Minggu, 22 November 2020

TABAYYUN SARING SEBELUM 'SHARING'



OLeH  : Ustadz Syahirul Alim

  💘M a T e R i💘

🌷TABAYYUN MEDSOS: SARING SEBELUM “SHARING”


Tabayyun berasal dari kata “bayyana” yang berarti “jelas kebenarannya.” Tabayyun terhadap sesuatu berarti “ittidlahuha” (mengungkap kebenaran itu secara pasti) atau “dzuhuruha” (menyingkapnya dengan sejelas-jelasnya). 

Tabayyun tidak saja diperintahkan agama dalam hal bagaimana kita mendapatkan sebuah informasi, diteliti kebenarannya, dan baru boleh disebarkan kepada pihak lain. Di era digital seperti saat ini, sebuah kebenaran nampaknya “absurd” bahkan terkadang menjadi “klaim” secara subjektif, bahkan tanpa harus melakukan penelitian terlebih dahulu. Padahal, informasi apapun yang kita peroleh, dari siapapun dan dari manapun, hampir tidak bisa dianggap sebuah kebenaran, jika belum dilakukan tabayyun terlebih dahulu.

Al-Quran secara jelas, memerintahkan agar orang-orang beriman senantiasa bertabayyun dalam hal apapun, terlebih mendapatkan dan menerima sebuah informasi. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena kebodohanmu yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Kalimat “fatabayyanuu” yang ada dalam surat Al-Hujarat ayat 6 merupakan “fiil amar” (perintah) yang mewajibkan kita sebagai orang beriman agar senantiasa bertabayyun ketika mendapat informasi apapun dan dari siapapun. “Tabayyun” terambil dari wazan “tafa’ala” yang memiliki banyak makna, diantaranya adalah “lilmuthowa’ah” (peristiwa yang kemudian terjadi akibat perbuatan fi’il muta’addi). Maka jelas perintah kepada orang-orang beriman untuk bertabayyun akan mendorong komunitas yang lebih cerdas dan bermartabat, karena tidak tabayyun akan menciptakan kebodohan dan kesesatan. “Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan kebodohan kepada suatu kaum…” 

Tabayyun berakibat pada kecerdasan masyarakat dan sebaliknya tidak melakukan tabayyun hanya akan menciptakan kebodohan dan kesesatan bagi masyarakat. Ini yang seringkali kita luput, menerima berita dan informasi dari media sosial, lalu tanpa tabayyun kita menerimanya, menyebarkannya, sehingga menciptakan kebodohan, kedengkian, kebencian dan kesesatan dimana-mana, maka ayat 6 surat Al-Hujarat ini diakhiri dengan kalimat, “fatusbihuu ‘ala maa fa’altum naadimiin” (yang menyebabkan kamu menyesal apa yang kamu telah perbuat).

Ayat 6 surat Al-Hujarat ini terkait dengan seseorang bernama Walid bin Uqbah yang ditugaskan Rasulullah ﷺ untuk mengumpulkan zakat kepada suatu kaum. Namun, karena Walid mempunyai riwayat permusuhan dengan kelompok itu sebelumnya, membuat dirinya takut jika harus mengumpulkan zakat dari mereka. Lalu, sengaja dibuatlah berita bohong (hoax) seakan-akan bahwa Walid diancam oleh kaum tersebut dan menyebarkan berita kepada pihak lain, bahwa dirinya akan dibunuh. Kabar yang dibawa Walid ini sampai ke telinga Rasulullah ﷺ, tetapi beliau tidak mempercayai begitu saja, karena perlu secara pasti mengetahui kabar kebenaran tersebut.

🔷🌷🔷

Rasulullah ﷺ kemudian mengutus Khalid bin Walid untuk memastikan kabar yang dibawa Walid langsung kepada kaum yang sebelumnya diurus oleh Walid agar diambil zakatnya. Kelompok yang ditemui Khalid bin Walid ternyata memberikan cerita lain, bahwa mereka tidak pernah sama sekali bertemu atau didatangi oleh Walid bin Uqbah, apalagi dimintai untuk diambil zakatnya. Alangkah agungnya sikap tabayyun, karena jelas terhindar dari fitnah, permusuhan, bahkan peperangan. Seandainya Rasulullah ﷺ langsung percaya kepada informasi yang didapat, tentu saja peperangan sulit untuk dihindari.

Dunia digital yang saat ini marak dengan berita-berita hoax yang bersumber dari internet atau media sosial, justru seringkali menjerat kita untuk menerima begitu saja beragam informasi yang belum tentu kebenarannya. Pernahkan kita melakukan penelitian jika ada informasi yang diterima oleh kita? Termasuk didalamnya informasi agama dan dalil-dalil keagamaan? Saya kira, hampir semuanya tidak pernah tabayyun, dan itulah kondisi yang pada akhirnya semakin membuat keutuhan masyarakat kita rusak oleh kebodohan yang dibuat kita sendiri. Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadis pernah mengingatkan:

إن الله يرضى لكم ثلاثا ، ويكره لكم ثلاثا ، يرضى لكم : أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا ، وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ، وأن تناصحوا من ولاه الله أمركم ، ويكره لكم : قيل وقال ، وإضاعة المال ، وكثرة السؤال          

“Sesungguhnya Alloh ﷻ menyukai akan 3 hal dan membenci 3 hal. Adapun 3 hal yang disukai Alloh ﷻ adalah beribadah kepada-Nya dengan tidak diiringi dengan perbuatan syirik, selalu berada dalam persatuan Islam dan tidak terpecah belah serta saling memberikan nasehat yang baik sebagaimana diperintahkan Alloh ﷻ. 3 Hal yang dibenci Alloh ﷻ adalah “qiila qa qoola” (menyebarkan kabar dari orang lain yang belum jelas), menghamburkan harta dan terlalu banyak bertanya akan sesuatu.”

Imam Nawawi dalam kitabnya “Syarah Muslim”, ketika mengomentari hadits tersebut diatas, menyatakan, bahwa “qiila wa qoola” adalah “al-khowdlu bi akhbarinnasi wa hikaayaatin maa laa ya’ni” atau ikut campur dalam urusan kabar orang lain, dan menceritakannya kembali, kepada orang lain. Ikut campur dalam kabar orang lain, tentu saja dapat melalui berbagai jalur media yang saat ini tersedia, atau bisa juga diceritakan kembali secara verbal,  atau menyebarkannya di ranah media sosial. 

Justru yang saat ini sedang merajalela, adalah kabar-kabar bohong (hoax) yang begitu mudahnya, kita terima dan tanpa memeriksa, serta bertabayyun, terhadap kabar tersebut. Ternyata tanpa sadar, kita sudah banyak melanggar, menerima berita tanpa tabayyun dan lalu menganggapnya sebagai “KEBENARAN” dan begitu mudahnya melakukan (qiila wa qaala) menyebarkan informasi tersebut kepada orang lain.

Meneliti kebenaran sebuah informasi justru adalah perintah Al-Quran dan menyebarkannya sebelum bertabayyun adalah perbuatan yang dibenci oleh Alloh ﷻ. Lalu, benarkah selama ini kita sudah melakukan tabayyun? Alangkah lebih baik, jika kita tidak yakin terhadap sebuah kebenaran, termasuk soal agama sekalipun, alangkan lebih baik menahan diri untuk tidak menyebarkannya kepada orang lain, karena jika salah apa yang kita sebarkan, dan membuat fitnah, permusuhan, dan bahkan perselisihan, jelas pada akhirnya kita membangun sebuah masyarakat bodoh karena ulah kita sendiri dan itu termasuk pada perbuatan dosa. Mari cerdas bermedia sosial dengan tabayyun dan tidak mudah saling menyebar berita atau informasi (qiila wa qaala) karena itu hal yang dibenci oleh agama.

Wallahu a’lam bisshawab wa bimuraadih 

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷

         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Mala Hasan ~ Lampung

Assalamua'alaikum ustadz,

Jika kita sudah berusaha tabbayun dengan orang yang menganggap kita salah, tapi orang tersebut masih belum menerima sikap kita. Apa yang harus kita lakukan lagi? 

Jazaakallahu khoir

🔷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Tabayyun sebenarnya lebih kepada bagaimana kita berupaya untuk cek dan ricek sebuah kebenaran informasi dan hal itu pernah terjadi di zaman Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ senantiasa bertabayyun dalam banyak hal, termasuk tidak mempercayai begitu saja informasi yang diterima sebelum secara pasti diyakini kebenarannya. Setelah bertabayyun, maka minimal informasi yang tidak benar tidak tersebar luas dan menjadikan perseteruan atau permusuhan dikemudian hari. Setelah sama-sama bertabayyun seharusnya tidak ada lagi miss informasi dan aneh jika tabayyun tidak menghasilkan sesuatu yang baik, kecuali bahwa pihak yang kita tabayyuni tidak menerima sikap kita karena bawaan kebencian kepada kita. 

Saya kira, tugas kita selesai menjelaskan perkara yang sebenarnya, persoalan menerima atau tidak itu soal hidayah, jika itu sebuah kebenaran dan dia diberi hidayah, maka sudah semestinya kedua belah pihak saling menerima. Sikap kita tetap berpegang teguh kepada kebenaran sekalipun kebenaran itu pahit kita amalkan.

Wallahu a'lam...

0️⃣2️⃣ Han ~ Jatim

Assalamu'alaikum, 

Ustadz, bagaimana dengan pembenaran sendiri dan merasa benar dan tidak merasa menebar hoax padahal apa yang di sampaikan tidak terbukti dengan kenyataan atau memberikan kebohongan pada masyarakat. Apa karena penguasa jadi bisa semaunya begitu kah, tidak bisa disalahkan! Bagaimana menyikapinya itu ustadz? 

Entar di kasih tahu atau di luruskan malah kita sebaliknya yang dibilang penebar hoax dan malah dipidanakan? 

🔷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sebagai seorang Muslim yang baik, tidak dibenarkan merasa benar sendiri terlebih merasa dirinya paling suci. Al-Qurán menjelaskan:

 فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ 

"(dan janganlah kalian merasa diri kalian paling suci dan Dia Allah yang paling mengetahui siapa yang paling bertakwa)." 

Merasa benar sendiri jelas salah, terlebih memaksakan kehendak bahwa apa yang disampaikannya adalah kebenaran. Perlu diketahui, kebenaran sesungguhnya hanyalah dari sisi Alloh ﷻ, manusia hanya berupaya mencari jalan menuju kebenaran, sehingga kita tidak boleh mengklaim diri kita paling benar dan orang lain yang berbeda dengan kita salah. 

Penguasa seharusnya lebih berhati-hati dan memberi contoh, sebab penguasa itu panutan masyarakat dan menjadi contoh masyarakat. Jika penguasanya sendiri memaksakan kebenaran, maka masyarakat pada akhirnya ikut-ikutan merasa benar sendiri. Dalam sebuah negara, kita terikat oleh konstitusi yang disepakati bersama dan kita semua (termasuk penguasa) taat pada konstitusi tersebut. Tidak ada yang kebal hukum, kecuali bahwa hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas, karena dalam hal ini ada wilayah uang yang lebih berkuasa, dalam kondisi ini kita dituntut untuk bersabar dan menahan diri, selamatkan diri kita dan keluarga dari hal yang tidak baik, terlebih beresiko untuk kita sendiri. 

Dahulukan untuk mencegah keburukan daripada menegakkan kebaikan, mengalah untuk kebaikan lebih mulia daripada memaksakan kebaikan tetapi unsur mudaratnya lebih besar. Dalam kaidah ushul disebutkan, "darúl mafasid muqaddamun ála jalbil masholih" (menolak keburukan harus didahulukan daripada menegakan kemaslahatan).

Wallahu a'lam...

0️⃣3️⃣ Phity ~ Yogja

Assalamu'alaykum...

Ustadz kalau kita mendengar berita-berita tentang PKI, kan ada yang bilang itu hoax.  Disisi lain kita meyakini bahwa mereka benar-benar ada, terus kita tabayun kemana baiknya?

🔷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Tabayyun kepada para ahli sejarah, karena sejarah kelam PKI itu simpang siur ada yang memang sengaja dibuat untuk mengukuhkan penguasa dan membuat image buruk tentang komunisme yang anti agama, penjahat, kejam, dan lain-lain. Itu merupakan bentuk propaganda politik yang telah berjalan selama pemerintahan Orde Baru. PKI adalah organisasi terlarang dan sudah ditetapkan oleh TAP MPR sehingga tidak mungkin hidup lagi di Indonesia. Adapun bahwa komunisme sebagai ideologi tetap ada, sebagaimana ideologi-ideologi yang lain, seperti kapitalisme, sosialisme, dan lain-lain. Yang menjadi kehebohan adalah isu bangkitnya PKI yang jika dilihat secara nyata ya tidak mungkin, karena UU melarangnya. Kita tetap harus berhati-hati dalam bersikap, berpikir, dan bertindak, jangan terburu-buru menilai atau menyimpulkan. Jika memungkinkan, bacalah buku-buku sejarah, baik yang ditulis oleh sarjana lokal maupun Barat, sehingga kita mengetahui persis apa dan bagaimana PKI itu. 

Namun yang pasti, sebagai organisasi PKI telah mati dan tidak akan pernah hidup lagi di Indonesia. Bahkan ideologi-ideologi lain juga tak bisa hidup melawan ideologi agama bangsa ini yang sudah kuat? Adakah ideologi yang bertahan hidup di Indonesia selain agama (Islam) dan Pancasila? Hampir tidak ada, karena bangsa ini bangsa religius, toleransi dan mudah menerima budaya apapun dari luar tetapi yang cocok diambil yang tidak akan hilang dengan sendirinya. Komunisme itu tidak akan pernah cocok dengan ideologi bangsa ini, sehingga ia tidak mungkin bisa bangkit dan hidup lagi...

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷

 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Penting untuk melakukan tabayyun dalam banyak hal, terutama di era medsos saat ini. Saring terlebih dahulu infomasi sebelum sharing kepada pihak lain. Pastikan bahwa informasi yang kita peroleh mengandung kebenaran. 

Jika tidak yakin, biarlah informasi berhenti di kita, dengan tidak menyebarkannya kita telah menyelamatkan banyak orang dan diri kita sendiri. Tetap belajar, dan mencari kebenaran dari sumber manapun, sebab upaya mencari kebenaran adalah bagian dari cara kita dekat kepada Alloh ﷻ.

Wallahu a'lam bisshawab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar