu bahwa dalam apa yang kita pandang buruk, mungkin bagi Alloh ﷻ baik dan sebaliknya. 

Penting di ingat, bahwa yang harus dihindari adalah keburukan, sehingga jika teman mengajak kepada keburukan ya kita tolak dengan tegas, tetapi bahwa mereka teman kita tidak pernah berubah dan kita harus dapat saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah keburukan.

🔹Alhamdulillah baik ustadz.
Satu lagi tapi kebanyakan orang memandang fitri dan melihat fitri itu buruk, fitri orangnya sombong, cuek, sok lah, dan lain-lain, diam saja saja mau ngomong kalau tidak diajak ngomong, tidak nyapa kalau tidak disapa. Apakah salah jika seperti ini ustadz, apa yang mesti dilakukan ustadz? Kebanyakan orang menganggap fitri seperti ini?

🌸Jangan pernah berprasangka buruk kepada orang lain, sebab sedikit saja berprasangka itu sudah dosa. Al-Qur'an jelas menyatakan seperti itu: "inna ba'dha al-dzanni itsmun", sedikit dari prasangka sudah dosa.  Sehingga kita tidak perlu baper dengan pandangan orang lain kepada kita, yang baper justru ketika kita merasa bahwa kita selalu diperhatikan Alloh ﷻ, Yang Maha Kaya dan Maha Pengatur Segala Sesuatu.

Jadilah manusia yang merendah di muka bumi, tetapi dikenal dan didoakan seluruh mahluk di langit. Tetapi kita perlu juga introspeksi diri, agar kita jangan juga seperti apa yang dikatakan mereka, dengan tetap murah senyum dan sering bertegur sapa. Rasulullah ﷺ adalah contoh paling baik karena beliau sosok yang ramah, dan murah senyum ketika bertemu dengan siapapun, termasuk ketika berjumpa dengan musuh-musuhnya.

Wallahu a'lam

🔹MaasyaAllah alhamdulillah,  jazakumullah ustadz.

0️⃣3️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum Ustadz. 

Salahkan jika orang yang tertimpa banyak masalah meyakini, ini ujian bukan hukuman karena yakin Alloh ﷻ Maha sayang.

Bagaimana cara membedakan masalah yang menimpa kita sebuah hukuman atau cobaan.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ada ayat Al-Qur'an yang menyatakan:

 وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
 
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."

Dalam ayat itu jelas, cobaan dan bukan hukuman. Alloh ﷻ tidak pernah menghukum manusia di dunia, tetapi menimpakan cobaan agar manusia sadar, bahwa mereka harus kembali kepada Alloh ﷻ, dan bergantung semua hidupnya hanya kepada Alloh ﷻ.

Alloh ﷻ tidak akan menimpakan hukuman atau adzab kepada umat Muhammad, karena itu doa Nabi yang dikabulkan Alloh ﷻ tidak seperti umat-umat Nabi lain selain Nabi Muhammad. Jadi tidak perlu dibedakan, karena sesungguhnya Alloh ﷻ itu Rahman dan Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang) bahkan Alloh ﷻ itu 'Afuwwun Ghafuur (Maha Pemberi Maaf dan Pengampun). Tidak ada manusia yang hidup disengsarakan, kecuali Alloh ﷻ timpakan ujian dan cobaan, semata-mata untuk mengetahui sejauh mana mereka mau kembali kepada Alloh ﷻ setelah mereka jauh meninggalkan-Nya.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Riyadh 
Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh.

Masyaallah nah, ustadz peran ilmu pengetahuan dan ilmu agama di sini sangat penting, dalam menciptakan manusia, agar menjadi kholifah yang bisa mengatur alam semesta. Di samping manusia sebagai kholifah manusia juga punya kewajiban untuk menyembah Alloh ﷻ sebagai Tuhan pencipta alam sebagai bukti rasa syukur kita pada Alloh ﷻ yang telah menciptakan kita sebagai manusia yang sempurna. Begitu ya ustadz.

Pertanyaan saya ustadz, bagaimana cara menerapkan perihal kesadaran tugas manusia sebagai khalifah dalam memerihara moral dan akhlak pada anak? 
Dan di ajarkan sejak usia kapan?
Mohon penjelasannya ustadz.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ada yang menyebutkan, bahwa kita hidup di dunia itu sedang tidur dan kita bangun ketika kita mati kelak. Manusia dalam kehidupannya di dunia, senantiasa terus disadarkan melalui ayat-ayat Alloh ﷻ, baik yang ada dalam teks Al-Qur'an atau ayat-ayat kauniyah yang bertebaran di alam raya.

Keberadaan Al-Qur'an sebagai petunjuk terus menekankan kesadaran agar manusia "bangun" di kehidupan dunia dan mereka tidak tidur. Dengan sadar, mereka terus memperhatikan alam raya, berbuat baik kepada sesama, sehingga manusia tetap terpelihara moral dan akhlaknya dengan baik: kepada Alloh ﷻ dan juga kepada sesama makhluk Alloh ﷻ.

Anak merupakan bagian dari alam, ciptaan Alloh ﷻ yang dititipkan melalui ayah dan ibunya. Sadarkanlah anak-anak kita akan kebajikan melalui penanaman akhlak sejak dini, sehingga mereka berprilaku baik dan memberikan contoh yang baik bagi diri dan lingkungannya. Anak-anak bisa ditanamkan nilai-nilai moral sejak masih dalam kandungan, dengan sang ibu yang selalu berbuat baik kepada Alloh ﷻ, juga kepada sesama. Sang janin akan bereaksi dan terbiasa dengan perbuatan baik ibunya, sehingga ketika lahir sang anak sudah di didik selama dalam kandungan dan siap akan di didik dalam usia dini tentang akhlak dan moral.

Islam adalah akhlak dan ajaran Islam seluruhnya adalah cerminan dari akhlak yang baik, kepada Alloh ﷻ, kepada manusia, dan kepada alam raya.

🔹Masyaallah tabarakallah 
Speechless ustadz.

Perihal ruh diciptakan lalu ditiupkan atau dzat tuhan yang ditiupkan ya ustadz?
Ini saya sangat bertanya-tanya ustadz.
Mohon penjelasannya.

🌸
 فَاِذَا سَوَّيۡتُهٗ وَنَفَخۡتُ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِىۡ فَقَعُوۡا لَهٗ سٰجِدِيۡنَ

"Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud."

Ayat ini jelas memberikan gambaran bagaimana ruh Alloh ﷻ ditiupkan kepada manusia, sehingga manusia merupakan bagian dari Dzat Alloh ﷻ yang harus tunduk dan bersujud kepada pencipta-Nya. Sehingga tidak mungkin manusia itu ingkar, kecuali karena dirinya sombong dan tidak mau ditunjukkan ke jalan kebenaran.

Wallahu a'lam.

🔹Masyaallah tabarakallah 
Syukron jazilaan yak ustadz.
Barakallah fikkum.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga kita semua senantiasa diberikan keluasan dalam keikhlasan menuntut ilmu dan ditengah proses belajar, kita akan senantiasa dituntun untuk menuju jalan kebenaran.

Jangan pernah berhenti belajar, sebab dengan belajar kita akan memahami dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar