Kamis, 31 Maret 2022

4 WAKTU PENTING BAGI ORANG BERAKAL DAN BIJAK (BEKAL DALAM RAMADHAN)

 


OLeH: Ustadz H. Tri Satya Hadi

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎4 WAKTU PENTING BAGI ORANG BERAKAL DAN BIJAK (BEKAL DALAM RAMADAN)

Allah ﷻ berfirman dalam Kitab-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr:1-3)

Arti kata waktu ada yang bersifat umum dan ada juga waktu yang dibatasi. Berikut merupakan Istilah-istilah tentang waktu dalam al-Quran, yaitu:

1. Ad-Dahr
Terdapat dalam surat surat al-Insan atau ad-Dahr surat ke-76. Digunakan untuk menjelaskan masa yang panjang dan lama yang dilalui oleh alam raya dalam kehidupan, yakni sejak diciptakan sampai punah. Istilah ini memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu itu pernah tiada dan akan tiada kembali. Artinya, keberadaannya menjadi terikat oleh waktu. Contohnya, keberadaan manusia dan semesta alam raya ini;

2. Al-Ajal
Yaitu nama yang digunakan untuk menjelaskan masa tertentu yang ditetapkan bagi sesuatu. Kata ini bisa digunakan untuk menunjuk waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia dan masyarakat. Istilah ini ada dalam QS. Al-Jasiah ayat 24, dan QS. Al-Insan ayat 1. Dengan demikian kata ‘ajal’ menjelaskan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya sehingga tidak ada yang abadi, kecuali Dzat Allah ﷻ;

3. Al-Ashr
Kata ini digunakan untuk menjelaskan waktu menjelang terbenamnya matahari. Namun, kata ini juga digunakan untuk menjelaskan masa secara mutlak. Kata ini terdapat dalam QS. Al-Ashr ayat 1; dan

4. Al-Waktu
Kata ini biasa digunakan untuk memberi arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu kegiatan, karena itu Al-Quran seringkali menggunakan kata Al-Waktu ini untuk menjelaskan kontek kadar tertentu dari suatu massa. Kata ini menghendaki adanya keharusan untuk pembagian teknis mengenai massa yang dialami seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahunan. Kata ini terdapat dalam: QS. Al-Hajr ayat 38, QS Al-A ‘raf ayat 187, QS. An-Nisa ayat 103, QS. Al-Baqarah ayat 189.

Terkait dengan berbagai makna Al-Waktu di atas, ada satu nash yang tersebut dalam kitab Nashaihul ibad yang ditulis oleh Syekh Nawawi Al-Bantani, dijelaskan bahwa ada 4 waktu penting bagi orang berakal dan bijak adalah, bahwa Allah ﷻ pernah mewahyukan kepada Nabi Daud Alaihisalam:
“Sesungguhnya orang yang berakal dan bijak tidak akan melewatkan 4 waktu penting baginya yaitu, waktu untuk bermunajat kepada Tuhan-Mu (dengan berdzikir, membaca Al Quran dan mendekatkan diri kepada-Nya), waktu untuk berintrospeksi diri (dengan mengingat-ingat amal-amal yang telah dilakukan, baik siang maupun malam, lalu mengakhirinya dengan syukur dan istighfar), waktu untuk silaturahmi kepada saudara-saudaranya yang berani, jujur dan mau menunjukkan aib-aibnya, dan waktu untuk melepaskan diri dari kesenangan duniawi, sekalipun itu halal.”

Tidak berapa lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadan bulan yang mulia, bulan diturunkan alquran, bulan dikabulkan doa, bulan penuh ampunan, bulan keberkahan dilipatgandakan seluruh amalan, bulan dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka, serta bulan di dalamnya terdapat malam seribu bulan. Kesemuanya itu bisa kita peroleh apabila dipersiapkan dengan baik ruhiyah (hati), fikriyah (ilmu), jasadiyah (fisik), dan maliyah (harta).

1. Persiapan Ruhiyah

Rasulllah ﷺ mengajarkan kepada kita tentang sebuah doa menjelang Ramadan:

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً 

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Persiapan secara ruhiyah adalah menjaga keimanan dengan cara hati agar ikhlas, perbanyak istighfar (taubat), bersihkan dari penyakit hati seperti iri, dengki, riya, dendam dan juga permusuhan. Bahwa ada sebuah tradisi menjelang Ramadhan meminta maaf kepada kaum kerabat boleh-boleh saja sepanjang dilakukan untuk sarana silaturahmi dengan keikhlasan dan bukan karena ikut-ikutan. Meminta maaf sejatinya tidak dilakukan menjelang Ramadan tapi saat manusia tersebut melakukan kesalahan apalagi berkaitan dengan hak orang lain.
Hadis Rasulullah ﷺ:
“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi.” (HR. Bukhari no.2449)

2. Persiapan Jasadiyah (Fisik)

Ramadhan merupakan bulan yang ketika kita melakukan kebaikan maka kita akan mendapatkan pahala yang berlipat, ibadah sunnah akan mendapatkan pahala wajib, dan pahala ibadah wajib berlipat-lipat. Untuk bisa maksimal tentunya perlu disiapkan untuk mendukung fisik yang optimal untuk beribadah seperti, berolah raga teratur, makanan yang sehat, banyak minum air putih dan makan vitamin atau suplemen lainnya.

3. Persiapan Fikriyah (Keilmuan)

Rasulullah ﷺ, bersabda:
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Memahami tata cara ibadah yang benar akan membawa kita untuk meraih pahala, karena apabila suatu aktifitas kita tidak ditunjang dengan pengetahuan yang baik maka kita juga tidak akan mendapat hasil yang baik. Persiapan ilmu seperti fiqh shiyam (fikih puasa), mempelajari sunnah Nabi Muhammad dalam berpuasa, mencari dan mengikuti majelis ilmu serta ibadah lain terkait di Bulan Ramadan menjadi keharusan bagi setiap muslim.

4. Persiapan Maaliyah (Harta)

Persiapan harta yang dimaksud seperti persiapan untuk bisa menambah pundi pahala di akhirat dengan bersedekah, infaq, zakat, ataupun wakaf.

Kembali keempat waktu yang penting bagi orang berakal dan bijak, bahwa Ramadhan menjadi sarana waktu-waktu tersebut untuk dimaksimalkan di dalamnya.

◼️Pertama, waktu memaksimalkan untuk bermunajat kepada Tuhan-Mu (dengan berdzikir, membaca Al Quran dan mendekatkan diri kepada-Nya). Zikir yang utama adalah membaca Al-Quran, sebagai mana hadis Rasulullah ﷺ:
Dari Aisyah RA, Rasulullah ﷺ bersabda: "Membaca Al-Qur'an di dalam salat lebih utama daripada membaca Al-Qur'an di luar salat. Membaca Al-Qur'an di luar salat lebih utama daripada tasbih dan takbir. Tasbih lebih utama daripada sedekah, sedekah lebih utama daripada shaum (puasa), dan shaum adalah perisai dari api neraka." (HR. Al-Baihaqi)

Karena Ramadan disebut bulan Al-Quran, berdasarkan contoh Rasulullah, kebiasaan para sahabat, salafusalih, dan para ulama yang sangat akrab dengan Al-Quran seperti, rajin membacanya, mengkhatamkan, merenungkan dan (berusaha) mengamalkan kandungan di dalamnya.
Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Nabiullah ﷺ adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul ﷺ adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari-Muslim)

◼️Kedua, waktu untuk berintrospeksi diri (dengan mengingat-ingat amal-amal yang telah dilakukan, baik siang maupun malam, lalu mengakhirinya dengan syukur dan istighfar). Instropeksi atau muhasabah diri untuk membersihkan hati, bertaubat merupakan bagian dari bekal Ramadhan. Saat memasuki bulan Ramadhan pun, meminta ampun harus menjadi rutinitas harian, karena sebagai hamba yang tak luput dari khilaf dan salah.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap anak adam bersalah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.”

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh ﷻ, hai orang-orang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

Ramadan bulan ampunan menjadi momentum memanfaatkan di waktu tersebut untuk bisa meraih ampunan-Nya. Sungguh sangatlah merugi bagi kita yang mendapati Ramadan tapi tidak mendapatkan keberkahan ampunan Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena keimanan dan hanya mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari).

“Siapa yang mendapati Ramadhan dan tidak mendapatkan keberkahannya, di antaranya ampunan maka sungguh ia orang merugi. Rasulullah ﷺ bersabda, "Sangat merugi, sangat merugi, sangat merugi orang yang mendapati Ramadhan dan dosanya tidak terampuni." (HR. Al-Hakim)

Sayyidul Istighfar sejatinya menjadi zikir yang sering kita panjatkan dalam setiap aktifitas pagi dan petang selama Ramadhan.
Allahumma anta robbi la illa ha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mas tatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu u laka bini’matika ‘alayya wa wa abu u dibdzanbi fahgfirli fa innahu la yaghfirudz dzunaba illa anta.

"Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Dan aku atas tanggungan dan janji-Mu selama aku masih mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat yang Kau berikan kepadaku. Aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau."

◼️Ketiga, waktu untuk silaturahmi kepada saudara-saudaranya yang berani, jujur dan mau menunjukkan aib-aibnya. Maksudnya adalah kita mencari waktu diluar atau di dalam bulan Ramadan untuk bergaul dengan teman, saudara, atau kaum kerabat yang baik dan salih. Mereka bisa mengingatkan atas salah dan aib-aib kita yang tujuannya untuk rida Alloh ﷻ. Harapannya agar kita bisa segera menghentikan dan bertaubat atas hal itu, tanpa bermaksud mencela ataupun menyebarkannya kepada khalayak ramai, seiring memang menjalin silaturahmi itu sangat dianjurkan, karena merupakan amalan yang sangat disukai Allah ﷻ.

“Barang siapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan hari akhir Maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari & Muslim).

Bahwa kita yakin tidak ada seorang pun di dunia yang luput dari aib. Namun terkadang, kita tidak jujur terhadap diri kita. Kita tidak siap mental menerima ketika ada aib yang jatuh ke diri kita, bahkan sering terkesan membela-bela diri dan dengan berbagai alasan tidak mau menerima aib kita yang terungkap. Seandainya energi yang kita pergunakan untuk membela diri itu kita alihkan untuk melaksanakan ketaatan, maka perlahan namun pasti, aib-aib kita itu akan terlihat oleh kita dan segera bisa instropeksi dan memperbaikinya.

Seorang Ulama Salaf menyatakan, "Saudaramu yang selalu mengingatkanmu kepada Alloh ﷻ, membertahukan aib-aibmu itu lebih baik bagimu daripada yang menaruh beberapa uang dinar di tanganmu".

◼️Keempat, waktu untuk melepaskan diri dari kesenangan duniawi, sekalipun itu halal. Dalam literatur islam yang umum, melepaskan diri dari kesenangan, kecintaan, atau kecondongan duniawi disebut Zuhud.
Menurut Imam Ahmad, terdapat 3 tingkatan zuhud yang dapat kita pahami:

1) Orang awam menganggap zuhud adalah meninggalkan keharaman.

2) Orang istimewa (khawash) menganggap zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang halal sekalipun melebihi kebutuhannya.

3) Orang sangat istimewa (al-arifin) mengganggap zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang mengganggunya untuk mengingat Alloh ﷻ.

Kembali kepada waktu Ramadan yang menjadi madrasah (penggemblengan) diri untuk bisa lepas (menahan syahwat nafsu) dari kesenangan duniawi sekalipun itu halal dan berpahala dikerjakan, namun di waktu sejak terbit fajar hingga terbenam matahari itu menjadi haram. Seperti, makan dan minum atau berhubungan suami istri.

Hikmah yang bisa kita rasakan setelah lulus menahan (mengendalikan) nafsu menurut Imam Al-Gazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin adalah:

1) Memutuskan keterikatan. Kita terikat kepada benda yang menguatkan nafsu syahwat. Maka, tidak boleh tidak, kita harus belajar memutuskan keterikatan itu. Misalnya, keterikatan kepada makanan diputus dengan berpuasa, keterikatan untuk berbuat zina diputus dengan berpuasa atau menikah, dan banyak contoh lainnya.

2) Memadamkan api. Sesungguhnya nafsu syahwat itu dapat berkobar dengan pandangan kepada hal-hal yang dapat memancing nafsu syahwat. Rasulullah ﷺ bersabda, "Pandangan itu adalah salah satu panah beracun dari panah-panah iblis." Menjaga pandangan dari hal-hal tercela, menjaga telinga dari ucapan-ucapan kotor, menjaga langkah kaki dari tempat-tempat yang tidak pantas, menjaga pikiran dari bacaan-bacaan yang tidak bermanfaat, merupakan langkah-langkah memadamkan api nafsu syahwat.

3) Mencari jalan yang halal. Setiap manusia tentu memiliki kebutuhan jasmaniah yang harus dipenuhi, baik makanan, pakaian, maupun pasangan. Maka semua itu dapat dipenuhi dengan menjaga diri dengan syari’at yang kuat, yakni mencari jalan yang halal atas setiap kebutuhan hidup.

Demikian 4 waktu penting bagi orang berakal dan bijak yang harus kita manfaatkan dan maksimalkan sebagai bekal dan saat Ramadan. Semoga kita tersampaikan di bulan Ramadan dan berhasil menjadi orang yang bertakwa yang dengan rahmat-Nya kita semua bisa berkumpul di surga-Nya kelak. Aamiin.

Wallahu a’lam.

Pekanbaru, 24 Maret 2022

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, jika semuanya sudah berlalu, kita sudah wafat apakah hadiah al-fatihah dan istighfar dari anak-anak kita atau keturunan kita yang menyayangi kita akan sampai dan mampu mengikis dosa kita, Ustadz?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Untuk ini Ulama berbeda pendapat hadiahnya ada yang sampai ke mayit, ada yang tidak sampai, tapi yang membacanya tetap mendapat pahala dan karenanya rahmat Alloh ﷻ bisa sampai ke mayit, ada yang bahkan melarangnya. Ini masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.  Namun yang pasti untuk doa anak yang shalih, amal jariahnya yang dulu-dulu, sedekah yang diwasilahkan untuk mayit, in syaa Allah sampai. 

Wallahu a'lam. 

🌷Afwan, Ustadz. 
Kalau menurut mazhab Syafi'i bisa sampai seperti kata Imam an-Nawawi dalam kitab al-adzkar.

Dan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i adalah pahala bacaan al-Quran bisa sampai kepada mayit.

Tapi ada yang beranggapan imam Al_ Nawawi kebalikannya, tidak sampai.

Wallahu'alam. 

Jadi tergantung dari mahdzab juga ya, Ustadz.

🔷Ya ulama itu berbeda-beda karena berpedoman pada mazhab-mahzab tersebut.

🌷Note, Ustadz. 
Terima kasih banyak. 
Jazakallahu khair.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan bisa maksimal mengisinya. Aamiin

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar