Minggu, 28 Maret 2021

WANITA DAN RAMADHAN


 
OLeH: Ustadz H. Farid Nu'man

❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MUSLIMAH DAN RAMADHAN

Ramadhan bagi muslimah, ada hal-hal khusus yang perlu diperhatikan.

Terkait bagaimana jika haid, nifas, hamil, dan menyusui.

Haid dan nifas, memiliki hukum yang sama dalam hal Ramadhan, yaitu terlarang baginya berpuasa. Menghindari larangan adalah ibadah juga. Oleh karena itu muslimah yang haid dan nifas, lalu tidak puasa karenanya, tidak usah bersedih sebab itupun sedang menjalankan ketaatan yaitu menghindari larangan.

Wajib bagi wanita haid dan nifas untuk mengqadha puasanya di hari-hari lain setelah Ramadhan, sebanyak puasa yang ditinggalkannya. Bukannya fidyah, sebab fidyah hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah tidak mampu puasa sama sekali.

Mengqadha puasa adalah wajib, dan waktunya lapang (wajib muwassa'). Aisyah Radhiallahu 'Anha, mengqadha puasa di bulan Sya'ban tahun kemudian. Namun menyegerakannya lebih baik. 

Mayoritas ulama mengatakan jika menunda qadha ada sebab seperti sakit, maka dia hanya qadha. Jika tidak ada sebab, tapi karena malas atau sengaja menunda-nunda maka qadha dan fidyah. Adapun menurut Abu Hanifah, ada alasan atau tidak, sama-sama qadha saja tanpa fidyah.

◾Adapun hamil menyusui, ada 4 pendapat seperti yang diringkas oleh Imam Ibnu Katsir:

1) Qadha dan fidyah sekaligus.
2) Tidak kena qadha dan tidak fidyah.
3) Qadha saja, ini pendapat umumnya ahli fiqih.
4) Fidyah saja, ini pendapat para sahabat nabi seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas.

Syaikh al Qaradhawi memberikan solusi, yaitu tergantung kondisi wanitanya. Jika dia punya kebiasaan hamil dan menyusui tiap tahun, maka sulit baginya qadha. Jadi, dia lebih tepat fidyah.

Jika dia jarang hamil, ada waktu kosong tidak hamil dan tidak menyusui, maka dia bisa qadha. Maka, hendaknya dia qadha. Inilah jalan tengah yang bagus dari Syaikh al Qaradhawi. 

◾Fidyah itu ada dua cara:

1. Memberikan makanan pokok sebanyak 1 mud (0,6 - 0,75 kg beras), untuk mengganti 1 hari puasa. Lalu serahkan ke fakir miskin. 

2. Bisa juga mengajak fakir miskin makan di rumah dengan memberikan makan yang mengenyangkan sebanyak 1 kali makan, sebanyak jumlah puasa yang ditinggal. Sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik dalam hadits Bukhari, memberikan fakir miskin Makanan daging dan roti. 

3. Mayoritas ulama melarang fidyah dengan uang, tapi hendaknya dengan makanan pokok. Kecuali menurut Hanafiyah dan sebagian Syafi’iyah, membolehkan dengan uang. 

Adapun persoalan i'tikaf, wanita dan laki-laki sama, yaitu disunnahkan di masjid. Hanya saja menurut Hanafiyah wanita lebih dianjurkan i'tikaf di rumah, di tempat biasa dia shalat di rumah. 

◾Ada dua syarat bagi wanita ingin i'tikaf:

1. Suci dari haid.
2. Izin wali atau suami.
3. Kondisi masjidnya kondusif untuk i'tikafnya wanita.

Wanita haid dan nifas, tidak usah berkecil hati tidak bisa i'tikaf. Sebab, masih banyak aktivitas ibadah lainnya yang tidak terhalang oleh haid dan nifas seperti dzikir, istighfar, shalawat, membaca buku keislaman, membaca buku-buku hadits, sedekah, membantu orang tua, atau beres-beres rumah dan diniatkan untuk ibadah. 

Muslimah dibolehkan tarawih di masjid, sebagaimana shalat wajib, tapi lebih dianjurkan di rumah. Inilah pendapat umumnya ulama. Kecuali saat di mekkah, maka shalat di masjid al haram adalah lebih utama dibanding di rumahnya, sebagaimana dikatakan Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu 'Anhu. 

Demikian. Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
 
0️⃣1️⃣ Safitri ~ Banten 
Assalamualakium ustadz,

Ketika mempunya rasa iri terhadap orang yang punya hutang puasanya sedikit apa itu dosa?

Contoh "enak amat sih punya hutangnya sedikit haidnya cuma 5 hari doang, lahh saya punya hutang banyak kalau haid lama bisa sampai 9 hari,  pokoknya saya mah kalau punya hutang puasa tuh banyak" seperti begini ustadz apa itu artinya kita tidak mensyukuri nikmat yang Alloh ﷻ beri?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

🔸Macam-Macam Hasad

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

قَالَ الْعُلَمَاءُ الْحَسَدُ قِسْمَانِ حَقِيقِيٌّ وَمَجَازِيٌّ فَالْحَقِيقِيُّ تَمَنِّي زَوَالِ النِّعْمَةِ عَنْ صَاحِبِهَا وَهَذَا حَرَامٌ بِإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ مَعَ النُّصُوصِ الصَّحِيحَةِ وَأَمَّا الْمَجَازِيُّ فَهُوَ الْغِبْطَةُ وَهُوَ أَنْ يَتَمَنَّى مِثْلَ النِّعْمَةِ الَّتِي عَلَى غَيْرِهِ مِنْ غَيْرِ زَوَالِهَا عَنْ صَاحِبِهَا فَإِنْ كَانَتْ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا كَانَتْ مُبَاحَةً وَإِنْ كَانَتْ طَاعَةً فَهِيَ مُسْتَحَبَّةٌ

Berkata para ulama:

IRI HATI itu ada dua; hakiki dan majazi.

★ Iri hati yang hakiki adalah berharap lenyapnya nikmat dari seseorang, maka ini haram menurut ijma' umat dan dalil-dalil yang shahih.

★ Iri hati yang majazi adalah ghibthah, yaitu mengharapkan dapat nikmat yang sama yang ada pada orang lain, tanpa menginginkan nikmat itu lenyap dari orang tersebut. Jika pada urusan dunia maka itu iri yang dibolehkan, jika pada urusan ketaatan maka itu iri yang disukai (sunnah).

Imam Abu Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syarf An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/98. Cet. 2, 1392H. Daar Ihya' At Turats. Beirut.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Rustia ~ Bekasi 
Assalamu'alaikum ustadz, 

Bagaimana dengan haid yang terputus (seminggu haid biasa, hari 8-12 tidak haid, hari 13-15 haid lagi) apakah saat tidak haid tersebut diwajibkan sholat dan puasa?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Masalah seperti ini terkait bagaimana mengetahui akhir haid dulu. Ada beberapa cara pendekatan sederhana untuk mengetahuinya sesuai keadaan masing-masing haid wanita, sehingga masalah ini tidak bisa dipukul rata.

◾1. Bagi wanita yang haidnya lancar, maka yang menjadi batasan adalah kebiasaan durasi haidnya.

 Sesuai kaidah:

Al 'Aadah Muhakkamah: Adat atau kebiasaan itu bisa menjadi standar hukum. 

Jadi, jika kebiasaan seorang wanita haidnya 7 hari, maka itu menjadi standarnya. Jika dia sudah berhenti darahnya sebelum hari 7, maka jangan terburu-buru merasa sudah suci. Dia masih berlaku hukum-hukum haid, di antaranya larangan shalat, shaum, dan jima'. Sehingga kalau dia tidak shalat dihari 6, maka tidak ada qadha.

Jika baru berhentinya setelah hari 7,  atau sudah berhenti tapi keluar lagi, maka darah yang keluar selebihnya dugaan kuatnya adalah darah istihadhah, atau sisa darah haid yang lalu, bukan darah haid itu sendiri. Dia sudah suci dan tidak lagi berlaku lagi hukum-hukum haid. Maka, sudah wajib lagi shalat, boleh shaum, dan lain-lain. Ini relatif mudah.

◾2. Bagi wanita yang haidnya eror. Kadang 4 hari, kadang 6 hari, pernah 10 hari .., dan sebagainya, dan eror ini memang menjadi kebiasaannya, maka caranya dengan memperhatikan warna darahnya, sebab darah haid itu sudah dikenal. Adapun maksimal menurut jumhur ulama adalah 15 hari, selebih itu adalah istihadhah atau penyakit.

Hal ini sesuai hadits: 

 فَإِنَّهُ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي 

"Apabila darah haid maka darah itu berwarna hitam dan dikenal, Apabila darah itu ternyata demikian, maka tinggalkanlah shalat. Apabila darah itu berwarna lain, maka berwudhulah dan shalatlah." (HR. Abu Daud No. 261, hasan)

Sehingga, di masa-masa tidak keluar darah maka dia dihukumi suci, maka boleh shalat, shaum, dan lain-lain. Sebaliknya di masa keluar darah dihukumi haid, dengan syarat sifat darahnya memang dikenal sebagai darah haid. Ini memang agak ribet apalagi terjadi sepanjang tahun. 

◾3. Bagi wanita yang tadinya teratur lalu berubah menjadi eror haidnya gara-gara obat, KB, setelah melahirkan, dan lain-lain.

Maka, pendekatan pertamanya adalah dengan mengikuti kebiasaannya dulu, sebab pada awalnya memang teratur. Ini sebagai antisipasi bahwa dia masih teratur. Tapi, jika akhirnya eror, maka barulah dengan cara mengenali sifat darahnya, sebagaimana hadits Abu Daud di atas. Lalu berobatlah atau konsultasi dengan dokter agar kembali normal.

Demikian. Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Na ~ Semarang
Assalamualaikum warahmatullah.

Ustadz, lalu bagaimana jika dulu punya masa lalu tida baik (tidak pernah puasa) dan sekarang sudah taubat. Apakah juga harus membayar fidyah?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jika dia secara kekuatan masih mampu qadha maka Bukan fidyah, tapi qadha. Sudah dijelaskan di atas bahwa fidyah hanya berlaku bagi yang sudah tidak mampu sama sekali berpuasa.

Wallahu A’lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Ramadhan datang itu sudah biasa, karena tiap tahun datangnya. Yang luar biasa adalah bagaimana melewatinya dengan prestasi amal shalih yang lebih baik dari Ramadhan sebelumnya, agar tidak termasuk orang yang merugi.

Wallahu a'lam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar