Minggu, 28 Maret 2021

RISALAH PUASA

 


OLeH: Ustadz Abdillah Noor R.

❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎RISALAH PUASA

A. Pengertian Puasa
B. Syariat Puasa
1. Al-Quran.
2. As-Sunnah.
3. Al-Ijma`.

C. Penentuan Awal Ramadhan
1. Dengan melihat bulan (ru`yatul hilal). 
2. (Ikmal) Menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari.

D. Syarat Puasa
1. Syarat Wajib.
2. Syarat Syah.

E. Rukun Puasa
1. Niat.
2. Imsak (menahan). 

F. Yang Membatalkan Puasa
1. Makan minum.
2. Hubungan seksual. 
3. Sengaja muntah.
4. Hilang atau berubah niatnya.
5. Murtad.
6. Keluarnya mani secara sengaja.
7. Mendapat haidh atau nifas.

G. Yang Tidak Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum karena lupa.
2. Keluar mani dengan sendirinya.
3. Memakai celak mata.
4. Berbekam.
5. Bersiwak.
6. Kumur dan istinsyak.
7. Mandi dan berenang. 
8. Kemasukan asap atau debu.
9. Copot gigi.
10. Memasukkan air ke telinga.
11. Muntah tidak sengaja.
12. Janabah.
13. Suntik.
14. Menghirup aroma wangi.

H. Hal-hal Yang Membolehkan Berbuka
1. Safar.
2. Sakit.
3. Hamil dan Menyusui.
4. Lanjut Usia.
5. Lapar dan Haus yang sangat.
6. Dipaksa atau terpaksa.
7. Pekerja Berat.

I. Qadha`, Fidyah dan Kaffarat
J. Sunnah-sunnah Dalam Puasa
1. Makan sahur dengan mengakhirkannya.
http://www.syariahonline.com/puasa/ (1 of 2)17/08/2004 15:14:55
2. Berbuka dengan mendahulukannya.
3. Berdoa ketika berbuka.
4. Memberi makan orang berbuka.
5. Mandi.
6. Menjaga lidah dan anggota tubuh.
7. Meninggalkan nafsu atau syahwat.
8. Memperbanyak shadaqah.
9. Menyibukkan diri. dengan ilmu dan tilawah 
10. BerI`tikaf.
 
K. Puasa Yang Diharamkan
1. Hari Raya Idul Fithri.
2. Hari Raya Idul Adha. 
3. Hari Tasyrik.
4. Puasa sehari saja pada hari Jumat.
5. Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban.
6. Puasa pada hari Syak. 
7. Puasa Selamanya .
8. Wanita haidh atau nifas.
9. Puasa sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya.

L. Tanya Jawab Seputar Puasa 

🌸A. Pengertian Puasa

Puasa dalam bahasa arab adalah shaum dan jama`nya adalah shiam. Secara ilmu bahasa, shaum itu berarti al-imsak yang berarti ‘menahan’. 
Sedangkan menurut istilah syariah, shaum itu berarti: Menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan hal-hal lain yang membatalkannya sejak subuh hingga terbenam matahari dengan niat ibadah. 

🌸B. Syariat Puasa

Puasa Ramadhan pertama kali disyariatkan adalah pada tanggal 10 Sya`ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi ﷺ ke Madinah. Sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari masjidil Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram. Semenjak itulah Rasulullah ﷺ menjalankan puasa Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak sembilan kali dalam sembilan tahun.
Puasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam yang lima, Oleh karena itu mengingkari kewajiban puasa Ramadhan termasuk mengingkari rukun Islam. Dan pengingkaran atas salah satu rukun Islam akan 
mengakibatkan batalnya ke-Islaman seseorang. 

Sesungguhnya kewajiban puasa bukan saja kepada umat Nabi Muhammad ﷺ, tetapi umat terdahulu pun telah mendapatkan perintah untuk puasa. Meskipun demikian, bentuk dan tatacaranya sedikit berbeda dengan yang diberlakukan oleh Rasulullah ﷺ.
Paling tidak kita mengenal bentuk puasa Nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Itu dilakukan sepanjang hayat hingga wafat. Kita juga mengenal bentuk puasa di zaman Nabi Zakaria, dimana puasa itu bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga tidak boleh berbicara. 
Sedangkan kewajiban puasa Ramadhan didasari oleh Al-Quran, As-Sunah dan Ijma`. 

★1. Al-Quran
Alloh ﷻ telah mewajibkan umat Islam untuk berpuasa bulan Ramadhan dalam Al-Quran Al-Kariem. 
"Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelum mu agar kamu bertaqwa." (QS Al-Baqarah : 183)

★2. As-Sunnah
Hadits Nabi ﷺ :
"Islam dibangun atas lima, syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Alloh ﷻ dan Muhammad adalah Rasulullah ﷺ, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke baitullah bila mampu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits Nabi ﷺ :
Dari Thalhah bin Ubaid ra bahwa seseorang datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya, "Ya Rasulullah ﷺ, katakan padaku apa yang Alloh ﷻ wajibkan kepadaku tentang puasa?” Beliau menjawab, & "Puasa Ramadhan.” 
“Apakah ada lagi selain itu?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali puasa sunnah.”

★3. Al-Ijma`
Secara ijma` seluruh umat Islam sepanjang zaman telah sepakat atas kewajiban puasa Ramadhan bagi tiap muslim yang memenuhi syarat wajib puasa.

🌸C. Penentuan Awal Ramadhan

Untuk menentukan awal Ramadhan, ada dua cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ yaitu : 

★1. Dengan Melihat Bulan (ru`yatul hilal)
Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. 

★2. (Ikmal) Menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari
.
Tetapi bila bulan sabit awal Ramadhan sama sekali tidak terlihat, maka umur bulan Sya`ban ditetapkan menjadi 30 hari (ikmal) dan puasa Ramadhan baru dilaksanakan lusanya. 

Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini didasari atas perintah Rasulullah ﷺ dalam hadits riwayat Abu Hurairah ra. : "Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan, bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sedangkan metode penghitungan berdasarkan ilmu hisab dalam menentukan awal Ramadhan tidak termasyuk cara yang masyru` karena tidak ada dalil serta isyarat dari Rasulullah ﷺ untuk menggunakannya. Ini berbeda dengan penentuan waktu shalat dimana Rasulullah ﷺ tidak memberi perintah secara khusus untuk melihat bayangan matahari atau terbenamnya atau terbitnya atau ada tidaknya mega merah dan seterusnya. Karena tidak ada perintah khusus untuk melakukan rukyat, sehingga penggunaan hisab khusus untuk menetapkan waktu-waktu shalat tidak terlarang dan bisa dibenarkan.

Ikhtilaful Matholi`
Ada perbedaan pendapat tentang ru`yatul hilal, yaitu apakah bila ada orang yang melihat bulan, maka seluruh dunia wajib mengikutinya atau tidak? Atau hanya berlaku bagi negeri dimana dia tinggal? 

Dalam hal ini para 
ulama memang berbeda pendapat: 
✓ Pendapat pertama adalah pendapat jumhur ulama.
Mereka (jumhur) menetapkan bahwa bila ada satu orang saja yang melihat bulan, maka semua wilayah negeri Islam di dunia ini wajib mengikutinya. Hal ini berdasarkan prinsip wihdatul matholi`, yaitu bahwa mathla` (tempat terbitnya bulan) itu merupakan satu kesatuan di seluruh dunia. Jadi bila ada satu tempat yang melihat bulan, maka seluruh dunia wajib mengikutinya.
Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. 

✓ Pendapat Kedua adalah pendapat Imam Syafi`i RA.
Beliau berpendapat bahwa bila ada seorang melihat bulan, maka hukumnya hanya mengikat pada negeri 
yang dekat saja, sedangkan negeri yang jauh memeliki hukum sendiri. Ini didasarkan pada prinsip ihktilaful 
matholi` atau beragamnya tempat terbitnya bulan. 
Ukuran jauh dekatnya adalah 24 farsakh atau 133,057 km. Jadi hukumnya hanya mengikat pada wilayah 
sekitar jarak itu. Sedangkan diluar jarak tersebut, tidak terikat hukum ruk`yatul hilal. 
Dasar pendapat ini adalah hadits Kuraib dan hadits Umar, juga qiyas perbedaan waktu shalat pada tiap wilayah dan juga pendekatan logika. 

🌸D. Syarat Puasa

Syarat puasa terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah syarat wajib puasa, dimana bila syarat-syarat ini terpenuhi, seeorang menjadi wajib hukumnya untuk berpuasa. Kedua adalah syarat syah puasa, dimana seseorang syah puasanya bila memenuhi syarat-syarat itu.

★1. Syarat Wajib
Syarat wajib maksudnya adalah hal-hal yang membuat seorang menjadi wajib untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri seseorang, maka puasa Ramadhan itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Meski kalau dia mau, dia tetap diperbolehkan untuk berpuasa. 
Diantara syarat-syarat yang mewajibkan seseorang harus berpuasa antara lain yaitu : 

❍ Baligh.
Anak kecil yang belum baligh tidak wajib puasa. Namun orang tuanya wajib memerintahkannya puasa ketika berusia 7 tahun dan bila sampai 10 tahun boleh dipukul. Persis seperti pada masalah shalat.
Rasulullah ﷺ bersabda : 
Dari Ibnu Amr bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Perintahkan anak-anak kamu untuk mengerjakan shalat ketika berusia 7 tahun dan pukulah mereka karena tidak menegakkan shalat ketika berusia 10 tahun." (HR. Abu Daud dan Hakim dan dishahihkan dalam Al-Jamius Shaghir). 

Meski demikian, secara hukum anak-anak termasuk yang belum mendapat beban atau taklif untuk mengerjakan puasa Ramadhan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits : 
"Telah diangkat pena dari tiga orang : Dari orang gila hingga waras, dari orang yang tidur hingga terjaga dan dari anak kecil hingga mimpi."
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizy).

❍ Berakal.
Orang gila tidak wajib puasa bahkan tidak perlu menggantinya atau tidak perlu mengqadha`nya. Kecuali bila melakukan sesuatu secara sengaja yang mengantarkannya kepada kegilaan, maka wajib puasa atau wajib menggantinya. 
Hal yang sama berlaku pada orang yang mabuk, bila mabuknya disengaja. Tapi bila mabuknya tidak disengaja, maka tidak wajib atasnya puasa. 

❍ Sehat.
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih. 

Alloh ﷻ berfirman:
"...Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Alloh ﷻ menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (QS. Al-Baqarah: 185).

Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa. Atau ditakutkan penyakitnya akan terlambat 
untuk sembuh.

❍ Mampu.
Alloh ﷻ hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau sudah jompo dimana secara pisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa, maka mereka tidak diwajibkan puasa. 

Alloh ﷻ berfirman: 
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin..." (QS. Al-Baqarah: 184)

❍ Tidak dalam perjalanan (bukan musafir).
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tapi wajib atasnya mengqadha` puasanya.
Dalam hadits Rasulullah ﷺ disebutkan: 
Bahwa Hamzah Al-Aslami berkata, "Ya Rasulullah ﷺ, Aku kuat tetap berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Itu adalah keringanan dari Allah Ta`ala, siapa yang berbuka maka baik. Dan siapa yang lebih suka berpuasa maka tidak ada dosa." (HR. Muslim)

★2. Syarat Sah
Sedangkan syarat sah adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan oleh seseorang itu menjadi sah hukumnya di hapadan Alloh ﷻ. 

❍ Niat.
Bila seseorang berpuasa tapi lupa atau tidak berniat, maka puasanya tidak sah. Maksudnya puasa wajib bulan Ramadhan atau puasa wajib nazar atau puasa wajib qadha`. Namun bila puasa sunnah, maka niatnya tidak harus sejak terbit fajar, boleh dilakukan di siang hari ketika tidak mendapatkan makanan.

❍ Beragama Islam.
Puasa orang bukan muslim baik kristen, katolik, hindu, budha atau agama apapun termasuk atheis tidak sah. Bila mereka tetap berpuasa, maka tidak mendapatkan balasan apa-apa. 

❍ Suci Dan Haidh Dan Nifas.
Wanita yang mendapat haidh dan nifas, bila tetap berpuasa, maka puasanya tidak sah.

❍ Pada Hari Yang Dibolehkan Puasa.
Bila melakukan puasa pada hari-hari yang dilarang, maka puasanya tidak sah bahkan haram untuk dilakukan. 

Diantara hari-hari yang secara khusus dilarang untuk berpuasa adalah: 
1. Hari Raya Idul Fithri 1 Syawwal. 

2) Hari Raya Idul Adha tanggal 10 ZulHijjah. 

3) Hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah.

4) Puasa sehari saja pada hari Jumat, tanpa didahului dengan hari sebelum atau sesudahnya. Kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunah nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka bila jatuh hari Jumat giliran untuk puasa, boleh berpuasa. 

5) Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban, yaitu mulai tanggal 15 Sya`ban hingga akhir. Namun bila puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah. Sedangkan puasa wajib seperti qadha` puasa Ramadhan wajib dilakukan bila memang hanya tersisa hari-hari itu saja. 

6) Puasa pada hari Syak, yaitu tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. 

🌸E. Rukun Puasa

Puasa itu mempunyai dua rukun yang menjadi inti dari ibadah tersebut. Tanpa kedua hal itu, maka puasa menjadi tidak berarti.

★1. Niat
Niat adalah azam (berketetapan) di dalam hati untuk mengerjakan puasa sebagai bentuk pelaksanaan perintah Alloh ﷻ dan taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya. 
Sabda Rasulullah ﷺ:
"Sesungguhnya semua amal itu tergantung niatnya." 

Kedudukan niat ini menjadi sangat penting untuk puasa wajib. Karena harus sudah diniatkan sebelum terbit 
fajar. 

Dan puasa wajib itu tidak sah bila tidak berniat sebelum waktu fajar itu. 
Sabda Rasulullah ﷺ:
"Barang siapa yang tidak berniat pada malamnya, maka tidak ada puasa untuknya." (HR. Tirmizy)

Berbeda dengan puasa sunnah yang tidak mensyaratkan niat sebelum terbit fajar. Jadi boleh berniat puasa meski telah siang hari asal belum makan, minum atau mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa. 
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. 
Dari Aisyah RA. Berkata, Rasulullah ﷺ datang kepadaku pada suatu hari dan bertanya, “Apakah kamu punya makanan?” Aku menjawab, ”Tidak”. Beliau lalu berkata,”Kalau begitu aku berpuasa”. (HR. Muslim)

★2. Imsak (Menahan)
Imsak artinya menahan dari makan, minum, hubungan seksual suami istri dan semua hal yang membatalkan puasa, dari sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
Alloh ﷻ berfirman:
"...Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Alloh ﷻ untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam..." (QS. Al-Baqarah: 187)

Yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam adalah putihnya, siang dan hitamnya malam.

🌸F. Yang Membatalkan Puasa

★1. Makan Minum Secara Sengaja
Bila makan dan minum secara sengaja, maka batallah puasanya. Tetapi bila makan dan minum karena lupa, maka tidak membatalkan puasa, asal ketika ingat segera berhenti dari makan dan minum. Termasuk yang membatalkan puasa adalah makan atau minum dengan menyangka bahwa belum terbit fajar, padahal sudah terbit, maka batallah puasanya. Dan makan atau minum dengan menyangka sudah masuk waktu berbuka, padahal ternyata belum, maka puasanya pun batal. Termasuk batal juga bila makan atau minum karena lupa tetapi begitu ingat, tidak berhenti dari makan atau minum. Apabila seseorang memasukkan benda ke dalam tubuhnya melalui lubang seperti hidung, mulut, mata, telinga secara sengaja, maka batal pula puasanya.

Sabda Rasulullah ﷺ,
"Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Siapa lupa ketika puasa lalu dia makan atau minum, maka teruskan saja puasanya. Karena sesungguhnya Alloh ﷻ telah memberinya makan dan minum." (HR. Jamaah)

Sabda Rasulullah ﷺ,
"Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Siapa yang berbuka pada saat Ramadhan karena lupa, tidak ada keharusan mengqadha` atau membayar kafarah."

★2. Hubungan Seksual
Hubungan seksual suami istri membatalkan puasa. Dan bila dikerjakan pada saat puasa Ramadhan, maka selain membayar qadha` juga diwajibkan membayar kaffarah. Karena hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan termasuk perbuatan yang merusak kesucian Ramadhan itu. Padahal kita diperintahkan pada saat-saat itu untuk menahan segala nafsu dan dorongan syahwat dengan tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal-hal yang keji dan mungkar. Tetapi justru pada saat yang semulia itu malah melakukan hubungan seksual di siang hari. Karena itu hukumannya tidak hanya mengganti atau mengqadha` puasa di hari lain, tetapi harus membayar denda atau kaffarah sebagai hukuman dari merusak kesucian bulan Ramadhan. 

Bentuk kaffarah itu salah satu dari tiga hal:
a. Memerdekakan budak.
b. Puasa 2 bulan berturut-turut.
c. Memberi makan 60 orang miskin. 

★3. Sengaja Muntah
Istiqa` atau muntah adalah bila seseorang melakukan sesuatu yang mengakibatkan muntah, maka puasanya batal. Seperti memasukkan jari ke dalam mulut tidak karena kepentingan. Atau membuang lendir 
dari tenggorokan tetapi malah mengakibatkan muntah. Dan semua pekerjaan lainnya yang pada dasarnya tidak perlu dilakukan tetapi malah mengakibatkan muntah. Semua itu dapat membatalkan puasa karena itu harus dihindari agar tidak melakukannya saat berpuasa. Namun bila muntah karena sebab yang tidak bisa ditolak seperti karena masuk angin atau sakit lainnya, maka puasanya tetap sah. 
Sabda Rasulullah ﷺ, 
"Siapa yang menyengaja muntah, wajiblah mengganti (mengqadha`) puasanya."

★4. Hilang Atau Berubah Niatnya
Ketika seseorang dalam keadaan puasa, lalu terbetik dalam hatinya niat untuk berbuka saat itu juga sehingga niat puasanya menjadi hilang atau berubah, maka puasanya telah batal. Meskipun saat itu dia belum lagi makan atau minum. Karena niat merupakan rukun puasa. Bila niat itu hilang, maka hilang pula puasanya. Karena itu niat harus terpasang terus ketika berpuasa dan tidak boleh berubah. Niat itu adalah azzam atau tekad. Tekad itu harus ada terus selama menjalankan ibadah puasa. Hilangnya tekan maka hilang pula nilai ibadahnya. 

★5. Murtad
Seseorang yang sedang berpuasa, lalu keluar dari agama Islam atau murtad, maka otomatis puasanya batal. Dan bila hari itu juga dia kembali lagi masuk Islam, puasanya sudah batal. Dia wajib mengqadha puasanya hari itu meski belum sempat makan atau minum. 
Firman Alloh ﷻ,
"Bila kamu menyekutukan Alloh ﷻ (murtad), maka Alloh ﷻ akan menghapus amal-amalmu dan kamu pasti jadi orang yang rugi." (QS. Az-Zumar)

★6. Keluarnya Mani Secara Sengaja
Melakukan segala sesuatu yang dapat merangsang birahi hingga sampai keluar air mani menyebabkan puasa menjadi batal. Seperti melakukan onani atau masturbasi, atau melihat gambar porno baik media cetak maupun film dan internet. Bahkan bila seseorang dalam keadaan puasa lalu berfantasi dan berimajinasi seksual yang mengakibatkan keluarnya mani, maka puasanya batal dengan sendirinya. Termasuk bercumbu antara suami istri yang mengakibatkan keluarnya mani meski tidak melakukan hubungan seksual, maka puasanya batal meski tidak sampai wajib membayar kaffarah. Karena itu sebaiknya hindari semua hal yang merangsang birahi karena beresiko batalnya puasa. Tetapi bila keluar mani dengan sendirinya seperti bermimpi, maka puasanya tidak batal, karena bukan disengaja atau bukan kehendaknya.

Sabda Rasulullah ﷺ,
"Telah diangkat pena dari tiga orang; orang gila hingga waras, orang tidur hingga bangun dan anak kecil hingga baligh."

★7. Mendapat Haidh Atau Nifas
Wanita yang sedang berpuasa lalu tiba-tiba mendapat haidh, maka otomatis puasanya batal. Meski kejadian itu menjelang terbenamnya matahari. Begitu juga wanita yang mendapat darah nifas, maka puasanya batal. Ini adalah merupakan ijma` para ulama Islam atas masalah wanita yang mendapat haidh atau nifas saat sedang berpuasa.

🌸G. Yang Tidak Membatalkan Puasa

★1. Makan Dan Minum Karena Lupa
Seseorang yang karena lupa tidak sengaja makan dan minum pada saat puasa, maka ketika dia ingat, wajib menghentikan makan dan minumnya itu. Apa yang telah dimakannya itu tidak membatalkan puasanya meski cukup banyak dan lumayan kenyang. 
Sabda Rasulullah ﷺ:
"Telah diangkat pena dari umat atas apa yang mereka lupa, anak-anak dan orang yang dipaksa."

Sabda Rasulullah ﷺ:
"Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Siapa yang berpuasa lalu makan dan minum karena lupa, maka teruskan puasanya. Sesungguhnya Alloh ﷻ telah memberinya makan dan minum.” (HR. Jamaah)

Namun wajib yang melihat untuk mengingatkan orang yang makan ketika berpuasa karena lupa.

★2. Keluar Mani Dengan Sendirinya
Bila pada saat puasa seseorang tidur dan dalam tidurnya itu dia bermimpi yang mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Namun bila secara sengaja melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan birahi baik melalui pikiran (imaginasi) atau melihat atau mendengarkan hal-hal yang merangsang birahinya hingga mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu membatalkan puasa. Karena semua itu termasuk dalam kategori sengaja. Termasuk bila melalukan onani pada saat puasa.

★3. Memakai Celak Mata
Boleh memakai celak mata (alkuhl) pada saat berpuasa dan tidak membatalkannya. Karena Rasulullah ﷺ juga pernah menggunakannya pada saat berpuasa.

★4. Berbekam
Berbekam atau hijamah adalah salah satu bentuk pengobatan dimana seseorang diambil darahnya untuk dikeluarkan penyakit. Metode ini dikenal di negeri Arab dan beberapa negeri lainnya.

"Dari Ibni Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah berbekam dalam keadaan ihram dan pernah pula berbekam dalam keadaan puasa." (HR. Bukhari dan Ahmad)

★5. Bersiwak
Bersiwak atau membersihkan gigi tidak membatalkan puasa. Namun menurut Imam Asy-Syafi`i, bersiwak hukumnya makruh bila telah melewati waktu zhuhur hingga sore hari. Alasan yang dikemukakan beliau 
adalah hadits Nabi yang menyebutkan  Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Alloh ﷻ dari aroma kesturi. Sedangkan bersiwak atau menggosok gigi akan menghilangkan bau mulut. Namun bila bau mulut mengganggu seperti habis makan makanan berbau, maka sebaiknya bersiwak.

★6. Kumur Dan Istinsyak
Kumur adalah memasukkan air ke dalam mulut untuk dibuang kembali. Sedangkan istinsyak adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung untuk dibuang kembali. Keduanya boleh dilakukan saat puasa 
meski bukan untuk keperluan berwudhu`. Namun harus dijaga jangan sampai tertelan atau masuk ke dalam tubuh, karena akan membatalkan puasa.

★7. Mandi Dan Berenang
Mandi, berenang atau memakai pakaian yang dibasahi agar dingin tidak membatalkan puasa. Begitu juga mengorek kuping atau memasukkan batang pembersih ke dalam telinga. Semua itu tidak termasuk yang 
membatalkan puasa.

★8. Kemasukan Asap Atau Debu
Kemasukan asap dan debu, kemasukan lalat atau sisa rasa obat ke dalam mulut tidak membatalkan puasa, asal sifatnya tidak disengaja dan bukan bikinan. Semua itu tidak membatalkan puasa karena tidak mungkin 
menghindar dari hal-hal kebetulan seperti itu.

★9. Copot Gigi, Telinga Kemasukan Air
Orang yang copot giginya tanpa sengaja dan kemasukan air di telinga tidak batal puasanya.

★10. Janabah Dan Bercumbu
Jatuhnya seseorang kepada kondisi janabah tidak membatalkan puasanya, kecuali bila sengaja. Karena itu bila mimpi basah di siang hari bulan ramadhan dan tetap dalam keadaan junub hingga siang hari, tidak membatalkan puasa. Bercumbu dengan istri tidak membatalkan puasa selama tidak sampai keluar mani. Begitu juga menciumnya atau memeluknya tidak membatalkan puasa. 

★11. Suntik
Dalam kondisi sakit, terkadang pasien harus disuntik dengan obat, maka suntikan obat itu tidak membatalkan puasa. Berbeda dengan infus, maka infus membatalkan puasa, karena hakikat infus adalah memasukkan makanan ke dalam tubuh.

★12. Menghirup Aroma Wangi
Boleh menghirup atau mencium aroma wangi dari parfum atau wangi-wangian dan tidak membatalkan puasa.

🌸H. Hal-hal Yang Membolehkan Berbuka

Dalam keadaan tertentu, syariah membolehkan seseorang tidak berpuasa. Hal ini adalah bentuk keringanan yang Alloh ﷻ berikan kepada umat Muhammad ﷺ. Bila salah satu dari keadaan tertentu itu terjadi, maka bolehlah seseorang meninggalkan kewajiban puasa.

★1. Safar (Perjalanan)
Seorang yang sedang dalam perjalanan, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Keringanan ini didasari oleh Firman Alloh ﷻ: 
"Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya di hari lain." (QS. Al-Baqarah: 184 )

Sedangkan batasan jarak minimal untuk safar yang dibolehkan berbuka adalah jarak dibolehkannya qashar dalam shalat, yaitu 47 mil atau 89 km. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa perjalanan itu telah dimulai sebelum mulai berpuasa (waktu shubuh). Jadi bila melakukan perjalanan mulai lepas Maghrib hingga keesokan harinya, bolehlah dia tidak puasa pada esok harinya itu. Namun ketentuan ini tidak secara ijma` disepakati, karena ada sebagian pendapat lainnya yang tidak mensyaratkan jarak sejauh itu untuk membolehkan berbuka.

Misalnya Abu Hanifah yang mengatakan 
bahwa jaraknya selama perjalanan tiga hari tiga malam. Sebagian mengatakan jarak perjalanan dua hari. Bahkan ada yang juga mengatakan tidak perlu jarak minimal seperti apa yang dikatakan Ibnul Qayyim. Meski berbuka dibolehkan, tetapi harus dilihat kondisi berat ringannya. Bila perjalanan itu tidak memberatkan, maka meneruskan puasa lebih utama. Dan sebaliknya, bila perjalanan itu memang sangat berat, maka berbuka lebih utama. Berbeda dengan keringanan dalam menjama` atau mengqashar shalat dimana menjama` dan mengqashar lebih utama, maka dalam puasa harus dilihat kondisinya. Meski dibolehkan berbuka, sesungguhnya seseorang tetap wajib menggantinya di hari lain. Jadi bila tidak terlalu terpaksa, sebaiknya tidak berbuka.

Hal ini ditegaskan dalam hadits Rasulullah ﷺ,
"Dari Abi Said al-Khudri RA. Berkata,”Dulu kami berperang bersama Rasulullah ﷺ di bulan Ramadhan. Diantara kami ada yang tetap berpuasa dan ada yang berbuka. Mereka memandang bahwa siapa yang kuat untuk tetap berpuasa, maka lebih baik." (HR. Muslim)

★2. Sakit
Orang yang sakit dan khawatir bila berpuasa akan menyebabkan bertambah sakit atau kesembuhannya akan terhambat, maka dibolehkan berbuka puasa. Bagi orang yang sakit dan masih punya harapan sembuh dan sehat, maka puasa yang hilang harus diganti setelah sembuhnya nanti. Sedangkan orang yang sakit tapi tidak sembuh-sembuh atau kecil kemungkinannya untuk sembuh, maka cukup dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya.

★3. Hamil Dan Menyusui
Wanita yang hamil atau menyusui di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa, namun wajib menggantinya di hari lain. Ada beberapa pendapat berkaitan dengan hukum wanita yang haidh dan menyusui dalam kewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan. 

> Pertama, mereka digolongkan kepada orang sakit. Sehingga boleh tidak puasa dengan kewajiban menggadha` (mengganti) di hari lain. 

> Kedua, mereka digolongkan kepada orang yang tidak kuat atau mampu. Sehingga mereka dibolehkan tidak puasa dengan kewajiban membayar fidyah. 

> Ketiga, mereka digolongkan kepada keduanya sekaligus yaitu sebagai orang sakit dan orang yang tidak mampu, karena itu selain wajib mengqadha`, mereka wajib membayar fidyah. Pendapat terakhir ini didukung oleh Imam As-Syafi`I RA. 

Namun ada juga para ulama yang memilah sesuai dengan motivasi berbukanya. Bila motivasi tidak puasanya karena khawatir akan kesehatan atau kekuatan dirinya sendiri, bukan bayinya, maka cukup mengganti dengan puasa saja. Tetapi bila kekhawatirannya juga berkait dengan anak yang dikandungnya atau bayi yang disusuinya, maka selain mengganti dengan puasa, juga membayar fidyah.

★4. Lanjut Usia
Orang yang lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, maka tidak wajib lagi berpuasa. Hanya saja dia wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya itu.

Firman Alloh ﷻ,
"Dan bagi orang yang tidak kuat atau mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin." (QS. Al-Baqarah)

★5. Lapar dan Haus Yang Sangat
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan makan atau minum untuk tidak berpuasa. Namun kondisi ini memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum menjadi wajib. Seperti dalam kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan, kekeringan dan hal lainnya yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum.

Firman Alloh ﷻ 
"...Dan janganlah kamu ceburkan jiwamu ke dalam kebinasaan..." (QS. Al Baqarah: 195) 

Namun kondisi ini sangat situasional dan tidak bisa digeneralisir secara umum. Karena keringanan itu diberikan sesuai dengan tingkat kesulitan. Semakin besar kesulitan maka semakin besar pula keringanan yang diberikan. Sebaliknya, semakin ringan tingkat kesulitan, maka semakin kecil pula keringanan yang diberikan.

Ini mengacu pada kaidah fiqih yang berbunyi:

Bila tingkat kesulitan suatu masalah itu luas (ringan), maka hukumnya menjadi sempit (lebih berat). Dan bila tingkat kesulitan suatu masalah itu sempit (sulit), maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Kedaruratan itu harus diukur sesuai dengan kadarnya (ukuran berat ringannya).

★6. Dipaksa Atau Terpaksa
Orang yang mengerjakan perbuatan karena dipaksa dimana dia tidak mampu untuk menolaknya, maka tidak akan dihukum oleh Alloh ﷻ. Karena semua itu diluar niat dan keinginannya sendiri. Termasuk di dalamnya adalah orang puasa yang dipaksa makan atau minum atau hal lain yang membuat puasanya batal. Sedangkan pemaksaan itu beresiko pada hal-hal yang mencelakakannya seperti akan dibunuh atau disiksa dan sejenisnya.

Rasulullah ﷺ bersabda :
"Telah diangkat pena dari orang yang dipaksa, anak-anak dan orang yang lupa."

Ada juga kondisi dimana seseorang terpaksa berbuka puasa, misalnya dalam kondisi darurat seperti menolong ketika ada kebakaran, wabah, kebanjiran, atau menolong orang yang tenggelam. Dalam upaya seperti itu, dia terpaksa harus membatalkan puasa, maka hal itu dibolehkan selama tingkat kesulitan puasa itu sampai pada batas yang membolehkan berbuka. Namun tetap ada kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.

★7. Pekerja Berat
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama. Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya. Bila memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Tetapi mereka harus berniat dahulu untuk puasa serta makan sahur seperti biasanya. Pada siang hari bila ternyata masih kuat untuk meneruskan puasa, wajib untuk meneruskan puasa. Sedangkan bila tidak kuat dalam arti yang sesungguhnya, maka boleh berbuka. Namun wajib mengganti di hari lain serta tetap menjaga kehormatan bulan puasa dengan tidak makan di tempat umum.

🌸I. Qadha`, Fidyah dan Kaffarah

Ketika seseorang meninggalkan kewajiban ibadah puasa, maka ada konsekuensi yang harus dikerjakan. Konskuensi itu merupakan resiko yang harus ditanggung karena meninggalkan kewajiban puasa yang telah ditetapkan. Adapun bentuknya, ada beberapa bentuk, yaitu qada` (mengganti puasa di hari lain), membayar fidyah (memberi makan fakir miskin) dan membayar kaffarah (denda). 

Masing-masing bentuk itu harus dikerjakan sesuai dengan alasan tidak puasanya.

★1. Qadha`
Qadha` adalah berpuasa di hari lain di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti dari tidak berpuasa pada bulan itu.
Yang wajib mengganti (mengqadha`) puasa dihari lain adalah:

√a. Wanita yang mendapatkan haidh dan nifas. Mereka diharamkan menjalankan puasa pada saat mendapat haidh dan nifas. Karena itu wajib menggantinya di hari lain.

√b. Orang sakit termasuk yang dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Karena itu apabila telah sehat kembali, maka wajib menggantinya di hari lain setelah dia sehat.

√c. Wanita yang menyusui dan hamil karena alasan kekhawatiran pada diri sendiri. Mereka dibolehkan tidak berpuasa karena dapat digolongkan sebagai orang sakit.

√d. Bepergian (musafir). Orang yang bepergian mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi harus mengganti di hari lain ketika tidak dalam perjalanan. 

√e. Orang yang batal puasanya karena suatu sebab seperti muntah, keluar mani secara sengaja, makan minum tidak sengaja dan semua yang membatalkan puasa. Tapi bila makan dan minum karena lupa, tidak membatalkan puasa sehingga tidak wajib mengqadha`nya.

>> Dalam mengqadha` puasa, apakah harus berturut-turut atau boleh dipisah-pisah asal jumlahnya sama?

~Jumhur ulama tidak mewajibkan dalam mengqadha` harus berturut-turut karena tidak ada nash yang menyebutkan keharusan itu. Sedangkan Mazhab Zahiri dan Al-Hasan Al-Bashri mensyaratkan berturut-turut.

Dalilnya adalah hadits Aisyah yang menyebutkan bahwa ayat Al-Quran dulu memerintahkan untuk 
mengqadha secara berturut-turut. Namun menurut jumhur, kata-kata ‘berturut-turut’ telah dimansukh 
hingga tidak berlaku lagi hukumnya. Namun bila mampu melakukan secara berturut-turut hukumnya mustahab menurut sebagian ulama.

>> Bagaimana hukumnya bila Ramadhan telah tiba sementara masih punya hutang qadha` puasa Ramadhan tahun lalu?

~Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian fuqoha seperti Imam Malik, Imam as-Syafi`i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa harus mengqadha` setelah Ramadhan dan membayar kaffarah (denda). Perlu diperhatikan meski disebut dengan lafal ‘kaffarah’, tapi pengertiannya adalah membayar fidyah, bukan kaffarah dalam bentuk membebaskan budak, puasa 2 bulan atau memberi 60 fakir miskin. Ini dijelaskan dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili.

Dasar pendapat mereka adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan orang yang meninggalkan kewajiban mengqadha` puasa hingga Ramadhan berikutnya tanpa uzur syar`i seperti orang yang menyengaja tidak puasa di bulan Ramadhan. Karena itu wajib mengqadha` serta membayar kaffarah (bentuknya Fidyah). Sebagian lagi 
mengatakan bahwa cukup mengqadha` saja tanpa membayar kaffarah. Pendapat ini didukung oleh Mazhab Hanafi, Al-Hasan Al-Bashri dan Ibrahim An-Nakha`i. Menurut mereka tidak boleh mengqiyas seperti yang 
dilakukan oleh pendukung pendapat di atas. Jadi tidak perlu membayar kaffarah dan cukup mengqadha` saja.

★2. Fidyah
Fidyah adalah memberi makan kepada satu orang fakir miskin sebagai ganti dari tidak berpuasa. Fidyah itu berbentuk memberi makan sebesar satu mud sesuai dengan mud Nabi. Ukuran makan itu bila dikira-kira 
adalah sebanyak dua tapak tangan Nabi ﷺ. Sedangkan kualitas jenis makanannya sesuai dengan kebiasaan makannya sendiri.

Yang diwajibkan membayar fidyah adalah :
❍ Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi. 

❍ Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa. 

❍ Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu.

Mereka itu wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi`i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha` puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha`.

>> Orang yang meninggalkan kewajiban meng-qadha` puasa Ramadhan tanpa uzur syar`i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha`nya sekaligus membayar fidyah.
Berapa ukuran fidyah itu?

~ Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi`i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi  ﷺ. Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah ﷺ atau setara dengan setengah sha` kurma atau tepung atau setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang.

>> Bila kewajiban membayar fidyah belum dibayarkan hingga masuk Ramadhan berikutnya, apakah wajib membayar dua kali atau hanya sekali saja?

~ Kewajiban membayar fidyah harus dibayarkan sebelum masuk bulan Ramadhan tahun berikutnya. Tapi bila sampai Ramadhan tahun berikutnya belum dibayarkan juga, maka sebagian ulama mengatakan bahwa fidyah itu menjadi berlipat. Artinya harus dibayarkan dua kali, satu untuk tahun lalu dan satu lagi untuk tahun ini. Demikian pendapat Imam As-Syafi`i. Menurut beliau kewajiban membayar fidyah itu adalah hak maliyah (harta) bagi orang miskin. Jadi jumlahnya akan terus bertambah selama belum dibayarkan.

Namun ulama lain tidak sependapat dengan pendapat As-Syafi`i ini. Seperti Abu Hanifah, beliau mengatakan bahwa fidyah itu cukup dibayarkan sekali saja meski telat dalam membayarnya.

★3. Kaffarah
Kaffarah adalah tebusan yang wajib dilakukan karena melanggar kehormatan bulan Ramadhan. 

Yang mewajibkan seseorang membayar kaffarah adalah:

~a. Berhubungan seksual siang hari bulan Ramadhan. 
Para fuqoha telah bersepakat bahwa siapa yang melakukan perbuatan tersebut, wajib membayar kaffarah. Seseorang mendatangi Rasulullah ﷺ dan berkata,

”Celaka aku ya Rasulullah ﷺ. Apa yang membuatmu celaka? Aku berhubungan seksual dengan istriku di bulan Ramadhan.” Nabi bertanya, ”Apakah kamu punya uang untuk membebaskan budak? Aku tidak punya. Apakah kamu sanggup puasa 2 bulan berturut-turut? Tidak. Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang fakir miskin? Tidak." Kemudian duduk. Lalu dibawakan kepada Nabi sekeranjang kurma maka Nabi berkata ”Ambillah kurma ini untuk kamu sedekahkan.” Orang itu menjawab lagi, ”Adakah orang yang lebih miskin dariku? Tidak ada lagi orang yang lebih membutuhkan di barat atau timur kecuali aku.” Maka Nabi ﷺ tertawa hingga terlihat giginya lalu bersabda, ”Bawalah kurma ini dan beri makan keluargamu."

Adapun batasan hubungan seksual itu adalah bila terjadi persentuhan dua kelamin meski tidak sampai penetrasi atau tidak keluar mani. Hal itu tetap dihitung hubungan seksual yang membatalkan puasa sekaligus mewajibkan membayar kaffarat.

~b. Makan dan minum secara sengaja tanpa uzur. 
Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Ast-Tsauri. Namun fuqoha lainnya seperti imam As-syafi`i, Imam Ahmad bin Hanbal serta Ahluz-Zahir mengatakan bahwa makan minum secara sengaja hanya mewajibkan qadha` dan tidak perlu membayar kaffarah. Yang mewajibkan bayar kaffarah hanya bila berhubungan seksual suami istri di siang hari bulan Ramadhan.

Denda kaffarah itu ada tiga macam, yaitu: 
❍ Memerdekakan budak.

❍ Puasa 2 bulan berturut-turut.
Kewajiban puasa ini adalah sebagai kaffarah dari dirusaknya kehormatan bulan Ramadhan. Selain wajib mengganti hari yang dirusaknya itu dengan puasa di hari lain, ada kewajiban berpuasa 2 bulan berturut-turut sesuai dengan hitungan bulan qamariyah. Syarat untuk berturut-turut ini menjadi berat 
karena manakala ada satu hari saja di dalamnya dimana dia libur tidak puasa, maka wajib baginya untuk mengulangi lagi dari awal. Bahkan meski hari yang ditinggalkannya sudah sampai pada hitungan hari yang paling akhir dari 2 bulan berturut-turut.

❍ Memberi makan 60 fakir miskin.
Pilihan ini adalah pilihan terakhir ketika seseorang secara nyata tidak mampu melakukan kedua hal di atas. Maka wajib lah memberi makan 60 orang fakir miskin sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ. 

>> Siapa yang wajib membayar kaffarah, suami saja atau keduanya? 

~ Para fuqoha berbeda pandangan dalam hal ini. Sebagian mengatakan bahwa kewajiban membayar kaffar ini hanya dibebankan kepada laki-laki saja dan bukan pada istrinya, meski mereka melakukannya berdua, tetapi pelakunya tetap saja jatuh pada laki-laki, karena biar bagaimanapun. Karena laki-laki yang menentukan terjadi tidaknya hubungan seksual. Pendapat ini didukung oleh Imam Asy-Syafi`i dan Ahli Zahir. Dalil yang mereka gunakan adalah hadits tentang laki-laki yang melapor kepada Rasulullah ﷺ bahwa dirinya telah melakukan hubungan suami istri di bulan Ramadhan. Saat itu Rasulullah ﷺ hanya memerintahkan suami saja untuk membayar kaffarah tanpa menyinggung sama sekali kewajiban membayar bagi istrinya. Namun sebagian fuqoha lainnya berpendapat bahwa kewajiban membayar kaffarah itu berlaku bagi masing-masing suami istri. Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dan lainnya.
Sedangkan dalil yang mereka gunakan adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan kewajiban suami kepada kewajiban istri pula.

>> Bagaimana bila berhubungan seksual suami istri karena lupa? 

~ Para ulama berbeda pandangan dalam masalah ini. Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi`i berpendapat bahwa bila lupa maka dimaafkan dan tidak perlu mengqadha` juga tidak perlu membayar kaffarah. Namun 
Imam Malik berpendapat wajib mengqadha` saja tanpa membayar kaffarah. Sedangkan Imam Ahmad dan Ahli Zahir berpendapat bahwa wajib mengqadha` dan wajib pula membayar kaffarah.

>> Ketiga macam jenis kaffarah itu apakah boleh memilih atau harus urut?

~ Sebagian ulama berpendapat bahwa kafarah itu harus dikerjakan sesuai dengan urutannya, bukan atas dasar pilihan mana yang paling dia sukai. Jadi yang pertama adalah kewajiban memerdekakan budak. Hal ini sesuai dengan hadits tentang orang yang berhubungan dengan istrinya pada bulan Ramadhan, dimana Rasulullah ﷺ memerintahkan pertama sekali adalah untuk memerdekakan budak. Ketika dia tidak 
mampu karena miskin, maka Rasulullah ﷺ memerintahkan pilihan kedua lalu pilihan ketiga. Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi`i serta ulama Kufiyyin. Namun Imam Malik berpendapat bahwa ketiga bentuk kaffarah itu sifatnya pilihan. Silahkan memilih mana yang paling 
diinginkan untuk melaksanakannya. 

>> Bila berhubungan suami istri berulang-ulang, apakah wajib membayar kaffarah sebanyak itu atau cukup membayar untuk sekali saja?

~ Para fuqoha sepakat bila melakukan hubungan suami istri berkali-kali dalam satu hari di bulan Ramadhan, maka kewajiban membayar kaffarahnya hanya satu kali saja. Namun bila pengulangan itu dilakukan di hari yang berbeda dan belum membayar kaffarah, maka ada beberapa pendapat. 

√ Pendapat pertama mengatakan bahwa wajib membayar kaffarah sebanyak hari melakukan hubungan itu. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafi`i. 

√ Pendapat kedua mengatakan bahwa hanya wajib sekali saja membayar kaffarahnya selama dia belum membayar untuk hari sebelumnya itu. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan jamaahnya. 

🌸J. Sunnah-sunnah Dalam Puasa

Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa adalah sebagai berikut :

★1. Makan Sahur Dengan Mengakhirkannya
Para ulama telah sepakat tentang sunnah nya sahur untuk puasa. Meski demikian, tanpa sahur pun puasa tetap boleh. Dari Anas RA. Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Makan Sahurlah, karena sahur itu barakah.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dari al-Mi`dam bin Ma`dikarb dari Nabi ﷺ Bersabda, "Hendaklah kamu makan sahur karena sahur itu makanan yang diberkati." (HR. An-Nasa`i)

Makan sahur itu menjadi barakah karena salah satunya berfungsi untuk mempersiapkan tubuh yang tidak akan menerima makan dan minum sehari penuh. Selain itu, meski secara langsung tidak berkaitan dengan penguatan tubuh, tetapi sahur itu tetap sunnah dan mengandung keberkahan. Misalnya buat mereka yang 
terlambat bangun hingga mendekati waktu subuh. Tidak tersisa waktu kecuali beberapa menit saja. Maka tetap disunnahkan sahur meski hanya dengan segelas air putih saja. Karena dalam sahur itu ada barakah. 
Dari Abi Said al-Khudri RA. “Sahur itu barakah maka jangan tinggalkan meski hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Alloh ﷻ dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur." (HR. Ahmad)

Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur hingga mendekati waktu shubuh. 
Dari Abu Zar Al-Ghifari RA. Marfu`an, ”Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur." (Al-Hadits)

★2. Berbuka Dengan Mendahulukannya
Disunnahkan dalam berbuka puasa untuk menta`jil atau mendahulukan berbuka sebelum shalat Maghrib. Meski hanya dengan seteguk air atau sebutir kurma. 
Dari Sahl bin Saad bahwa Nabi ﷺ bersabda, ”Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan berbuka." (HR. Bukhori dan Muslim)

"Dari Anas RA. Berkata bahwa Rasulullah ﷺ berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat. Bila tidak ada maka dengan kurma. Bila tidak ada maka dengan minum air." (HR. Abu Daud, Hakim dan Tirmizy)

★3. Berdoa Ketika Berbuka
Disunnahkan membaca do`a yang ma`tsur dari Rasulullah ﷺ ketika berbuka puasa. Karena do`a orang yang puasa dan berbuka termasuk doa yang tidak tertolak.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Bagi orang yang berpuasa ketika sedang berbuka ada doa yang tidak akan ditolak. Tiga orang yang tidak tertolak doanya: Orang puasa hingga berbuka, imam yang adil dan orang yang dizhalimi." (HR. Tirmizy)

Sedangkan teks doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ antara lain : 
"Ya Allah, kepada Engkaulah aku berpuasa dan dengan rezeki dari-Mu aku berbuka. Telah hilang haus dan telah basah tenggorakan dan telah pasti balasan InsyaAllah."

★4. Memberi Makan Orang Berbuka
Memberi makan saat berbuka bagi orang yang berpuasa sangat dianjurkan karena balasannya sangat besar, sebesar pahala orang yang diberi makan itu tanpa dikurangi. Bahkan meski hanya mampu memberi sebutir kurma atau seteguk air putih saja. Tapi lebih utama bila dapat memberi makanan yang cukup dan bisa mengenyangkan perutnya.

Sabda Rasulullah ﷺ:
"Siapa yang memberi makan (saat berbuka) untuk orang yang puasa, maka dia mendapat pahala seperti pahala orang yang diberi makannya itu tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya." (HR. At-Tirmizy, An-Nasai, 
Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaemah)

★5. Mandi
Disunnahkan untuk mandi baik dari janabah, haidh atau nifas sebelum masuk waktu fajar. Agar berada dalam kondisi suci saat melakukan puasa dan terlepas dari khilaf. Abu Hurairah yang mengatakan bahwa 
orang yang berhadats besar tidak sah puasanya. Meski demikian, menurut jumhur ulama apabila seseorang sedang mengalami junub dan belum sempat mandi, padahal waktu subuh sudah masuk, maka 
puasanya sah. Adalah Rasulullah ﷺ pernah masuk waktu subuh dalam keadaan junub karena jima` bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi dan berpuasa.

★6. Menjaga Lidah Dan Anggota Tubuh
Disunnahkan untuk meninggalkan semua perkataan kotor dan keji serta perkataan yang membawa kepada kefasikan dan kejahatan. Termasuk di dalamnya adalah ghibah (bergunjing), namimah (mengadu domba), dusta dan kebohongan. Meski tidak sampai membatalkan puasanya, namun pahalanya hilang di sisi Alloh ﷻ. 

Sedangkan perbuatan itu sendiri hukumnya haram baik dalam bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Sabda Rasulullah ﷺ:
"Siapa yang tidak meninggalkan perkataan kotor dan perbuatannya, maka Alloh ﷻ tidak butuh dia untuk meninggalkan makan minumnya (puasanya)." (HR. Bukhari, Abu Daud, At-Tirmizy, An-Nasai, Ibnu Majah)

Apabila kamu berpuasa, maka jangan berkata keji dan kotor. Bila ada orang mencacinya atau memeranginya, maka hendaklah dia berkata, ”Sungguh aku sedang puasa.” Mengatakan aku sedang puasa 
dilakukan bila saat itu sedang puasa Ramadhan yang hukumnya wajib. Tetapi bila saat itu sedang puasa sunnah, maka tidak perlu mengatakan sedang puasa agar tidak menjadi riya`. Karena itu cukup dia menahan diri dan mengatakannya dalam hati. 

★7. Meninggalkan Nafsu Atau Syahwat
Ada nafsu dan syahwat tertentu yang tidak sampai membatalkan puasa, seperti menikmati wewangian, melihat sesuatu yang menyenangkan dan halal, mendengarkan dan meraba. Meski pada dasarnya tidak membatalkan puasa selama dalam koridor syar'i namun disunnahkan untuk meninggalkannya. Seperti bercumbu antara suami istri selama tidak keluar mani atau tidak melakukan hubungan seksual, sesungguhnya tidak membatalkan puasa. Tetapi sebaiknya hal itu ditinggalkan untuk mendapatkan keutamaan puasa. 

★8. Memperbanyak Shadaqah
Termasuk diantaranya adalah memberi keluasan belanja pada keluarga, berbuat ihsan kepada famili dan kerabat serta memperbanyak shadaqah. Adalah Rasulullah ﷺ orang yang paling bagus dalam kebajikan. Dan menjadi paling baik saat bulan Ramadhan ketika Jibril mendatanginya. Adapun hikmah yang bisa di dapat dari perbuatan ini adalah membesarkan hati kaum muslimin serta memberikan kegembiraan pada mereka sebagai dorongan untuk beribadah kepada Alloh ﷻ.

★9. Menyibukkan Diri Dengan Ilmu Dan Tilawah
Disunnahkan untuk memperbanyak mendalami ilmu serta membaca Al-Quran, shalawat pada Nabi dan dzikir-dzikir baik pada siang hari atau malam hari puasa, tergantung luangnya waktu untuk melakukannya. Jibril 
AS mendatangi Rasulullah ﷺ pada tiap malam bulan Ramadhan dan mengajarkannya Al-Quran. 

★10. BerI`tikaf
Disunnahkan untuk beri`tikaf terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Salah satunya untuk mendapatkan pahala lailatul qadar yang menurut Rasulullah ﷺ ada pada malam-malam 10 terakhir bulan 
Ramadhan. Aisyah RA berkata, ”Bila telah memasuki 10 malam terakhir bulan Ramadhan, Nabi ﷺ menghidupkan malam, membangunkan keluarganya (istrinya) dan meninggalkan istrinya (tidak berhubungan suami istri)."

Juga disunnahkan untuk membaca pada lailatul qadar doa berikut :  "Ya Allah, Sungguh Engkau mencintai maaf maka maafkanlah aku."

🌸K. Puasa Yang Diharamkan

Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya atau karena kondisi pelakunya.

★1. Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.

★2. Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir miskin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

★3. Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan untuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman Nabi Ibrahim as. 

★4. Puasa Sehari Saja Pada Hari Jumat
Puasa ini haram hukumnya bila tanpa didahului dengan hari sebelum atau sesudahnya. Kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunah Nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka bila jatuh hari Jumat giliran untuk puasa, boleh berpuasa.

★5. Puasa Sunnah Pada Paruh Kedua Bulan Sya`ban
Puasa ini mulai tanggal 15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah. Sedangkan puasa wajib seperti qadha` puasa Ramadhan wajib dilakukan bila memang hanya tersisa hari-hari itu saja.

★6. Puasa Pada Hari Syak
Hari syak adalah tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak. Dan secara syar`i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu.

★7. Puasa Selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah ﷺ menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.

★8. Wanita Haidh Atau Nifas
Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.

★9. Puasa Sunnah Bagi Wanita Tanpa Izin Suaminya
Seorang istri bila akan mengerjakan puasa sunnah, maka harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Bila mendapatkan izin, maka boleh lah dia berpuasa. Sedangkan bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram secara syar`i. Dalam kondisi itu suami berhak untuk memaksanya berbuka puasa. Kecuali bila telah mengetahui bahwa suaminya dalam kondisi tidak membutuhkannya. Misalnya ketika suami bepergian atau dalam keadaan ihram haji atau umrah atau sedang beri`tikaf. 
Sabda Rasulullah ﷺ,
"Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa tanpa izin suaminya sedanga suaminya ada dihadapannya."

Karena hak suami itu wajib ditunaikan dan merupakan fardhu bagi istri, sedangkan puasa itu hukumnya sunnah. Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk mengejar yang sunnah.

🌸L. Tanya Jawab Seputar Puasa

◼️Rasulullah ﷺ Menggunakan Hisab Atau Rukyat?
Apakah hisab ru'yat itu? Manakah yang paling sering digunakan Nabi Muhammad ﷺ?

🔹Assalamu `alaikum Wr. Wb. 
Hisab artinya hitungan sedangkan ru`yat adalah pandangan atau penglihatan. Istilah ilmu hisab maknanya adalah disiplin ilmu untuk menentukan penanggalan berdasarkan hitungan matematis. Sedangkan ru`yat adalah penentuan jatuhnya awal bulan qamariyah berdasarkan penglihatan mata atau pengamatan ada tidaknya bulan sabit (hilal) tanggal satu pada hari terakhir (tanggal 29) bulan qamariyah. Pengamatan dilakukan pada sore hari menjelang matahari terbenam. Bila di hari itu nampak hilal, maka dipastikan bahwa esok telah masuk kepada bulan baru atau tanggal satu. Dan hari itu (tanggal 29) menjadi hari terakhir dari bulan sebelumnya. 

Rasulullah ﷺ dalam beribadah selalu menjalankannya sesuai dengan kehendak Alloh ﷻ. Dan apa yang dikerjakannya itu menjadi dasar hukum Islam yang harus diikuti oleh umat Islam seluruhnya hingga akhir masa. Dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha tidak pernah Rasulullah ﷺ menentukannya 
berdasarkan hisab. Bukan karena di zaman itu tidak ada ilmu hisab, tapi karena memang itulah yang dijadikan ajaran Islam. Pada abad ke-7 dimana Rasulullah ﷺ hidup, ilmu hisab sebenarnya sudah ada dan cukup maju. Dan bila memang mau, tidak ada kesulitan sedikitpun untuk menggunakan ilmu hisab di zaman itu. Apalagi bangsa arab terkenal sebagai pedagang yang sering melakukan perjalanan ke berbagai peradaban besar dunia seperti Syam dan Yaman. 

Namun belum pernah didapat sekalipun keterangan dimana Rasulullah ﷺ 
memerintahkan untuk mempelajari ilmu hisab ini terutama untuk penentuan awal bulan. Karena itu alasan yang pasti mengapa Rasulullah ﷺ tidak menggunakan hisab dalam penentuan tanggal adalah karena memang ajaran Islam tidak merekomendir penggunaan hisab untuk dijadikan penentu penanggalan. 

Sebaliknya Rasulullah ﷺ sejak awal telah mengunakan ru`yatul hilal dan ada sekian banyak hadits menyebutkan hal itu. Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda
”Puasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu (lebaran) dengan melihatnya. Apabila tertutup awan, maka genapkanlah bulan sya`ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Rasulullah ﷺ bersabda,  ”Satu bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kamu puasa kecuali melihat hilal. Namun bila hilal tertutup awan, maka genapkanlah menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari)

Karena itu wajar bila semua ulama baik di zakan dahulu maupun di zaman sekarang semuanya sepakat bahwa dalam menentukan pergantian kalender hijriyah yang berkaitan dengan masalah jadwal ibadah seperti awal ramadhan, jatuh hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha serta yang lainnya adalah dengan menggunakan ru`yatul hilal. Hikmah di balik penggunaan ru`yatul hilal tidak lain adalah bahwa agama Islam itu mudah. Tidak memerlukan teknologi canggih untuk bisa menerapkannya. Juga tidak membutuhkan perhitungan (hisab) yang njelimet untuk menentukannya. Bahkan seorang arab badui yang tinggal di tengah padang pasir dan jauh dari pusat peradaban bisa sekalipun bisa melakukannya. 

Sebaliknya, meski sering dikatakan lebih ilmiyah, namun metode hisab itu sendiri juga penuh dengan perbedaan. Karena ada banyak cara atau metode penghitungan yang dikenal. Selain itu juga ada sekian banyak ketentuan dan sistem yang dipakai oleh masing-masing pelaku hisab. Walhasil, meski menggunakan ilmu hitung yang paling modern sekalipun, hasilnya tidak selalu sama. Sehingga bila kita menelusuri leteratur fiqih baik klasik maupun modern, maka kita hampir tidak mendapati metode hisab dalam penentuan tanggal hijriyah. 

Kalaupun hisab itu akan digunakan, maka sifatnya hanya sebagai pengiring atau pemberi informasi umum tentang dugaan posisi hilal, namun bukan sebagai eksekutor dimana hanya dengan hisab lalu belum apa-apa sudah dipastikan jatuh awal Ramadhan. Ini jelas tidak bisa diterima dalam Fiqih Islam. Semua orang yang pernah belajar 
fiqih apalagi di universitas Islam, pasti tahu hal itu. Karena itu aneh kiranya bila jabatan Menteri Agama dipegang oleh seorang doktor syariah dari Universitas Ummul Quro Mekkah, tapi kebijakannya dalam masalah penetapan awal Ramadhan masih lebih bertumpu kepada hisab dan bukan ru`yatul hilal. Karena pendapat tentang keabsahan hisab dalam penentuan awal Ramadhan dan sebagainya adalah pendapat yang asing dan tidak dikenal dalam wilayah fiqih Islam. 
Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

~
◾Puasa Sya'ban
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Ustadz yang saya hormati, saya pernah mendengar bahwa Rasulullah ﷺ banyak berpuasa di bulan sya'ban. Sebanyak apakah puasa Rasulullah ﷺ di bulan sya'ban? Bolehkah berpuasa setiap hari dibulan sya'ban? 'Amalan apa yang Rasulullah ﷺ lakukan di bulan rajab dan sya'ban? Jazakumullah, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

🔹Assalamu’alikum wr. Wb. Rasulullah ﷺ memang paling banyak puasa sunnah di bulan Sya’ban, beliau mencontohkan langsung kepada umatnya dengan 
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata: ”Saya tidak melihat Rasulullah ﷺ menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim).

Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: “Wahai Rasulullah ﷺ, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban.” Rasulullah ﷺ bersabda: ”Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)

Namun, ada hadits lain yang melarang puasa Sya’ban jika sudah masuk setengah bulan menuju Ramadhan. Kecuali yang biasa puasa Senin Kamis. Jadi pada prinsipnya dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tapi jangan disamakan dengan bulan Ramadhan. 

Wallahu ‘alam.
~
◾Puasa Terus Menerus
Assalamu'alaikum wr.wb kepada Ustadz pengasuh rubrik konsultasi yang dirahmati Alloh ﷻ begini Ustadz,
1. Apakah ada tuntunan dari Rasulullah ﷺ mengenai berpuasa secara terus-menerus (pada siang hari)
dalam rangka menuntut ilmu (di ponpes)? Dan bagaimana hukumnya berpuasa seperti itu? 

2. Begini, bagaimana hukumnya membayar zakat dengan uang pemberian orang tua yang non islam, karena saya belum berpenghasilan? 
Demikian pertanyaan dari saya atas jawaban. Ustadz saya ucapkan Jazzakumullahu khoiron katsiron

🔹Wassalamu'alaikum wr.wb.
1. Puasa terus menerus setiap hari tanpa berhenti tidak dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ. Bahkan ketika mendengar ada diantara sahabat yang ingin melakukannya, beliau mencegahnya dan memberi alternatif untuk 
puasa seperti nabi Daud as. Yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Ini adalah bentuk puasa sunnah yang maksimal boleh dikerjakan oleh seseorang untuk jangka waktu selamanya. Namun bila hanya untuk jangka waktu tertentu seperti selama bulan Sya`ban atau bulan-bulan lainnya, maka boleh saja.

Tetapi berpuasa terus menerus seumur hidup setiap hari, maka hal itu dilarang. Puasa lah sehari dan berbukalah 
sehari itu adalah puasa Nabi Daud as. dan itu adalah puasa (sunnah) yang paling utama.” Aku berkata, ”Aku sanggup lebih dari itu”. Nabi ﷺ bersabda, ”Tidak ada yang lebih utama dari itu (puasa Nabi Daud).”

Abdullah bin Amar menceritakannya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, ”Shalat yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah shalatnya Nabi Daud alaihis salam, beliau tidur setengah malam lalu bangun sepertiganya dan tidur seperenamnya. Dan puasa yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah puasa Nabi Daud, beliau puasa sehari dan berbuka sehari.”

2. Membayar zakat fitrah adalah kewajiban setiap muslim. Karena itu anda wajib membayar zakat itu. Namun karena orang tua anda bukan muslim, maka anda wajib membayarkan sendiri zakat itu. Masalah bahwa uang berasal dari orang tua anda, tidak mengapa. Karena uang itu menjadi milik anda begitu diberikannya kepada anda. Dan anda adalah pemilik uang itu. Orang tua anda memang tidak wajib membayar zakat buat anda. Tapi memberi uang atau nafkah adalah kewajiban orang tua anda. Maka begitu anda punya uang, bayarkan lah zakat fitrahnya. Sedangkan zakat mal hanya diwajibkan dibayarkan oleh mereka yang memiliki harta atau berpenghasilan yang telah melebihi nisabnya. Bila anda belum bekerja dan tidak punya penghasilan alias masih dibiayai, tidak ada kewajiban zakat mal dari anda. 

Wallahu a`lam bis-shawab.
~
◾Batas Mulai Puasa
Ada sebagian orang berpendapat bahawa puasa dimulai ketika waktu imsak. Ada yang berpendapat ketika subuh. Menurut para aktivis harakah puasa dimulai ketika terbit. Saya membaca di terjemah Shahih Bukhari maksud daripada benang hitam dan benang putih adalah hitamnya (gelapnya) malam dan putihnya (terangnya) siang. Menurut analisis pak Ustadz manakah pendapat yang paling shahih?

🔹Sebenarnya yang paling tepat sesuai dengan keterangan dari sunnah Rasulullah ﷺ adalah sejak masuknya waktu shubuh. Saat itulah sesungguhnya puasa dimulai dan bukan waktu imsak atau terbitnya fajar. Dalam AL-Quran disebutkan : "Makan dan minumlah kamu semua, hingga terang bagi kamu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah: 187). 

Fajar yang dimaksud bukan terbitnya matahari tapi fajar masuknya waktu subuh. Adapun imsak sekedar tanda untuk bersiap-siap mulai menahan dari makan dan minum. Imsak bukanlah titik start untuk mulai berpuasa. Biasanya imsak ini dimulai kira-kira 10 menit sebelum waktu subuh menjelang. Gunanya agar kita punya persiapan ketika waktu subuh masuk dan tidak dalam keadaan makan atau minum saat masuk waktu untuk berpuasa. Sedangkan terbitnya matahari adalah menandakan bahwa waktu subuh telah selasai. Wallahu a`lam bis-shawab.
~
◾Puasa Daud
Pak Ustadz, saya ingin bertanya bagaimanakah hukumnya melakukan puasa Daud, karena ada yang pernah bilang jika melakukan puasa daud genap 40 hari semua keinginannya akan terkabul, benarkah 
demikian? Bagaimana juga dengan puasa mutih dan ngrowot yaitu berpuasa tapi hanya berbuka menggunakan buah-buahan, dilihat dari ajaran agama Islam. Mohon penjelasannya, terima kasih.

🔹Puasa daud adalah puasa yang disyariatkan kepada Nabi Daud dan oleh Rasulullah ﷺ dijadikan puasa sunnah 
kepada ummatnya. Banyak sekali fadhilah dan keutamaan puasa Daud ini seperti yang banyak dituangkan dalam hadits. 
Dalam Shahih Bukhori Juz 1 halaman 380 hadits nomor 1097 disebutkan : Abdullah bin Amar menceritakannya 
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, ”Shalat yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah shalatnya Nabi Daud alaihissalam, beliau tidur setengah malam lalu bangun sepertiganya dan tidur seperenamnya. Dan puasa yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah puasa Nabi Daud, beliau puasa sehari dan berbuka sehari.”

Dan masih banyak lagi nash-nash yang senada yang menganjurkan puasa Nabi Daud. Sedangkan puasa mutih 
dan ngrowot seperti yang anda sebutkan bukan termasuk puasa yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Karena itu hukumnya tidak boleh dilakukan dengan niat sebagai ritual ibadah. Sedangkan puasa yang dianjurkan dokter untuk tidak memakan jenis makanan tertentu (seperti diet) dan sejenisnya demi urusan kesehatan medis, tidak 
terkait dengan urusan ritual ibadah, tidak masalah untuk dilakukan. 

Wallahu a`lam bis-shawab.
~
◾Puasa Sunnah dan Bayar Hutang Puasa
Apakah seorang muslimah boleh melakukan puasa syawal dulu baru membayar hutang puasanya?

🔹Pada dasarnya tidak ada larangan untuk melakukan puasa sunnah syawwal meski masih punya hutang puasa wajib Ramadhan. Hal ini disebabkan waktu yang tersedia untuk membayar puasa qadha` Ramadhan itu terbentang luas hingga menjelang Ramadhan tahun depan (berikutnya). Sedangkan kesempatan untuk puasa sunnah Syawwal 
hanya terbatas pada bulan Syawwal saja. 
Disisi lain, menggabungkan dua niat dengan satu amal, yaitu berpuasa di bulan Syawwal dengan niat puasa sunnah sekaligus membayar qadha`, bukanlah pilihan yang dibenarkan oleh kebanyakan ulama. Karena masing-masing memliki dasar hukum dan landasan yang berbeda. Tetapi bila bisa mengqadha` terlebih dahulu di bulan 
syawwal dan kemudian masih ada kesempatan berpuasa 6 hari di bulan Syawwal, tentu lebih utama. 
Wallahu 
a`lam bis-shawab.
~
◾Puasa Senin Kamis dan Puasa Di Hari Ulang Tahun
Saya sering puasa senin kamis, setelah saya mengaji lagi, sehingga saya mendapatkan, nas tentang puasa Senin kamis nya Nabi. Nabi puasa Senin karena hari kelahirannya, dan Hari kamis sebagai penyerahan amalnya manusia karena besuk kita akan menuju hari yang mulia. Kepada ulama pengasuh rubrik ini. Tolong berikan saya dasar yang jelas untuk kita melakukan puasa Senin Kamis?
Atau bukan senin kamis bagi yang lahir hari selasa menjadi selasa kamis. Mohon maaf atas segala kekhilafan atas kata-kata saya.
Assalamu `alaikum Wr. Wb. 

🔹Ketentuan tentang masyru`iyah puasa senin kamis memang di dasarkan pada hadits yang didalamnya ada komentar Rasulullah ﷺ tentang manusabahnya. Yaitu pada hari senin dan kamis diserahkan amal manusia. 
“Sesungguhnya amal manusia itu diperlihatkan atau dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis. Lalu Alloh ﷻ mengampuni setiap muslim atau setiap mukmin, kecuali metahajirin. Beliau berkata, ”akhir dari keduanya.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

Rasulullah ﷺ juga ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, ”Itu hari kelahiran ku dan diturunkan wahyu.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Meski disebutkan kaitannya dengan hari lahir Rasulullah ﷺ dan turunnya wahyu, namun dalam konteks syariah, telah menjadi puasa sunnah buat seluruh umat Islam. Dan tidak dikaitkan dengan hari lahir masing-masing. Sedangkan berpuasa pada hari kelahiran tidak disunnahkan dalam Islam dan hadits ini tidak bisa dijadikan dalil masyru`iyahnya. Para ulama pun tidak ada yang menjadikan hadits ini sebagai dasar dari disunnahkan nya puasa di hari ulang tahun kelahiran. 

Wallahu a`lam bis-shawab. Waassalamu`alaikum Wr. Wb. 
~
◾Puasa Kok Onani
Saya ingin menanyakan hukum pada saat bulan puasa ramadhan melakukan masturbasi atau onani sehingga keluar sperma saat sedang puasa, dan itu dilakukan pada waktu yang lampau kira-kira 8 tahun silam, karena masih merasa berdosa, walaupun ia telah melakukan puasa di bulan lain.
1. Apakah secara syari ia terkena hukum seperti orang melakukan zina disiang hari? 

2. Jika terkena fidyah atau puasa berturut-turut dua bulan atau cukup membayar puasa di bulan lain sebanyak yang batal. 

3. Fidyah berapa yang harus dibayar? 

4. Bagaimana agar kita mendapat ampun dari Alloh ﷻ akibat kelalaian pada masa lampau? Demikian ustadz jazakumullah khairan katsira. Wasalam budiman 

🔹1. Onani diharamkan hukumnya oleh sebagian ulama dan sebagian yang lain membolehkannya dengan catatan dan 
persyaratan. Dan beronani sehingga mengakibatkan keluarnya sperma, akan membatalkan puasa seseorang. Karena itu wajib baginya untuk mengganti puasa dihari lain. Dan onani meski diharamkan oleh sebagian ulama, namun bukanlah zina yang diharamkan secara mutlak oleh Al-Quran dan sunnah.

2. Beronani di siang hari bulan puasa membatalkan puasa. Cukup mengganti dengan berpuasa di hari lainnya. Tapi tidak sama dengan orang yang berhubungan seksual dengan istrinya di siang hari bulan puasa. Buat mereka, tidak cukup sekedar mengganti puasa di hari lain, tetapi wajib membayar kaffarat, yaitu membebaskan budak, atau puasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. 

3. Sebagian ulama mengatakan bahwa bila menyengaja berbuka puasa di siang hari di bulan ramadhan selain wajib mengganti maka wajib pula membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin. 

4. Minta ampun kepada Alloh ﷻ adalah dengan tobat kepadanya dan jalannya paling tidak ada tiga tingkatan : 
~ Berhenti dari apa yang telah dikerjakan.
~ Menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi.
~ Meminta ampun kepada Alloh ﷻ. 
Wallahu a`lam bishshowab. 
~
◾Puasa Yaumul Bidh Apakah Harus 3 hari
Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Ustadz yang dirahmati Allah, saya ingin bertanya: Apakah puasa yaumul bidh harus 3 hari (tanggal 13,14,15), bagaimana kalau salah satu diantara tanggal tersebut kita tidak berpuasa. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

🔹Assalamu `alaikum Wr. Wb. 
Jika anda ingin melaksanakan shaum bidh maka disunahkan melaksanakannya selama tiga hari berturut-turut 
yaitu 13, 14 dan 15 dari penanggalan tahun hijriyyah. Dan jika tidak melaksanakan shaum itu sepenuhnya maka hal itu tidak dilarang. Bahkan dalam salah satu riwayat, Rasulullah ﷺ biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya tanpa memperhatikan hari ke berapa pelaksanaannya. 

Dari Mu’adzah ad ‘Adwiyah sesungguhnya ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah RA: "Apakah Rasulullah ﷺ biasa melaksanakan shaum selam tiga hari setiap bulannya? Aisyah menjawab: iya. Ia pun bertanya lagi: Hari-hari apa saja yang biasanya Rasulullah ﷺ melaksanakan shaum? Aisyah pun menjawab: Tidak pernah Rasulullah ﷺ memperhatikan hari ke berapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum.” (HR. Muslim) 

Wallahu a`lam bis-shawab. 
Waassalamu `alaikum Wr. Wb.
~
◾Puasa Tiga Hari Berturut-turut
Saya beberapa hari yang lalu sempat berkonsultasi dengan seorang yang pintar, yang melakukan rajah (mirip dengan meramal) dan hasilnya adalah mengharuskan saya untuk puasa tiga hari berturut-turut. Hari rabu-kamis dan jumat, selain itu saya juga diberi air putih yang telah diberi doa. Yang ingin saya tanyakan apakah dengan berpuasa seperti itu saya telah melakukan bidah. Apakah perbuatan 
saya termasuk syirik, karena dari beberapa hadis yang sempat saya baca, Nabi muhammad melarang keras ummatnya mendatangi ahli ramal, nujum dukun atau apapun namanya.

🔹Assalamu `alaikum Wr. Wb. 
Rasulullah ﷺ melarang dengan tegas, kepada setiap muslim untuk mendatangi orang “pintar”, ahli ramal, dukun, tukang tenung, para normal dan sebaginya, karena hal tersebut bertentangan dengan aqidah Islam yang menyerahkan segala perkara ghaib kepada Alloh ﷻ. 

Rasulullah ﷺ bersabda:  “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu hal dan membenarkan apa yang dia katakan, maka sholatnya tidak akan diterima selama 40 hari.” (HR. Muslim 4/1751) 

Dari Abu Hurairoh RA dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: ”Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung lalu membenarkan apa yang dikatakannya maka ia telah mengkufuri apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ.”
(HR. Abu Daud, Bukhori, Ahmad dan Tirmidzy)

Oleh karena itu, apa yang anda lakukan merupakan dosa besar sebagaimana dijelaskan oleh kedua hadits di atas. Adapun shaum yang anda laksanakan bukanlah suatu ibadah. Oleh karena itu segeralah bertaubat kepada-Nya dengan memperbanyak ibadah. Dan jangan pernah lagi melakukan hal yang sama. 

Wallahu a`lam bishshowab. 
Wassalamu `alaikum Wr. Wb.
~
◾Puasa Selama Setahun
Assalamualaikum. Saya mempunyai niat untuk berpuasa selama setahun penuh (kecuali hari yang dilarang) dengan niat Lillahita'alla. Apa hukumnya bila saya melakukan puasa selama setahun itu?
Wassalam,....

🔹Assalamu `alaikum Wr. Wb. 
Islam adalah agama yang sangat sesuai dengan fithrah manusia. Tidak ada satupun perintah atau kewajiban dalam agama Islam yang di atas kemampuan manusia untuk melakukannya, semua kewajiban dalam agama Islam senantiasa sesuai dengan kemampuan yang dimiliki manusia.

Alloh ﷻ berfirman: “Alloh ﷻ tidak akan membebani kepada setiap jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqoroh: 286)

Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ melarang para sahabatnya yang berniat melakukan ibadah di luar kemampuan manusia. Karena kalau hal tersebut dilakukan maka lambat-laun akan menimbulkan kebosanan yang pada akhirnya akan membuat orang tersebut meninggalkan ibadah tersebut.

Dari Abdulloh bin ‘Amr RA, ia berkata: Rasulullah ﷺ diberitahu bahwasanya aku berkata: “Demi Alloh aku akan melaksanakan shaum setiap hari dan melaksanakan sholat sepanjang malam selama aku masih hidup, aku berkata kepadanya: aku telah mengatakannya demi bapakku dan ibuku."

Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup melaksanakannya, shaum lah kamu dan 
berbukalah, sholatlah kamu dan tidurlah, dan shaum lah kamu setiap bulan selama tiga hari karena sesungguhnya satu kebaikan diberi pahala sepuluh kali lipat, dan hal tersebut laksana shaum sepanjang tahun.” 
Aku menjawab: 
“Aku lebih mampu dari itu”. Beliau menjawab: “Shaumlah satu hari dan berbukalah dua hari.” Aku menjawab:  “Aku lebih mampu lebih dari 
itu.” Beliau bersabda: “Shaumlah satu hari dan berbukalah satu hari, hal tersebut sebagaimana shaum Daud AS.”
Aku menjawab: “aku lebih mampu dari itu.” Lalu Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada yang lebih utama dari itu.” 
(HR. Bukhori 1976, Muslim 1159)

Oleh karena itu, alangkah baiknya anda pun melaksanakan ibadah shaum sunnah sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ kepada sahabat tersebut agar sesuai dengan perintah beliau. 

Wallahu a`lam bishshowab. 
Wassalamu `alaikum Wr. Wb.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Na ~ Semarang
Assalamualaikum Ustadz.

Sikat gigi, meneteskan tetes mata dan saat keramas, lalu tanpa sengaja air masuk ke telinga, apakah puasanya batal?

💎Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Tidak batal. 
Yang membatalkan puasa itu makan minum dengan sengaja, masturbasi atau onani, jima', dan riddah (keluar islam).

🌷Kalau maaf ustadz. Kan ada tu orang kelainan seks. Cuma tidak sengaja lihat ciuman saja sudah mengeluarkan cairan. Apa juga batal?

💎Tidak batal, kecuali sampai keluar mani. 
Bila hanya madzi dan wadi yang keluar tidak batal. Tapi melihat hal tersebut membuat puasanya rusak dan tidak bernilai disisi Alloh ﷻ. 

Jadi puasanya hanya lapar dan dahaga. Tidak dapat pahala dan syafaat shaum pada hari kiamat. 
Hindari ya.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Na ~ Semarang
Saya punya teman kena sakit diabetes. Dia itu tidak boleh puasa. Katanya kalau puasa, malah kadar gulanya naik. Itu bagaimana, Ustadz?

💎Jawab:
Ini yang paham tentunya dokter. 
Bila memang sudah ada diagnosa dari dokter silahkan fidyah saja. 
Fidyah itu memberikan makan orang faqir atau miskin, 1 hari yang ditinggalkan = 1 fidyah. 

Wallohu a'lam.

🌷Beras, Ustadz? Berapa liter, Ustadz? Kalau misal belum mampu?

💎Yang sudah siap dimakan. Bila tidak memiliki kemampuan, maka minta bantuan pada anak, karib kerabat untuk membantu membayarkan fidyah. Bila tidak ada yang bisa membantu silakan yang bersangkutan membayar fidyah untuk dirinya sendiri.

Wallohu a'lam. 
Semoga Alloh ﷻ mampukan.

0️⃣3️⃣ Yulia ~ Yekasi
Assalamualaikum ustadz, 

Bagaimana jika hutang puasa tahun-tahun sebelumnya belum di qodho, apakah boleh di ganti fidyah?

💎Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bila anti sehat dan kuat maka Qodho. Wallohu a'lam. 

Silahkan segera diqodho puasa yang ditinggalkannya. Terlalu banyak fadhilah (keutamaannya) sayang kalau ditinggalkan.

🌷Ustadz, kalau sudah bayar fidyah apa harus di qodho lagi? Karena puasa yang ditinggalkan karena hamil atau melahirkan.

💎Cukup fidyah. 
Wallohu a'lam

0️⃣4️⃣ Tri Indra ~ Kediri
Afwan ustadz untuk fidyah itu bagaimana maksudnya berupa makanan, apa bahan makanan dan ada ketentuan seberapa banyaknya ya ustadz? 

Jazakallahu Khairan

💎Jawab: 
Makanan yang siap makan.

🌷Yang dimaksud 1 fidyah itu bagaimana ustadz, apakah untuk 1 kali makan atau untuk makan 1 hari ustadz? 

💎Benar. Satu kali makan sudah termasuk membayar fidyah.

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Safitri ~ Banten 
Ustadz, puasa tidak boleh dihari jumat kecuali ada hari sebelum dan sesudahnya dari kalimat ini kita boleh mulai berpuasa dihari jumat kah ustadz, yang penting puasanya bukan di hari jumat doang tapi ada hari lain, bagaimana ustadz, minta penjelasanya?

💎Jawab:
Ya boleh. Bila itu ayamul bidh, qodho, bayar nazar, daud dan lain-lain. 

Yang dilarang itu dikhususkan pada hari jum'at saja (karena ini hari raya mingguan kita) atau sabtu saja (karena ini mengikuti kaum yang Alloh ﷻ laknat). 

Wallohu a'lam

🌷Ustadz, kan biasanya ada ya calon pengantin biasanya yang cewek tuh mesti puasa menuju hari H, memang itu puasa apa ustadz?

💎Wallohu a'lam. 
Setahu saya tidak ada tuntunan dari Nabi.
Yang jelas tahan syahwat saja sampai nanti halal.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Alhamdulillah kawan-kawan sekalian, sebentar lagi ramadhan datang menghampiri kita. 

Mari sambut penuh bahagia, semangat dan ilmu. Agar dalam menjalani ibadah puasa kita siap dan semangat dengan penuh iman. 

In syaa Alloh bila kita puasa dengan iman dan mengharapkan pahala Alloh ﷻ, niscaya akan mudah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang bisa merusak pahala puasa kita. 

In syaa Alloh, syafaat puasa pada hari kiamat nanti akan kita dapatkan. 

Yuk perbanyak shaum sunnah demi menyambut ramadhan dan sarana latihan. Juga perbanyak baca al Qur'an karena bulan ramadhan adalah bulan diturunkannya al Qur'an. 

Perbanyak doa disaat puasa karena saat itu doa kita di ijabah. 

Yuk semangat kawan kawan. Belum tentu tahun depan kita bertemu dengan ramadhan. 

Semoga taujih singkat ini bermanfaat, aamiin. 

Dan kapan-kapan kalau ada waktu silahkan kunjungi channel youtube saya ya. Agar saya dapat terus memberikan manfaat pada antunna sekalian dan kita dapat meraih pahala yang melimpah di yaumil mizan nanti. 

Terimakasih. 
Saudara dakwah antunna Abdillah N. Rahmat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar