Minggu, 14 Juni 2020

PUASA MENGGAPAI RIDHO ALLAH ﷻ



OLeH  : Ibu Irnawati Syamsuir Koto

           💎M a T e R i💎

Saudari-saudari yang ku cintai karena Allah ﷻ...

Meraih keridhoan Allah ﷻ adalah tujuan tertinggi dan teragung, bahkan ia merupakan tujuan para penghuni surga.
Allah ﷻ berfirman:

وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar." (QS At-Taubah : 72)

Maka tidak ada yang lebih dicintai dan lebih mulia serta lebih besar dari keridhoan Allah ﷻ. Bahkan meraih keridhoan Allah ﷻ adalah impian yang mulia, yang karenanya mata orang-orang yang khosyah menangis, hati-hati kaum sholihin bersiap-siap untuk meraihnya, serta kaki-kaki bengkak dan pecah karena sholat di kegelapan malam.

Keridhoan ini dijadikan oleh Allah ﷻ lebih dari surga, sebagai tambahan atas karunia surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنَّ الله – عز وجل – يَقُولُ لأَهْلِ الجَنَّةِ : يَا أهْلَ الجَنَّةِ ، فَيقولُونَ : لَبَّيكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ ، فَيقُولُ : هَلْ رَضِيتُم ؟ فَيقُولُونَ : وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى يَا رَبَّنَا وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أحداً مِنْ خَلْقِكَ ، فَيقُولُ : ألاَ أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُونَ : وَأيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُ : أُحِلُّ عَلَيكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أبَداً

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berkata kepada penghuni surga, “Wahai penghuni surga..”, mereka berkata, “Kami memenuhi panggilan-Mu, kami menta’ati-Mu”. Allah berkata, “Apakah kalian ridho (puas)?”, maka mereka berkata, “Kenapa kami tidak ridho (puas) sementara Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun dari ciptaan-Mu”. Maka Allah berkata, “Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih baik dari ini?”. Mereka berkata, “Apakah yang lebih baik dari ini?”. Allah berkata, “Aku telah menurunkan kepada kalian keridhoan-Ku, maka Aku tidak akan marah kepada kalian setelah ini selama-lamanya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Maka kehidupan dibawah naungan tujuan ini, dan mendidik jiwa di atas tujuan ini, akan mengumpulkan kebaikan agama dan dunia, mengasas pertumbuhan yang terarah maju, keberhasilan yang berkesinambungan dalam seluruh perencanaan dan kegiatan kita, yaitu tatkala kita menjadikan misi kita yang tertinggi adalah meraih keridhoan Allah ﷻ.

Dan salah satu jalan meraih ridho Allah ﷻ adalah dengan puasa.

Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Islam dibangun di atas lima perkara, persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaihi)

Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Ramadhan dan merupakan salah satu rukun Islam yang dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barangsiapa yang mengingkari tentang wajibnya puasa Ramadhan maka dia kafir, keluar dari Islam. (lihat Al Wajiz).

🔷PUASA ADALAH IBADAH

Ibadah memiliki pengertian yang amat luas dan jelas yaitu, “Segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah ﷻ, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi.” (lihat perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang dinukil di Fathul Majid).

Dan puasa termasuk diantaranya, puasa adalah amalan yang dicintai Allah, buktinya Allah mewajibkan puasa kepada hamba-hamba-Nya. Alloh berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqoroh: 183).

Dan tidak mungkin Allah ﷻ mewajibkan sesuatu kecuali sesuatu itu pasti dicintai dan diridhoi-Nya, meskipun sebagian manusia ada yang merasa tidak suka dengannya.

Apabila kita telah mengetahui bahwa puasa adalah ibadah maka ketahuilah saudaraku bahwasanya ibadah itu hanya boleh ditujukan kepada Allah ﷻ, karena barangsiapa yang memalingkan ibadah kepada selain Allah ﷻ dia telah terjerumus dalam kesyirikan dan kekafiran. Sebagaimana sholat akan menjadi batal dan rusak apabila pelakunya terkena hadats, maka demikian pula ibadah akan menjadi batal dan rusak apabila tercampuri kesyirikan. Sebagaimana sholat tidak sah tanpa thoharoh maka demikian pula ibadah tidak akan sah tanpa tauhid. (lihat Al Qowa’idul Arba’ karya Asy Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahulloh).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya,

“Jika kamu kufur sesungguhnya Alloh tidak membutuhkan kamu, dan Alloh tidak ridho kekafiran bagi hamba-Nya dan jika kamu bersyukur niscaya Dia ridho kepadamu.” (QS. Az Zumar: 7)

"Dan apabila ternyata Alloh tidak meridhoi kekufuran dan kesyirikan maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk tidak ridho dengan keduanya, karena seorang mukmin itu keridhoan dan kemarahannya mengikuti keridhoan dan kemurkaan Alloh, sehingga dia akan marah terhadap sesuatu yang dimurkai Alloh dan akan ridho terhadap sesuatu yang diridhoi Alloh ‘Azza wa Jalla, maka demikian pula apabila Alloh tidak meridhoi kekufuran dan kesyirikan maka tidak semestinya seorang mukmin justru ridho terhadap keduanya.” (Syarah Tsalatsatul Ushul hal. 33-34).

Maka cobalah kita renungkan keadaan kaum muslimin sekarang ini yang sebagian di antara mereka (semoga kita tidak termasuk di dalamnya) bergelimang kesyirikan sementara mereka tidak menyadarinya bahkan membela dan melestarikannya dengan mengatasnamakan tradisi.

Bagaimana bisa mereka melalaikan masalah besar ini?!

Apalah artinya mereka berpuasa menahan lapar dan dahaga jika kesyirikan masih melekat dalam hati, ucapan dan amalan mereka.

Tidakkah mereka ingat firman Allah ﷻ yang artinya,

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Sungguh jika kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65).

Maka marilah kita pelajari tauhid lebih serius lagi, jangan-jangan kita terjerumus dalam syirik dalam keadaan tidak menyadari. Bagaimana mungkin seseorang bisa berkata ‘Saya bersih dari syirik’ sementara pengertian dan macam-macamnya pun dia tidak mengenalnya.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahulloh mengatakan, “Tujuan dari puasa bukanlah sekedar mengekang tubuh dalam rangka menahan haus dan lapar serta kesulitan, akan tetapi tujuannya adalah menundukkan jiwa dengan meninggalkan sesuatu yang dicintai demi meraih keridhoan Dzat yang dicintai. Adapun perkara dicintai yang ditinggalkan adalah makan, minum dan jima’, inilah nafsu syahwat. Adapun sesuatu yang dicintai yang dicari keridhoan-Nya adalah Allah ‘Azza wa Jalla. Maka kita harus senantiasa menghadirkan niat ini bahwasanya kita meninggalkan pembatal-pembatal puasa ini demi mencari keridhoan Allah ‘Azza wa Jalla.” (Tsamaniyatu Wa Arba’uuna Su’aalan Fish Shiyaam hal. 10).

🌸🌷🌸
Sahabat-sahabat ku yang disayangi Allah ﷻ...

Puasa adalah ibadah yang paling utama karena ketiga macam sabar terhimpun di dalamnya, yaitu:

√ Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah ﷻ.

√ Sabar dalam menahan diri dari terjerumus dalam maksiat kepada-Nya.

√ Sabar dalam menghadapi takdir Allah ﷻ yang terasa menyakitkan.

Juga karena Allah ﷻ menyandarkan ganjaran puasa kepada Diri-Nya sendiri, Allah ﷻ menjanjikan balasan puasa dari sisi-Nya. Puasa merupakan rahasia antara Rabb dan hamba-Nya sehingga ia menjadi amanat paling agung yang harus dijaga.  (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 351).

Sebenarnya cukuplah bagi seorang hamba mengetahui bahwa Allah ﷻ memerintahkan untuk berpuasa itu menjadikan keutamaan yang besar yang akan diraihnya dengan menjalankan perintah itu. Karena dia menyadari bahwa Allah ﷻ yang maha penyayang pasti tidak menginginkan untuk mencelakakan hamba. Sehingga apa yang diperintahkan-Nya pasti mengandung kebaikan meskipun dia belum mengetahuinya.

Meskipun demikian, tidak ada salahnya kita mengetahui hikmah-hikmah di balik ibadah selama kita tidak menjadikannya sebagai syarat untuk beramal. Semoga dengan mengetahui hikmahnya keyakinan dan keimanan kita bertambah.

Syaikh Abdulloh Ali Bassaam hafizhahulloh menyebutkan beberapa hikmah yang tersimpan di balik pensyari’atan puasa, diantaranya yaitu:

Puasa termasuk ibadah dan ketundukan kepada Allah ﷻ, sehingga puasa itu menjadikan orang yang berpuasa hanya menghadapkan dirinya kepada Allah ﷻ, tunduk dan khusyuk di hadapan-Nya tatkala dia harus menolak kekuasaan syahwat.

Bersatunya ummat dalam menjalankan satu ibadah dalam satu waktu dan menempa kesabaran mereka semua baik orang-orang yang kuat maupun lemah, terpandang maupun tidak, kaya maupun miskin guna bersama-sama menanggung kewajiban ini yang akan membuahkan keterikatan hati dan ruh mereka serta bersatunya kalimat mereka. Puasa juga menjadi sebab terjalinnya kasih sayang antara ummat ini satu sama lain. Sehingga orang yang kaya turut merasakan lapar dan dahaga yang dialami saudaranya yang tidak berada.

Puasa melatih kesabaran, mengokohkan tekad dan kemauan, menempa jiwa dalam menghadapi kesulitan yang ditemui, menundukkan nya dan membuatnya menjadi terasa ringan (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 351-352).

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Silvi ~ Surabaya
Bun, apakah ada rukhsoh untuk wanita hamil saat puasa?

🌸Jawab:
Ulama sepakat adanya keringanan (rukhsah) wanita hamil dan menyusui diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan, namun mereka berbeda pendapat mengenai cara mengganti puasanya.

Wallahu a'lam.

0️⃣2️⃣ Eriska Novelita ~ Pangkal pinang
Bagaimana hukumnya, wanita yang hamil setiap tahun dan tidak pernah puasa?

🌸Jawab:
Apa selamanya tidak memungkinkan untuk berpuasa? Jika iya maka orang tersebut bayar fidyah, tapi jika ada kemungkinan baginya untuk mengganti, maka ada beberapa hukum penggantian yang harus diketahuinya.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Phity ~ Yogja
Assalamu'alaykum...

Bun, tadi saya baca buku terbitan azzahra, nah disini ada dzikir harian selama ramadhan dari hari ke 1 sampai ke 30 yang beda-beda, jujur saya baru ketemu beginian.
Apakah memang benar begini? Atau kita pakai dzikir sehari-hari saja?
Soalnya buku ini tidak ada daftar pustakanya, penyusunnya tim, tidak menyebut salah satu nama penulis. Jadi agak was-was.

Jazzakillah

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

Untuk buku tersebut Wallahu a'lam, karena saya pribadi belum membacanya, sekiranya ada keragu-raguan, maka sebaiknya ditinggalkan saja, dan pakailah apa yang kita yakini benarnya. Masih banyak dzikir dan amalan yang memang ada panduannya di dalam Al Quran dan hadits.

Wallahu a'lam.

0️⃣4️⃣ Rifa ~ Samarinda
Assalamualaikum Ustadzah Irna,

Bagaimana dengan fenomena sekarang yang demam-demam nonton film korea sembari di rumah saja? Bagaimana mengatasi jiwa-jiwa butuh hiburan seperti itu, Ustadzah?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam Neng Rifa

Inilah yaa salah satu hal yang bikin kita sedih, banyak yang kecanduan film-film Korea, meski kita harus akui bahwa bukan hanya film korea saja yang membuat kecanduan, tapi hal-hal lain juga yang digandrungi dengan terlalu, itu membahayakan,  sebenarnya bukan jiwa yang haus hiburan, tapi iman yang mulai tergerus oleh zaman, bagaimana caranya agar kecendrungan ke hal-hal tersebut bisa dikurangi?

🔸Yang pertama :
Set your mind bahwa nonton drama korea itu tidak produktif. Amat sangat tidak produktif lebih tepatnya, karena niatnya 1 jam saja buat nonton eh keterusan sampai 6 jam tidak kerasa.

🔸Yang kedua :
Dekatkan diri pada Allah ﷻ. Nah, ini sebenarnya adalah cara yang paling ampuh dan paling utama. Perbanyak ibadah dan mengingat Allah ﷻ, insyaAllah perlahan-lahan kebiasaan nonton drama Korea bisa perlahan-lahan berkurang.

🔸Dan yang paling penting adalah : NIAT. Niat ini kunci dan langkah awal dari segala hal. Mau ngelakuin apapun, harus berawal dari niat agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan.

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Fida ~ Tangerang
Bagaimana pendapat Ustadzah untuk i'tikaf pada kondisi seperti ini?

🌸Jawab:
Yang wajib saja diganti dengan melakukannya di rumah, apalagi hal-hal yang sunnah.

Patuhi saja dulu aturan yang berlaku demi untuk kebaikan kita bersama, tingkatkan ibadah di rumah, in syaa Allah, Allah ﷻ akan mencatatkan bagi kita dengan harga tertinggi.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Zee ~ Banjarmasin
Assalamualaikum Bunda,

Bun boleh minta tips untuk menjalani puasa tahun ini dengan kondisi yang seperti sekarang (covid-19), dan bagaimana caranya mengajak kelurga untuk menjalankan puasa (beliau lebih tua usia daripada saya).

Terimakasih bunda.

🌸Jawab:
Wa'alakumussalam,

wabah sebenarnya adalah peluang bagi kita untuk mengisi Ramadhan dengan lebih khusyuk, perbanyaklah amalan di rumah, tarawih, tilawah, tahajjud , dzikir, sholawat dan lain lainnya, secara duniawi ikuti saja arahan pemerintah agar kita terhindar dari covid. Untuk kesehatan perbanyak mengkonsumsi makanan sehat, vitamin, buah dan air putih.

Untuk mengajak orang berpuasa, tentu kita harus menjelaskan kewajiban puasa kepada orang Islam, ajak dengan kata kata yang baik dan menyentuh, dan jangan lupa doakan supaya Allah ﷻ bukakan hatinya untuk beribadah, bukan hanya puasa saja, tapi hal lain juga.

Wallahu a'lam.

0️⃣7️⃣ Ramlah ~ Jambi
Assalamu'alaikum wr.wb.

Bu, jika kita masih punya hutang puasa tahun lalu maupun sebelumnya (karena hamil, menyusui), apakah puasa kita di ramadhan tahun ini sah?
Ada yang mengatakan tidak sah jika masih punya hutang puasa.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

In syaa Allah sah bu, hanya saja untuk hukum kelalaian didalam membayar puasa sebelumnya tentu dilihat sebab musababnya.
Kalau sekiranya sudah mampu untuk membayar maka disegerakan saja.

Wallahu a'lam

💎Jazaakillahu khoir bu.
Kalau hutang puasanya dibayar dengan fidyah boleh kah bu? Soalnya banyak dan dede bayinya masih kuat nyusu.

🌸 Untuk hal membayar hukum yang berbeda bentuk pembayaran, tergantung kondisi, berikut saya coba postingkan hukum dan dalilnya.

(1) Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa

Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.

Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat,

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 184)

Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)

(2) Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa

Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).'” (al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)

(3) Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati Saja

Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1 tahun 8)

Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut sedikit paparan tentang perbedaan pendapat tersebut.

◼️Dalil Ulama Yang Mewajibkan Sang Ibu Untuk Membayar Qadha Saja.

Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah.

◼️Dalil Ulama Yang Mewajibkan Sang Ibu Untuk Membayar Fidyah Saja.

Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud)

Dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)

Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah adalah, “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini.

Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.

◼️Dalil Ulama Yang Mewajibkan Sang Ibu Untuk Mengqadha Dengan Disertai Membayar Fidyah.

Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.

Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam ke umuman ayat berikut,

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (QS. Al-Baqarah:184)

Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil).

Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”

Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadhan.

Wallahu a'lam.

0️⃣8️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Assalamualaikum,

Jika kita lagi berpuasa dan ditengah hari kita mendapat haid apakah kita dapat pahala puasa hari itu atau tidak sama sekali karena kita harus membatalkan puasanya?

Syukron

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam,

In syaa Allah, tak ada satu kebaikanpun yang sia-sia dimata Allah Azza wajalla, meski itu sebiji zarrah, termasuk puasa yang kita tunaikan meski tak sempurna. Hanya saja hitungan puasa kita hari itu tidak dihitung batal. Tapi untuk pahalanya Insyaa Allah, akan tetap kita dapatkan.

Wallahu a'lam.

0️⃣9️⃣ Windy ~ Bandung
Assalamualaikum bu,

Ketika kita sedang berpuasa, lalu kita lihat tutorial atau postingan memasak apakah puasa kita batal?

Dan selain melihat semua hal tentang makanan, kalau streaming film bioskop yang bikin kita ketawa atau nangis dan terbawa suasana itu bagaimana ya? Apakah boleh atau tidak sah puasnya?

Terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alakumussalam,

Menonton tutorial masak-masak tidak membatalkan puasa, cuma saja godaannya akan lebih berat, apalagi masak-masakan yang segar-segar.

Dan menangis juga tidak membatalkan puasa karena menangis hal yang manusiawi, tertawapun tidak membatalkan puasa, hanya saja banyak tertawa akan membuat hati kita lalai dari mengingat Allah ﷻ, selama puasa sebaiknya hindari hal-hal yang tidak bermanfaat seperti nonton film tersebut, manfaatkan Ramadhan kali ini dengan sebaik baiknya, karena belum tentu kita bertemu dengan Ramadhan tahun depan.

Wallahu a'lam.

1️⃣0️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Ustazah, bagaimana hukumnya berpuasa tapi kita memakai semprot muka ukuran nano atau super kecil seperti alat kecantikan. Apakah bisa membatalkan puasa?

Syukron.

🌸Jawab:
In syaa Allah tidak membatalkan puasa, sama halnya dengan obat tetes mata, tidak membatalkan puasa, tapi kalau obat tetes hidung maka itu membatalkan.
Hanya saja pemakaiannya juga jangan terlalu.

Wallahu a'lam.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Sahabat-sahabatku...

Ramadhan adalah hadiah Istimewa dari Allah ﷻ untuk umat Islam, karena di bulan ini kita diwajibkan untuk berpuasa yang dengannya, kita mampu mengejar ketinggalan amalan dibulan bulan sebelumnya.

Dengan berpuasa kita akan mendulang berbagai kebaikan dari Allah Azza wajalla, dengan kebaikan-kebaikan tersebut, maka kita akan berkesempatan meraih ridho Allah ﷻ.

Tidak mudah meraih ridho-Nya, namun juga tiada sulit bagi orang-orang yang ikhlas beramal untuk-Nya.

Karena itu tingkatkanlah kesabaran dan perteguhlah iman selama ramadhan, anggaplah ramadhan kali ini adalah ramadhan terakhir kita, agar hati kita kuat untuk melakukan amalan-amalan sholeh demi mengejar ridho Allah ﷻ.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

Tidak ada komentar:

Posting Komentar