Kamis, 31 Maret 2022

SHOLAT YANG KHUSUK DAN DOSA MENINGGALKAN SHOLAT

 


OLeH: Ustadz H. Farid Nu'man Hasan, S.S

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸KHUSYU DAN BAHAYA MENINGGALKAN SHALAT

Orang tidak shalat, ada lima keadaan:

1. Mereka memang tidak wajib shalat seperti anak kecil, gila, pikun. Semua ini dimaafkan dan tidak masalah. 

2. Karena haid, nifas, ini justru dilarang shalat, puasa, thawaf.

3. Karena lupa, ketiduran, maka wajib qadha disaat sadar, berdasarkan sunnah, dan ijma' ulama, tidak ada beda pendapat.

Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

ذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَوْمَهُمْ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Mereka menceritakan kepada Nabi ﷺ  bahwa tertidurnya mereka membuat lalai dari shalat. Maka Beliau ﷺ bersabda: “Sesungguhnya bukan termasuk lalai karena tertidur, lalai itu adalah ketika terjaga. Maka, jika kalian lupa atau tertidur maka shalat lah ketika kalian ingat (sadar).” (HR. At Tirmidzi, katanya: hasan shahih) 

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ{وَأَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي}

“Barang siapa yang lupa dari shalatnya maka hendaknya dia shalat ketika ingat, tidak ada tebusannya kecuali dengan itu (Alloh ﷻ berfirman: “dirikan lah shalat untuk mengingatKu”).” (HR. Bukhari)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menerangkan:

اتفق العلماء على أن قضاء الصلاة واجب على الناسي والنائم

“Para ulama sepakat tentang wajibnya mengqadha shalat bagi orang lupa dan  tertidur.”
(Fiqhus Sunnah  1/274)

4. Meninggalkan shalat karena MENGINGKARI KEWAJIBAN SHALAT. Maka ini murtad dan tidak ada beda pendapat ulama.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ترك الصلاة جحودا بها وإنكارا لها كفر وخروج عن ملة الاسلام، بإجماع المسلمين.

Meninggalkan shalat karena menolak dan mengingkarinya, maka itu adalah kafir dan keluar dari agama Islam menurut ijma’ kaum muslimin.
(Fiqhus Sunnah, 1/92)

5. Meninggalkan shalat karena MALAS, tapi MASIH MENGAKUI KEWAJIBANNYA.

Menurut sebagian ulama, dia telah kafir, seperti pendapat sebagian sahabat nabi, Naafi', Imam Ahmad bin Hambal, Sufyan bin 'Uyainah, umumnya ahli hadits, dan lainnya.

Dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كان أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة
  
"Para sahabat nabi tidaklah memandang suatu perbuatan yang dapat kafir jika ditinggalkan melainkan meninggalkan shalat.” (HR. At Tirmidzi No. 2757, shahih)

Imam Ibnu Hazm Rahimahullah mencatat dalam Al Muhalla-nya:

وَقَدْ جَاءَ عَنْ عُمَرَ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَغَيْرِهِمْ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَنَّ مَنْ تَرَكَ صَلاةَ فَرْضٍ وَاحِدَةٍ مُتَعَمِّدًا حَتَّى يَخْرُجَ وَقْتُهَا فَهُوَ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ.

“Telah datang dari Umar, Abdurrahman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah, dan selain mereka dari kalangan sahabat Radhiallahu ‘Anhum, bahwa barangsiapa yang meninggalkan shalat wajib sekali saja secara sengaja hingga keluar dari waktunya, maka dia kafir murtad.” (Al Muhalla, 1/868. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhuma, mengatakan:

ومن ترك الصلاة فلا دين له.

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada agama baginya.” (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 5/508. Darul Fikr) 

NAMUN, mayoritas ahli fiqih mengatakan dia masih muslim, dosa besar, dan fasiq bukan kafir. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafi'i.

Dalilnya adalah:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا

"Sesungguhnya Alloh ﷻ tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Alloh ﷻ, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar."(QS. An-Nisa': 48)

Dalam hadits:

 إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ 

"Sesungguhnya yang pertama kali akan di hisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya, Allah Jalla wa 'Azza berfirman kepada Malaikat -Dan Dia lebih mengetahui (amalan seseorang) -; "Periksalah shalat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang? Sekiranya sempurna, maka catatlah baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan, Alloh ﷻ berfirman; "Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah? Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Alloh ﷻ berfirman; "Cukupkanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya." Selanjutnya semua amal manusia di hisab dengan cara demikian." (HR. Abu Daud no. 864, 865, shahih)

Menurut hadits ini, kekurangan shalat wajib bisa disempurnakan dengan shalat sunnah. Maka, ini pertanda dia masih dinilai sebagai muslim. Sementara Imam Ibnu Abdil Bar mengatakan maksud hadits itu adalah menyempurnakan kekhusyuan dan kualitas bukan menyempurnakan shalat yang ditinggalkan. Sebab, wajib tidak bisa diganti dengan sunnah.

◼️Shalat Khusyu 

Makna sederhana dari Shalat Khusyu adalah shalat yang mampu memghadirkan hati dan jiwa di dalam shalat. Tidak kelayaban ke hal-hal di luar shalat. Hal ini tidak mudah, oleh karena itu para ulama tidak menjadikannya sebagai rukun shalat. Tapi, juga jangan dijadikan momok yang sangat berat dan menakutkan sebab agama ini pada dasarnya mudah. 

Maka, untuk Meraih khusyu ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan:

~ Suasana hati sedang tenang dan tidak kalut.

~ Tempat shalat dan suasananya juga kondusif.

~ Bagus jika paham bahasa Arab agar paham isinya.

~ Mujahadah atau serius dalam mengalahkan pikiran-pikiran di luar shalat. 

Demikian. Wallahu a'la

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Cucu Cudliah ~ Singaparna, Tasikmalaya.

Ketika shalat kadang merasakan bisikan atau ingat kepada hal-hal duniawi. Kadang juga mengingat tentang kubur atau hal-hal ukhrowi.

Bagaimana cara mengendalikan dua bisikan atau perasaan atau ingatan seperti yang telah diutarakan di atas.

Syukron Ustadz

🌸Jawab:
Hal itu memang sering dialami oleh orang-orang shalat. Yang mesti dilakukan adalah mujahadah, sungguh-sungguh, untuk mengalahkan dan mengusir pikiran-pikiran dunia dengan pikiran akhirat. Jangan biarkan pikiran dunia itu liar dan mendominasi shalat kita. 

Wallahu A'lam

0️⃣2️⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Ustadz, bagaimana mengantikan ibadah wajib, sholat dan puasa untuk orang tua yang pikun

Karena untuk makan saja selalu bilang belum padahal sudah begitu pun dengan sholat, berulang-ulang wudhu katanya belum sholat.

Jazaakallahu khoiran

🌸Jawab:
Untuk shalat dan puasa bagi orang pikun maka sudah tidak wajib. Tapi, untuk puasa hendaknya dibayarkan fidyah nya oleh keluarganya. 

Ada pun shalatnya tidak ada qadha baginya. 

✓ Sudah Pikun, Bagaimana Shalatnya?

Bagaimana hukum sholat orang tua lansia 84 tahun yang sudah lupa waktu sholat dan bacaan sholat. Sekarang dalam keadaan sakit dan kemarin sempat masuk rumah sakit. Bagaimana kami sebagai putra-putrinya? Apakah sholatnya kami gantikan atau bagaimana?

Bismillah wal Hamdulillah wash shalatu wa salamu 'ala rasulillah wa ba'd:

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena diangkat dari 3 golongan:

1. Orang tidur sampai dia bangun.
2. Anak kecil sampai dia mimpi basah (baligh).
3. Orang gila sampai dia berakal.

(HR. Abu Daud no. 4403 At Tirmidzi no. 1423. Shahih)

Semua golongan dalam hadits ini punya kesamaan yaitu sama-sama tidak berfungsinya akal. Maka, orang pikun juga mengalaminya, sehingga pikun yang dominan dalam kehidupan seseorang membuatnya terangkat kewajiban baginya, alias ketentuan syariat tidak dibebankan kepadanya.

Bahkan bisa jadi pikun ini lebih berat, sebab: anak-anak akan dewasa, orang tidur akan bangun, orang gila bisa disembuhkan. Berbeda dengan orang pikun yang biasanya dialami sampai wafat.

Oleh karena itu Imam As Subki mengatakan -seperti yang dikutip Imam Abu Thayyib Syamsul 'Azhim:

وَالْمُرَادُ بِهِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ الَّذِي زَالَ عَقْلُهُ مِنْ كِبَرٍ فَإِنَّ الشَّيْخَ الْكَبِيرَ قَدْ يَعْرِضُ لَهُ اخْتِلَاطُ عَقْلٍ يَمْنَعُهُ مِنَ التَّمْيِيزِ وَيُخْرِجُهُ عَنْ أَهْلِيَّةِ التَّكْلِيفِ وَلَا يُسَمَّى جُنُونًا لِأَنَّ الْجُنُونَ يَعْرِضُ مِنْ أَمْرَاضٍ سَوْدَاوِيَّةٍ وَيَقْبَلُ الْعِلَاجَ وَالْخَرَفُ بِخِلَافِ ذَلِكَ

Yang dimaksud dengan pikun adalah orang jompo yang akalnya hilang karena ketuaannya. Orang jompo yang mengalami kekacauan dalam akalnya sehingga tidak bisa lagi mampu membedakan apa-apa dan mengeluarkannya dari lingkup kepantasan menerima beban syariat (mukallaf).

Ini tidak dinamakan gila, sebab gila itu salah satu jenis penyakit dan masih bisa diobati, hal itu berbeda dengan pikun.

('Aunul Ma'bud, 12/52)

Jadi, sudah tidak wajib shalat dimasa-masa pikunnya. 

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

والحاصل أن من وصل إلى مرحلة الخرف ، وأصبح لا يدرك الوقت ، ولا يميز بين الصلوات ، فهذا لا تجب عليه الصلاة . 

Kesimpulannya, orang yang sudah sampai taraf pikun, yang membuatnya tidak mengerti waktu, tidak mampu membedakan waktu-waktu shalat, maka ini tidak wajib shalat.

(Al Islam Su'aal wa Jawaab no. 90189)

Demikian. Wallahu A'lam

0️⃣3️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Ustadz, bagaimana dengan sholat yang salah arah kiblat? Apakah dosa atau harus di ulang kembali atau kalau memang tidak tahu tidak apa-apa?

Jazakallah khairan

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bukan dosa, tapi batal jika sengaja dan tahu, tanpa uzur syar'i. 

Tapi jika ada uzur syar'i seperti lupa, atau tidak sadar, atau tidak tahu arah kiblat, atau sedang di pesawat, maka ini di maafkan. 

Wallahu A'lam

0️⃣4️⃣ Afni~ Garut
Assalamualaikum, 

'Apakah masih sah atau berpahala ketika shalat tapi pikiran kita terganggu,? Dan kadang-kadang kita masih berusaha mengalihkan pikiran supaya khusuk kembali.

🌸Jawab: Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Selama tidak sampai melupakannya dari rukun shalat, tidak batal. 

Umar bin Al Khathab  Radhiallahu ‘Anhu  berkata:

 إِنِّي لَأُجَهِّزُ جَيْشِي وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya saya mempersiapkan pasukan saya, pada saat itu saya sedang  shalat.” (Riwayat Bukhari)

Tentang ucapan Umar Radhiallahu ‘Anhu ini, Imam Bukhari membuat judul: Bab Yufkiru Ar Rajulu Asy Syai’a fish shalah (Bab Seseorang Memikirkan Sesuatu di Dalam Shalat).

Dari ‘Uqbah bin Al Harits Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ سَرِيعًا دَخَلَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ وَرَأَى مَا فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ مِنْ تَعَجُّبِهِمْ لِسُرْعَتِهِ فَقَالَ ذَكَرْتُ وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ تِبْرًا عِنْدَنَا فَكَرِهْتُ أَنْ يُمْسِيَ أَوْ يَبِيتَ عِنْدَنَا فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ

“Aku shalat ashar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika Beliau salam, beliau berdiri cepat-cepat lalu masuk menuju sebagian istrinya, kemudian Beliau keluar dan memandang kepada wajah kaum yang nampak terheran-heran lantaran ketergesa-gesaannya. Beliau bersabda: “Aku teringat biji emas yang ada pada kami ketika sedang shalat, saya tidak suka mengerjakannya sore atau kemalaman, maka saya perintahkan agar emas itu dibagi-bagi.” (HR. Bukhari No. 1221) 

Wallahu A'lam

0️⃣5️⃣ Bunda Ika ~ Bandung
Ustadz, benarkah bila wanita yang haidl (bersuci di waktu ASHAR, wajib melaksanakan sholat DZUHUR juga)? Atau cukup melaksanakan sholat ASHAR saja?

🌸Jawab:
Terhenti Haid Saat Sore, Apakah Mengqadha Ashar dan Zhuhurnya?

Ya, itulah pendapat mayoritas ulama. Namun, tidak ditemukan hadits dari Nabi ﷺ tentang mengqadha shalat bagi wanita haid, atas shalat yang ditinggalkannya termasuk jika datang sucinya saat sore hari. Adapun riwayat yang menyebutkan hal itu, baik dari Ibnu Abbas dan Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu ‘Anhuma, adalah perkataan mereka berdua, dengan kata lain sebagai pendapat sahabat Nabi, yang kemudian dianut oleh banyak ulama.

Namun, pendapat ini diingkari oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dan menganggapnya sebagai pendapat kelompok Haruriyah (Khawarij). Menurutnya tidak ada qadha shalat bagi wanita haid, secara umum shalat apapun.

Dari Mu’adzah, dia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

ما بال الحائض تقضي الصوم ولا تقضي الصلاة فقالت أحرورية أنت قلت لست بحرورية ولكني أسأل قالت كان يصيبنا ذلك فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة

“Kenapa wanita haid mesti mengqadha puasa tapi tidak mengqadha shalat?” Aisyah menjawab: “Apakah kamu orang haruriyah (khawarij)? Aku (Mu’adzah) menjawab: “Aku bukan Haruriyah, tapi aku hanya bertanya.” Aisyah berkata: “Kami pernah mengalaminya (haid), kami diperintahkan untuk mengqadha shaum, tapi tidak diperintah mengqadha shalat.” (HR. Muslim No. 335)

Imam Al ‘Aini mengomentari perkataan ‘Aisyah di atas:

لأن طائفة من الخوارج يوجبون على الحائض قضاء الصلاة الفائتة في زمن الحيض وهو خلاف الإجماع

Karena segolongan khawarij mewajibkan bagi wanita haid untuk mengqadha shalat yang telah ditinggalkan pada saat haid, dan ini bertentangan dengan ijma’. (‘Umdatul Qari’, 5/473)

Imam Abul ‘Abbas Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

وفي كتاب أبي داود : أن سمرة كان يأمر النساء بقضاء صلاة الحيض ، فأنكرت ذلك أم سلمة

Dalam kitab Abu Daud disebutkan bahwa Samurrah memerintahkan kaum wanita mengqadha shalat bagi wanita haid, tapi hal itu diingkari oleh Ummu Salamah. (Al Mufhim, 4/70)

Maka, ini merupakan salah satu pandangan ulama, bahwa secara umum wanita haid tidak usah mengqadha shalatnya, termasuk jika masa sucinya datang saat sore menjelang terbenam matahari. Tidak usah bagi mereka mengqadha ashar dan zuhurnya.

Adapun apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Abdurrahman bin ‘Auf adalah pendapat mereka berdua, bahwa khusus jika terhentinya haid sore hari maka wajib mengqadha ashar dan zuhur sekaligus, bukan shalat-shalat sebelumnya. 

Alasannya adalah karena haid  diqiyaskan dengan “udzur”, sebagaimana tidur, maka saat sadar dia mesti mengqadhanya. Inilah pendapat yang juga dipilih banyak imam. 

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

وَلِهَذَا كَانَ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ : كَمَالِكِ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَد إذَا طَهُرَتْ الْحَائِضُ فِي آخِرِ النَّهَارِ صَلَّتْ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَإِذَا طَهُرَتْ فِي آخِرِ اللَّيْلِ صَلَّتْ الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا كَمَا نُقِلَ ذَلِكَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ ؛ لِأَنَّ الْوَقْتَ مُشْتَرِكٌ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فِي حَالِ الْعُذْرِ فَإِذَا طَهُرَتْ فِي آخِرِ النَّهَارِ فَوَقْتُ الظُّهْرِ بَاقٍ فَتُصَلِّيهَا قَبْلَ الْعَصْر

Oleh karenanya, inilah pendapat yang diikuti oleh mayoritas ulama, seperti Malik, Syafi’i, dan Ahmad. Jika wanita haid menjadi suci pada akhir siang (maksudnya sore) maka dia mesti shalat zhuhur dan ashar bersamaan. Jika sucinya di akhir malam, maka dia shalat maghrib dan Isya bersamaan, sebagaimana hal itu telah dinukil dari Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan Ibnu Abbas, karena saat itu adalah waktu yang menjadi hak dua shalat itu dikala dia masih halangan. (Majmu’ Al Fatawa, 21/434)

Namun, nampaknya Imam Ibnu Taimiyah sendiri tidak memilih pendapat ini, menurutnya pendapat tersebut lemah, katanya:

وَالْأَظْهَرُ فِي الدَّلِيلِ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ أَنَّهَا لَا يَلْزَمُهَا شَيْءٌ ؛ لِأَنَّ الْقَضَاءَ إنَّمَا يَجِبُ بِأَمْرِ جَدِيدٍ وَلَا أَمْرَ هُنَا يَلْزَمُهَا بِالْقَضَاءِ وَلِأَنَّهَا أَخَّرَتْ تَأْخِيرًا جَائِزًا فَهِيَ غَيْرُ مُفْرِطَةٍ

Pendapat yang lebih benar menurut dalil adalah pendapat Abu Hanifah.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadz, 

1. Jika seseorang lupa untuk mandi junub tetapi terlanjur shalat subuh. Ingatnya saat mandi pagi jam 7 an. Bagaimana dengan shalat subuhnya? Benarkah boleh di doubel subuh esoknya? 

2. Jika seseorang shalat, saat rakaat ke 3 dia tahiyat akhir. Belum selesai baru ingat ini baru rakaat ketiga. Kemudian dia berdiri untuk menyelesaikan rakaat terakhir. Bila terjadi seperti ini apakah harus sujud sahwi. Bagaimana sebenarnya tata cara sujud sahwi?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Tidak sah, mesti diulang di saat dia menyadarinya. 

Kasusnya mirip dengan ini,

✓ Unik, Imam tarawih 23 rakaat baru sadar bahwa dia belum wudhu, bagaimana status shalatnya?

Assalamualaikum wa Rachmatullahi wa Barakaatuh, mohon pencerahan ustadz. Bila imam lupa berwudhu setelah sholat taraweh 20 rakaat + witir 3 rakaat baru ingat, ...apakah ma'mum perlu mengulang lagi ngikutin imamnya? 

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Untuk imam jelas batalnya, dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

Untuk makmum, ada dua keadaan:

(1) Makmum TAHU bahwa imam belum wudhu dan dalam keadaan belum suci, maka makmum juga batal. 

(2) Makmum TIDAK TAHU,  Maka para ulama berbeda pendapat. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah makmum TIDAK BATAL, hanya imam yang batal.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

إذا صلى الإمام بالجماعة محدثا , أو جنبا , غير عالم بحدثه , فلم يعلم هو ولا المأمومون , حتى فرغوا من الصلاة , فصلاتهم صحيحة , وصلاة الإمام باطلة . روي ذلك عن عمر وعثمان وعلي وابن عمر رضي الله عنهم , وبه قال مالك والشافعي .

Jika imam shalat berjamaah dalam keadaan berhadats, atau junub, atau tidak tahu hadatsnya, dia dan makmum sama-sama tidak tahu sampai selesainya shalat, maka SHALAT MEREKA TETAP SAH, dan si imam batal. Hal seperti ini diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ali, Ibnu Umar, dan ini pendapat Malik dan Asy Syafi'iy.

روي أن عمر رضي الله عنه صلى بالناس الصبح , ثم وجد في ثوبه احتلاما , فأعاد ولم يعيدوا .

Diriwayatkan bahwa Umar Radhiallahu 'Anhu shalat subuh  bersama manusia, lalu dia dapatkan di pakaiannya bekas mimpi basah, maka dia mengulangi shalatnya, tapi mereka (jamaah) tidak mengulanginya.

وصلى عثمان رضي الله عنه بالناس صلاة الفجر , فلما أصبح وارتفع النهار فإذا هو بأثر الجنابة, فأعاد الصلاة , ولم يأمرهم أن يعيدوا .

Diriwayatkan bahwa Utsman Radhiallahu 'Anhu shalat subuh bersama manusia. Begitu pagi harinya dan agak siang dia mendapatkan bekas junub, maka dia ulang shalatnya dan tidak memerintahkan orang-orang untuk mengulangi shalatnya.

وعن علي رضي الله عنه أنه قال : إذا صلى الجنب بالقوم فأتم بهم الصلاة آمره أن يغتسل ويعيد , ولا آمرهم أن يعيدوا .

Dari Ali Radhiyallahu 'Anhu bahwa dia berkata: Jika orang junub shalat bersama dengan sebuah kaum, lalu dia menyelesaikan shalatnya bersama mereka, maka perintahkan dia untuk mandi dan mengulang shalatnya, tapi jangan perintahkan manusia untuk mengulanginya.

وعن ابن عمر رضي الله عنهما أنه صلى بهم الغداة , ثم ذكر أنه صلى بغير وضوء , فأعاد ولم يعيدوا . رواه كله الأثرم 

Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma bahwa dia shalat dipagi hari, lalu dia teringat bahwa dia belum wudhu. Maka dia mengulang, dan tidak memerintahkan orang-orang untuk mengulang. Semua ini diriwayatkan oleh Al Atsram.

(Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/419)

Demikian. Wallahu a'lam

2. Ya dia hendaknya bangun untuk melanjutkan rakaat 4 saat dia ingat bahwa dia baru rakaat 3.

Di akhir tasyahud, dia sujud sahwi dulu sebelum salam. Sahwi itu dua kali sujud, lalu salam.. 

Apa yang dibaca saat sahwi? 

Sebagian fuqaha menyebutkan dalam kitab-kitab mereka bahwa disunahkan bacaan dalam sujud sahwi adalah:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَسْهُو وَلَا يَنَامُ

Subhana man laa yashuu wa laa yanaam – Maha Suci Yang tidak pernah lupa dan tidak pernah tidur. 

Doa ini berserakan dalam kitab-kitab fiqih induk  madzhab Hanafi dan syafii seperti:

🔸Madzhab Hanafi

Imam Ahmad bin Muhamamd bin Ismail Ath Thahawi, Miraqi Al Falah, Hal. 298
 
🔸Madzhab Syafi'i

Imam An Nawawi, Raudhatuth Thalibin, 1/315
Imam Sulaiman bin Muhammad Al Bujairumi, Hasyiyah Al Bujairumi Alal Minhaj, 3/106.  
Imam Zakariya Al Anshari,  Asna Al Mathalib, 3/156.
Imam Ar Rafii, Syarh Al Kabir, 4/180.  
Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, 7/136. 
Imam Sulaiman bin Umar Al Jumal, Hasyiyah Al Jumal, 4/236.
Imam Syihabudin Al Qalyubi dan Imam Ahmad Amirah, Hasyiyah  Qalyubi wa Amirah, 3/97
Imam Ibnu Ruslan, Syarh Kitab Ghayah Al Bayan, 1/ 209
Imam Zainuddin Al Malibari, Fathul Muin, 1/97
Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 3/93
Imam Syihabuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 5/233
 
Namun bacaan ini menurut para imam tidak shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tidak ada keterangan yang sah tentang ucapan yang mesti dibaca dalam sujud sahwi.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah juga telah menjelaskan:

قَوْلُهُ سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ قُلْت لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا

"Ucapannya (Ar Rafi’i): aku mendengar sebagian imam menceritakan bahwa disunahkan membaca pada dua sujud itu: Subhana man laa yanaam wa laa yashuu, yaitu pada dua sujud sahwi. Aku (Imam Ibnu Hajar) berkata: Saya tidak temukan asal usul ucapan ini.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/14. Cet. 1, 1989M-1419H. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah mengomentari bacaan di atas:

لا يصح تقييد هذا التسبيح في سجود السهو.

Tidak benar mengkaitkan tasbih ini pada sujud sahwi. (Muhadzdzab Mu’jam Al Manahi Al Lafzhiyah, Hal. 89)

Oleh karenanya sebagian ulama seperti Imam Ibnu Qudamah- menyebutkan bahwa bacaan sujud sahwi adalah sama dengan sujud biasa. Inilah yang lebih baik.

Berkata Syaikh Abu Thayyib Ali Hasan faraaj:

والصواب: أن يقول في سجود السهو مثل ما يقول في سجود الصلاة
 
Yang benar adalah membaca pada sujud sahwi seperti membaca pada sujud shalat. (Tanbih As Saajid , Hal. 10)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

وبعض الفقهاء يستحب أن يقول في سجود السهو ( سبحان من لا يسهو ولا ينام ) ، ولكن لا دليل عليه ، فالمشروع هو الاقتصار على ما يذكر في سجود الصلاة، ولا يعتاد ذكرا غيره .

Sebagian fuqaha menganjurkan membaca pada sujud sahwi (subhana man laa yashuu wa laa yanaam), tetapi ini tidak ada dalilnya, maka yang disyariatkan adalah bacaan sebagaimana dibaca dalam sujud shalat, dan tidak ada pembiasaan dzikir selain itu. (Fatawa Islamiyah Su’al wa Jawab, No. 77430) 

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

قول في سجود السهو كما يقول في سجود الصلاة لعموم قول الرسول صلى الله عليه وسلم في قوله تعالى (سبح اسم ربك الأعلى) قال (اجعلوها في سجودكم) فهو يقول كما يقول في سجود الصلاة وكذلك في الجلسة بين السجدتين يقول فيها كما يقول في الجلسة بين السجدتين في صلب الصلاة ولا ينبغي أن يقول سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو أو ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا لأن هذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم

Ucapan pada sujud sahwi adalah sama seperti sujud shalat, karena keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang firman Allah Ta’ala: (sabbihisma rabbikal ala) jadikanlah ia pada sujud kalian. Maka, bacaannya sebagaimana bacaan pada sujud shalat, begitu juga ketika duduk di antara dua sujud, bacaannya adalah sama dengan bacaan duduk di antara dua sujud dalam shalat. Semestinya tidak membaca: subhana man laa yansaa subhana man laa yashuu atau rabbanaa laa tuakhidzna innaa siina aw akhthanaa, karena bacaan ini tidak ada riwayatnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. (Syaikh Ibnul Utsaimin, Fatawa Nur Alad Darb, Bab Shalat)

Wallahu a'lam

0️⃣7️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum ustadz,

Ketika kita sholat dan kita berusaha kusyuk dalam sholat yang kita bayangkan itu ka'bah, ingat kalau siapa tau sholat terakhir kita, dan membayangkan bahwa dibelakang kita ada malaikat pencabut nyawa, apakah ini benar ustadz?

Mohon minta penjelasanya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Boleh. Itu bagian dari tafakur dalam shalat terhadap akhirat atau hal-hal yang mendatangkan kekhusyuan.

Wallahu A'lam

0️⃣8️⃣ Ofie ~ Bukittinggi
Ustadz, orang yang meninggalkan sholat bukan murtad kan?

🌸Jawab:
Sudah dibahas.
Lihat poin 4 dan 5

Wallahu a'lam

0️⃣9️⃣ Anita ~ Bogor 
Assalamualaikum ustadz, 

Kalau sudah dicoba untuk sholat secara khusyuk tapi kadang ada aja pikiran yang suka lewat, sebaiknya sholatnya tetap lanjut dan lebih berkonsentrasi lagi atau sebaiknya diulang lagi dari awal?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bukan diulang, tapi diusir pikiran tersebut sampai reda. Itu bukan pembatal shalat, asalkan rukun-rukun shalat masih dia lakukan. 

Umar bin Al Khathab  Radhiallahu ‘Anhu  berkata:

 إِنِّي لَأُجَهِّزُ جَيْشِي وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya saya mempersiapkan pasukan saya, pada saat itu saya sedang shalat.” (Riwayat Bukhari)

Tentang ucapan Umar Radhiallahu ‘Anhu ini, Imam Bukhari membuat judul:   Bab Yufkiru Ar Rajulu Asy Syai’a fish shalah (Bab Seseorang Memikirkan Sesuatu di Dalam Shalat).

Dari ‘Uqbah bin Al Harits Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ سَرِيعًا دَخَلَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ وَرَأَى مَا فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ مِنْ تَعَجُّبِهِمْ لِسُرْعَتِهِ فَقَالَ ذَكَرْتُ وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ تِبْرًا عِنْدَنَا فَكَرِهْتُ أَنْ يُمْسِيَ أَوْ يَبِيتَ عِنْدَنَا فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ

“Aku shalat ashar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika Beliau salam, beliau berdiri cepat-cepat lalu masuk menuju sebagian istrinya, kemudian Beliau keluar dan memandang kepada wajah kaum yang nampak terheran-heran lantaran ketergesa-gesaannya. Beliau bersabda: “Aku teringat biji emas yang ada pada kami ketika sedang shalat, saya tidak suka mengerjakannya sore atau kemalaman,  maka saya perintahkan agar emas itu dibagi-bagi.” (HR. Bukhari No. 1221) 

Wallahu A'lam

1️⃣0️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamualaikum,

Yang sedang saya alami tadz. Sudah sholat sujud terakhir ternyata merasakan adanya datang haid apakah kita batalkan sholat atau lanjut tadz?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika yakin itu haid, maka shalatnya batal. Namun, InsyaAllah, tetap mendapatkan pahala. Karena niat kebaikan sudah dinilai. Sebagaimana hadits:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

"Barang siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan." (HR. Bukhari no. 6491, Muslim no. 130)

Imam Al Ghazali Rahimahullah:

فَالنِّيَّةُ فِي نَفْسِهَا خَيْرٌ وَإِنْ تَعَذَّرَ الْعَمَل بِعَائِقٍ

"Maka, niat itu sendiri pada dasarnya sudah merupakan kebaikan, walaupun dia dihalangi uzur untuk melaksanakannya."  (Ihya ‘Ulumuddin, 4/352)

Wallahu A'lam

1️⃣1️⃣ Sofie ~ Depok
Ustadz, jika kita sedang shalat dan khusuk, memahami arti tiap doa dan gerakannya, kemudian teringat akan dosa-dosa lalu kita menangis, sampai air mata deras. Apakah shalatnya sah atau harus diulangi  sampai diri tenang dulu?

Jazakallah khair Ustadz

🌸Jawab:
Tidak apa-apa, selama sekedar meneteskan air Mata tanpa suara yang melahirkan kosa kata  seperti hu atau ha. 

Dalil-Dalil:

Allah Ta’ala berfirman:

 إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

“Jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Alloh ﷻ, maka mereka tersungkur sambil sujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq:

والاية تشمل المصلي وغيره.

“Ayat ini juga mencakup bagi orang shalat dan selainnya.” (Fiqhus Sunnah, 1/259)

Dari Abdullah bin Syikhir, dia berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ الرَّحَى مِنْ الْبُكَاءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dan di dadanya ada suara seperti air mendidih karena nangisnya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Abu Daud No. 904, shahih) 

Dalam Fatawa Nuur 'Alad Darb tertulis:

أن البكاء في الصلاة إذا كان من خشية الله عز وجل والخوف منه وتذكر الإنسان أمور الآخرة وما يمر به في القرآن الكريم من آيات الوعد والوعيد فإنه لا يبطل الصلاة وأما إذا كان البكاء لتذكر مصيبة نزلت به أو ما أشبه ذلك فإنه يبطل الصلاة لأنه حدث لأمر خارج عن الصلاة وعليه فيحاول علاج نفسه من هذا البكاء حتى لا يتعرض لبطلان صلاته 

Sesungguhnya menangis dalam shalat jika disebabkan rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan takut dari adzab-Nya, dan manusia mengingat urusan-urusan akhirat, dan apa-apa yang Al Quran ceritakan tentang akhirat, berupa ayat janji dan ancaman, sesungguhnya itu tidak membatalkan shalat. Sedangkan, jika menangis karena mengingat musibah menimpanya, atau yang semisal itu, sesungguhnya itu membatalkan shalat karena dia mensisipkan hal di luar shalat. Wajib atasnya untuk merubah dirinya dari tangisan seperti ini sehingga shalatnya tidak menjadi batal.

(Fatawa Nur ‘Alad Dar, Bab Ash Shalah, No. 378)

Wallahu A'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Apapun kesibukan dan profesi kita, jangan tinggalkan shalat. Shalat adalah ibadah paling mulia, sebab dia diwajibkan saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di langit (Isra Mi'raj), sementara lainnya diwajibkan saat Nabi di bumi.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar