Kamis, 31 Maret 2022

HIDUP TENANG TANPA HUTANG

 


OLeH: Ummi Yulianti, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎HIDUP TENANG TANPA HUTANG

Segalanya milik Alloh ﷻ apa yang ada di langit dan bumi, kenikmatan dan kesusahan asalnya dari Alloh ﷻ sudah selayaknya kita panjatkan puji dan syukur hanya kepada Alloh ﷻ. 

Agama Islam adalah agama yang mengangkat dan membebaskan manusia dari zaman jahiliah zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang, sudah selayaknyalah kita sebagai umatnya senantiasa menghaturkan sholawat dan salam hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Hukum hutang piutang dalam Islam adalah mubah atau boleh, bahkan Islam menganjurkan pemeluknya untuk memberi hutang kepada orang yang mempunyai kebutuhan.

Hutang masuk dalam akad sosial yang mendapatkan janji pahala. Asalkan tidak mengandung unsur haram dalam hutang piutang yakni riba. Artinya, meminjam uang dan diharuskan membayarnya lebih dari uang yang dipinjamkan.

Dalam bahasa Arab, hutang disebut dengan Al-Qardh yang secara etimologi artinya adalah memotong. Sedangkan, menurut syari atau kaidah Islam memiliki makna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapa pun yang membutuhkan dan dimanfaatkan dengan benar, serta akan dikembalikan lagi kepada yang memberikan. 

Dalam ajaran Islam, orang yang berutang dan memberi hutang diatur dan dicatat dengan baik agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Selain itu, orang yang meminjam uang atau berhutang harus mempunyai niat kuat mengembalikannya.

Jika tidak bisa melunasi hutang sesuai batas waktu yang telah ditentukan hendaknya dimusyawarkan antara kedua pihak, sehingga tidak terjadi konflik. Sebab, banyak konflik akibat tidak membayar utang tepat waktu hingga berujung pada pembunuhan.

Karena itu, pentingnya pencatatan dalam masalah hutang dan kerelaan antara kedua pihak.

Dalam Al Quran, Alloh ﷻ memerintahkan kepada manusia agar jika bermuamalah yakni melakukan hutang piutang harus dicatat. Sebagaimana firman Alloh ﷻ dalam Surat Al Baqarah ayat 282:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ 

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh ﷻ telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menuliskannya." (QS. Al Baqarah: 282).

Semua ulama sepakat bahwa yang namanya qardh, kalau dilihat dari sisi si piutang atau yang memberikan hutang itu hukumnya sunnah. Dengan kata lain bahwa piutang itu merupakan sebuah qurbah (ibadah) yang pengerjaannya diganjar pahala.

Dalam Al-mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (13/113), ulama menerangkan bahwa hukum qardh atau hutang piutang itu bisa berubah tergantung situasi dan kondisi. 

✓ Pertama, Hutang Piutang bisa menjadi wajib dari sisi piutang jika memang penghutang itu dalam keadaan yang sangat mendesak dan butuh pertolongan, yang sekiranya jika tidak diberi akan menyebabkan kebahayaan yang besar. Dan ketika itu si piutang dalam keadaan yang lapang dan berlebih uang, maka yang seperti ini menjadi wajib.

Akan tetapi jika memang penghutang tidak dalam keadaan yang sangat sulit, seperti orang yang berhutang bukan karena sulit, tapi kerana memang ingin memajukan usaha atau sejenisnya, tentu golongan ini tidak sama seperti orang yang kesulitan.

✓ Kedua, hutang kepada manusia harus segera ditunaikan atau dilunasi dan tidak boleh ditunda-tunda. Berikut dosa orang yang berutang tidak dibayar:

1) Tidak Masuk Surga

Orang yang meninggal dunia namun masih punya tanggungan utang maka tidak masuk surga. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ

"Barangsiapa disaat ruhnya berpisah dengan jasadnya ia terbebas dari tiga hal maka ia akan masuk surga, yaitu; sombong, mencuri ghanimah sebelum dibagi dan hutang." (HR. Ibnu Majah) [No. 2412 Maktabatu Al Maarif Riyadh] Shahih.

2) Jiwanya Tergantung Hutangnya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Jiwa seorang mukmin itu bergantung dengan hutangnya hingga terbayar." (HR. Ibnu Majah) [No. 2413 Maktabatu Al Maarif Riyadh] Shahih.

3) Pahalanya Diambil Untuk Bayar Hutang

Bagi orang yang sudah meninggal namun belum melunasi hutangnya maka pahalanya selama hidup akan diambil untuk membayar hutang tersebut.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ

Dari Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meninggal sementara ia mempunyai tanggungan hutang satu dinar atau satu dirham, maka akan diganti dari pahala kebaikannya pada hari yang dinar dan dirham tidak berguna lagi." ( HR. Ibnu Majah ) [No. 2414 Maktabatu Al Maarif Riyadh] Shahih.

4) Seperti Pencuri

عَنْ شُعَيْبِ بْنِ عَمْرٍو حَدَّثَنَا صُهَيْبُ الْخَيْرِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

Dari Syuaib bin Amru berkata, telah menceritakan kepada kami Shuhaib Al Khair dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: "Siapa saja berhutang dan ia berencana untuk tidak membayarnya kepada pemiliknya, maka ia akan menjumpai Alloh ﷻ dengan status sebagai pencuri." (HR. Ibnu Majah) [ No. 2410 Maktabatu Al Maarif Riyadh] Hasan.

Jadi berhutang hukum nya diperbolehkan, tapi jangan memudah-mudahkan untuk berhutang.

Kalau pun kita terpaksa berhutang, maka kita harus memperhatikan  adab berhutang dalam Islam:
1) Yakin Mampu Membayar

Islam menganjurkan jangan sampai kita berhutang sebelum yakin dapat membayarnya di kemudian hari. Rasulullah ﷺ bersabda:

Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang mengambil harta manusia (dan) ingin melunasinya, niscaya Alloh ﷻ akan melunaskan atasnya dan barangsiapa yang mengambil (dan) ia ingin menghilangkannya niscaya Alloh ﷻ menghilangkannya." (HR. Bukhari).

2) Tidak Menunda Pembayaran

Salah satu penyakit yang sering menjangkiti orang berhutang adalah malas membayar. Nabi Muhammad ﷺ menyebut kelakuan orang yang menunda-nunda pembayaran hutang padahal dia mampu sebagai sebuah perbuatan zalim.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Mengulur-ngulur waktu pembayaran hutang oleh orang yang mampu merupakan perbuatan zalim. Dan jika salah seorang di antara kalian diikutkan (dialihkan hutangnya) kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya."

3) Mencatat Hutang

Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, Islam menganjurkan untuk mencatat hutang.

Alloh ﷻ berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 282:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh ﷻ mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh ﷻ Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara mu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Alloh ﷻ dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Alloh ﷻ; Alloh ﷻ mengajarmu; dan Alloh ﷻ Maha Mengetahui segala sesuatu."

Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang mempunyai hutang. Semoga kita semua selalu diberikan kemudahan dalam melunasi segala hutang-hutang.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Umm, dengan kondisi yang serba mahal dan banyak yang di phk. Mau tidak mau harus mencukupi kebutuhan sandang, pangan bahkan sekolahnya anak-anak.

Bagaimana umm, biar tidak terjebak dalam meminjam uang atau berhutang. Adakah solusinya umm?

🔷Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Prioritas kan kebutuhan, ketika gajian atau penghasilan buat list kebutuhan. 

Abaikan dulu keinginan. Biasanya pemenuhan keinginan-keinginan penyebab berhutang. 

Jangan lupa rutinkan sedekah subuh dan berdoa Alloh ﷻ cukup kan kebutuhan kita.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ummi Yuli, 

Jika berhutang, belum bisa membayar kemudian si penghutang meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya. Bagaimana sebaiknya yang berhutang? Mengembalikan ke siapa?

🔷Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Istrinya atau ibu bapak nya tidak ada?  Kalau tidak ada coba cari saudara terdekatnya. 
Kalau sudah dicari tidak ada semua. Boleh disedekahkan atas nama pemberi hutang.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Dewi ~ Bekasi
Bismillah...
Jika sang pemberi piutang tidak diketahui rimbanya, bagaimana cara bayarnya? Ruang lingkupnya pun tidak tahu.

🔷Jawab: 
Disedekahkan atas nama pemberi hutang.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Pertnyaan saya hampir sama bunda cuma almarhum ada ahli waris,
Hutangnya lebih dari harga rumah yang ia punya, dan almarhum ingin di ikhlaskan dengan harga rumah tersebut apakah si pemilik hutang tidak termasuk dzalim dan berdosa.

🔷Jawab: 
Kalau memang pemberi hutang sudah mengikhlaskan, tidak termasuk mendzolimi beliau. Beliau ingin meraih pahala membebaskan hutang. Maa syaaAllah. Terlebih kalau niat beliau ada hitam di atas putih, mengingat jumlah yang di hutang kan besar

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

"Jangan pernah berutang, jika utang itu hanya untuk membuat Anda seakan-akan terlihat lebih sukses dari orang-orang di sekeliling Anda, karena inilah yang dimaksud dengan hidup di dalam ilusi."  
-Joe Hartanto-

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar