Selasa, 31 Agustus 2021

MEMAKNAI KEMERDEKAAN DALAM BINGKAI ISLAM

 


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MEMAKNAI KEMERDEKAAN DALAM BINGKAI ISLAM

Segala puji bagi Alloh ﷻ yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua yang berada di majlis  ini, kita syukuri rahmat dan nikmat terbesar yang kita terima, yaitu iman Islam yang tidak semua manusia menerimanya, dan juga tidak semua yang telah menerima diberi ketetapan hidayah untuknya. 
Alhamdulillah kita yang berada disini saat ini masih di izinkan dan diridhoi Alloh ﷻ untuk bersyahadat kepada-Nya. 

Sholawat dan salam kita persembahkan kepada Rasulullah ﷺ yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus jalan yang terang, salam juga kita persembahkan kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir masa.

Sahabat-sahabatku....

Bulan ini bangsa Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya. 

Semarak menyambutnya telah nampak sejak jauh hari. Spanduk, bendera, umbul-umbul, dan baliho-baliho bertuliskan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan-jalan raya. Semuanya menjadi semarak menyambut hari bersejarah itu.

Kemerdekaan bangsa Indonesia dari rongrongan para penjajah terhadap hak dan kehormatan bangsa adalah sebuah nikmat besar yang wajib untuk disyukuri. 76 tahun yang lalu ketika bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya, para pendiri bangsa telah menyatakan pengakuannya dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat Rahmat Alloh ﷻ Yang Maha Kuasa….” 

Sehingga jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan adalah berkat Rahmat dan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib disyukuri. 

Jika diingkari, tidak menutup kemungkinan, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencabut nikmat-Nya dan menggantinya dengan niqmah (adzab). 

Sebaliknya, jika disyukri maka kesyukuran tersebut akan mengundang nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (QS. Ibrahim: 7).

Sahabat-sahabatku...

Manusia sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala telah dianugerahi keistimewaan tersendiri yang tidak diperoleh oleh makhluk-makhluk lainnya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’ : 70). 

Selain ilmu dan akal, di antara bentuk kemuliaan dan kelebihan manusia atas makhluk-makhluk lain, menurut sebagian para mufassirin (ahli tafsir), adalah kecenderungannya untuk terbebas dari penindasan dan penjajahan. (Lihat Tafsir Bahrul Muhith 6/59).

Dengan kata lain, kemerdekaan merupakan kunci kemuliaan manusia. 

Manusia tidak akan lebih utama dari makhluk-makhluk lain dan menjadi mulia sebelum ia terbebas dari penjajahan.

Lalu pertanyaannya, kemerdekaan seperti apa yang akan menjadikannya mulia?

Dalam sebuah atsar (riwayat) disebutkan, ketika Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu, salah seorang utusan pasukan Islam dalam perang Qadishiyah ditanya tentang perihal kedatangannya oleh Rustum, panglima pasukan Persia, ia menjawab, “Alloh ﷻ mengutus kami (Rasul) untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia kepada manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya kehidupan dunia kepada kelapangannya, dari ketidakadilan agama-agama yang ada kepada keadilan Islam.” (Lihat Al-Jihad Sabiluna hal. 119).

Dari atsar di atas, nampak bahwa Islam, ternyata, memandang kemerdekaan bukan dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi, baik dari segi lahiriyah maupun batiniyah, yakni kemerdekaan atau bebas dari penghambaan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju tauhid untuk ranah batiniyah dan kemerdekaan dari kesempitan dunia dan ketidakadilan menuju kelapangan dan keadilan Islam dalam ranah lahiriyah. Sehingga bisa dikatakan bahwa makna kemerdekaan dari ajaran Islam adalah kemerdekaan yang sempurna bagi umat manusia. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Al-Aqidah Al-Washithiyyah berkata, “Ubudiyyah (penghambaan) kepada Alloh ﷻ adalah kemerdekaan yang hakiki, (sehingga) orang yang tidak menyembah kepada Alloh ﷻ semata, maka dia adalah hamba (budak) bagi selain Alloh ﷻ.” Jika ia masih menjadi budak, tentu saja belum pantas disebut merdeka. 

Kemerdekaan yang asasi adalah ketika manusia berada dalam fitrahnya, yaitu Islam dan tauhid. 

Setiap manusia yang terlahir di muka bumi, sejatinya adalah manusia merdeka. 

Bagaimana bisa? 

Hal ini karena sejatinya tak seorang pun yang terlahir ke dunia ini kecuali telah bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabbnya dan Islam adalah agamanya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh ﷻ mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), _“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al-A’raf : 172).

Ketika manusia tidak berada di atas fitrah tersebut, sekali lagi, sesungguhnya ia adalah manusia yang belum merdeka dan masih terjajah. 

Kemerdekaan manusia yang asasi ini kemudian bisa terampas dari lingkungan dimana manusia itu tumbuh. 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, selanjutnya orang tuanya lah yang menjadikannya seorang yahudi, nashrani, atau majusi.” (HR. Muslim)

Jadi, setiap muslim hendaknya memaknai kemerdekaan itu sebagai pembebasan dari segala bentuk kesyirikan yang dapat menyimpangkannya dari jalan fitrahnya. 

Begitu pula, kemerdekaan oleh seorang muslim adalah terbebasnya seorang hamba dari segala sistem kehidupan yang tidak bersumber dari aturan Islam dan sunnah Nabi-Nya sebagai wahyu Ilahi. Olehnya, ketika seorang hamba senantiasa komitmen akan hal ini, maka sejatinya ia adalah manusia merdeka di sepanjang hidupnya.
 
Wallahu a’lam.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Riyanti ~ Yogja
1. Dzah, bicara tentang merdeka, yang lagi trending berita Afghanistan yang  digulingkan Thaliban. Sementara "kemenangan" Thaliban itu didukung Cina yang notabene negara komunis.

Sementara itu pemerintah Afghanistan didukung Amrik. 

Menurut Dzah Ir, dilihat dari konteks merdeka, Afghan sudah merdeka belum ya dzah?

2. Kenapa rerata kita semangat dan lebih mudah bersatu saat berjuang meraih kemerdekaan sementara saat mengisi kemerdekaan malah gontok-gontokan?

3. Di zaman Rasulullah ﷺ, kenapa budak-budak masih ada Dzah? Apa itu artinya Islam mengakui perbudakan?

🔷Jawab:
1. Siapa mendukung siapa untuk menuju sebuah tujuan kemerdekaan itu sah-sah saja. Seperti keterangan diatas, kita lihat kemerdekaan yang hakiki itu seperti apa, kedepan kita lihat, apakah mereka bisa bebas menjalankan ajaran agama menurut keyakinan mereka atau tidak. 

🌷Okay Dzah, cukup bikin hati tenang, wait & see yaa.

2. Karena setelah merdeka, mereka mulai berlomba untuk kepentingan pribadi dan kelompok, bukan lagi untuk kemenangan sebuah negara. 

Wallahu a'lam

🌷Dalam kondisi demikian itu, bisa disebut merdeka tidak Dzah?

🔷Sudah, karena mereka sudah punya hukum negara sendiri yang mengatur kehidupan beragama dan bermasyarakat.

🌷Walaupun tidak kompak, ada konflik begitu ya Dzah?

🔷Didalam rumah tangga saja yang skala kecil, tidak kompak. Apalagi skala negara.

🌷Iye ye, kecuali Brunei ya, sepi dalam berita.

3. Sudah tahu belum syarat perbudakan yang ada didalam Islam waktu itu?

🌷Belum dzah. Mohon pencerahannya.

🔷Dan dalam Islam sebab perbudakan hanya satu, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan perang. Dan sangat wajar jika seorang tawanan perang dijadikan budak. Karena mereka sebelumnya musuh dan harus diberikan strata sosial yang rendah.

Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Ali Bassam rahimahullah berkata, “Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi budak kecuali dengan satu sebab saja, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan dalam pertempuran. Dan Panglima perang memiliki kewajiban memberikan perlakuan yang tepat terhadap para tawanan, bisa dijadikan budak, meminta tebusan atau melepaskan mereka tanpa tebusan. Itu semua dipilih dengan tetap melihat kemaslahatan umum."

Inilah satu-satunya sebab perbudakan di dalam Islam berdasarkan dalil naqli yang shahih yang sesuai dengan dalil aqli yang shahih. Karena sesungguhnya orang yang berdiri menghalangi akidah dan jalan dakwah, ingin mengikat dan membatasi kemerdekaan serta ingin memerangi maka balasan yang tepat adalah ia harus ditahan dan dijadikan budak supaya memperluas jalannya da’wah.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum bu.

Bangsa kita telah merdeka, tapi sepertinya rakyat belum merdeka sepenuhnya. Masih banyaknya kemiskinan baik miskin dalam pangan bahkan miskin moral. Apalagi zaman sekarang anak-anak muda, remaja bahkan dewasa dengan bebasnya melakukan apa saja di luar batas moral dan susila. Bagaimana bu menyikapinya? Kemerdekaan kebebasan tapi kebablasan.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Disinilah pentingnya agama untuk mengatur akhlak manusia. Kalau sudah baik dari segi agama, maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat akan terlaksana, karena Islam itu adil, pun begitu dengan akhlak anak-anak muda, jika agama baik, akhlaknya akan baik. Cuma sayang banyak yang menganggap remeh soal agama, dan mengejar ilmu dunia yang membuat jiwa kerontang dari iman.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Saudari-saudariku....

Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan mempertahankan keutuhan jati diri bangsa ini dengan nilai-nilai Islam yang tinggi dan cinta kepada negeri ini sebagai negeri Islam. 

Dengan itu, insyaaAllah kita akan mampu meraih kejayaan di masa yang akan datang dan meneruskan sejarah bangsa ini menjadi sebuah “baldatun thayyibatun warabbun ghafuur“ yaitu sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah (ampunan), kesejahteraan dan kedamaian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala selama-lamanya. Semoga. 

Wallahu a’lam. Mohon maaf lahir batin atas salah dan khilaf. 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar