Minggu, 28 Maret 2021

SYA'BAN SEBAGAI PENGINGAT RAMADHAN



OLeH: Ustadz Syahirul Alim

❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸KEISTIMEWAAN BULAN SYA’BAN

Di Indonesia, sebagian umat muslim seringkali menjadikan bulan Sya’ban sebagai bulan yang istimewa, baik karena keistimewaan bulannya yang berdekatan dengan bulan Ramadhan atau karena banyak informasi yang dianggap valid bahwa Sya’ban merupakan bulan dimana dianjurkannya untuk berpuasa sebagaimana riwayat otoritatif yang diyakini berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Bahkan, untuk sebagian umat muslim di tanah air, malam nishfu (pertengahan) bulan Sya’ban memiliki keistimewaan sendiri dengan menjalankan serangkaian ritual tertentu seperti sholat tasbih, dzikir, membaca surat Yasin dan ritual lainnya yang sepertinya sudah mentradisi menjadi bagian dari budaya umat muslim jelang kedatangan bulan Ramadhan.

Bulan Sya’ban memang unik, karena secara historis bulan ini menjadi “penjelas” antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan dalam kalender Hijriyyah. Secara historis, Sya’ban sendiri yang diambil dari akar kata “sya’aba” yang berarti “kelompok” atau “sesuatu yang terpisah” karena orang-orang Arab kuno di bulan ini mereka berpencar berkelompok-kelompok (memisahkan diri) untuk mencari air akibat kekeringan. Bulan Ramadhan dianggap sebagai bulan paling panas dan kekeringan yang sudah didahului sejak bulan Sya’ban, sehingga banyak berbagai suku di Arab kuno berpencar untuk mencari air untuk persiapan mereka menghadapi bulan Ramadhan. Informasi mengenai bagaimana bulan Sya’ban ini diambil sebagai salah satu bulan di antara Rajab dan Ramadhan, sisi historisnya dapat ditelusuri dalam sebuah karya klasik Ibnu al-Mandzur, Lisaan al-‘Arab.

Jika zaman Arab kuno Sya’ban dijadikan tradisi berkelompok untuk menyebar mencari air, maka di Indonesia, bulan Sya’ban dijadikan tradisi “berkelompok” sebagian umat muslim untuk mengunjungi, membersihkan, tabur bunga di pusara para leluhur mereka. Kita mungkin tidak asing menyaksikan banyak kelompok orang kemudian mengunjungi makam orang-orang tua mereka atau leluhur mereka di setiap bulan Sya’ban yang di Jawa Tengah dikenal dengan istilah “nyadran” dan di Betawi dikenal dengan tradisi “ruwahan”. 

Saya kira, terdapat keterkaitan tradisi antara bangsa Arab dengan muslim di Indonesia yang entah kapan tradisi ini mulai dijalankannya tetapi yang jelas tradisi berkelompok dan memisahkan dari dari  kelompok lainnya di bulan Sya’ban memiliki tradisi yang juga “serupa” sebagaimana kata “syu’ub” dalam bahasa Arab yang berkait dengan “sya’ban” juga mempunyai konotasi “sama” atau “serupa” ketika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. 

Bulan Sya’ban bahkan mendapat tempat istimewa dalam kitab suci al-Quran, dimana disebutkan oleh salah satu sahabat Nabi, Ikrimah, bahwa sesungguhnya al-Quran diturunkan ke dunia melalui perantara malaikat Jibril kepada lisan Nabi Muhammad yang terjadi pada malam Nishfu Sya’ban. Ikrimah menjelaskan hal ini ketika menafsirkan kalimat, “Inna anzalnaahu fii lailatin mubaarokatin” 
(sesungguhnya Kami menurunkan (al-Quran) pada malam yang diberkahi) yang ada dalam surat ad-Dukhan ayat 3, bahwa “lailatin mubarakatin” adalah malam Nishfu Sya’ban yang berbeda dengan mainstream penafsir lain yang kebanyakan menafsirkan bahwa al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan. Para mufassir selalu menyebutkan pendapat Ikrimah ini, sekalipun kebanyakan di antara mereka tidak menyepakatinya. Inilah saya kira, bentuk penghargaan para ulama terhadap perbedaan tafsir yang tetap dihargai sebagai bagian dari dinamika pemikiran bukan sebagai bentuk perselisihan yang harus dipertajam.

Hasil dari ijtihad Ikrimah mengenai bulan Sya’ban yang istimewa justru saat ini banyak diamini oleh umat muslim di Indonesia dengan mengkhususkan bulan Sya’ban terutama di bagian pertengahannya sebagai malam istimewa yang menggambarkan peristiwa keagamaan yang luar biasa karena di malam tersebut seluruh malaikat diturunkan ke dunia atas izin Alloh ﷻ. Atas dasar ini, maka seluruh ritual keagamaan dalam bentuk doa ataupun dzikir justru memiliki nilai kesakralan yang sangat besar dibanding bulan-bulan yang lainnya.

Ikrimah seakan memberikan pandangan berbeda soal kapan diturunkannya al-Quran, melawan arus utama pendapat para sahabat dan ulama lainnya. Sejauh ini, informasi yang sampai kepada seluruh umat muslim bahwa kitab suci al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan berdasarkan rujukan historis terutama dari sumber-sumber otoritatif, al-Quran dan juga Sunnah Nabi ﷺ. 
Namun, melalui pembacaan yang lain, Ikrimah bin Abu Jahl justru berbeda dalam menyikapi kapan al-Quran itu diturunkan yang menurut pendapatnya justru di pertengahan bulan Sya’ban-lah al-Quran turun dari Lauh al-Mahfudz ke “langit dunia” bukan pada bulan Ramadhan walaupun pendapat seperti ini sangat jarang sekali diungkapkan. Bahkan pendapat Ikrimah kemudian dikritik oleh Ibnu Katsir sebagai anggapan yang terlampau jauh (ab’ad al-naj’ah) dalam menafsirkan “lailatun mubarokah” sebagai malam nishfu Sya’ban dan bukan malam lailatul qadar di bulan Ramadhan.

Terlepas dari perbedaan pendapat yang begitu mencolok tentang kapan al-Quran itu diturunkan, bulan Sya’ban tetap memiliki keunikan dan keistimewaan merujuk pada sisi historis dan pelembagaan ritualitas agama yang selama ini mewujud dalam tradisi masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Kita tentu tak dapat memungkiri bahwa bulan Sya’ban yang saat ini sedang berjalan tentunya akan dimaknai secara istimewa, terlebih puncaknya akan terlihat pada pertengahan bulan (nishfu) Sya’ban nanti. 

Dalam sebuah riwayat yang berasal dari Aisyah, beliau menyatakan bahwa “Nabi tidak pernah terlihat berpuasa sepanjang hari, kecuali di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari). 

Hal ini dapat dipahami, sebab pada bulan Sya’ban seluruh catatan amal manusia pertahun diserahkan malaikat kepada Alloh ﷻ dan Nabi Muhammad beralasan, alangkah senangnya ketika amal seseorang diserahkan dan pada waktu itu beliau dalam keadaan berpuasa. Catatan amal setiap manusia akan diserahkan setiap minggu di hari Senin atau Kamis dan rekapitulasi amal tahunan manusia akan diserahkan pada bulan Sya’ban. Hal ini didasarkan atas riwayat Mundziri dimana Rasulullah ﷺ bersabda, “Inilah bulan, dimana seringkali diabaikan manusia, karena terjepit antara Rajab dan Ramadhan. Inilah bulan dimana seluruh catatan amal manusia diserahkan kepada Alloh ﷻ dan saya senang ketika catatan amal itu diserahkan sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.”

Selain digelar ritual-ritual keagamaan, seperti dzikir, membaca Al Quran, berdoa pada malam tersebut, tradisi nyadran atau ruwahan yang umumnya dilakukan pada pertengahan bulan Sya’ban juga akan semarak dilakukan masyarakat muslim di Indonesia, terutama di Jawa. Hendaknya kita tetap mengapresiasi berbagai tradisi yang sekiranya baik dengan tidak mencelanya, terlebih berdoa dan berdzikir serta melakukan ziarah merupakan kegiatan yang bernilai ibadah yang tidak ada sama sekali penyesatan di dalamnya. Sama halnya ketika para ahli tafsir menghargai pendapat Ikrimah ketika pendapatnya soal waktu diturunkannya Al Quran melawan arus utama pendapat ulama kebanyakan.

Wallahu a’lam bisshawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga kita bisa sampai ke bulan Ramadhan. Bertemu lagi dan mengisi setiap waktunya dengan kebaikan dan ibadah. Insya Allah ketika kita bisa bertemu dengan bulan yang penuh barakah ini, kita masih diberi kesempatan untuk memohon ampunan Alloh ﷻ atas dosa-dosa yang kita lakukan, baik dosa kepada sesama, diri sendiri, dan dosa karena banyak melanggar aturan-aturan hukum Alloh ﷻ, sadar dan tidak sadar. Semoga kita semua bisa dipertemukan kembali dengan ramadhan yang didambakan. Amiin

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar