Kamis, 31 Maret 2022

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN

 


OLeH: Ustadzah Tribuwhana Kusuma Wardhani

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN

Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan...

Wa innahuu ladzikrul laka wa liqoumika wa saufa tus-aluun.

"Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab." (QS. 43: 44)

Ketika Alloh ﷻ menjadikan Islam sebagai rahmat buat alam semesta; ketika Alloh ﷻ menghendaki dari umat Islam menjadi umat terbaik; ketika Alloh ﷻ menghendaki agar umat Islam mampu memikul amanah untuk memimpin dunia ini; ketika Alloh ﷻ menghendaki agar umat Islam menjadi saksi bagi seluruh umat manusia, maka ketika itulah Alloh ﷻ mempersiapkan umat Islam sedemikian rupa, agar umat Islam ini layak menjadi umat yang terbaik. Di antara sarananya adalah dengan pembentukan manusia yang bertakwa. Pembentukan manusia yang bertakwa inilah yang banyak dilupakan manusia, sehingga ukuran kemajuan atau ukuran kesejahteraan hidup diukur dengan paradigma materi. Lupa bahwa manusia itu bukan hanya dari unsur materi saja, tetapi manusia punya nurani yang harus diperhatikan, yang harus dibina sehingga pantas untuk menjadi manusia yang terbaik. Oleh karena itu Ramadhan hadir di tengah-tengah kita dalam rangka untuk menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang layak memimpin dunia ini.

Di dalam bulan Ramadhan banyak sekali kebajikan ilahi yang harus kita dapatkan, sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan ini benar-benar menjadi manusia terbaik, manusia yang berkualitas, manusia yang berprestasi. Oleh karena itu marilah kita berupaya benar-benar memahami puasa itu sebagaimana yang diharapkan Alloh ﷻ.

◼️Pertama, puasa membentuk manusia yang mengoptimalkan kontrol diri (self control). Mengapa? Karena puasa sangat terkait dengan keimanan seseorang. Seseorang bisa saja mengatakan dirinya sedang berpuasa, sekalipun sebenarnya tidak. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Alloh ﷻ mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya).” Pertanyaannya adalah apakah amal selain puasa tidak dibalas Alloh ﷻ? Dibalas. Tetapi kenapa dalam masalah puasa Alloh ﷻ menegaskan bahwa Dia yang akan membalasnya sehingga seolah-olah amal yang lain itu bukan Alloh ﷻ yang membalasnya? Ini merupakan isyarat Rabbaniyah bahwa amal manusia yang bernama ash-shiyam benar-benar insyaAllah akan dijamin diterima oleh Alloh ﷻ. Apakah yang lain tidak di jamin? Ini karena puasa itu adalah ibadah sirriiyyah, dimana orang tidak mengetahui dan tidak melihat ketika dia berpuasa. karean ketika kita berpuasa, tidak ada orang lain yang tahu. Maka ibadah yang sirriyyah itu adaah sangat dekat dengan keikhlasan. Dan syarat agar suatu amal itu diterima oleh Alloh ﷻ, selain harus benar sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ, harus ikhlas. Makanya kalau ingin menjadi orang yang populer, tidak bisa melewati pintu puasa. Kalau terkenal sebagai seorang mubaligh, bisa. Terkenal menjadi qori’ dan qori’ah, bisa. Terkenal menjadi politikus, bisa. Dan itu semuanya sangat rawan dengan riya’, dan riya’ itu menjadikan amal tidak diterima oleh Alloh ﷻ. Itulah sebabnya mengapa dalam kaitannya dengan puasa ini Alloh ﷻ menegaskan bahwa Dia sendiri yang akan membalasnya. Inilah yang dikatakan bahwa puasa akan melatih kita untuk mempunyai tingkat kontrol yang tinggi, baik ketika kita menjadi seorang pemimpin, atau karyawan, Ulama’ atau yang lainnya. Kita tidak merasa dikontrol oleh yang lainnya, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa kita sadar bahwa kita dikontrol oleh Alloh ﷻ.

◼️Yang kedua, lembaga shiyam ini mendorong kita agar kita agar obsesi kita tentang kehidupan akhirat itu lebih dominan daripada obsesi dunia. Jadi obsesi ukhrowi kita, agar kita menjadi hamba Alloh ﷻ yang akan mendapatkan kenikmatan abadi, itu harus lebih dominan daripada kesenangan yang sifatnya sementara. Karena seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini, nikmat apa pun namanya, harta, pangkat, dan sebagainya itu semuanya bersifat sementara. Makanya dalam bahasa Al-Qur’an kenikmatan dunia itu tidak disebut nikmat, akan tetapi disebut mata’. Mata’ itu arti adalah maa yatamatta’u bihil insan tsumma yazulu qoliilan-qoliilan (mata’ adalah sesuatu yang disukai oleh manusia, akan tetapi sedikit demi sedikit akan hilang).” Kalau kita ditakdirkan Alloh ﷻ mempunyai istri yang sangat cantik, ketika sudah berusai 60 tahun, maka kecantikannya pasti akan luntur, sehingga mungkin kita berpikir mencari yang masih muda lagi. Kenapa? Karena kenikmatan dunia itu pasti ada batasnya. Ini adalah halyang manusiawi. Puasa itu melatih kita agar obsesi yang ada dalam diri kita itu obsesi yang tentang kehidupan yang abadi di akhirat. Makanya makanan, minuman, istri, dan semua yang halal itu kita gapai dalam rangka untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.

Di negara kita yang sedang terkena krisis multi dimensional ini dan dipenuhi dengan kerusuhan, disebabkan karena banyak manusia di negara ini yang obsesinya bukan obsesi ukhrowi. Ada orang yang ingin menjatuhkan orang lain, ada orang yang khawatir kalau-kalau dijatuhkan. Kalau obsesi duniawi ini dominan, bisa-bisa kita akan kehilangan kehidupan ukhrowi kita. Ketika kita memasuki bilan Ramadhan, maka kita akan ditarbiyah oleh Alloh ﷻ agar obsesi kit adalah obsesi ukhrowi. Namun ini bukan berarti kehidupan duniawi dilarang. Akan tetapi duniawi itu bukan yang dominan dalam kehidupan kita. Makanya kita diajarkan untuk berdo’a “Walaa taj’al mushiibatana fii diinina, walaa taj’aliddun-yaa akbaro hammina (jangan jadikan dunia sebagai obsesi terbesar dalam kehidupan kami), walaa mablagho ‘ilmina, walaa ilannaari mashiirona. Do’a ini sering dibaca, akan tetapi dalam perbuatannya warnanya lain.

◼️Yang ketiga, dari lembaga shiyam ini akan melahirkan manusia-manusia yang benar-benanr mempunyai al-hasasiyyah al-ijtima’iyyah (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi). Dari mana bisa kita ketahui? Ketika kita berpuasa sunnah, baik Senin-Kamis atau puasa ayyamul bidh, kita merasakan berpuasa sendirian. Dibandingkan dengan puasa di bulan Ramadhan, puasa sunnah ini perasaan kita lebih berat, karena dilaksanakan sendirian. Ini yang harus kita perhatikan, sekarang ini bangsa kita (sebagian besar) sudah kehilangan kepekaan sosial. Kalau ada tindak kejahatan di tempat keramaian, sangat langka kita temukan orang yang peduli dengan membantu melawan penjahat. Kalau ada wanita yang sangat cantik lewat dan hampir semua mata melihat, apakah ada orang yang memprotes hal itu? Padahal, bukankah wanita itu istrinya orang yang haram untuk dipelototi? Bahkan perbuatan seperti ini kadangkala diberikan pembenaran dengan dalih ‘mubadzir’ kalau tidak dilihat. Ini menunjukkan rendahnya sensitifitas keimanan (hasasiyah imaniyah). Yang ada adalah kerawanan dalam kehidupan sosial, karena kemaksiatan sudah melembaga dan orang diam saja ketika melihatnya. Padahal di masa Rasulullah ﷺ, orang tidak akan tinggal diam ketika melihta suatu kemungkaran. Bahkan ketika jauh setelah kehidupan Rasulullah ﷺ, baik di jaman tabi’in maupun tabi’it tabi’in, tetapi mereka masih komitmen dengan ajaran Alloh ﷻ, maka sensitifitas sosial itu sangat tinggi. Misalnya, di jaman dahulu kalau kita shalat jama’ah di masjid, kemudian kita melihat ada tetangga atau saudara kita tidak datang, maka setelah selesai shalat, semua jama’ah langsung mendatangi orang yang tidak shalat berjama’ah tadi untuk menziarahinya, seolah-olah orang yang tidak shalat jama’ah itu adalah orang yang mati sehingga perlu dita’ziyahi. Kalau seandainya kita tidak shalat jama’ah dan kemudian kita di ta’ziyahi, maka kita akan termotivasi untuk selalu shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah adalah ibadah yang sangat terkait dengan sensitifitas sosial. Ironisnya di negara ini ketika ada orang diganggu, dicopet, atau digoda, yang lainnya diam saja, dan bisikan yang ada dalam dirinya adalah ‘yang penting saya selamat’. Orang seperti ini adalah orang yang mati dalam kehidupannya, karena bahasa masing-masing itu bahasa akhirat, bahasa ketika kiamat tiba, sehingga orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Suami lari dari istri dan anaknya, anak lari dari orang tuanya. Alloh ﷻ berfirman:
"Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), (QS. 80: 33) pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, (QS. 80: 34) dari ibu dan bapaknya, (QS. 80: 35) dari isteri dan anak-anaknya, (QS. 80: 36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. 80: 37).

Jadi kehidupan masing-masing itu adalah kehidupan akherat. Akan tetapi sekarang ini sudah ada di dunia., Berarti seolah-olah sebagian masyarakat sudah merindukan kematian, padahal masih hidup. Makanya banyak kebajikan yang tidak jalan, keadilan tidak tegak. Dalam kondisi demikian, puasa hadir di tengah-tengah kita untuk memperlihatkan bagaimana Islam itu benar-benar mempunyai kepedulian terhadap kehiduapan bermasyarakat.

Pada masa Rasulullah ﷺ, ada juga kemaksiatan. Ada juga shahabat yang berbuat maksiat, karena mereka bukan malaikat. Sekalipun sebaik-baik generasi adalah genarasi Rasulullah ﷺ, akan tetapi ada saja yang berbuat maksiat. Ada yang pernah mencuri, ada yang pernah berbuat zina dan yang lainnya. Akan tetapi kriminalitas itu masih sangat kecil sekali, sehingga jarang ditemui. Itu pun bersifat pribadi dan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Ironisnya, sekarang maksiat itu dilakukan ramai-ramai dan secara terang-terangan tanpa malu-malu. Sehingga yang benar itu tertutup, keamanan tidak nampak. Yang nampak adalah sesuatu yang menakutkan. Bahkan kadang-kadang sampai di tempat yang suci seperti masjid, kadang-kadang orang tidak bisa khusyu’ shalatnya karena takut sepatu atau sandalnya hilang. Kalau di masjid saja orang masih tidak khusyu’ beribadah karena khawatir menjadi korban kejahatan, bagaimana di tempat yang lain? Ini semua karena bayak orang yang telah kehilangan kepedulian sosialnya. Inilah bedanya antara jaman kita dengan zaman Rasulullah ﷺ. Bahkan di masa Rasulullah ﷺ, ketika ada seorang berbuat zina dan kemudian dia hamil, dia sendiri kemudian bertaubat dan malah dia sendirilah yang melakukan perbuatannya itu kepada Rasulullah ﷺ, karena ketika dia berzina, itu terjadi karena kelemahan imannya. Dalam hadits dijelaskan “Laa yadri azzani ila yazni wahuwa mu’min (tidaklah seseorang berani berbuat zina ketika zina, sementara dia dalam keadaan beriman).” Ketika seorang perempuan tadi berzina, dan setelah itu ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa, langsung dia datang kepada Rasulullah ﷺ minta agar dia dihukum sesuai dengan ajaran Islam. mari kita merenung. Memang benar bahwa pada masa Rasulullah ﷺ pun ada orang yang berbuat salah. Akan tetapi ketika ada diantara mereka yang berbuat salah, dia langsung mengaku dan minta dihukum, padahal oranmg lain tidak tahu. Sekarang bagaimana kondisinya? Jadi kalau kita bersalah, hendaklah kita datang untuk minta dihukum. Kenapa? Karena seorang mukmin yang benar-benar beriman, benar-benar yakin bahwa siksa akhirat itu lebih pedih. Dengan demikian, benar-benar akan efisien tenaga itu. Kalau seandainya semua orang sama dengan wanita yang bertaubat ini, maka aparat hukum tidak perlu capai-capai.

Ash-shiyam secara bahasa artinya adalah al-habsu (menahan diri), menahan diri dari seluruh bentuk kemaksiatan. Kalau setiap kita menahan diri, jangankan terhadap yang haram, yang mubah saja akan kita tinggalkan. Makanan, minuman, istri itu kan boleh. Akan tetapi di bulan Ramadhan pada siang harinya semua bisa kita tahan. Kalau yang halal saja bisa kita tahan, apalagi yang haram? Oleh karena itu jangan dalam berpuasa malah terbalik, yaitu yang mubah ditinggalkan tetapi yang haram dilakukan. Makanan, minuman ditinggalkan, ghibah dilakukan, korupsi jalan terus, dengan alasan untuk persiapan lebaran.
Inilah kepekaan-kepekaan ruhani yang benar-beanr mengalir dalam setiap diri kita ketika kita berpuasa sebagaimana yang dikehendaki Alloh ﷻ. Dan jangan sampai ada di antara kita yang menganggap bahwa puasa itu berat. Bahkan Rasulullah ﷺ dan para shahabat serta para tabi’in, banyak yang menggunakan Ramadhan untuk berjihad di jalan Alloh ﷻ. Perang Badar, Perang Fathu Makkah, Perang ‘Iinu Jaalut yang terjadi pada abad ke-7 Hijriyah, dimana tentara-tentara Islam di bawah pimpinan mamaalik (jama’ dari mamluk) bisa mengalahkan tentara-tentara salib, terjadi di bulan Ramadhan. Saking hebatnya kemenangan yang dicapai umat Islam pada bulan Ramadhan, Alloh ﷻ mengabadikannya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat pada QS Al-Anfal, dimana perang Badar dikatakan sebagai yaumal furqoon, sebagaimana yang terdapat pada firman-Nya:
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh ﷻ, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Alloh ﷻ dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Alloh ﷻ Maha Penguasa segala sesuatu." (QS. 8: 41).

Pasukan kebenaran yang jumlahnya sedikit, tetapi dimenangkan oleh Alloh ﷻ dalam melawan kekuatan bathil yang mempunyai kekuatan besar dan jumlah tentara yang sangat banyak. Oleh karena itu Ramadhan yang akan kita lalui ini semoga mengantarkan kita pada kemenenagan, kemenangan melawan hawa nafsu, kemenangan bangsa ini dalam melawan krisis, kemenangan umat Islam dalam melawan perselisihan, percekcokan antara sesama umat Islam. Oleh karena itu marilah kita jadikan Ramadhan ini kita jadikan momentum Islam untuk kembali kepada Alloh ﷻ sehingga mencapai kemenangan yang hakiki. 

Wallahu a’lam bishshawab.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kiki ~ Dumai
Ustadzah, bagaimana tips-tips agar di Ramadhan nanti kita bisa mengoptimalkan diri dzah?

🌸Jawab:
Ibadah puasa di tengah pandemi COVID-19 merupakan sebuah tantangan bagi setiap orang. Selain harus menahan lapar lebih dari 12 jam lamanya, kamu juga dituntut untuk selalu bisa menjaga kesehatan agar tidak mudah tertular virus Corona.

Tetap menerapkan protokol kesehatan 3M di manapun kita berada karena penularan Covid-19 dapat terjadi dimana saja.

Makan makanan bergizi seimbang ketika sahur dan berbuka untuk mengganti energi pada tubuh selama berpuasa.

Rutin berolahraga menjelang atau sesudah berbuka agar tubuh tetap sehat dan kuat.

Menjalankan ibadah wajib dan sunah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan agar ibadah aman dan nyaman, serta terhindar dari penularan Covid-19.

Sahur dan berbuka aman dan nyaman bersama keluarga di rumah serta membatasi mobilitas ke luar rumah untuk melindungi diri dan keluarga dari Covid-19.

Perbanyak minum air putih di antara waktu berbuka dan sahur minimal 8 gelas per hari agar tubuh tetap terhidrasi.

Lakukan Vaksinasi Covid-19 sesuai jadwal yang telah ditentukan karena vaksin tersebut tidak membatalkan puasa.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh

Bunda, bagaimana kita sebagai seorang muslim menyikapi hal negative (zina) yang terjadi dan di lakukan di tempat suci dan yang melakukanya bukan anak kecil ataupun remaja.

Based on thrue story bunda dan anak-anak yang melihat dan menceritakannya. Bagaimana kita menjelaskannya kepada si anak bunda?

Mohon penjelasannya.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jika yang melakukan orang dewasa disekitar anak tersebut, sebaiknya pindah rumah, tapi jika tidak memungkinkan pindah rumah maka jelaskan dengan bahasa anak bahwa perbuatan zina itu dilarang oleh Alloh ﷻ. Jelaskan zina itu apa, dalam Qur'an sudah ada ayat tentang zina, jika dijelaskan dengan sederhana maka anak juga paham. Jelaskan bahwa Alloh ﷻ tidak mencintai orang-orang yang suka berbuat zina.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Aisah ~ Karanganyar
Assalaamu'alaykum warohmatullohi wabarokaatuh...

Ustadzah, bagaimana supaya bisa mengikhlaskan, memaafkan orang yang sudah mendzolimi kita, agar ibadah kita di bulan Romadhon lebih khusyuk, ingin hati mengikhlaskan, tapi jika ingat perlakuannya masih sakit di hati.

Jazakillah khoir untuk pencerahannya.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sama seperti surat Al-Ikhlas yang tidak ada kata ikhlas didalamnya. Mengikhlaskan kedzoliman terhadap diri butuh kelapangan dada dan kesabaran tingkat tinggi. Kita bukan Nabi dan Rasul, sehingga tidak jemu hati kita harus selalu kita bersihkan dari sifat-sifat dengki, iri dan lainnya.

Coba untuk mengingat kebaikannya sehingga kita tidak lagi mengingat keburukannya pada kita. Biar Alloh ﷻ yang menyelesaikan urusan kita dengan dia. Gusti Alloh ﷻ mboten sare lan mboten supe.

🔷Bismillah...
Mohon doanya ustadzah agar di beri hati yang ikhlas. Jazakillah khoir taushiahnya.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Mari kita niatkan dan azzamkan diri siap masuki ramadhan dengan syumul, sepenuh hati menjalankan amalan-amalan kebaikan yang Alloh ﷻ sediakan dibulan Ramadhan.
Agar kita tidak termasuk hamba-hamba yang merugi diakhir Ramadhan.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar