Minggu, 28 Maret 2021

RAGU? TANYALAH PADA HATIMU

 



OLeH  :  Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

Assalamu'alaikum. 
Apa kabar? Sehat semua?

Alhamdulillah, puja dan puji hanya milik Alloh ﷻ yang telah memberi kita hidayah Iman Islam, harta paling berharga, satunya yang bisa membuka jalan ke Surga. Hanya dengan hidayah-Nya lah, kita bisa menemukan jalan keselamatan. Dan alhamdulillah sampai malam ini, kita masih dalam kondisi beriman Islam, iman tauhid. 

Sholawat dan salam kita kita sampai kepada Rasulullah ﷺ yang dengan perantaraan beliaulah kita mengenal Islam. Andai jika beliau tidak diutus untuk seluruh umat dialam ini, mungkin kita telah tersesat, beriman kepada selain Alloh ﷻ yang Esa. Kita sampaikan juga salam kepada keluarga beliau, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. 

🌷RAGU? TANYALAH PADA HATIMU

Bohong jika tidak ada manusia yang tidak pernah merasa takut atau ragu-ragu. Rasa takut dan rasa ragu terhadap diri sendiri adalah bagian dari emosi dan perasaan setiap manusia. Setiap orang punya rasa takut, sesekali kita pun akan merasa ragu-ragu terhadap diri kita sendiri.

Kita semua punya rasa takut, ragu-ragu, dan rasa rapuh. Dan sayangnya banyak di antara kita yang membiarkan perasaan dan emosi negatif tersebut mendikte aksi atau tindakan yang kita lakukan. 

Jadinya kita bisa dengan mudahnya tidak mau melakukan sesuatu karena dikuasai rasa takut dan ragu-ragu.

Islam merupakan agama yang bukan hanya mengatur masalah peribadatan saja. Akan tetapi, ajaran Islam juga mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Berbagai tuntunan dalam Islam bisa kita temukan melalui Al-Quran maupun hadits. 

Salah satu syariat agama Islam adalah meninggalkan segala sesuatu yang meragukan. Perintah mengenai hal ini bisa kita temukan dalam hadits kesebelas dalam hadits Arbain karya Imam Nawawi. Hadits tersebut berbunyi:

Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah ﷺ dan kesayangannnya radhiyallahu anhuma, ia berkata,

Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah ﷺ: 
“Tinggalkan yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu."
(HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan shahih). 

Ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari hadits ini, beberapa di antaranya adalah:

🔹1. Tinggalkan yang Meragukan.
Hadits ini mengajarkan bahwa sudah menjadi kewajaran bahwa kadang kala manusia bisa merasa ragu. Akan tetapi, atas setiap keraguan pasti ada rasa yakin di baliknya. Karena itu, pada saat rasa ragu muncul, akan lebih baik jika keraguan tersebut ditinggalkan dan hanya mengambil atau melakukan sesuatu yang diyakini saja.

Meninggalkan sesuatu yang meragukan juga termasuk bagian dari meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal. Karena syubhat adalah setiap hal yang membuat seseorang merasa ragu atas status kehalalannya. Sedangkan yang halal adalah setiap hal yang membuat seseorang merasa tenang saat melakukannya.

🔹2. Keyakinan Melahirkan Ketenangan.
Saat seseorangan merasa ragu, maka dirinya akan diliputi dengan kecemasan dan rasa khawatir. Mengambil sesuatu yang diyakinin akan membuat perasaan menjadi lebih tenang dan nyaman. Hal ini bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan yang dialami oleh seorang muslim.

Ketika dihadapkan pada dua pilihan, maka mengambil pilihan yang lebih menenangkan adalah lebih utama. Hal ini juga menunjukkan bahwa Islam menghendaki kemudahan pada umatnya.

Berbagai ujian kehidupan bermunculan. Kegelisaan, kesedihan, ketakutan, rasa kekurangan, keraguan, dan masih banyak lagi. Semua itu tidak lain adalah bukti sayangnya Alloh ﷻ kepada hamba-Nya. Bukankah ketika seseorang sabar dalam menghadapi masalah dia sejatinya sedang bersama Alloh ﷻ.

Dalam kesempatan ini, kita akan bahas salah satu masalah yang sangat akrab dalam kehidupan manusia. Dialah Keraguan. 

Datang tanpa dijemput, menyapa jiwa dalam diam dan menghentikan keyakinan dengan paksa. Itulah sedikit ciri-ciri bagaimana dia bekerja siang dan malam melabui setiap jiwa insan yang berusaha mengumpulkan pundi-pundi kebaikan.

Apakah gerangan yang menyebabkan munculnya keraguan dalam diri manusia? Apakah karena lemahnya iman? Atau banyaknya dosa? Mari kita kupas apa penyebab dari keraguan itu berkembang biak dalam diri manusia.

Keraguan itu sumber utamanya adalah Bisikan Setan. Kemudian setan-setan ini yang bekerja siang malam demi menuntaskan misi mereka untuk meruntuhkan keyakinan para hamba Alloh ﷻ. 

Rasa ragu walaupun terdengar biasa-biasa saja, namun pada sejatinya adalah suatu hal yang sangat berbahaya dan tidak boleh diremehkan. Bahkan Nabi Muhammad dalam haditsnya sangat tegas memerintahkan kepada umatnya agar meninggalkan sesuatu yang mengandung keraguan atau syubhat.

Sebagai muslim yang baik, hendaklah kita berhati-hati dalam melangkah dalam kehidupan. Jangan sampai setan berhasil menggelincirkan kita yang kemudian berujung dengan menjauhkan kita dari Alloh ﷻ. Nauzdubillahimin dzalik. 

Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan makna hadits di atas bahwa yang dimaksud dengan al birru adalah kebaikan yang banyak. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak yang mulia adalah seseorang senang jiwanya, lapang dadanya, tentram hatinya, dan baik pergaulannya. Rasullullah ﷺ bersabda (artinya), “Sesungguhnya kebaikan adalah akhlak yang baik.” 

"Maka jika seseorang mempunyai akhlak yang baik terhadap Alloh ﷻ dan hamba Alloh ﷻ maka ia akan memperoleh kebaikan yang banyak, dadanya lapang terhadap Islam, hatinya menjadi tenang dengan iman, dan bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik." (Syarhul Arba’in An Nawawiyyah). 

Adapun dosa, maka Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa ia adalah, “Apa saja yang meragukan dalam hatimu.” Ketika itu beliau berbicara kepada An-Nawwas bin Sam’an, salah seorang sahabat yang mulia. Tidak ada sesuatu yang meragukan dan tidak menenangkan jiwanya kecuali perbuatan dosa. Oleh karena itulah, Rasulullah ﷺ bersabda (artinya), “Apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka untuk memperlihatkannya kepada orang lain.”

Sementara orang-orang fasik dan durhaka, maka perbuatan dosa tidaklah membuat keraguan dalam jiwa mereka, dan mereka juga tidak membenci untuk memperlihatkan perbuatan dosanya kepada orang lain. Bahkan sebagian mereka merasa bangga dengan perbuatan dosa yang mereka lakukan. 

"Akan tetapi, sabda Rasulullah ﷺ di sini berbicara tentang seseorang yang lurus hatinya. Sesungguhnya orang yang lurus hatinya, jika dia ingin melakukan keburukan maka jiwanya akan ragu dan dia benci perbuatannya diketahui orang lain. Oleh karena itu maka tolak ukur yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ berlaku untuk orang-orang yang baik dan lurus hatinya." (Syarhul Arba’in An Nawawiyyah). 

"Imam An Nawawi mengatakan dalam menjelaskan makna hadits ini bahwa hadits ini merupakan dalil bahwa setiap orang hendaknya melihat kembali hatinya ketika dia akan melakukan suatu pekerjaan. Jika jiwanya menjadi tentram ia akan melakukannya, dan jika jiwanya menjadi tidak tentram maka ia tinggalkan perbuatan tersebut." (Syarhul Arba’in An Nawawiyyah).

Di antara pelajaran penting yang terkandung dalam hadits di atas sebagaimana telah disebutkan oleh syaikh Utsaimin rahimahullah adalah:

★ Keutamaan akhlak mulia, karena Nabi ﷺ menjadikan akhlak yang mulia sebagai sebuah kebaikan.

★ Timbangan perbuatan dosa adalah ketika jiwa merasa ragu dan hati menjadi tidak tenang.

★ Seorang mukmin tidak suka aib-aibnya diketahui orang lain. Hal ini bertolak belakang dengan orang yang tidak punya malu, ia tidak peduli jika aib-aibnya diketahui oleh orang lain.

★ Seseorang hendaknya melihat kepada hatinya, bukan apa yang difatwakan oleh orang lain. Karena terkadang orang-orang yang tidak berilmu berfatwa kepadanya, akan tetapi hatinya masih ragu dan tidak menyukainya. Jika demikian maka hendaknya dia tidak mengembalikan perkaranya terhadap fatwa orang yang tidak berilmu, akan tetapi hendaknya ia kembalikan kepada apa yang ada pada dirinya.

★ Selagi seseorang mampu untuk melakukan ijtihad maka ia tidak boleh melakukan taklid. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ (artinya): “Meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mendukungmu.”

Wallahu ta’ala a’lamu bish showwab. 

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Yani Maryani ~ Bandung
Ustadzah, al birru dan akhlakul yang mulia merupakan akhlak mahmudah. 
Manakah yang harus didahulukan? 
Hatur nuhun. 

🔷Jawab:
Antara Al Birru dan Akhlak yang mulia itu saling berkaitan, dengan adanya akhlak yang mulia akan menghasilkan kebaikkan demi kebaikkan. Kita tidak bisa memilih mana yang harus didahulukan. 

Wallahu a'lam. 

0️⃣2️⃣ Dewi ~ Bekasi
Saya sudah seminggu ini harus memilih 1 diantara 2, yaitu masalah jodoh.

Lelaki A. Usianya lebih muda 6 tahun, masih saudara jauh, hafal beberapa juz Qu'ran, rajin sholat tepat waktu, bekerja, mapan. Meminta saya untuk menikah dengannya 2 bulan lagi. Saya bingung walau saudara tapi seumur hidup mungkin hanya 5 kali bertemu.

Lelaki B. Saya sudah menjalin LDR 2 tahun. 2 kali merencanakan nikah tapi selalu berakhir gagal. Ketika saya tanya kepastian hubungan ini, dia hanya bisa pasrah pada Alloh ﷻ saja. Usianya 4 tahun lebih tua dari saya, mapan, sholatnya baik. 

Seminggu ini saya bingung. Karena saya datang bulan, saya hanya bisa berdoa di ⅓ malam terakhir. Minta petunjuk pada Alloh ﷻ siapa yang harus saya pilih. 

Mohon bantuannya. Saya merasa topik kali ini jawaban dari Alloh ﷻ. 

🔷Jawab:
Bismillah. Pilihan yang sulit tentunya, namun Islam telah menuntun kita di dalam memilih pasangan, pasangan yang akan dipilih yang utama adalah yang baik agamanya. Di antara keduanya siapa yang lebih baik agamanya, maka pilihlah dia. In syaaAllah kita akan selamat. 

Dari cerita diatas bisa sedikit dilihat, mana yang lebih paham agama. 
Perbanyak doa dan sholawat untuk memantapkan hati.

Wallahu a'lam. 

🌷Bantu saya, Ustadzah. Saya bingung. Menurut Ustadzah yang mana?

🔷Kalau saya pribadi lebih cenderung dengan si A. Karena si B tidak mampu memberi kepastian walau sudah 2 tahun menjalani hubungan. Dan tidak ada pacaran di dalam Islam meski LDR.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabatku...

★ Hati Adalah Sumber.
Hati adalah sumber cahaya batin, inspirasi, kreativitas, dan belas kasih. Seorang mukmin sejati hatinya hidup, terjaga, dan dilimpahi cahaya.

Hati tidak akan pernah berbohong tentang kebaikkan. Satu titik terang di hati akan menuntun manusia pada kebaikkan. 

Jika ada keraguan maka bertanyalah pada hati, karena hati tidak akan pernah berbohong, tidak seperti lidah yang terlalu mudah untuk berbohong. 

Semoga bermanfaat. 
Mohon maaf lahir batin atas segala kekurangan malam ini.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar