Selasa, 31 Agustus 2021

MUHARRAM DAN PERUBAHAN

 


OLeH: Ustadz Syahirul Alim

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌀MUHARRAM (TAHUN BARU ISLAM) DAN PERUBAHAN

Beberapa waktu lalu bertepatan dengan tanggal 1 Muharram, bulan yang disebut-sebut sebagai peristiwa pertama kalinya Rasulullah ﷺ hijrah dari Mekkah ke Madinah. Bulan Muharram jelas memiliki peristiwa sejarah bagi umat muslim, bukan sekadar ia menjadi bulan hijrahnya Nabi Muhammad, tetapi bulan dimana terlarang bagi seluruh kabilah di Arab untuk melakukan peperangan. Awal bulan Muharram juga diabadikan sebagai Tahun Baru Islam, merujuk pada perdebatan Umar bin Khattab dengan para sahabat lainnya ketika harus menetapkan sejak kapan tahun baru Islam dimulai. Sejarah mencatat, bahwa Umar mendasarkan analisanya pada peristiwa hijrah pertama Rasulullah ﷺ yang dilakukan bertepatan dengan berakhirnya “asyhurul hurum” (bulan-bulan yang dihormati). Pendapat Umar kemudian diamini oleh seluruh umat muslim dan ditetapkanlah Muharram sebagai Tahun Baru Islam, yang merujuk pada peristiwa hijrahnya Rasulullah ﷺ.

Menarik menelusuri sejarah kenapa Tahun Baru Islam dimulai ketika Rasulullah ﷺ pertama kali hijrah dan bukan dimulai dengan tahun kelahiran Rasulullah ﷺ sendiri. Hal ini mengindikasikan paling tidak, bahwa umat muslim menghindari pengkultusan berlebihan kepada Nabinya dan jelas terbukti sampai saat ini, Nabi tidak pernah dikultuskan. Sosok Nabi Muhammad hanya dijadikan panutan dan teladan terbaik yang kemudian diikuti oleh umat muslim. Kelahiran Rasulullah ﷺ pada bulan Rabi’ul Awwal tidak disebut secara spesifik sebagai awal tahun dalam Islam, hal ini dapat ditelusuri dari sebuah hadist yang berasal dari Azzuhriy, bahwa ketika Nabi sampai di Madinah, maka diperintahkan untuk mulai menetapkan penanggalan yang dikenal dengan kalender hijriyah. 

Sebuah penanggalan atau kalenderisasi tentu sangat terkait dengan peristiwa sejarah, sama halnya ketika penanggalan Masehi dimulai berdasarkan perhitungan Julian dan Gregorian. Istilah “Masehi” jelas memiliki kedekatan dengan sejarah kelahiran Nabi Isa Al-Masih. Penanggalan Masehi jelas mendasarkan penanggalannya dari sejarah kelahiran Nabi Isa, karena istilah “mesiah” jelas merujuk pada diri Nabi Isa sendiri. Ketika Masehi lekat dengan kelahiran Nabi Isa, maka Hijriyah atau kalenderisasi Islam tidak dikaitkan dengan kelahiran Rasulullah ﷺ, tetapi lebih kepada sebuah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Ali bin Abi Thalib bahkan menyatakan, rasionalisasi hijrahnya Nabi sebagai awal tahun dalam kalender Islam, lebih besar maknanya ketimbang kelahiran atau pengangkatan Muhammad sebagai Rasul.

Terlepas dari beragam perbedaan pendapat yang ada dalam catatan sejarah Islam mengenai hal tersebut, namun saya meyakini, bahwa hijrah merupakan peristiwa penting yang sangat besar dalam sejarah Islam awal. Hijrah tidak saja diartikan sebagai proses perpindahan (move on) dari satu titik ke titik lainnya, tetapi lebih dari itu, hijrah berarti membebaskan seluruh belenggu kehidupan yang memenjarakan diri manusia, sebebas-bebasnya. Kita tentu menyadari, bahwa seluruh organ tubuh dalam manusia ini seluruhnya dinamis, tidak ada yang pernah diam walaupun satu detik. Seluruh organ tubuh seperti mata, telinga, mulut, jari seluruhnya tidak pernah diam, terlebih emosi yang menggerakkan seluruh daya jiwa dan pikiran sehingga menimbulkan rasa suka, duka atau benci. Tanpa kita sadari, bumi yang kita pijak pun bertawaf, tidak pernah diam, terus mengelilingi matahari.

Relevansi hijrah yang dinamis kemudian diambil sebagai dasar filosofi perhitungan tahun yang menyertai setiap inci perjalanan kehidupan manusia, bayangkan jika bukan hijrah yang dijadikan patokan kelenderisasi Islam, tetapi kelahiran Rasulullah ﷺ atau ditetapkannya beliau sebagai Rasul, tentu makna perhitungan kehidupan manusia kosong tidak memiliki makna apapun. Hijrah, dengan demikian sangat sarat makna, memiliki dasar filosofis yang menunjukkan ritme kehidupan manusia yang selalu dinamis dari masa ke masa. Sejatinya manusia adalah makhluk hijrah atau peziarah bukan hidup statik dan terkungkung dalam penjara kehidupannya. Man is a traveler being, tanpa kita sadari, kita harus berada di satu tempat dan berpindah ke tempat lain, bertemu orang lain, berbagi pengalaman, peradaban maupun ilmu pengetahuan.

Ketika mengambil pada makna hijrah Rasulullah ﷺ, jelas tergambar bahwa beliau menghindari kecamuk peperangan, kezaliman para penguasa sekaligus menghindari untuk sementara waktu dari berbagai tekanan ekonomi-politik yang cenderung tidak pernah membaik dibawah rezim penguasa Mekkah waktu itu. Rasulullah ﷺ mencari tempat terbaik yang lebih kondusif, mengumpulkan kekuatan energi seraya fokus pada perbaikan umat, sehingga seiring berjalannya waktu, kekuatan umat muncul, lebih solid dan terukur untuk membangun peradaban kemanusiaan yang lebih baik. Hal ini dibuktikan sekembali hijrah Nabi Muhammad dari Madinah ke Mekkah, bukan penaklukan yang dilakukan, tetapi pembebasan Mekkah dari berbagai kezaliman dan tekanan fisik para penguasa. Peristiwa pasca hijrah dikenal dengan sebutan “futh Mekkah” yang berkonotasi “pembebasan Mekkah” dari penguasa dzalim dan pembebasan dari kebodohan, amoralitas serta kekufuran.

Setiap pergantian tahun di Tahun Baru Islam, kita semestinya selalu diingatkan akan suasana hijrah yang sedemikian sarat makna, bahkan tak hanya dimaknai secara lahiriyah, tetapi juga batiniyah. Hijrah lekat dengan dinamisasi kehidupan manusia yang tak boleh stagnan apalagi cenderung tertutup. Hijrah berarti membebaskan diri dari seluruh belenggu kehidupan yang negatif, baik dalam artian fisik maupun non-fisik, menuju kepada kehidupan yang lebih positif, penuh suasana dinamis, terbuka, saling membebaskan antar belenggu yang memenjarakan kehidupan setiap manusia. Dengan memahami hijrah, seharusnya tidak ada lagi kekakuan dalam beragama maupun berideologi. Tujuan akhir hijrah Nabi adalah “pembebasan” dari belenggu kebodohan,q kezaliman dan kekufuran. Tidak ada lagi kekerasan, intoleransi, berebut klaim kebenaran ideologis, karena hijrah bukan “memaksa” apalagi “menaklukan”, tetapi ia bertujuan untuk “membebaskan” manusia dari segenap belenggu negatif yang mengikatnya.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Phity ~ Yogja
Ustadz, sejarah bulan muharram sangat penting diketahui oleh umat islam, sehingga mereka memahami makna yang terkandung di dalamnya. Pergantian tahun baru islam seolah tidak semarak atau semeriah tahun baru masehi. Justru kalau di jawa lebih terkenal karena masuk bulan suro yang lebih "klenik". Nah bagaimana mengubah paradigma masyarakat?

🔷Jawab:
Ya masih bagus di Jawa ada bulan Syuro, yang dikaitkan dengan Muharram. Seandainya di Jawa tidak ada Syuro mungkin bulan Muharram dilupakan masyarakat Jawa. Suro itu asalnya dari "asyaroh" (kesepuluh) dan umumnya di bulan ini diyakini banyak sesuatu yang mungkin tidak masuk akal (klenik), yaitu adalah tradisi dalam masyarakat. Tapi, kita patut bersyukur bahwa para wali telah berhasil mengubah tradisi berhala di Jawa menjadi tradisi Islam, dengan menamakan syuro berarti "sepuluh" seolah-olah tanggal 10 bulan Muharam itu bulan yang penting dan patut diingat.

Tidak perlu diubah paradigma masyarakat, dengan perkembangan kemajuan zaman dengan sendirinya juga berubah. Sekarang orang Jawa lebih mengenal HP yang lebih Yahudi daripada peringatan 1 syuro yang hanya orang orang tertentu saja.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Mujahidah ~ Purbalingga
Assalamu'alaikum warohmatullohi ustadz. 

Bagaimana cara agar kita bisa menghidupkan kalender hijriah. 
Karena yang saya lihat banyak masyarakat yang awan dengan kalender hijriah. Kalaupun mereka tahu belum tentu meraka hafal tanggal bahkan bulan di hari itu. Sering kali orang-orang melihat kalender hijriah bahkan dahulu baru ingat tanggal hijriah. Dan kenapa sekarang orang-orang lebih hafal bulan masehi.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Kan sampai sekarang kalender hijriyah tetap hidup. Kita tahu 1 ramadhan, 1 syawal, 10 dzulhijjah, 1 muharram itu bukti kalender hijriyah hidup dan akan tetap hidup. Kita mengikuti kalender Masehi karena perhitungan berdasarkan Matahari dan mengikuti kalender Hijriyah karena berdasarkan perhitungan bulan, keduanya sama-sama produk manusia yang didasari oleh tradisi dan budaya. Kita bisa dengan mudah menghitung hijriyah karena jumlah satu bulannya kalau tidak 29 ya 30 hari. Berbeda dengan kalender Masehi yang ada 30, 31, bahkan 28, belum lagi bulan kabisat. 

Kepercayaan kepada bulan Masehi ya tidak apa-apa karena Masehi lebih dulu daripada hijriyah dan kekuasaan politik lebih dikuasai oleh para penganut masihiyyah daripada hijriyah. Di Arab Saudi yang lebih dikenal hijriyah bukan masihiyyah.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Annisa ~ Solo
Assalamu'alaykum ustadz,

Saya ada kiriman kutipan dari ayat Al Qur'an (QS. At Taubah : 37)  maksudnya bagaimana? Dan apakah pengunduran libur kemarin juga termasuk dalam golongan tersebut?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Yang diundur liburnya, 1 muharramnya kan tetap, hehehe.

Jangan terlalu menilai terburu-buru, bahwa yang digeser itu liburnya, bukan tanggal 1 jadi tanggal 2 muharram, itu tidak mungkin terjadi. Dulu orang-orang Yahudi dan Nasrani serta Kafir Mekah bersepakat dengan umat Islam untuk menghentikan segala bentuk kekerasan di bulan Muharram karena bulan itu adalah bulan yang sangat dihormati (asyhurul hurum) yang sudah menjadi tradisi dalam seluruh masyarakat Arab. Maka, jika sudah masuk 1 Muharram tidak boleh ada kekerasan secuilpun, tetapi mereka kemudian mengundurkan 1 hari agar masih masuk bulan Dzulhijjah sehingga mereka masih tetap menyakiti umat Islam. Ini yang dimaksud ayat tersebut.

Ini tafsiran QS. At Taubah: 37

Tafsir Ringkas Kemenag RI
Setelah menjelaskan jumlah bulan dalam setahun dan di antaranya ada empat bulan yang dimuliakan, maka ayat ini mengecam mereka yang menambah bilangan dan memutarbalikkan bulan-bulan haram atau mengundur-undurnya. Sesungguhnya pengunduran bulan haram, sebagaimana kebiasaan orang-orang Arab saat itu yang secara sengaja mengganti posisi Muharram dengan bulan Safar agar bisa berperang, itu hanya menambah kekafiran di samping kekufuran yang selama ini mereka lakukan. Orang-orang kafir disesatkan oleh setan dan para pemuka-pemukanya dengan pengunduran itu, mereka menghalalkannya yakni mengundur-undurkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain. Mereka melakukan pengunduran ini agar dapat menyesuaikan dengan bilangan bulan-bulan yang diharamkan Alloh ﷻ, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Alloh ﷻ, yakni berperang di bulan-bulan haram juga perbuatan dosa lainnya. Padahal, perbuatan-perbuatan buruk tersebut dijadikan terasa indah oleh setan bagi mereka. Dan Alloh ﷻ tidak memberi petunjuk, yakni bimbingan agar selalu berada di jalan yang benar, kepada orang-orang yang kafir, yaitu mereka yang terus-menerus berada di jalan kekufuran.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Phity ~ Yogja
Ustadz, apakah larangan berperang itu hanya untuk kabilah arab saja? Atau untuk semuanya? Artinya di belahan bumi manapun, tidak boleh ada peperangan di bulan haram? 

🔷Jawab:
Itu dalam tradisi Arab, sebab orang Gurun itu senangnya berperang, mempertahankan kelompok dan kesukuan mereka. Tipikal masyarakat tribal (suku) ya begitu, kita bisa lihat di film-film suku Indian. Naah... Arab dulu seperti itu, maka Nabi menghilangkan kesukuan dengan kelompok umat, yang tidak menonjolkan suku tapi solidaritas atas dasar keyakinan dan kemanusiaan.

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Kiki ~ Dumai
Ustadz, bagaimana agar diri ini istiqomah disaat baru memulai untuk hijrah ustadz, karena terkadang banyak godaan ataupun cibiran yang datang.

🔷Jawab:
Saya kira, istiqamah dalam melakukan kebaikan itu hampir tidak ada kaitannya dengan godaan atau cibiran orang. Orang mungkin mencibir karena kita terlampau berlebihan, dan beragama itu tidak boleh berlebihan. Kata Rasulullah...addiinu yusrun...(agama itu mudah) sehingga perbuatan baik yang memberikan manfaat sekalipun sepele asal istiqamah itulah amal yang dinilai Alloh ﷻ, bukan amaliyah besar yang kadang bercampur dengan kebanggaan dan kesombongan yang pada akhirnya hilang pahalanya. 

Tidak ada orang yang akan mencibir jika kita melakukan kebaikan, tetapi orang akan (mungkin) mencibir karena kita merasa menjadi orang paling benar karena telah hijrah. Hijrah berubah dari yang sekadar melakukan kebaikan, menjadi istiqamah menjalankannya. Jadi, tetaplah berbuat baik, jangan mempersulit agama, hijrah jangan dipandang sebagai perubahan penampilan fisik, tetapi perubahan akhlak menjadi lebih baik dan terpuji.

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Leila ~ Klaten
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Ustadz, terimakasih isi kajian yang bermanfaat sekali di insyaaAllaah malam penuh berkah ini.

Saya pernah baca konten-konten dakwah yang berseliweran di media sosial kalau banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan Muharram.
Seperti peristiwa Nabi Yunus yang keluar dari perut Ikan di bulan Muharram, mendaratnya kapan Nabi Nuh,  bertemunya Nabi Adam & Ibu Hawa serta peristiwa peristiwa lainnya.

Padahal bulan Muharram itu kan dimulai dari proses hijrahnya Rasulullah ﷺ.
Apa sebenarnya dari dulu Alloh ﷻ sudah mentapkan kalender hijriyah yang diperuntukkan umat Nabi Muhammad ﷺ?

Yang kedua, saya bekerja di suatu lembaga yang bergerak di bidang amal & kemanusiaan. Kantor saya pada bulan ini, sibuk dengan program Muharam bersama Yatim, karena Muharram katanya bulannya anak-anak yatim.
Apa ada hadits yang mengutarakan hal tersebut pak ustadz? 

Jazakallah khairan katsir kesempatannya.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh, pertanyaannya bagus. 

Yang pertama, bulan-bulan di dalam tradisi bangsa Arab sebelum Islam, sudah ada menurut perhitungan kalender qamariyah dan nama-nama bulan itu sudah ada sejak sebelum Nabi Muhammad Lahir. Nabi lahir di bulan Rabiul Awwal itu sudah ada dalam sejarahnya, dan bulan-bulan lain yang memiliki sejarah seperti Ramadhan bahkan jauh sebelum Nabi Muhammad lahir. Semua nama-nama bulan sampai 12 sudah ada jauh sebelum Islam lahir. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa seperti 10 Muharram dimana Nabi Musa terbebas dari bala tentara Firáun juga di abadikan kemudian diperingati dengan puasa pada tanggal 10 Muharram. Adapun pertama kali bulan Muharram dijadikan awal tahun baru Islam adalah inisiatif Umar bin Khatab, ketika beliau menjadi khalifah, jauh sepeninggal Rasulullah ﷺ. Tadinya ke 2 sahabat Usman dan Ali mengusulkan Rabiul Awal sebagai tahun baru Islam, tetapi ditolak Umar, karena seolah-olah sama dengan Nasrani yang menjadikan tahun baru Masehi ditandai oleh kelahiran Yesus pada 25 Desember. Islam tidak mengajarkan kultus individu, sehingga Tahun Baru Islam dimulai ketika Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah sebagai suatu "perubahan" dalam banyak hal...(untuk menjelaskan ini butuh makalah tersendiri).

Bulan Muharram seringkali diidentikkan dengan Lebaran Yatim, karena memang Nabi Muhammad pernah memanggil anak-anak yatim untuk dikumpulkan dan disantuni, ini ada sumbernya dan saya kira menyantuni anak anak yatim di tahun baru juga sangat baik, sehingga tidak terkonsentrasi di bulan Ramadhan saja.

💎Alhamdulillaah, MaasyaaAllaah.
Syukron Jazakallaah khoir Ustadz Penerangannya.

Saat belajar mengenai Sejarah Peradaban Islam, belum pernah membahas tentang kalender Hijiryah & peristiwa peristiwa yang terjadi di bulan Muharram secara spesifik yaitu pada masa kenabian sebelum datang Nabi Muhammad sebagai Nabi Terakhir.

Jadi lebih tahu karena sekarang ada konten dakwah atau kajian kajian di Media sosial.

Yang kedua,
Nggih Ustadz. InsyaaAllaah lebih semangat menebar manfaat untuk anak anak yatim yaa ustadz di tahun baru ini.
Karena lembaga kami melakukan survei banyak anak yang kemudian menjadi yatim, piatu atau yatim piatu karena orang tuanya meninggal karena covid.

Terimaksih Ilmunya ustadz.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat dan majelis ilmu dalam bentuk apapun selalu memberikan kebaikan dan barokah. Semoga kita tetap semangat menuntut ilmu di manapun dan kapanpun serta dari siapapun.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar