Sabtu, 31 Desember 2016

Yang Gugur di Jalan Dakwah



OLeh : Ustadz Abi Umar Hidayat

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh
bismillahirrahmanirrahim....
alhmdulillah wa syukurilah....
nikmat Allah yg tiada terkira bs kita nikmati setiap saat
banyak... banyak sekali... namun kadang kita tak menyadari bhw itu merupakan nikmat yg bs kita rasakan
seperti air yg kita minum... udara yg kita hela... juga bahan makanan yg Allah sediakan tiada berbatas
jangan membuat kita lalai atas kemudahan dan karunia yg ada
apalagi kelalaian kita akan berdampak pd kekuatan ruhiyah kita terlebih seruan jihad di sabilillah
Yang berguguran di jalan dakwah
Abi Umar Hidayat
Jika ada panggilan dakwah,
Masih banyak alasan menggurita di hati
Law respon bahkan pura-pura tidak dengar
Mlipir untuk minggir tak mau terlibat
Terlalu pemaaf bagi diri padahal mampu
Tanpa uzur bersenang hati abai menyabut seruan
Memuja alasan untuk dikasihani, padahal palsu
Menghujat yang terlibat, padahal tak suka
Menghambat yang bergerak, karena terpukau dunia
Menjunjung pengkhianat, hanya ingin menjilat
Maka sejujurnya kita telah terpelanting ke dalam palung ke-futur-an dari jalan dakwah.
Mereka itulah yang berguguran di jalan dakwah.
Maka patut bertanya adakah Ka'ab bin Malik zaman ini?
🌸Share 01
Yang Berguguran Di Jalan Dakwah
#Abi Umar Hidayat#
“Ketika orang tertidur kau terbangun, itulah susahnya. Ketika orang merampas
kau membagi, itulah peliknya. Ketika orang menikmati kau menciptakan, itulah rumitnya.
Ketika orang mengadu kau bertanggung jawab, itulah repotnya.
Oleh karena itu, tidak banyak orang bersamamu disini, mendirikan imperium kebenaran“
(KH Rahmat Abdullah)
Tak Terasa jauhnya perjalanan dakwah ini kadang menyisakan letih, sunyi, dan iba dalam hati. Lalu inisiatif hati mengambil celah berbisik, “saat istirahat…..” Saat kemanusiaan kita menjulur tersambut dengan letih dalam sunyi, maka bisikan itu makin sering. Makin nyaring. Makin menguat. Dan akhirnya lisan periang menyambutnya, “Iya aaah….. aku istirahat dulu. Entoh ada yang lain. Yang lain juga boleh ko…” ibarat telor di ujung tanduk, terguncang sedikit saja, maka jatuh dan pecah. Ia telah gugur dari jalan dakwah ini.
Ia tinggalkan jalan dakwah ini, untuk semenara. Begitu alasannya. Nampak riang berbalut semu ketika sudah tak lagi bersentuhan dengan aktivitas dakwah. Senang tapi menenggelamkan. Bebas tapi sesungguhnya semakin membelenggu jiwa. Ramai berbanyak kawan, tapi sebenarnya sunyi makna. Ringan rasanya, tapi jujur makin memberatkan hati. Dan semakin lama semakin rindu jalan dakwah ini makin menggelora. Tapi entahlah……kaki ini masih berat melangkah.
Lalu mengingatnya, membuat air mata ini meleleh. Ia mengalir pelan, terasa hangat, namun menyesakkan dada. Terus mengalir pelan tapi pasti……Ya Rabb, benarkah ini terjadi. Ya Rabb…..ampuni hamba. Hamba ingin bangkit kembali. Hamba merindukan jalan dakwah ya Rabb. Ijinkan aku kembali…..
🌸Share 02
Kisah yang berguguran di jalan dakwah. Ada yang tidak kalah tragisnya. Bahkan sering berhimpitan dengan rasa kemanusiaan. Mungkin malah di anggap wajar bagi zaman sekarang, tapi tidak di zaman Nabi. Itulah kisah Ka’ab bin Malik.
Kisah yang sangat menarik tentang penerimaan taubat Ka’ab bin Malik (bersama dua orang lainnya Hilal dan Murarah) yang tidak mengikuti Perang Tabuk bersama Rasulullah tanpa uzur. Itulah yang membuat mereka diasingkan selama 50 hari. Tidak ada seorang pun yang berbicara dengan mereka bahkan ketika diberi salam pun tidak dibalas. Lebih-lebih lagi di hari ke-40, Rasulullah saw memerintahkan mereka meninggalkan istri-istrinya. Akhirnya setelah 50 hari, setelah Shalat Shubuh, mereka dapat berita tentang penerimaan taubat mereka. Mereka pun bergembira, sangat-sangat bergembira.
Rasulullah SAW mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta. Namun tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati, 'Aku bisa melakukannya kalau aku mau.!' Akhirnya, aku terhanyut oleh berbagai niatan yang berujung pada satu keragu-raguan. Hingga aku melihat para pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah. Timbul niatku untuk mengejar mereka, toh mereka belum jauh. Namun aku tidak melakukannya, rasa malas telah menghampiri bahkan menguasai diriku.
Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut dalam peperangan itu. Akan tetapi, aku benar-benar merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah SAW meninggalkan Madinah. Bila aku keluar rumah, aku seolah dikucilkan. Karena aku hanya melihat orang-orang yang diragukan keislamannya. Baik orang-orang yang sudah mendapat izin Allah karena uzur. Kalau tidak, mereka orang-orang munafik. Padahal, aku merasa aku tidak termasuk dalam keduanya.
Melambatkan respon atas panggian dakwah. Lalu menundanya. Tertinggal. Dan akhirnya tidak ikut serta (futur) dari jalan dakwah. Padahal baru kali ini saja. Tapi bersebab tanpa uzur, Rasulullah menghukumnya.
Bagaimana dengan kita…….masihkah ada Ka’ab bin Malik di zaman ini?
jalan dakwah bukan tempat mereka yang bermanja
maka pinta kita pada Allah bukan untuk diringankan jalannya, tapi dikukuhkan hati dan kaki untuk melangkah
🌸Share 03
seteguh iman para sahabat. Atau mari kita belajar dari rasa kecewa kaum mukminin Anshar. Di Ji’ranah hari itu ada kecewa. Ada kebijakan Rasulullah yang tak dipahami. Ada keputusan yang disalahmengerti. Sangat manusiawi kelihatannya. Orang-orang Anshar merasa disisihkan selepas perang Hunain yang menggemparkan. Mereka telah berjuang total. Mereka berperang di sisi Rasul dengan penuh kecintaan. Tapi, harta rampasan perang lebih banyak dibagikan pada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Sementara pada mereka, seakan hanya memperoleh sisa.
Padahal, semua orang tahu, sebagaimana Rasul pun juga mengetahuinya: merekalah yang berjuang dengan sepenuh iman ketika orang-orang Quraisy dan kabilah Arab itu lari tunggang langgang pada serangan pertama pasukan Malik bin Auf An-Nashry. Maka, hari itu di Ji’ranah, ada yang kasak-kusuk, ada yang memercikan api, “Demi Allah, Rasulullah saw telah bertemu kaumnya sendiri!” Kalimat itu jelas sarat kekecewaan.
Hari itu juga utusan Anshar, Sa’d bin Ubadah menemui Sang Rasul. Hatinya gusar. Ia ingin segera sampaikan apa yang dirasakan sahabat Anshar pada beliau. Ada yang mengganjal di hati, tapi (mungkin) mereka anggap tak layak untuk disampaikan. Sa’d bin Ubadahlah yang memberanikan diri. “Ya Rasulullah, dalam diri kaum Anshar ada perasaan mengganjal terhadap engkau, perkara pembagian harta rampasan perang. Engkau membagikannya pada kaummu sendiri dan membagikan bagian yang teramat besar pada kabilah Arab, sementara orang-orang Anshar tidak mendapat bagian apapun.”
Kita menangkap protes itu disampaikan dengan lugas tapi tetap santun. Ada kecewa, tapi iman mereka mencegahnya dari sikap yang merendahkan. Ada ganjal di hati, tapi bukan amarah tak terkendali. “Lalu, kamu sendiri bagaimana Sa’d?” tanya Sang Rasul. “Wahai Rasulullah, aku tidak punya pilihan lain, selain harus bersama kaumku.” Jawab Sa’d menjelaskan perasaannya. Jujur. Apa adanya. Ia tidak menutup-nutupi bahwa dirinya juga kecewa. Rasulullah lalu meminta mengumpulkan semua orang Anshar. Pada mereka Rasul menenangkan.
“Bukankah dulu aku datang dan kudapati kalian dalam kesesatan, lalu Allah berikan kalian petunjuk? Bukankah dulu saat aku datang kalian saling bertikai, lalu Allah menyatukan hati kalian? Bukankah dulu saat aku datang, kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah mengayakan kalian?” Orang-orang Anshar itu membenarkan. Mereka memang sedang dilanda kecewa, tapi lihatlah betapa mereka memilih diam, dan tidak balik menyerang dengan kata-kata dan argumentasi yang dapat diungkapkan.
🌸Share 04
Disebabkan iman sematalah mereka bersikap hormat pada Sang Rasul, meski mereka teramat kecewa. Saya bayangkan hari itu di Ji’ranah. Para sahabat yang mengelilingi Rasulullah. “Demi Allah, jika kalian mau kalian bisa mengatakan, ‘Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkan. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan lemah, lalu kami menolongmu. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan terusir, lalu kami memberikan tempat. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu kami yang menampungmu.”
Saya bayangkan Rasul yang mulia menghela nafas sejenak. Dapat kita rasakan kata-kata itu menggetarkan dada orang-orang yang diliputi iman itu. Saya bayangkan tempat itu mendadak senyap, kecuali suara Rasulullah yang teduh. Beberapa sahabat mulai menitikkan airmata. “Apakah ada hasrat di hati kalian pada dunia?” tanya Rasulullah tanpa susulan jawab dari para sahabat. Semua terdiam.
Pertanyaan itu mengetuk sisi terdalam dari jiwa para sahabat. Jiwa yang sejak semula disemai iman. “Padahal, dengan dunia itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam.” Rasul mulai menjelaskan alasan kebijakannya. Saya bayangkan para sahabat Anshar yang mengangguk paham dalam diam. “Sedangkan terkait keimanan kalian, aku sudah teramat percaya.” Kata-kata itu begitu dalam dan jujur.Tetes airmata tak kuasa lagi ditahan. Terlebih ketika Rasulullah melanjutkan, “Apakah kalian tidak berkenan di hati jika orang-orang lain pergi membawa onta dan domba, sementara kalian pulang bersama Rasul Allah?” Sebuah perbandingan yang kontras. Kesadaran itu hadir tidak tiba-tiba. Tangis para sahabat meledak. Jika bukan karena iman, kekuatan apa yang mampu menghadirkan kesadaran setelah kekecewaan?
Setiap kita mungkin pernah kecewa, dalam komunitas kebaikan sekalipun. Sebabnya bisa bermacam-macam. Tapi sebagiannya karena kita tak persepaham dengan orang lain; apakah kelakuannya, kebijakannya, pernyataannya, perhatiannya, atau apapun. Kita pun bisa kecewa karena merasa tidak mendapat dukungan yang memadai. Kecewa itu bisa muncul dimana-mana, bahkan dalam dakwah sekalipun…
🌸Share 05
Bahkan di jalan dakwah, kecewa bisa juga tumbuh bagai ilalang. Sebabnya bisa bermacam-macam. Gagasan yang ‘dianggap’ tidak diperhatikan, selera-selera yang tak sama, kebijakan qiyadah yang tak memenuhi keinginan kita, perilaku dan tindakan ikhwah, dan yang lain. Dan hanya kekuatan imanlah yang mampu menjaga kita dari penyikapan yang salah saat kecewa. Sebagian di antaranya menyikapi dengan marah, kalap, bahkan bisa juga dengan ‘mutung.’ Sebagian yang lain menyikapi dengan cara-cara yang lebih arif dan bijak. Futur.
Jika demikian persoalannya maka cara apa yang ditempuh agar tak ikut dalam barisan yang berguguran di jalan dakwah? Yakni MENJAGA IRADAH QAWIYAH DI JALAN DAKWAH.
Di saat tonggak keimanan tertancap dalam jiwa seorang muslim, maka perubahan demi perubahan yang mengarah kepada kebaikan akan terlukiskan dalam lembaran-lembaran kehidupannya. Pada akhirnya, akal menjadi tershibghah dengan nilai-nilai Islam, hati terbingkai dengan keyakinan-keyakinan akan nilai-nilai kebenaran dan jasad akan lelah mengikuti keinginan dan kehendak akal dan hati yang telah terwarnai nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam tersebut.
Di sini ia telah menghimpun kesalehan-kesalehan pribadi. Namun ia tidak boleh puas hanya berhenti di sebuah terminal kesalehan pribadi. Ia harus berusaha keras agar mampu mentransfer nilai-nilai kesalehanya ke dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi yaitu ruang lingkup keluarga dan masyarakatnya. Di sini ia telah berada pada tangga kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang mampu memberi kontribusi riil kepada masyarakat yang di mana ia berada di tengah-tengahnya. Inilah tangga “shalih mushlih”, orang-orang saleh yang senantiasa memberikan kesalehannya kepada orang lain
Dan apakah orang yang dulunya mati, lalu Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya (keimanan) yang di mana ia berjalan di tengah-tengah manusia dengan cahaya tersebut, seperti orang yang masih dalam kegelapan yang di mana ia tidak bisa keluar darinya …” (QS 6:122).
🌸Share 06
Perjalanan dakwah bukanlah perjalanan yang penuh dengan hamparan permadani rehat dan kenikmatan. Akan tetapi perjalanan yang penuh dengan onak dan duri ujian. Perjalanan yang senantiasa diwarnai dengan debu-debu hasutan dan tuduhan, kerikil-kerikil cobaan dan bebatuan ancaman serta siksaan. Pengorbanan dan perjuangan merupakan keniscayaan di jalan ini. Itulah yang pernah dialami oleh semua para Nabi dan Rasul.
Semua manusia yang meniti jalan dakwah sesudahnya. Mereka akan menghadapi gelombang ujian yang terus menerus sampai tercapainya sebuah kemenangan yang dijanjikan Allah SWT. Mereka terus melakukan pengorbanan demi pengorbanan baik waktu, tenaga, harta dan jiwa. Itulah dakwah, ia adalah “tadhhiat” (pengorbanan) bukanlah “istifadah’” (memanfaatkan).
Dan sungguh para Rasul sebelum kamu telah didustakan, namun mereka senantiasa sabar atas apa yang mereka dustakan dan mereka (para Rasul) telah disakiti hingga akhirnya datang kepada mereka pertolongan Kami…” (QS 6:34)
Iradah Qawiyah menjadi Sebuah Keharusan
🌸Share 07
Setelah tergambar dengan jelas tentang resiko perjalanan dakwah, seorang dai harus senantiasa menjaga kebugaran ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah. Dengan hubungan yang kuat kepada Allah dan kematangan fikriyah, seorang dai akan terus eksis menebarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam di tengah-tengah masyarakatnya.
Dan salah satu factor yang menjadikan du’at bertahan dan terus eksis di jalan dakwah adalah adanya hamasah (semangat) dan iradah (kehendak) kuat yang tertanam dalam jiwa mereka. Tanpa iradah mustahil kita bergerak dan melangkah untuk kepentingan dakwah. Dan tanpa hamasah yang membara, jiwa-jiwa kita akan mudah loyo dan terpuruk. Itulah iradah dan hamasah yang lahir dari kekuatan “yaqdlah ruhiah” (kesiagaan ruhani).
Jadi iradah dan hamasah merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan dalam memperjuangkan fikrah dakwah ini. Karena fikrah dakwah ini tidak mungkin dirasakan oleh masyarakat dan menjadi opini umum kecuali adanya kekuatan hamasah dan iradah yang bersemayam dalam jiwa para dai. Fikrah dakwah ini bisa sukses apabila ada kekuatan iman, keikhlasan di jalannya, kekuatan hamasah, kesiapan berkorban dan beramal untuk merealisasikan tujuan-tuju.Dan dengan memahami perjuangan, pengorbanan dan sunnatul ibtila (ujian ) dalam dakwah, akan memperkokoh iradah dan semangat kita dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan di tengah-tengah masyarakat. Semoga kita benar-benar menjadi kader dakwah yang memiliki semangat dan memiliki iradah kuat serta memiliki api hamasah yang tak pernah padam dalam beraktivitas di medan perjuangan dakwa kita. allahu A’lam Bish-shawwab..
🌸Share 08
Penyebab guguran di jalan dakwah.
A. SEBAB DARI INDIVIDU/ INTERNAL :
1. Watak tidak disiplin (Melepaskan tanggungjawab, Tidak berdisiplin)
2. Takut mati (Mengutamakan dunia drpd akhirat, hasutan syaitan)
3. Berlebihan (contoh: Ibarat orang yg melintasi pdg pasir tapi kenderaanya tak cukup power, merasa dirinya hebat berdakwah)
4. menganggap enteng sesuatu.
5. Merasa dengki (Contoh: cemburu dan dengki antara satu sama lain, seperti Sirah: Qabil dan Habil)
6. Fitnah senjata:
a) Salah faham tidak jelas tujuan (contoh niat bukan karena Allah, tapi untuk meramaikan halaqah saja)
b) Tidak ememnuhi syarat (contoh; melanggar kebajikan syari’at)
B. SEBAB EXTERNAL
1. Tekanan tribulasi (Contoh: tekanan fisik ketika berdakwah)
2. Tekanan keluarga (contoh: Keluarga yg tidak islamik mengajak anak-anak mereka untuk jauh dari Islam).
3. Tekanan Lingkungan
4. Tekanan Gerakan Destruktif
5. Tekanan dari Figuritas
🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸
πŸ“šTaNYa JaWaBπŸ“š
0⃣1⃣ Sri
Assalamu'alaikum Abi.. Apa motivasi yang bisa menstabilkan niat kita untuk tetap berdakwah?,karena terkadang Ana sendri suka naik turun iman juga moodnya untuk sma" mengajak istiqomah.
πŸ’šJawab:
Motivasi agar istiqomah dalam dakwah:
[1] Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan pengikutnya
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…”
(Qs. Yusuf: 108)
[2] Dakwah merupakan karakter orang-orang yang muflih (beruntung)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, melarang yang mungkar. Mereka itulah sebenarnya orang-orang yang beruntung.”
(Qs. Ali-‘Imran: 104)
[3] Dakwah merupakan ciri umat yang terbaik
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma’ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah…”
(Qs. Ali-‘Imran: 110)
[4] Dakwah merupakan sikap hidup orang yang beriman
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,…”
(Qs. At-Taubah: 71)
[5] Meninggalkan dakwah akan membawa petaka
Allah ta’ala berfirman tentang kedurhakaan orang-orang kafir Bani Isra’il (yang artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.”
(Qs. Al-Ma’idah: 78-79)
[6] Orang yang berdakwah adalah yang akan mendapatkan pertolongan Allah
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Allah benar-benar akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka itu adalah orang-orang yang apabila kami berikan keteguhan di atas muka bumi ini, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Dan milik Allah lah akhir dari segala urusan.”
(Qs. Al-Hajj: 40-41)
[7] Dakwah, alasan bagi hamba di hadapan Rabbnya
Allah berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika suatu kaum di antara mereka berkata, ‘Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?’ Maka mereka menjawab, ‘Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian dan semoga saja mereka mau kembali bertakwa’.”
(Qs. Al-A’raaf: 164)
0⃣2⃣ Devi
Assalamualaikum ustad,, ana mw tanya,
1. Bagaimana cra kita berdakwah dg benar. Krn sering kdang kita brdkwah dg cra hlus tp dbilang kasar, kdg jg dbilang ktanya" nyinggung, pdhal gak ad sdkitpun niat dlm hti kmi utk menyinggung.
πŸ’šJawab:
cara yg paling tepat adalah disesuaikan dg kondisi obyek dakwahnya. gunakan bahasa hati, sapaan kedekatan, utamakan ketauladanan. gembirakan bukan disedihkan. ringankan bukan ditambah beban.
2. Bagaimana cra kita untuk menghindari sifat" munafik ustd?
Syukron ats jwbnx. . .
πŸ’šJawab:
menghindari sifat munafik adalah dg meluruskan niat hanya karena Allah n selalu menjaga diri dalam jujuran.
0⃣3⃣ Riska
1.Ustad bagaimana mendakwai diri agar jauh dari riya'
πŸ’šJawab:
Menjauhkan diri dari riya adalah dg ikhlas krn Allah dalam setiap amal kebaikan. cukuplah Allah menjadi saksi.
2. Bagaimana mendakwai teman... Melalui sosmed yg menganggap kita sok tau..... Karena latar belakang kita bukan pesantren
πŸ’šJawab:
Berdakwah adalah kewajiban kita semua sbg muslim sesuai dg kadar kemampuan yg kita miliki. sampaikan walau 1 ayat. dakwah jg tidak identik dg ceramah. tp inti dakwah adl amar ma'ruf nahi mungkar dan mengajak beriman pd Allah. jd tidak harus pesantren dulu. agar kita tidak dikirain sok tahu sy punya pengalaman yakni dg cara kutip buku atau ucapan ustadz / kyai siapa? dan tetaplah berdakwah mesti di cerca. krn Rasulullah pun dituduh sbg orang gila oleh kaum kufar.
0⃣4⃣ Tirta
Assalamualaikum
Tanya ustad
Bagaimana cara kita berdakwah di tengah² keluarga sendiri..karna berdakwah di keluarga lebih sulit di banding kan berdakwat kepada temen².
πŸ™
πŸ’šJawab:
yg penting jgn menyerah. ya memang tidak mudah. Nabi Nuh anaknya tidak mau ikut. Nabi Ibrahim ayahnya melawan. Nabi Luth istrinya LGBT. Aisyah terus mendakwahi suaminya, Fir'aun. Paman Nabi Muhammad tidak mau masuk Islam. yg paling mungkin kita lakukan adalah jadikan diri kita contoh terbaik bagi mereka. berdakwah dg sikap, amal dan prilaku yg ahsan. selalu tunjukan kasih sayang pada mereka, tetaplah ajak dg hatinya.
0⃣5⃣ Rika
Assalamualaikum
Tanya ustadz
Bagaimana cara berdakwah yg efektif secara kita bukan orang yg belum dianggap memiliki ilmu yg cukup , misal klo dg cara menyebarkan artikel2 Islam di masjid2 atau kelompok ibu2 arisan itu apa sdh mewakili cara dakwah ya ustadz,,
πŸ’šJawab:
Berdakwah adalah kewajiban kita semua sbg muslim sesuai dg kadar kemampuan yg kita miliki. sampaikan walau 1 ayat. dakwah jg tidak identik dg ceramah. tp inti dakwah adl amar ma'ruf nahi mungkar dan mengajak beriman pd Allah. Menyebar artikel boleh, mengajak pd kebaikan itu dakwah. tampilkan diri menjadi org yg sholihah ikhlas krn Allah, kmd ada org yg mengikuti jejak kebaikan kita itu adl dakwah. dakwah itu beragam, bisa dg harta, bisa dg lisan, dg prilaku, bisa dg kekuasaan, bisa dg doa.
0⃣6⃣ Siska
Apakah boleh anak berdakwah di depan ortunya?misalnya menyampaikan ayat dg jelas kepada ortu...
πŸ’šJawab:
boleh..... yg ptg jgn sampai beliau tersinggung. krn ortu. jd cari momen yg tepat dan hati siap menerima. krn ilmu bisa dtg dari mana sj. dan hidayah hanya akan dtg dari Allah.
🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸
πŸ“šCLoSiNG STaTeMeNTπŸ“š
Maka saya sering mengingatkan bahwa di jalan dakwah segalanya bisa terjadi, maka tetaplah menjaga hati agar tetap di jalan Illahi. keep istiqomah di jalan dakwah karena Lillah.
🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸
πŸ“šPeNuTuPπŸ“š
Super sekali SC nya abi
Mari kita tutup dg beristighfar...
Astaghfirullohal adzim...
Mengucap hamdallah bersama...
Alhamdulillahirabbil'alamiin...
Dan Do'a Khafaratul Majelis...
Ψ³Ψ¨Ψ­Ψ§Ω†Ωƒ Ψ§Ω„Ω„Ω‡Ω… ΩˆΨ¨Ψ­Ω…Ψ―Ωƒ Ψ£Ψ΄Ω‡Ψ― Ψ§Ω†
Ω„Ψ§ Ψ₯Ω„Ω‡ Ψ₯Ω„Ψ§ Ψ£Ω†Ψͺ
Ψ£Ψ³Ψͺغفرك وؒΨͺوب Ψ₯Ω„ΩŠΩƒ
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu anlaaillaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik...
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar