Minggu, 31 Oktober 2021

BODY SHAMING BERUJUNG MAUT

 


OLeH: Bunda Rizki Ika Sahana

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎BODY SHAMING BERUJUNG MAUT

Bismillaahirrahmaanirrahim.

Mengutip dari wikipedia, celaan fisik, celaan tubuh, hinaan fisik, penghinaan fisik, ejekan tubuh, ejekan fisik, cercaan fisik, atau cercaan tubuh (bahasa Inggris: body shaming) adalah tindakan mencemooh atau mengejek penampilan fisik seseorang.

Disadari atau tidak, sebagian orang kerap melakukan body shaming dan menganggapnya sebagai sebuah candaan atau basa-basi saja. Padahal, perilaku ini bisa menimbulkan dampak negatif.

Alasan orang yang melakukan body shaming (body shamer) beragam, mulai dari ingin mencairkan suasana, mengundang gelak tawa, iseng belaka, hingga memang ingin menghina.

Yuk coba kita telusuri, maraknya body shaming ini dari mana awalnya.

Body shaming yang semakin ke sini semakin marak, berawal dari konsep beauty yang dipersepsi sebagai kecantikan fisik: body langsing, kulit putih, muka glowing, misalnya.

Konsep beauty ini dipropagandakan secara massif oleh industri hiburan, juga industri kecantikan.

Sehingga terbentuk mindset cantik yang demikian dalam benak publik dan mengendap di alam bawah sadar setiap kita.

Tanpa disadari, ketika melihat sosok yang jauh dari kriteria cantik tadi, dengan mudah body shaming terlontar.

Dalam kehidupan sekular yang serba materialistis, wajar kecantikan diukur sebatas fisik. Yang berpenampilan nyeleneh dengan pakaian serba seksi, bahkan nyaris telanjang disebut cantik. Sementara yang serba tertutup atau bahkan bercadar disebut kuno, kolot, konservatif, bhkn dipertanyakan mana cantiknya?

Konsep kecantikan ini sangat jauh berbeda dengan konsep Islam. Dalam Islam, cantik bukan hanya terletak pada fisik, justru kecantikan yang sesungguhnya ada pada syakhsiyahnya (kepribadiannya).

Kecantikan dalam Islam tidak diukur dengan penampilan fisik ditentukan juga oleh warna kulit, ukuran baju tidak juga dengan warna rambut, warna mata, tetapi kecantikan hakiki dalam Islam ditentukan oleh ketakwaan, maka dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah mengatakan bahwa, "Seorang budak yang hitam legam, bahkan jauh lebih baik kedudukannya apabila dia bertakwa." 

Jadi yang menjadi titik paling kritis untuk menilai kedudukan seseorang perempuan. Apakah dia mulia atau hina adalah ketakwaannya, dengan mindset seperti itu, maka kaum muslim tidak disibukkan dengan penilaian terhadap fisik seseorang. Jadi mereka justru berlomba-lomba menjadi yang terbaik dari sisi akhlak perilaku dan bersikap fastabaikul khairat baik dalam kebaikan. Jadi mereka sama sekali tidak memperhatikan atau memperhitungkan kondisi fisik seseorang, karena pemikiran itu akan terbawa dalam pergaulan dan aktivitas sehari-hari, sehingga sama sekali tidak terbersit dalam dirinya, ketika melihat orang yang memiliki kekurangan fisik atau cacat sama sekali tidak terbesit untuk melakukan body shaming.

Karena mindsetnya mengatakan bahwa, mulia dan hinanya seseorang, baik atau buruknya seseorang tidak ditentukan oleh fisik tapi oleh keimanan, ketakwaan, ketaatannya dan ini tertanam di alam bawah sadar setiap muslim. Jadi dia sama sekali tidak menghitung-hitung atau mempersoalkan fisik, ketika sedang berinteraksi di tengah masyarakat. Terlebih di dalam Islam, dengan sangat jelas Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Al-Hujurat ayat 11. "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena mereka yang diolok-olok kan lebih baik dari mereka yang mengolok-olok kan dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olokkan perempuan lain, karena boleh jadi perempuan yang diolok-olok lebih baik dari perempuan yang mengolok-olokkan."

Jangan kalian saling mencibir dan mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk. Barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Jadi ada larangan untuk mencela, larangan untuk memberi gelar-gelar yang buruk misalnya Si hidung besar, si kurus dan sebagainya. Ini merupakan gelar-gelar buruk tentang fisik dan dengan konotasi negatif itu adalah larangan khusus dalam Al Quran. Sebagai seorang muslim, kita harus mengambil dan mengadopsi ajaran Islam. Bagaimana larangan Alloh ﷻ bahwa body shaming tidak boleh dilakukan pada muslim ataupun non muslim. Karena itu individu-individu muslim, perlu memahami ajaran Islam tentang pentingnya hal tersebut, menjadi bagian dalam kehidupan kita.

Kita hidup dalam aturan Islam, sehingga kehidupan yang melingkupi kita, kaum muslim adalah kehidupan yang Islami, sehingga kehidupan yang mendorong kita untuk senantiasa menjadi muslim yang baik, bermanfaat dan menjadi sosok yang mampu menghasilkan dan memberi kemaslahatan pada umat.

Berbanding terbalik dengan kehidupan saat ini, di mana kita dilingkupi oleh sebuah aturan sekuler yang menolak aturan agama, yang dalam konteks hari ini namanya adalah Hukum Positif, yang berasal dari akal pemikiran manusia. Bagaimana mengatur masyarakat dan bagaimana mengatur Negara yang hasilnya kita rasakan saat ini.

Bagaimana masyarakat bebas dan sebebas-bebasnya, tidak lagi peduli dengan tata dan etika, nilai-nilai dan norma-norma agama, bebas sesuai keinginannya, misal mau berpakaian seperti apapun atau bertransaksi bagaimana meskipun ada riba dan akad-akad yang bathil, tidak dipedulikan dalam konteks saat ini.

Misal dalam kasus perzinahan, berdasarkan suka sama suka dan saling ridho, tidak akan bisa diputuskan di pengadilan karena pengadilan hanya memperkarakan delik aduan. Kalau misalnya dilecehkan, tapi kalau suka sama suka, tidak ada pasalnya tentang perzinahan.

Mungkin dari sisi budaya timur yang kita miliki, yang diberi edukasi, padahal dalam Islam tidak ada kata cukup hanya di edukasi, karena dalam hukum Islam, jika berzina, harus dihukum dan diberi pelajaran.

Seseorang melakukan hal tersebut tidak cukup dengan hanya meminta maaf dan tentunya harus dengan hukuman agar orang lain tidak lakukan hal yang sama. Jadi tidak cukup hanya dengan meminta maaf saja jika seseorang melakukan kemaksiatan, tapi ada hukuman yang jelas lakukan. Jika berzina, seseorang itu belum menikah, dicambuk 100 kali dan hukuman ini Allah subhanahu wa ta'ala yang menentukan. Jika sudah menikah tapi melakukan perzinaan, akan dihukum rajam sampai mati. Ini juga Alloh ﷻ yang menentukan sehingga kita tidak bisa mentolerir atau meringan-ringankan yang tidak berperikemanusiaan.

Ini terlalu kejam, justru ketika hukuman dari Allah tidak diterapkan, maka banyak kerusakan sosial yang terjadi. Seperti yang banyak terjadi saat ini, body shaming dan turunannya atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mental dan orang-orang yang mengalami body shaming, juga akan mengalami mental health atau penurunan kesehatan mental melakukan bunuh diri atau bahkan melakukan tindakan kejahatan. 

Orang yang mengolok-oloknya ini, banyak terjadi di sekitar kita, seperti kasus seorang perempuan yang mengalami olokan, dirinya dikatakan gendut, yang dilakukan oleh temannya. Memang dia tidak mengalami sakit fisik yang berarti, tapi sakit hati dan dendam di dalam hatinya, akibat olokan tersebut, telah menjadikan dirinya melakukan tindak kejahatan, yakni membunuh dan tindakan kriminal ini juga akan memunculkan tindakan kriminal yang berawal dari Body Shaming.

Kerusakan mental akan mengakibatkan kerusakan sosial dan akhirnya melakukan tindak kriminal. Semua ini dikarenakan aturan yang diberlakukan, yang menyebabkan manusia bebas, bahkan mindsetnya tentang kecantikan yang dengan bebasnya dia menentukan dan mendefinisikan cantik atau kecantikan itu seperti apa.

Akhirnya muncullah hal seperti ini, yakni kebebasan berperilaku sekurelis mind yakni memisah agama dari kehidupan dan turunannya akan menjadi liberalisme. Yakni bebas tanpa agama ikut campur dalam kehidupan. Ini adalah akar masalah dari Body Shaming yang sesungguhnya, ini yang seharusnya kita hilangkan dan kita ganti dengan aturan Islam.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Setyaningsih ~ Solo
Assalamu'alaikum Ustadzah.

Kalau kita mencibir suatu keluarga, karena di dalam keluarga tersebut ada salah seorang anaknya yang hamil di luar nikah, dan kita memvonis bahwa ayah dan ibunya terlalu membebaskan anaknya dalam pergaulan.
Apakah mencibir terhadap hal seperti ini berdosa Ustadzah?
Mohon pencerahannya.
Syukron 

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh.

Ukhti Setyaningsih yang disayang Alloh ﷻ.

Perbuatan manusia berbeda dengan ketentuan Alloh ﷻ terkait fisik manusia. Manusia bisa memilih berbuat apa (baik atau buruk, maksiat atau taat), di lain sisi, manusia tidak bisa memilih bentuk fisik yang di ingininya. Karenanya, perbuatan manusia itu di hisab, sementara kondisi fisik (warna kulit yang gelap, jenis rambut yang gimbal, misalnya) tidak di hisab oleh Alloh ﷻ.

Kalau ada yang berbuat maksiat, maka harus dicela, juga ditolak. Bukan sebaliknya malah dibiarkan bahkan dipuja-puji (seperti kasus pelaku pedofili yang disambut bak pahlawan usai keluar dari penjara). Alloh ﷻ dan Rasul-Nya pun melakukan yang sama. Mencela pelaku maksiat, bahkan memberikan hukuman serta adzab yang keras.

Terhadap pelaku zina, maka sudah seharusnya kita mencelanya. Bukan sebab membenci orangnya secara personal, tapi membenci perbuatan dosanya, sebagaimana Alloh ﷻ dan Rasul juga membencinya.

Terhadap keluarga pelaku zina, maka perlu diberi edukasi dan didorong untuk melakukan evaluasi atas pendidikan yang sudah diterapkan kepada anak-anaknya. Sehingga kemaksiatan yang sama tidak terjadi berulang.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Wulan ~ Surabaya
Assalamu'alaikum.

Bund, bagaimana mengubah kebiasaan Body shaming yang terkadang tanpa sadar kita lakukan?

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh.

Kebiasaan itu muncul dari mindset. Ketika mindset kita berubah, maka kebiasaan bisa sekali diubah. Pahami juga bahwa setiap yang kita lakukan ada hisabnya, sehingga kita melakukan sesuatu harus dengan kesadaran penuh, apakah ini boleh atau tidak, apakah ini dilarang atau mengantarkan kepada pahala. 

Begitu ya, Ukhti.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

1. Bund, bagaimana dampak dan cara menghentikan Body shaming sehingga biar tidak jatuh korban. Sekarang ini baik yang kenal ataupun tidak dengan mudahnya melakukan Body shaming di medsos. 

2. Apakah pelaku Body shaming bisa dikatakan kelainan jiwa atau punya masalah kejiwaan bund?

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh.

1. Body shaming hari ini sudah seperti wabah, meluas dan massif sifatnya. Maka menghentikannya harus dengan mengetahui akar masalahnya agar efektif dan powerfull. Tidak bisa kita memohon kepada orang-orang untuk berhenti melakukan body shaming sementara kehidupan masyarakat masih di jejali dengan konsep beauty yang salah, di jajah secara tidak langsung oleh industri kecantikan dan hiburan, serta liberalisme mewarnai lifestyle mereka. Dengan itu semua, sulit body shaming dihilangkan, justru body shaming jadi tidak terhindarkan bahkan semakin menjadi.

Karenanya, untuk jangka pendek, kita kuatkan mental kita menghadapi serbuan body shaming yang sangat mungkin menerpa kita. Untuk jangka panjang, kita terus mengedukasi umat dengan konsep hidup yang benar (harus mencampakkan sekularisme, liberalisme, kemudian mencampakkan pula konsep beauty yang didesain oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih keuntungan, misalnya), dan mendorong umat untuk mengaplikasikan Islam kaffah sebagai solusi tuntasnya.

2. Bisa saja, tapi jumlahnya sengat sedikit. Pelaku body shaming yang jumlahnya jauh lebih besar adalah mereka yang terseret arus sekularisme-liberalisme juga kapitalisasi yang hari ini sedang berlangsung dan akan terus berlangsung jika kita bungkam tidak melakukan penyadaran. Bayangkan, nyaris semua orang menjadi pelaku body shaming, tanpa disadari, karena ini sudah menjadi semacam wabah yang luas dan massif. Meski tidak terucap, di dalam hati bisa saja seseorang membatin 'keburukan' fisik orang lain di alam bawah sadarnya. Karena dalam dirinya sudah terbentuk mindset salah sebagaimana yang saya sampaikan di materi.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Body shaming hanyalah satu dari berbagai persoalan yang ada dalam kehidupan kita.

Menuntaskannya hanya dengan kembali kepada Islam kaffah, yakni mengadopsi Islam sebagai aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan kita.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar