Kamis, 31 Maret 2022

KELANGKAAN DAN KENAIKAN BAHAN POKOK MENJELANG RAMADHAN

 


OLeH: Bunda Rizki Ika Sahana

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎KELANGKAAN DAN KENAIKAN BAHAN POKOK MENJELANG RAMADHAN

🔹SOLUSI ISLAM MENGATASI KRISIS PANGAN

Buletin Kaffah No. 236 (14 Sya'ban 1443 H/18 Maret 2022 M)
 
Sudah berpekan-pekan krisis minyak goreng melanda Tanah Air sehingga memukul rumah tangga dan para pengusaha kecil menengah. Banyak yang mengantri dan berebut mendapatkan minyak goreng. Harganya pun melambung tinggi. Antrian ini juga sudah menelan korban. Seorang ibu rumah tangga meninggal saat mengantri minyak goreng.

Warga bukan saja menghadapi krisis kelangkaan minyak goreng. Sejumlah harga kebutuhan pokok juga ikut merangkak naik. Presiden Jokowi menyerukan masyarakat untuk mewaspadai kelangkaan sejumlah komoditas seperti pangan dan energi. 
 
◼️Sebuah Ironi

Pepatah bak anak ayam mati di lumbung padi rasanya pantas disematkan pada negeri ini. Pasalnya, negeri ini termasuk pemasok produk sawit terbesar di dunia. Menurut data dari Kementerian Pertanian tahun 2019, total luas kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektar. Tersebar di 26 provinsi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat produksi minyak sawit mentah tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton.

Dari data yang diperoleh, sejak tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat pertama dan menjadi raja produsen sawit terbesar di dunia. Tahun 2019, produksi sawit di Indonesia pernah menembus 43,5 juta ton. Pertumbuhan rata-rata pertahunnya mencapai 3,61 persen.

Merujuk catatan Kementerian Perindustrian, realisasi produksi minyak goreng sawit (MGS) tahun 2021 mencapai 20,22 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya sebesar 5,07 juta ton. Lalu mengapa krisis ini terjadi?

Ada dua penyebab utama. 
✓ Pertama: Kuat dugaan telah terjadi kartel, alias penguasaan produksi dan pasar oleh sekelompok produsen. Mereka bekerjasama satu sama lain untuk mengeruk keuntungan dan menguasai pasar. Hal ini dimungkinkan terjadi. Pasalnya, mulai dari perkebunan sawit hingga produksi minyak goreng sawit dikuasai oleh segelintir orang. 

Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan struktur bisnis minyak goreng dalam negeri cenderung dikuasai oleh segelintir korporasi besar yang memiliki kekuatan untuk mengontrol harga. KPPU mengungkapkan bahwa 46,5% pangsa pasar minyak goreng di dalam negeri dikuasai oleh empat produsen besar. KPPU menemukan pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO, hingga produsen minyak goreng. Hal ini menguatkan dugaan adanya praktik kartel seiring meningginya harga minyak goreng sejak akhir tahun lalu. Merekalah yang mengeruk keuntungan besar di tengah derita rakyat akibat krisis minyak goreng.

Anehnya, Pemerintah malah menuduh kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng disebabkan ulah warga yang melakukan panic buying lalu melakukan penimbunan. Sebaliknya, kartel yang telah menyebabkan krisis ini nyaris tidak tersentuh hukum.

✓ Kedua: Salah kelola oleh Negara. Kelangkaan minyak goreng juga disebabkan Pemerintah mengizinkan para pengusaha tetap mengekspor minyak goreng keluar negeri di tengah kelangkaan barang. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan telah terjadi kebocoran minyak goreng murah yang dijual ke luar negeri. Ia menyebutkan, telah terjadi ekspor 415 juta liter sejak 14 Februari 2022 lalu.

Kelangkaan minyak goreng sawit ini juga akibat kebijakan Pemerintah bersama pengusaha menjadikan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) untuk keperluan biodiesel. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat konsumsi minyak sawit mentah di dalam negeri justru jauh lebih banyak digunakan untuk biodiesel dengan volume setara 732.000 ton. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan kebutuhan konsumsi seperti minyak goreng. 

Proyek pengembangan biodiesel milik Pemerintah dikelola oleh Pertamina untuk mendapatkan bahan bakar alternatif. Lalu, mengapa pengusaha minyak sawit menjual ke Pemerintah untuk keperluan biodisel? Sebabnya, Pemerintah membeli dari para pengusaha dengan harga internasional. Jauh lebih mahal dibandingkan harga minyak goreng yang dijual ke dalam negeri untuk keperluan warga. Pengusaha senang, rakyat lintang pukang.

◼️Hanya Islam Solusi Tepat

Islam menata perdagangan serta ketersediaan kebutuhan pokok dan distribusinya ke tengah masyarakat. Tidak ada tempat dalam Islam praktik kecurangan dalam perdagangan semisal mencurangi timbangan, menipu konsumen dan mempermainkan harga. Semuanya haram. Nabi ﷺ memberikan pujian kepada para pedagang yang jujur dan terpercaya. Beliau bersabda:

التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Seorang pedagang Muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, para shiddiqqîn dan para syuhada pada Hari Kiamat (nanti).” (HR. Ibnu Majah).

Di antara praktik perdagangan yang terlarang menurut Islam adalah menimbun komoditi perdagangan agar harga meroket sehingga menguntungkan produsen dan para pedagang. Nabi ﷺ bersabda:

مَنِ ‌احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ، ضَرَبَهُ اللهُ بِاْلإِفْلاسِ، أَوْ بِجُذَامٍ

"Siapa yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum Muslim, Alloh ﷻ akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta." (HR. Ahmad).

Penimbunan yang dimaksud adalah penimbunan berbagai komoditi perdagangan, bukan saja makanan. Tujuannya agar harga menjadi mahal. Lalu mereka menjualnya untuk mendapatkan keuntungan berlebih. Adapun menyimpan stok makanan, termasuk minyak goreng, untuk keperluan rumah tangga atau untuk bahan baku usaha seperti yang dilakukan pedagang makanan bukan termasuk penimbunan yang dilarang. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah menyimpan bahan makanan pokok untuk kebutuhan keluarganya selama setahun. 

Praktik monopoli pasar termasuk kartel adalah cara perdagangan yang diharamkan Islam. Praktik perdagangan seperti ini hanya menguntungkan para pengusaha karena mereka bebas mempermainkan harga. Sebaliknya, rakyat tidak punya pilihan selain membeli dari mereka. Inilah kedzaliman nyata. Nabi ﷺ memperingatkan para pelaku kartel dan monopoli pasar ini dengan ancaman yang keras:

مَنْ ‌دَخَلَ ‌فِي ‌شَيْءٍ ‌مِنْ ‌أَسْعَارِ ‌الْمُسْلِمِينَ ‌لِيُغْلِيَهُ ‌عَلَيْهِمْ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَقْذِفَهُ فِي مُعْظَمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Siapa saja yang mempengaruhi harga bahan makanan kaum Muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Alloh ﷻ untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti pada Hari Kiamat." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dalam Islam, Negara tidak boleh kalah oleh para pemilik kartel ini. Negara harus memberangus praktik kartel dan monopoli perdagangan. Sebabnya, salah satu kewajiban Negara menurut Islam adalah melindungi hajat hidup masyarakat serta menjaga keamanan dan ketertiban termasuk dalam perdagangan.

Khalifah Umar memberlakukan larangan praktik monopoli di pasar-pasar milik kaum Muslim. Khalifah Umar pernah bertanya kepada Hathib bin Abi Balta’ah, “Bagaimana cara engkau menjual barang, Hathib?” Ia menjawab, “Dengan utang.” Khalifah Umar lalu berkata, “Kalian berjualan di pintu halaman dan pasar milik kami, tetapi kalian mencekik leher kami. Kemudian kalian menjual barang dengan harga sesuka hati kalian. Jual lah satu shâ’. Bila tidak, janganlah engkau berjualan di pasar-pasar milik kami atau pergilah kalian ke daerah lain dan impor lah barang dagangan dari sana. Lalu jual lah dengan harga sekehendak kalian!” (Rawwas Qal‘ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 28).

Khalifah Umar tidak hanya membatasi praktik monopoli terhadap barang-barang kebutuhan pokok dan hewan, tetapi bersifat umum terhadap setiap barang yang mendatangkan madharat (kerugian) bagi orang-orang jika barang itu tidak ada di pasaran. Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa’, bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah mengatakan, “Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.” (Rawwas Qal’ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 29).

Bukan hanya melarang praktik perdagangan monopoli dan kartel. Negara Khilafah juga menghukum para pelakunya. Khilafah juga berhak melarang mereka berdagang sampai jangka waktu tertentu sebagai sanksi untuk mereka. Tindakan ini terutama akan ditujukan kepada para pengusaha dan pedagang besar. Sebabnya, merekalah yang paling mungkin melakukan tindakan zalim tersebut. 

Ironinya, dalam sistem Kapitalisme, para konglomerat yang mendominasi pasar sering tak tersentuh hukum. Hanya para pedagang kecil atau warga yang sering mengalami razia dan dikenai hukuman. Negara sering kalah dan tunduk pada kepentingan kartel.

Selain itu, Negara Khilafah akan memprioritaskan kebutuhan negeri untuk rakyat ketimbang untuk keperluan ekspor. Khilafah juga akan menghapus berbagai kebijakan yang menimbulkan madharat bagi rakyat. Sebabnya, menimpakan madharat kepada siapapun, apalagi terhadap rakyat, adalah kemungkaran. Nabi ﷺ bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

"Tidak boleh ada bahaya dan yang membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dan ad-Daraquthni).

Wahai kaum Muslim! Apa yang menimpa umat hari ini adalah akibat sistem Kapitalisme yang batil dan tidak adanya perlindungan dari negara. Akibatnya, setiap hari terlihat pemandangan antrian rakyat terdzalimi hanya untuk mendapatkan minyak goreng. Ingatlah, tanpa syariah Islam, keadaan ini akan terus terjadi.

✓ Hikmah:

Rasulullah ﷺ bersabda:

‌مَنْ ‌اِحْتَكَرَ طَعَاماً ‌أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللهَ تَعَالَى وَبَرِئَ اللهُ تَعَالَى مِنْهُ

Siapa saja yang menimbun makanan selama 40 malam maka sungguh ia telah berlepas diri dari Alloh ﷻ dan Alloh ﷻ pun berlepas diri dari dirinya. (HR. Ahmad).

---★---
Download file PDF versi mobile:
http://bit.ly/kaffah236m

Download file PDF versi cetak:
http://bit.ly/kaffah236

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Menurut Ustadzah, bisakah masyarakat yang antri minyak disalahkan. Terlalu lebay begitu. Kan masih bisa masak tanpa minyak. Atau masih bisa buat minyak dari kelapa.

🔷Jawab:
Baik Bunda Atin, saya coba menjawab yaa...

Jadi begini, emak-emak ini kan paling jago ya soal mencari alternatif memasak selain dengan menggoreng. Bahkan minyak goreng lenyap dari muka bumi sekalipun, bagi emak-emak bukanlah akhir dari segalanya, apalagi sampai ngambek guling-guling mogok masak misalnya.

Yang dipersoalkan adalah, kompetensi dan profesionalitas negara dalam menjamin kebutuhan pangan rakyat, termasuk di dalamnya minyak goreng. Masa selevel elit penguasa memecahkan masalah dengan level berpikir emak, kan tidak lucu yaa...

Jadi, ini bukan perkara ada alternatif selain menggoreng, yakni dengan merebus, mengukus, bla bla bla... Tapi soal bagaimana negara mengelola masalah pangan ini. Dalam tulisan di atas sudah dijelaskan betapa kita penghasil sawit terbesar di dunia, kan aneh kalau minyak goreng langka.

Begitu, Bunda

🌷Lalu bagaimana sebaiknya sikap kita menghadapi pemerintah yang seperti itu?

🔷Terhadap pemerintah, tentu kita menyeru mereka untuk menghentikan praktik kartel dan menyampaikan gagasan Islam sebagai solusinya. Dan alhamdulillah sudah banyak para tokoh yang berani lantang bersuara. Meski memang sampai sekarang belum digubris. Sebab seperti simbiosis mutualisme ya, antara kartel denga elit penguasa, mereka sama-sama ambil keuntungan.

Tapi jangan khawatir, penguasa itu tidak akan selamanya di tampuk kekuasaan. Jika rakyat tidak support lagi mereka plus tidak mau lagi diatur denga aturan kapitalisme yang membuat menderita, kekuasaan yang ada hari ini tidak mustahil akan runtuh.

Karenanya, selain menyeru penguasa, kita juga perlu dan wajib menyeru umat, agar mereka paham apa sebenarnya yang sedang terjadi dan bagaimana solusinya. Sehingga umat ini tidak lama lagi memiliki satu visi, yakni ingin hidup diatur dengan syariat Alloh ﷻ saja.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Setya ~ Solo 
Assalamu'alaykum Ustadzah,

Apa yang akan terjadi apabila negara selalu kalah dengan para pemilik kartel dalam masa yang lama?
Mohon pencerahannya Ustadzah, Syukron 

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...

Tentu saja negara ini akan berada di bawah kendali mereka, para oligarki, para kartel, sehingga penguasa sebenarnya elit dan jajarannya tapi mereka. Elit penguasa hanyalah alat atau boneka untuk memperlancar bisnisnya, untuk mengeruk keuntungan besar-besaran dari rakyat banyak melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.

Padahal kata Nabi, pemimpin atau penguasa itu ra'in atau pengurus atau pengelola atau pengatur urusan rakyat, yang berperan melayani rakyat untuk memenuhi kemaslahatan mereka. Kalau penguasa kalah sama kartel, artinya penguasa jadi pelayannya oligarki atau para kartel.

Akibatnya, dengan kebijakan-kebijakan yang memihak kartel, mereka jadi makin sejahtera bahkan makmur sentosa kaya raya, sementara rakyat semakin menderita.

Begitu, Bunda.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Sharing saja, ingin mengambil hikmahnya saja, supaya lebih berhemat memakai minyak dan memasak mengurangi minyak, semoga kita semua lebih sehat InshaAllah. Kalau urusan penguasa yang tidak berpihak ke rakyat hanya Alloh ﷻ yang pasti membalasnya.

🔷Jawab:
Benar Bunda. 
Kalau soal pemakaian minyak kita sebagai ibu rumah tangga insyaAllah paling paham ya, seberapa banyak yang kita butuhkan untuk asupan gizi, karena menurut literatur yang saya baca minyak juga dibutuhkan oleh anak-anak pada masa-masa tumbuh kembangnya.

Alloh ﷻ akan meminta pertanggungjawaban penguasa atas periayahan (pengurusan) urusan rakyat yang hari ini dilakukan dengan dzalim, itu perkara yang pasti. Tapi jangan lupa, Alloh ﷻ juga akan meminta pertanggungjawaban kita sebagai rakyat, apa yang sudah kita lakukan untuk menghentikan kedzaliman penguasa. Sudahkah kita bersuara, berisik di medsos, dengan konteks yang positif ya, yakni berdakwah, mengajak semua elemen kepada Islam kaffah.

Begitu yaa, Bunda.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sebagai seorang muslim, kita wajib peduli terhadap persoalan umat, termasuk problem kelangkaan bahan pangan ini. Karena jika kita abai, bukan hanya kita yang akan menanggung kesengsaraan, tapi juga anak cucu kita kelak. Bukan hanya di dunia kita menderita, tapi sampai ke akhirat, sebab kita juga akan di hisab terkait kepedulian kita kepada umat Muhammad ﷺ ini.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar